Pagi itu Melia duduk di teras bersama putra nya, "hai mel, halo dede tampan.." sapa Rani yang tiba-tiba datang.
Rani celingak celinguk nengok ke dalam rumah. "nyari siapa, kalo nyari ibu, ibu nggak ada." kata Melia dengan nada ketus.
"ah enggak. Aku nyari mas Arkan soalnya sudah 3 hari nggak keladang" ujar Rani tanpa tedeng aling-aling. "emangnya mas Arkan kemana Mel, apa dia sedang sakit?"sambung Rani.
"perhatian bener ya kamu sama suami orang, emang di kampung ini sudah nggak ada pemuda lagi?" Melia merasa geram.
"ah pemuda disini nggak ada yang ganteng Mel" Melia merasa jengah dengan ocehan Rani.
"oya Mel aku mau ngomong nih" Rani mendekatkan bibirnya ketelinga Melia, lalu berbisik.
"aku mau jadi istri kedua mas arkan" Rani tersenyum.
"g*tel banget ya kamu jadi perempuan, lebih baik kamu pergi dari sini sekarang sebelum aku cekik lehermu itu" Melia mulai naik pitam.
"loh ada nak Rani..." ibu Melia yang baru datang dari ladang menyapa. "ada perlu apa nak"
"dia nggak punya perlu apa-apa bu cuma perlu digaruk" ucap Melia masih kesal.
"hus kamu kanapa to nduk ada tamu nggak dibuatin minum malah diajak berantem"ucap ibunya yang tak tau niat Rani.
"tau nih bu dari tadi kudu marah mulu mungkin cemburu bu kalo aku deket sama mas Arkan" dengan santainya Rani bicara yang seolah-olah tak ada salahnya.
Suara deru motor berhenti di depan rumah. "mas" saat Melia akan berdiri menyambut suaminya Rani lebih dulu mendekat dan menggandeng tangan Arkan.
"nak Arkan langsung masuk saja" ujar mertuanya yang tau akan ketidak nyamanan menantunya.
"Mel buatkan minum suamimu" tanpa mengangguk Melia masuk meninggalkan ibunya dan Rani.
"nak Rani kalo nak Rani tak ada perlu lebih baik nak Rani pulang saja kasihan bu Winda pasti kerepotan sendiri" ujar ibu Melia dengan lembut.
"tapi bu...mas Arkan baru datang dan..." "mungkin nak Arkan lelah kalo mau ngomongin kerjaan bisa besok-besokan?" potong ibu Melia yang membuat Rani merasa sedikit malu, dan segera pamit pulang.
"enak ya mas...baru datang udah digandeng bidadari" dengan nada tinggi Melia membuka suara.
"apa sih de' mas mana tau kalo dia mau menggandeng tangan mas" jawab Arkan sedikit bingung.
"nduk...jangan dibuat ribut suamimu pasti lelah" sela ibunya sebelum Melia mulai bicara lagi.
Setelah bergelut dengan rasa cemburunya Melia mencoba memejam kan mata. Tapi ia terganggu dengan suara tangis Juna.
"oo cup cup sayang....dede' Juna haus ya? Mau nen? Sabar ya..." Melia membuka kancing baju nya karna Juna yang sudah tak sabar pengen nen.
"de' kenapa nggak makan?" suara Arkan kembali berhasil mengejutkan nya lagi.
Melia tak ingin menjawab pertanyaan suaminya. "de' kamu kan harus kasih Juna Asi trus kalo kamu nggak makan dari mana Juna dapat asi" kata arkan membujuk Melia.
"apa mau mas suapin?" Arkan tak putus asa merayu istrinya. Ia menyentuh bahu Melia.
"jauhkan tanganmu itu mas, bukankah kamu sangat suka disentuh oleh rani jadi nikmati saja sentuhan rani dan jangan sentuh aku" kata-kata Melia seperti menghakimi Arkan yang tak tau maksud Rani tadi siang.
"mas minta maaf kalo mas salah. Besok mas akan berhenti kerja di ladang bu Winda, mas akan cari kerjaan lain" ujar arkan.
"terserah kamu mas, aku nggak ikut campur urusan kamu" ujar Melia dengan suara bergetar menahan tangis.
"de' jangan bicara begitu mas ini suamimu, apapun yang menjadi urusan mas kamu harus tau".
Setelah Juna tertidur Melia pun mengambil tempat disamping putranya.
"de' kita pulang ke rumah kita ya?" ajak Arkan. Melia kembali duduk.
"mas bilang apa? Mas minta aku meninggalkan ibu yang hidup sebatang kara hanya untuk tinggal bersama dengan mertua yang sudah menghancurkan hidupku?" kini suara Melia sedikit meninggi, hingga ibunya yang berada dikamar juga mendengar keributan anak dan menantunya.
"bukan begitu maksud mas de', ibu bisa ikut dengan kita" ujar Arkan sejenak menarik nafasnya.
"dan kita tidak akan tinggal dengan mama lagi" lanjut Arkan.
"maksud mas mama dan kak Radit sudah pergi?" tanya Melia penasaran.
"bukan pergi tapi kak Radit sudah bikin gubuk di sebelah rumah kita de'". Jawab Arkan.
"heh sama saja itu bohong, yang namanya rumput kalo dibiarkan tetep aja bisa menjalar mas" kata-kata Melia bagai belati yang menusuk.
"jadi maksud kamu mama dan kak Radit harus dibasmi seperti rumput yang mengganggu pada umumnya? Keterlaluan kamu de'".
Karna walau bagaimana pun nyonya Drajat dan Radit adalah keluarga satu-satunya yang dia punya.
"ya sudah kalo kamu nggak mau, kamu bisa tinggal disini bersama ibu juga Juna" ujar Arkan yang merasa sudah tak dihargai dalam setiap keputusan.
"maksud kamu apa mas, kamu mau ninggalin kami? Hanya demi mamamu yang sudah jelas dia adalah penyebab kematian putri kita" suara Melia semakin meninggi.
Arkan yang merasa tak enak dengan ibu mertuanya memilih keluar dari kamar.
Saat Arkan sedang duduk di teras tiba-tiba ibu mertuanya keluar membawa secangkir kopi.
"ngopi dulu nak Arkan" ujar ibu mertuanya yang kemudian turut duduk di sampingnya.
"ibu mendengar semua yang kalian ributkan. Ibu bisa memahami keinginan satu antara satu dari kalian" bu Indah terdiam sejenak.
"tapi ibu minta maaf atas sikap Melia yang sepertinya tak bisa menghormatimu sebagai suami"
"dan ibu juga nggak tau masalah putri yang kalian bicarakan, itu putri siapa dan kenapa Melia tak bisa menerima kepergiannya. Ibu nggak tau tapi pada intinya ibu minta maaf atas semua sikap Melia" sambung bu Indah.
Arkan hanya menunduk. Tak mampu menatap mertuanya karna rasa hormatnya terhadap orang yang lebih tua.
"maafkan saya bu karna sya belum bisa kasih yang terbaik untuk putri ibu" lirih Arkan.
"bukan masalah terbaik atau tidak, kebahagiaan itu bisa dirasakan dari hati yang ikhlas nak, jadi ibu mohon jangan tinggalkan Melia dan Juna" mendengar permohonan mertuanya Arkan merasa bersalah.
"bu bukan maksud saya meninggalkan Melia, ibu tau sendiri disini Rani tak membiarkan kami hidup tenang, kalo bisa Melia ikut kembali ke rumah kami, tapi kalo nggak bisa nggak papa bu biar Melia disini sama Juna dan saya kerja ditempat yang dulu di kampung kami" jelas Arkan panjang lebar.
"baiklah nak Arkan kalo memang begitu maksudnya besok biar ibu bicara sama Melia, semoga saja Melia bisa mengerti" kata bu Indah yang kemudian pamit istirahat.
Arkan sendiri menikmati kopi buatan mertuanya ditengah malam yang sunyi tak henti Arkan berpikir.
"hmmm memang susah jadi orang ganteng selalu saja punya penggemar yang meresahkan" dengan senyum yang melebar Arkan memuji dirinya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments