Arkan bersimpuh di hadapan Melia agar Melia yakin akan kesungguhan nya dalam mempertahan Rumah tangga mereka.
"jangan lakukan itu mas, aku yang salah karna tak punya rasa percaya sedikitpun terhadapmu"
"seharusnya aku mempercayaimu mas seharusnya aku mempercayai cintamu, bangun lah mas jika ada orang yang harus bersujud itu aku" kata Melia yang menyesali segala yang terjadi.
Arkan yang mendengar kata-kata istrinya menitikan air mata, ia merasa bahagia.
Arkan bangkit dari bersimpuh dan memeluk erat istrinya.
"mulai sekarang aku akan hadapi dunia untuk keutuhan keluarga kita" sambung Melia.
Tiba-tiba Juna menangis Arkan dan Melia saling pandang dan saling melempar senyum.
Dari hari itu Melia mengikuti keputusan suaminya, ia tinggal di Rumah mereka sendiri dan memulai hidup baru dengan melupakan segalah permasalahan di masa lalu.
"ma..aku mau nitip Juna, ini jam makan siang mas Arkan aku mau kirim makanan buat mas Arkan" ujar Melia di satu siang.
"sini sini mana cucu nenek yang ganteng, sini sama nenek" dengan senang hati mama mertuanya menjaga cucunya.
"oya ma di dapur ada makanan tadi aku masak banyak mama bisa ambil kalo mama mau" tawar Melia.
"kenapa masak banyak-banyak sih Mel, tadi juga Radit sudah beli makanan" ujar Bu Drajat.
"nggak papa ma cuma sesekali, ya sudah Mel berangkat dulu, hai sayang mama berangkat dulu ya muach" setelah mengecup putranya Melia pergi menuju ladang tempat suaminya bekerja.
"hai Mel tumben bawa rantang siang-siang begini, mau ketempat Arkan ya...pasti takut Arkan di gondol pelak*r kan?" teriak tetangga julid Melia.
"Bu Ratna kalo nggak ada yang penting mending nggak usah ngomong, dan apa tadi? Pelak*r?...maaf ya bu suami saya nggak doyan sama yang begituan tuh" jawab Melia yang dapat membungkam mulut bu Ratna.
Dengan cepat Melia meninggalkan bu Ratna sebelum mulut embernya kembali bersuara.
Sesampai di ladang Melia celingukan mencari keberadaan suaminya.
"Mel.. Cari siapa?" sapa bapak-bapak yang sedang istirahat.
"cari mas Arkan lah pak masa' iya cari bapak" jawab Melia asal.
"ooh Arkan ada di ladang ujung sebelah sana" ucap bapak tersebut sembari menunjuk tempat Arkan bekerja.
"oh..makasih ya pak" bapak tersebut hanya mengangguk.
Tiba di tempat Arkan sedang istirahat. Terlihat Arkan sedang duduk dan mengobrol dengan seorang wanita sebayanya.
"mas..." panggil Melia yang mengejutkan Arkan pasalnya ia tak pernah melihat istrinya mengantarkan makan siang untuknya.
"loh de' kok kesini bawa apa itu" kata Arkan.
"ini makan siangmu mas, kamu pasti lapar kan?" jawab Melia sembari melirik sinis wanita yang ada di samping suaminya.
"mas Arkan saya permisi dulu kalo begitu, mari?" pamit wanita itu yang bernama fatma, ia tersenyum manis pada Melia namun tak dibalas hal yang sama oleh Melia.
"siapa dia mas" tanya Melia.
"yang mana?" jawab Arkan yang fokus pada makananya.
"wanita tadi" kata Melia
"ooh itu tadi namanya fatma, ia sedang menggarap ladangnya di sebelah sana, katanya mengirit biaya" jelas Arkan.
"loh suaminya emang kemana, kenapa dia garap ladangnya sendiri" cerocos Melia mengintrogasi suaminya.
"fatma itu janda de', tadi dia kesini sejedar minta saran di musim ini bagusnya tanam apa?" jawab Arkan
"mau tanya kok milih" lirih Melia yang masih bisa di dengar oleh suaminya.
"ya kan jarak ladangnya dengan mas berdekatan tadi mas juga tanya-tanya siapa tau ada ladang yang mau dijual" Melia tersedak air liurnya sendiri mendengar ucapan suaminya.
"apa mas? Mas mau beli ladang? Emangnya mas punya duit?" tanya Melia yang tak percaya.
"hmmm punya nggak ya...?" Arkan yang ditanya serius oleh istrinya malah bercanda membuat Melia mengerutkan bibirnya.
Arkan tertawa melihat tingkah istrinya. Beberapa saat setelah istirahat Arkan melanjutkan pekerjaan yang belum selesai.
Melia yang menunggu Arkan pulang tertidur dibawah pohon yang rindang.
"de' sudah sore ayo kita pulang" Arkan membangunkan istrinya yang tertidur pulas.
"astagfirullah.. mas aku kira siapa" Arkan mengerutkan keningnya . "memang kamu pikir siapa de'?" tanya Arkan.
"kita pulang?" Melia tak menjawab malah balik bertanya, Arkan hanya mengangguk.
"mas...apa nggak sebaiknya ibu kita bawa kesini saja?" tanya Melia di satu malam ketika sedang santai dengan suaminya.
"ibu kan punya ladang disana de' apa mungkin ibu mau meninggalkan Rumah serta ladangnya untuk ikut tinggal bersama kita" jawab Arkan yang ragu.
Sesaat Melia berpikir. "kita suruh jual aja mas, aku dari kemaren kepikiran ibu terus mas" kata Melia yang terlihat jelas kegelisahan yang ia rasakan.
"nggak mungkin lah de' itu semua kan peninggalan bapak, mana mungkin ibu mau menjualnya" Melia mengangguk-anggukan kepalanya.
"besok terakhir mas garap ladang soalnya besok tinggal sedikit bibit yang di tanam lusa mas nggak kerja, kita bisa tengok ibu" ujar Arkan.
"ah ya sudah kalo memang begitu, kita tidur yuk udah malam" ajak Melia.
"tapi mas dapat jatah kan" ucap Arkan yang menghentikan langkah istrinya ia menoleh lalu tersenyum dan mengangguk.
keesokan lusa hari yang dijanjikan Arkan tiba, Melia mempersiapkan keperluan Juna dan keperluan untuknya dan suaminya.
"loh mau kemana cucu nenek" tanya bu Drajat yang datang tiba-tiba.
"kita mau jenguk ibu dulu ma soalnya sudah beberapa bulan kita belum jenguk, kasihan ibu tinggal sendiri" kata Melia.
"kenapa nggak dibawa kesini saja biar mama ada teman ngobrol" ujar bu Drajat.
"nggak bisa ma ibu disana mengurus ladang peninggalan bapak" bu Drajat manggut-manggut tanga mengerti.
Setelah berbincang dengan bu Drajat, Arkan dan Melia pamit berangkat.
Di perjalanan tiba-tiba ban motor Arkan kempes.
"duuuh kenapa harus sekarang sih, mana masih jauh" gerutu Arkan pasalnya mereka berhenti dijalan yang masih jauh dengan pemukiman warga.
"gimana de' apa kamu sanggup berjalan, soalnya ini masih jauh dari rumah-rumah warga" tanya Arkan yang tak tega melihat istrinya harus berjalan sembari menggendong Juna yang semakin montok.
"ya udah mau gimana lagi, apa mau bermalam disini?" Arkan menggeleng mereka melanjutkan berjalan kaki dengan mendorong motornya.
Setelah berjalan 2 jam akhirnya mereka menemukan rumah warga, dengan nafas ngos-ngosan Arkan dan Melia istirahat.
"waduh ini dari mana tadi kok sampe ngos-ngosan gini, motornya mogok?" tanya warga pemilik rumah.
"ban motor kami bocor pak kami tadi berjalan dari jalan yang masih banyak hutannya" jawab Arkan sembari menarik nafas panjang.
"bu...buatkan minum untuk tamu kita" ujar bapak tersebut kepada istrinya.
Tak lama seorang wanita paruh baya keluar membawa nampan yang berisi minuman segar.
"apa bapak bisa bantu kami untuk mencari bengkel?" tanya Arkan
"bengkel disini masih satu kilo lagi, kalo mau bapak bisa antar , tapi motor nya harus di bawa soalnya di rumah bapak nggak ada alat untuk ganti ban" jawab bapak tersebut.
"de' nggak papa kan kalo mas tinggal cari bengkel dulu" Melia mengangguk kecil.
Bapak tersebut membawa motornya untuk menggiring Arkan menuju bengkel.
Melia yang gelisah menunggu suminya pasalnya jam sudah menunjukan pukul 17: 00.
"kenapa lama sekali?" lirih Melia.
"nduk sudah mau magrib masuklah kasihan anaknya" ujar ibu pemilik rumah yang melihat Juna mulai rewel.
"terimakasih bu" Melia masuk dengan perlahan. ia duduk dan memberi Asi pada Juna.
Tak kemudian terdengar suara deru motor yang begitu familiar di telinganya.
"loh mas kok sendiri kemana bapak tadi" tanya Melia kepada Arkan yang baru datang.
"bapak tadi kerumah saudaranya ia nitip pesan untuk ibu nanti malam baru pulang" ucap Arkan yang di dengar oleh ibu pemilik rumah.
"bu kami langsung pamit ya..terimakasih banyak atas bantuannya" ujar Arkan sebelum melanjutkan perjalanan.
"ah iya hati-hati dijalan jangan lupa mampir lagi" ucap ibu tersebut.
Arkan dan Melia melanjutkan perjalanan hingga pukul 21:00 mereka baru tiba.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments