Our Lovely Miss Shasha

Our Lovely Miss Shasha

[1] Hell-O Iblis Kecil

    “Sha, cepetan berangkat! Sopir taksinya udah nunggu dari

tadi di depan!” Dari arah ruang tamu Mama Shasha berteriak lantang.

    Shasha yang masih mencari karet rambutnya segera terlonjak setelah mendengar pintu kamarnya dibuka kasar oleh sang ibu. Cengiran Shasha menyambut omelan Daniar yang terus saja berdengung di telinganya. Gadis itu pun terhenyak kaget saat sang ibu menarik rambutnya cukup kasar ke belakang. Namun, sebelum ia sempat

berteriak, ia merasakan rambutnya disisir dan diikat rapi oleh ibunya. Shasha pun berbalik dengan senyum sayangnya. Diciumnya pipi Daniar cepat sebelum berlari ke teras rumah dengan terburu-buru. Bahkan kedua sepatunya dijinjing sampai masuk ke dalam taksi.

    “ Bye, Mamaaa!” Shasha melambaikan tangannya dari balik jendela taksi dan berteriak kepada Daniar. Daniar yang terengah-engah sampai di depan pagar rumah juga membalas lambaian tangan anaknya lalu mengacungkan dua kepalan tangan untuk menyemangati Shasha yang semakin lama semakin jauh. Digelengkan kepalanya menghadapi kelakuan putri semata wayangnya itu yang begitu jahil. Diambilnya ponsel yang tergeletak di atas meja makan, lalu dikirimnya pesan singkat ke nomor Shasha.

    Shasha yang sudah tidak dapat melihat ibunya segera menutup jendela. Ditengadahkan kepalanya di sandaran kursi mobil. Reflek ia pun mengangkat jam tangan yang menunjukkan pukul tujuh lewat dua puluh satu menit. Matanya mengerjap untuk memastikan bahwa ia tidak salah melihat. Dicek berulang kali sampai akhirnya ia membuka mulutnya lebar-lebar. Aku gak akan telat di hari pertama, kan?

    Gadis itu kini tampak gugup. Kedua kakinya dihentakkan pelan, sementara tangannya juga tak dapat diam. Berkali-kali ia meminta Pak sopir menancap gas lebih kencang. Ia tidak ingin di hari pertamanya bekerja, ia dicap sebagai pemalas karena terlambat. Kuku ibu jarinya pun ia gigit seraya menengok ke luar jendela. Sialnya, tiba-tiba ponsel di sakunya berbunyi nyaring. Matanya pun melotot setelah membaca pesan yang dikirimkan ibunya.

    Selamat bekerja anakku sayang. Selamat bertemu anak-anak kecil menggemaskan. Semoga nanti mereka semua bisa buang air sendiri, jadi kamu gak usah repot-repot gantiin diaper mereka. Salam sayang dari Mama

    Shasha mendengus geli setelah membaca pesan tersebut. Namun ia memilih tidak menjawab pesan dari ibunya. Dimasukkan ponselnya ke dalam tas dan memilih bersandar di jok mobil. Untung mama sendiri.

    Saat jam tangannya menunjukkan pukul tujuh lewat tiga puluh lima menit, ia baru turun dari taksi itu. Dipandangnya gerbang warna-warni yang saat ini sudah tertutup. Diketoknya beberapa kali sampai sebuah kepala laki-laki paruh baya melongok dari lubang kecil di ujung pagar. Menanyakan identitasnya.

    “Cari siapa ya, Bu?” tanya satpam.

    “Saya Shasha, Pak. Guru baru di sini.” Shasha mencoba tersenyum simpul menanggapi perkataan satpam itu yang nampak curiga padanya.

    “ Ada sih guru baru, Bu. Tapi namanya bukan Shasha. Ibu ngaku-ngaku, ya?”   Mata satpam itu memicing mengamati Shasha dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tapi memang tidak ada hal janggal dengan dandanan gadis itu yang bisa membuat orang salah sangka. Shasha yang dipandangi seperti itu pun berdeham dan melepas kacamatanya.

    “Yaampun, Non Shasha! Bapak pangling gara-gara Non Shasha tambah cantik. Udah gede juga. Lagian daritadi gak langsung panggil bapak aja.”

    Shasha tersenyum masam lalu segera masuk setelah dibukakan pagar oleh Pak Amet. Pak Amet pun kembali meminta maaf karena tidak mengenali Shasha. Wajar saja kalau satpam itu tidak lagi mengenali Shasha, sebab gadis itu terakhir berkunjung ke sini delapan tahun lalu. Saat ia masih duduk di bangku SMP.

    Diketuk pintu ruangan kepala sekolah yang tak lain adalah ruangan Tante Rahma. Di sana teman ibunya itu sedang membalik beberapa lembar kertas. Gelagatnya yang ingin menjahili Shasha pun sudah terbaca. Sebelum itu terjadi, Shasha lebih dulu memberikan penjelasan mengapa ia terlambat dengan bibir cemberut. Gadis itu dengan santainya menghempaskan pantatnya ke sofa hitam di sudut ruangan yang terletak dibawah AC. Tangannya mengipas-ngipas seadanya untuk meredakan gerah.

    Tiba-tiba muncul setumpuk kertas di depan matanya. Diliriknya Tante Rahma yang kini menarik tangannya untuk diajak ke kelas yang akan dia ajar. Sepanjang jalan dari ruang kepala sekolah mulut Tante Ratna tak berhenti mengoceh tentang kondisi kelas yang akan ditempatinya. Sedangkan Shasha yang memang malas mendengarkan hanya bisa menangkap sepenggal kalimat. “—mereka aslinya baik, kok.”

    Saat pintu kaca itu terbuka, nampak sepuluh anak—empat laki-laki dan enam perempuan. Mereka semua duduk manis di kursinya masing-masing lalu menyambut sapaan yang diucapkan Tante Rahma. Mata bulat mereka memandanginya yang nampak asing bagi mereka. Kecuali satu anak laki-laki yang duduk paling ujung. Ia sibuk menundukkan kepala tak menghiraukan kehadirannya.

    “She is Miss Shasha. She’ll be your teacher. Come here and hug her now. She’ll be love it!”

    Mulut Shasha ternganga saat mendengar Tante Rahma meminta mereka memeluknya. Kesembilan anak itu berlari seraya merentangkan tangannya menuju ke arah gadis itu. Shasha terhentak mundur saat badan mereka begitu kuat menghantamnya. Tangan mereka juga memeluk ketat pahanya. Namun, anak laki-laki yang berada di ujung meja itu tampaknya masih tak menganggap kedatangan Shasha. Tiba-tiba terdengar bunyi aneh di kerumunan anak-anak itu. Ditambah perasaan basah yang menembus kain celana Shasha.

   SROOOT!

    Matanya membulat saat ada anak lelaki dengan wajah khas Jawa menunjukkan cengirannya. Ingusnya juga masih menggantung di ujung hidungnya. Shasha linglung memandang antara anak itu dan celananya yang saat ini membekas basah di area paha kanan. Lendir-lendir putih dan kuningmasih menempel di sana. Ia pun mendengar bisikan di telinganya dari Tante Rahma yang mencoba menenangkan hatinya.

    “Sabar... Orang sabar disayang Tuhan loh, Sha. Mereka juga masih kecil” ucap Tante Rahma.

    Dipandangnya Tante Rahma yang sedang menarik beberapa lembar tisu dan membersihkan ingus di hidung anak lelaki itu. Anak itu mengedip-ngedipkan matanya dengan manipulatif, Shasha pun tak tahan dengan tingkahnya. Ia mencoba menenangkan dengan berjongkok dan mengambil tangannya. Namun yang membuat perempuan itu kembali melotot adalah tangan kecil yang ternyata penuh ingus itu digosokkan ke

tangan Shasha. Setelah itu dia mengatakan sesuatu dan tersenyum jahil yang membuat Shasha langsung terduduk di lantai.

    “Sorry, Miss. Bima sengaja.” Anak itu pun langsung berlari ke luar kelas.

    Saat ini jam baru menunjukkan pukul sepuluh, Tante Rahma sudah kembali ke ruangannya sejak tadi. Shasha pun sudah membersihkan tangan dan celananya yang penuh dengan lendir sialan milik bocah bernama Bima itu. Dia hanya bisa menghembuskan napas sebal kala mengingat kejadian memalukan tadi.

    Untuk menghilangkan pening di kepalanya, ia pun menonton video youtube milik Albert Geraldio. Laki-laki tampan keturunan Inggris yang sering membuatnya berkhayal menjadi kekasihnya. Belum juga satu video habis ditonton, bel masuk berbunyi nyaring mengharuskannya kembali bertemu para iblis kecil itu.

    Anak-anak itu sekarang sedang duduk manis di atas meja bundar dengan piring yang berisi buah-buahan di depannya. Mereka makan dengan lahap seakan benar-benar lapar. Shasha di mejanya bolak-balik mengamati mereka satu per satu dan lembar portofolio yang berisi biodata mereka. Dia hanya mampu menggelengkan kepalanya saat kembali membaca ulang latar belakang mereka. Pantesan merek tas sama sepatunya gak bisa nyantai.

    “AWWWWW! Pantat Nay sakit, Shinta!” Nay berteriak keras sembari memegang pantatnya yang baru saja terbentur lantai. Shasha terlonjak saat mendengar teriakan cempreng gadis kecil itu. Ia melihat gadis kecil bernama Nay jatuh terjerembab ke lantai karena didorong oleh Shinta. Mata Nay mulai memerah saat Shasha menghampirinya. Dipeluknya perut Shasha dengan erat. Ia pun menangis tersedu-sedu sambil menunjuk Shinta. Berkali-kali ia mengucapkan ‘Shinta jahat’. Namun Shinta yang dituding seperti itu sama sekali tidak peduli. Justru ia dengan tenang kembali memakan buah mangganya.

    “Shinta kenapa dorong Nay keras sampai dia jatuh?” Shinta mengelus pundaknya perlahan. Mencoba tidak menghakiminya. Namun Shinta mendongak dan memandangnya sengit.Shinta lalu mengalihkan tatapannya ke arah Nay dan ekspresinya semakin tidak enak dipandang.

    “Nay bantu Shinta, Shinta gak suka.” Lalu Shinta melengos pergi meninggalkan Shasha yang melongo.

    Kepala Shasha rasanya ingin pecah menghadapi setan-setan cilik itu. Setelah kejadian Nay dan Shinta tadi masih banyak kejadian-kejadian absurd lainnya. Gadis itu hanya bisa bolak-balik menghembuskan napas dan menepuk dadanya. Mencoba bersabar dan menguatkan diri sendiri. Ini baru hari pertama, Sha. Semangat! Berulang kali Shasha menggumamkan kalimat itu. Mendoktrin pikirannya agar tak sejalan dengan hati yang sudah lelah itu.

    Saat ini semua anak sudah keluar dari kelas. Mereka ada yang sedang menunggu di ruang bermain, maupun menunggu di taman bermain. Gadis itu pun memutuskan segera mengambil tasnya di ruang guru dan segera pulang.

    “Mbak Sha, gimana hari pertamanya mengajar di kelas bear?” Bu Ayu salah satu guru di sana tiba-tiba bertanya.

    “Luar biasa Bu, pokoknya! Mantap!”  Shasha hanya bisa berpura-pura tersenyum membalas pertanyaan retoris yang dilayangkannya. Kepalan gadis itu diangkatnya tinggi-tinggi seakan membenarkan kata-kata yang diucapkannya. Sedangkan semua orang di ruang guru hanya bisa menertawakannya perlahan. Ia pun berjalan ke luar pagar untuk menunggu taksi jemputannya.

    Sesampainya di rumah, Shasha langsung melemparkan tas dan kaos kakinya ke atas sofa. Tak dihiraukannya pelototan Daniar yang keluar dari dapur sambil membawa spatula. Sebelum sempat mulut ibunya itu mengoceh, Shasha lebih dulu memeluk perut ibunya yang berlemak itu. Lalu diceritakannya pengalaman-pengalaman yang dilaluinya hari itu. Daniar pun tertawa terbahak-bahak sampai mengeluarkan air mata setelah mendengar cerita Shasha. Gadis itu yang sebal karena ditertawakan memilih untuk meninggalkan ibunya ke dapur.

    “Yaampun, Mama! Ayam gorengnya gosong!” Teriak Shasha dari dapur.

    “Matiin, Sha kompornya!” Daniar yang panik segera berlari ke dapur, namun di atas wajan ia melihat ayam gorengnya baik-baik saja. Ekor matanya menangkap pergerakan Shasha yang sedang berlari keluar lewat pintu belakang.

    “Tapi bohong, Ma!” Shasha mengintip di balik pintu dengan mulutnya yang tersenyum mengejek.

    “Dasar anak kurang ajar!” Seru Daniar.

    Gadis itu tertawa terbahak-bahak sambil tetap berlari. Bahkan air matanya sampai keluar. Akhirnya ia berhenti di ujung taman dengan napas yang tersengal-sengal. Dilihatnya sang ibu yang juga sudah kelelahan di dekat pintu dapur. Shasha pun berlari merentangkan tangannya dan memeluk Daniar erat.

Terpopuler

Comments

Devia Ratna

Devia Ratna

mampir

2023-01-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!