Bab 15

Arkan yang tertidur di ruang tamu merasa kedinginan, ia berniat masuk kedalam kamar namun tak di sangka pintu kamar terkunci rapat.

"aduh gimana sih ini kok dikunci mana dingin banget lagi" lirihnya menggerutu, ia kembali meringkuk dikursi ruang tamu.

Arkan terbangun di pagi hari dengan badan yang terasa pegal-pegal, ia terduduk samar-samar ia mendengar istri dan mertuanya sedang berbincang.

"biarkan sajalah bu kalo mas Arkan memilih untuk pergi dan tinggal bersama mamanya" kata Melia

"jangan begitu nduk nyonya Drajat itukan mertuamu kamu tetap harus hormat" jawab ibunya.

"mertua yang seperti apa dulu dong yang patut dihormati bu" sambung Melia.

"memangnya ada masalah apa antara kamu dan mertuamu itu. sepertinya kamu sangat membencinya" bu Indah penasaran dengan ucapan putrinya yang hanya sepotong-sepotong.

"ya...ibu nggak perlu tau, yang jelas jangan pernah maksa aku untuk tinggal dekat sama nyonya Drajat apalagi satu atap denganya"

Arkan yang mendengar perbincangan ibu dan anak itu hanya bisa menghela nafas, tiba-tiba.

"mas sudah bangun? Mas pasti nguping pembicaraan ku dan ibu" tuding Melia dengan sedikit kasar seolah Arkan tak pantas lagi untuk dihormatinya.

"enggak kok, mas baru bangun de'" ucap Arkan berkelit.

"alah nggak usah mengelak mas kalo denger bilang denger jangan pura-pura, toh juga kalo kamu denger aku nggak perduli mas emang itu kenyataanya kan?" ujar Melia sambil berlalu ke kamar.

Bu Indah yang mendengar kata demi kata putrinya, merasa iba pada menantunya yang terlihat begitu mencintai putrinya, dan tiba-tiba.

"mas Arkan...ih...pasti baru bangun belum bersih-bersih kan?" Rani yang tiba-tiba datang tanpa mengucapkan salam membuat Arkan jadi terkejut.

"tapi nggak papa walaupun belum mandi mas Arkan tetep ganteng kok Rani tetep suka lihatnya" Rani tersenyum dan tersipu malu sendiri.

Melia keluar dari kamar dengan wajah yang sulit diartikan.

"hai Mel...hai jagoan tampan" ucap Rani sembari mendekat pada Melia yang menggendong putranya.

Namun tak disangka Melia pergi dari tempatnya berdiri. Arkan pun juga pergi sebelum terjadi perang dunia ia segera pergi ke kamar mandi.

"iya..mandi yang bersih sudah di tunggu sama bidadarimu" ujar Melia yang berteriak dari depan kamar mandi yang letaknya dekat dengan dapur.

Rani pun menyusul kedapur, "masak apa bu Indah? Tanya Rani basa basi.

"kenapa, Kamu lapar, Mau makan? Bentar tinggu pangeranmu keluar dari kamar mandi" ketus Melia

"hus nduk nggak baik jodoh-jodohin suami sama perempuan lain, nanti kalo sama gusti Allah di jodohkan beneran nyesal kamu" tegur ibunya yang tak habis pikir dengan putrinya.

"ah nggak papa bu, aku mau kok dijadikan istri kedua mas Arkan, aku bisa bersikap lembut padanya" ujar Rani dengan tak tau malunya.

Sementara Arkan yang terjebak dikamar mandi enggan untuk kaluar.

"kenapa lama sekali" ujar Rani yang gelisah.

"bu pegang Juna" Melia menyerahkan Juna pada ibunya lalu mengetuk pintu kamar mandi.

Tok tok. "mas buka pintu" pintu terbuka sedikit Melia lalu nyelonong masuk membuat Rani melotot tak percaya.

"ah...mas...kamu nakal jangan disini yah nanti ada yang dengar" suara Melia di dalam kamar mandi memekakan telinga Rani, ia menghentakan kaki.

Bu Indah yang melihat reaksi Rani hanya tersenyum. "bu aku pulang dulu nanti sore aku ke sini lagi".

Rani buru-buru keluar ia mengusap air matanya, "loh nak Rani nggak nunggu sarapan dulu?" teriak bu Indah yang tak di dengar oleh Rani.

sementar di dalam kamar mandi "lepas! Jangan pegang-pegang" bentak Melia.

Arkan menggaruk kepalanya yang tak gatal, Melia segera keluar dari kamar mandi ia tak ingin berlama-lama didekat suaminya.

"sudah pergi bu?" tanya Melia "sudah, ini Juna ibu mau lanjut masak" Melia menggendong Juna kembali.

"perempuan g*tel begitu harus dikasih pelajaran bu dia harus tau siapa yang sedang dia hadapi" ujar Melia dangan berapi-api.

Arkan yang sudah rapi mengambil secangkir kopi yang sudah disiapkan untuknya. Ia duduk di samping istrinya.

"loh nak Arkan sudah rapi, memang mau kemana?" tanya bu Indah.

"saya mau pulang dulu bu, biar pikiran saya tenang, disini saya merasa serba salah" jawab Arkan sambil melirik istrinya.

"mas nggak perlu nyindir-nyindir kalo mau pergi ya pergi aja, dan bilang aja kalo mas sudah nggak nyaman tinggal bersama aku dan Juna" ucap Melia dengan suara bergetar.

"mas nggak pernah bilang gitu de' itu hanya perasaanmu saja yang sudah hangus terbakar cemburu sehingga nggak ada lagi kebaikan mas dimata kamu" rasa sabar yang Arkan miliki rasanya sudah semakin menipis.

Bu Indah mencoba menengahi masalah antara putri dan menantunya.

Melia yang tak kuasa menahan air matanya akhirnya menangis tergugu di hadapan ibu dan suaminya.

Sementara Juna yang mendengar keributan merasa terganggu ia menangis, bu Indah mengambil Juna.

"selesaikan masalah kalian dengan kepala dingin, pergilah ke kamar kalian" ujar bu Indah tegas.

Melia menghentakan kaki dan berjalan menuju kamar dan di susul oleh Arkan.

Bu Indah berinisiatif membawa Juna jalan-jalan.

"de' mas minta maaf kalo selama ini kamu nggak bahagia hidup bersama mas" Arkan menarik nafas panjang.

"tapi jujur de' mas terluka dengan sikap kamu ini, mas nggak tau harus bagaiman lagi rasanya mas nggak bisa mikir lagi".

Melia masih terisak menunduk dan tak mampu berkata apapun .

"mas pengen nyerah tapi, ada Juna yang butuh mas" sambung Arkan.

"kalo mas mau nyerah ya nyerah aja nggak ada yang maksa mas untuk bertahan disini nggak aku, nggak juga Juna" ucap Melia dengan suara serak

"sebelum bicara harusnya kamu pikir dulu de' mas ini juga punya perasaan, mas bukan batu"

"dan lagi mengenai mama sampai kapanpun beliau tetap mamaku baik buruknya beliau tak merubah kenyataan bahwa beliau mamaku"

"jadi mas minta kamu mengerti, tak ada di dunia ini manusia yang hidup tanpa kesalahan" ucap Arkan panjang lebar.

"jadi mas pikir aku yang salah karna sudah tak mau menerima mama mas di hidup aku?" ujat Melia yang mulai meninggi.

"mas nggak nyalahin kamu de', mas bingung harus menjelaskan dengan cara apa lagi, terserah kamu de'" ucap Arkan mulai kesal.

"mau di bicarakan berapa kali pun kalo hanya keegoisan yang diutamakan, masalah ini nggak akan ada jalan keluarnya" Arkan terlihat putus asa.

"jadi...mas tetap akan pergi?" ucap Melia melemah.

"jika mas disini sudah tak berarti lagi untuk apa mas tetap disini seperti pengemis yang minta di kasihani".

Setelah bicara tak ada jalan keluar, akhirnya Arkan benar-benar pergi, namun bukan maksud untuk meninggalkan anak dan istrinya, ia hanya bermaksud untuk memberi ruang istrinya untuk berpikir.

Melia menangis pilu melihat motor yang di kendarai suaminya berlalu pergi.

Saat itu bu Indah pulang bersama Juna, bu Indah yang melihat putrinya menangis histeris segera menghampiri putrinya.

"ada apa nduk? Kamu kenapa dimana nak Arkan" tanya bu Indah yang terlihat panik.

"mas Arkan benar-benar pergi bu...." tangis Melia terdengar menyayat hati.

Bu Indah mencoba menenangkan putrinya. Namun tanpa terasa air matanya turut jatuh menyaksikan kepedihan yang dialami oleh putrinya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!