Tiga hari sudah Shasha beradaptasi dengan mereka. Setidaknya di hari keempatnya ini, ia yakin tidak akan lagi dikerjai oleh anak-anak itu. Hari ini mereka akan belajar motorik. Mulai dari motorik halus dan motorik kasar. Shasha yang pagi itu duduk manis di ruang guru sudah siap dengan baju olahraganya. Dipandanginya anak-anak kecil yang masuk ke dalam gerbang. Dari sekian banyak anak yang masuk, jarang sekali dilihatnya orang tua yang mengantarkan anaknya. Lebih banyak pengasuh dan sopir yang justru mendampingi anak-anak itu. Shasha hanya bisa menggeleng dan menghembuskan napasnya.
Shasha mengarahkan anak-anak yang saat ini sedang berlarian. Mereka pun mulai berbaris rapi. Pelajaran motorik kali ini dimulai dengan senam yang dipimpin oleh Shasha. Kemudian berjalan di atas ban, lalu dilanjutkan dengan melompat lima kali melewati rintangan, setelah itu naik ke perosotan. Anak-anak itu terlihat begitu gembira. Lima belas menit sudah Shasha memberi anak-anak itu waktu istirahat dan dia mengajak mereka masuk ke dalam kelas namun Kia tetap diam di ayunan, tidak ingin kembali.
“Hey, come here baby!” Shasha memanggil Kia.
“No, Miss. I’m not a baby girl anymore! Don’t call me like that!” Kia memberengutkan bibirnya karena dipanggil seperti itu oleh Shasha. Kedua tangannya dilipat di depan dada.
“Yup! You’re not a baby girl, but you’re my baby bear.” Shasha pun menggendong Kia dari ayunan dan membawanya ke dalam kelas.
“If I am a baby bear, you’re the mommy bear, Miss! ” Teriak Kia.
Gadis itu hanya bisa tersenyum karena setelah mengatakan kalimat itu, Kia langsung berlari menuju teman-temannya dan berteriak mengumumkan bahwa Shasha adalah mommy bear mereka. Shasha pun segera mengambil sekotak puzzle untuk disusun oleh anak-anak. Ada juga clay dan juga lego.
Kebanyakan anak perempuan memilih untuk memainkan clay dan juga puzzle. Namun tidak dengan Kia. Shasha melihatnya sedang mengaitkan beberapa buah lego menjadi bentuk robot.
Shasha pun keluar sebentar menuju kamar mandi. Di sana ia bertemu dengan Bu Kinta, salah seorang guru senior di TK Dharmawangsa. Ia melihat Bu Kinta sedang kebingungan dengan setumpuk buku di tangannya. Shasha pun menghampirinya dan mencoba membantunya. Ternyata Bu Kinta sedang sakit perut namun tidak tahu akan meletakkan bukunya di mana. Sehingga Shasha berinisiatif untuk membawakannya ke ruang guru.
Sepuluh menit sudah Shasha meninggalkan murid-muridnya. Namun betapa terkejutnya saat ia membuka pintu ruang kelas. Dilihatnya Raja yang sedang berdiri di depan Kia. Tangannya tiba-tiba memukul wajah Kia lalu sebelum pergi ia berbalik dan meludahi wajah Kia. Namun, Kia sama sekali tak membalas, justru ia menahan tangisnya lamat-lamat.
Shasha langsung berlari mengambil tisu dan membersihkan wajah Kia. Anak itu menunduk, seakan menghindari tatapan Shasha. Shasha yang melihat mata Kia memerah langsung mendekapnya. Memintanya untuk menangis saja. Dia tidak ingin anak sekecil Kia menahan semua beban perasaan. Setelah reda menangis, Shasha mengusap pipi gadis kecil itu. Ditariknya kedua ujung bibir itu agar Ia tersenyum.
“Raja, sini. Kenapa Raja pukul Kia? Raja juga ludahin Kia. Minta maaf, ya”, ucap Shasha
Shasha menghampiri Raja yang sama sekali tidak merasa bersalah. Justru ia masih menyusun lego-nya tanpa beban. Ia melirik Shasha sebentar lalu kembali mengambil lego-lego-nya. Shasha berjongkok di depannya. Dipandangnya mata Raja yang benar-benar tidak merasa bahwa apa yang dia lakukan itu salah. Shasha kembali bertanya alasan Raja memukul dan meludahi Kia, namun ia tetap bungkam. Justru sekarang ia memandang Kia dengan sengit. Di tempatnya, Shasha merasakan seseorang menarik kemejanya. Dilihatnya Kia sedang berdiri di dekatnya.
“I took Raja’s lego, Mommy bear...” Kia mengatakan itu dengan suara pelan. Kepalanya kembali menunduk. Diliriknya Raja yang sedang mengambil puzzle di kotak mainan. Kia juga melihat Shasha yang saat ini sedang duduk sambil melamun di lantai. Kia tahu dia salah, om dan omanya selalu marah jika dia tidak meminta maaf. Jadi, Kia pikir Shasha juga marah padanya.
“I’m sorry Raja.” Kia mengulurkan tangannya ke arah Raja. Namun bocah lelaki itu masih melengos. Ditepisnya tangan Kia dengan keras. Lalu ia berlari menuju ke sudut kelas. Shasha yang sudah tidak tahu lagi harus menghadapi temperamen Raja yang seperti itu segera pergi ke ruangannya. Diteleponnya ibu dari Raja. Perempuan itu awalnya menolak untuk datang, namun Shasha memohon berulang kali. Akhirnya Maria—Ibu Raja menyanggupinya. Dia bilang akan datang setelah jam sekolah usai . Shasha pun menghubungi orang tua Kia. Ia memberitahukan kejadian yang dialami Kia tadi. Berharap bahwa orang tua Kia juga bisa datang mendampingi gadis kecil ttu.
Setelah menyanyikan lagu perpisahan dan juga berdoa, murid-murid segera menghambur ke luar. Mereka begitu antusias untuk kembali bermain di taman sembari menunggu jemputan. Sedangkan Raja yang saat ini digandeng oleh Shasha hanya bisa mengamati mereka. Sekarang Shasha, Raja, dan Kia sudah ada di ruang konsultasi. Menunggu orang tua mereka datang.
Belum juga sepuluh menit menunggu, pintu kaca itu terbuka. Menampilkan seorang perempuan cantik yang masih mengenakan pakaian kantor, Sedangkan lelaki di samping perempuan itu, Shasha bisa menebak bahwa dia adalah papanya Raja. Wangi parfum mahal tercium membuat hidung Shasha gatal. Disilahkannya dua orang itu duduk dan ia langsung menjelaskan kejadian tadi.
“Kami harap Bapak dan Ibu selalu memantau perkembangan Raja. Jika temperamennya tidak segera diperbaiki, saya takut akan memengaruhi sikap Raja nantinya.” Shasha tersenyum sopan, mencoba seramah mungkin kepada mereka. Dia tidak ingin dianggap melimpahkan kesalahan kepada orang tua Raja. Perempuan itu hanya ingin aktif memberitahu semua perkembangan anak kepada orang tuanya.
Di tempatnya, Raja hanya terdiam sambil memainkan jari-jarinya. Kepalanya menunduk dalam. Tidak mau menatap orang tuanya. Apalagi saat sang papa memanggilnya. Bukannya mendekat justru anak itu beringsut ke pojokan sofa. Enggan membuka suaranya. Ditatapnya mata Shasha dengan khawatir sebelum kembali menunduk.
“Kenapa kamu pukul temanmu, Raja?”
Pria yang Shasha tahu adalah suami Bu Maria menanyakan hal itu pada anaknya. Menatap tubuh Raja tajam. Bocah itu yang sedari tadi diam tiba-tiba membuka suara di hadapan papanya.
“Kia curi lego aku!” Raja berteriak sembari memandang Kia tajam.
“NO! Aku gak curi lego Raja! I just took it on the floor near him!” bela Kia.
Emosi Kia nampaknya sudah mulai tersulut setelah terus diabaikan oleh Raja. Ditatapnya Raja dengan sengit. Wajahnya merah padam karena marah. Shasha yang tidak ingin lagi ada keributan segera membawa Kia ke ruang bermain yang sudah sepi. Namun dititipkannya Kia di sana dengan petugas jaga ruang bermain. Ia pun kembali ke ruang konsultasi, Belum sempat ia membuka pintu, didengarnya teriakan Raja yang membuat hati Shasha terpukul
“Kenapa Raja harus minta maaf?! Papa aja pukul Raja gak pernah minta maaf!” ucap Raja pada papanya.
Shasha berdiri diam di depan pintu selama tiga menit. Menunggu agar kondisi di dalam ruangan lebih kondusif. Setelah tidak mendengar suara apapun, gadis itu memberanikan masuk ke dalam. Di sana, orang tua Raja masih duduk di posisi yang sama. Raja juga masih beringsut di sudut sofa. Tidak menghiraukan mereka.
Setelah selesai mengobrol, orang tua Raja pamit pulang. Ke luar ruang konsultasi, Raja langsung berlari ke arah mobil mereka berada. Shasha pun mengantar mereka sampai ke tempat parkir. Dilihatnya seorang sopir yang menunggu mereka di sana. Mobil mereka pun melaju. Namun sebelum jendela sepenuhya tertutup, ia melihat bahwa Bu Maria langsung menjewer Raja dengan keras. Air mata bocah itu akhirnya luruh juga setelah dari tadi sama sekali tidak menangis.
Shasha membekap mulutnya. Tak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat. Maria Rosani, sekretaris partai kenamaan yang selama ini dicap sebagai perempuan anggun nan cerdas bahkan tega memperlakukan anaknya sedemikian rupa. Dua puluh dua tahun hidupnya, tidak pernah ia merasakan namanya diperlakukan kasar oleh orang tuanya. Walau Mamanya sering berteriak atau mengancam untuk memukulnya, ia tahu itu hanya candaan belaka.
Shasha berbalik, ingin menuju ke ruang bermain melihat kondisi Kia. Sudah satu setengah jam dari jam pulang dan ia bahkan belum melihat sopir yang menjemput Kia. Namun sungguh terkejut Shasha saat ada lelaki yang semua orang tahu namanya, Albert Geraldio. Youtuber kenamaan yang karirnya kini sedang melejit. Gadis itu juga sering menonton video lelaki itu di ponselnya saat bosan melanda.
“Permisi, Mbak. Saya mau jemput Kia.” Gerald melambaikan tangannya di depan wajah Shasha yang sedang melamun. Akhirnya ditepuknya bahu Shasha karena perempuan itu tak kunjung menjawabnya. Wajah gadis itu memerah saat ia sadar ia benar-benar berdiri di depan seorang Gerald yang selama ini hanya bisa dilihatnya di layar ponsel.
“Eh, iya. Mau cari siapa Mas Gerald ke sini?” Shasha mencoba bertanya dengan tegas. Maksud hati biar tidak terlihat norak.
“Saya mau cari Kia, keponakan saya, Mbak cantik,” ucap Gerald sembari tersenyum.
Shasha kembali salah tingkah. Perkataan Gerald beserta kedipan matanya membuat ia hilang fokus. Cepat-cepat ia berjalan meninggalkan Gerald yang tersenyum di belakang. Gadis itu berjalan menuju ruang bermain di mana ia menitipkan Kia. Namun, sebelum masuk ia berhenti dan mengambil napas berulang kali. Shasha berbalik dan menunggu Gerald. Ia ingin menceritakan kejadian tadi terlebih dahulu agar lelaki itu tidak kaget melihat pipi keponakannya memerah.
Sesudah penjelasan panjang yang Shasha ucapkan, Gerald hanya bisa tersenyum masam. Ia tahu keponakannya itu tidak pernah membalas orang lain. Karena Gerald sendiri yang terus-menerus mengajari Kia bahwa ia tidak boleh membalas kejahatan orang lain.
Shasha masuk ke ruang bermain. DIlihatnya Kia sedang tidur di sudut tempat boneka-boneka besar diletakkan. Boneka beruang besar itu dipeluknya erat. Shasha pun membangunkannya perlahan. Gadis kecil itu mengerjapkan matanya menatap Shasha lekat.
“Mommy Bear?” Gadis kecil itu merentangkan kedua tangannya meminta gendong Shasha. Namun, bukannya Shasha yang menyambut uluran tangan Kia. Gerald yang ada di belakang Shasha dengan sigap menggendong keponakannya. Ia juga mencium pipi Kia dan mencubit hidungnya sampai memerah.
“Om ganteng!” Kia pun membalas pelukan Gerald dengan erat. Ia juga mencium pipi pamannya itu. Sedangkan di tempatnya Shasha hanya bisa berandai bahwa ia menjadi Kia agar bisa mencium pipi pria itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments