Di ruang tamu rumah keluarga Ashby, Mona tengah sibuk merapikan beberapa foto gadis cantik yang tersebar di atas meja. Senyumnya terlihat puas, seakan ia baru saja menemukan sesuatu yang sangat berharga. Ia mengambil satu foto, menatapnya dengan kagum, lalu meletakkannya di tumpukan yang ia anggap terbaik.
Ranika yang baru saja turun dari lantai atas melihat ibunya dengan dahi mengernyit. Dengan langkah cepat, ia mendekat dan melihat tumpukan foto yang sedang diseleksi oleh Mona.
"Ibu sedang apa?" tanya Ranika, suaranya dipenuhi rasa curiga.
Mona menoleh sekilas sebelum kembali menata foto-foto tersebut. "Memilih calon istri untuk cucuku. Lihat, mereka cantik-cantik banget kan? Mereka ini anak-anak dari keluarga pengusaha kaya, selevel dengan kita."
Mata Ranika membulat. Ia tidak percaya ibunya bisa setega ini. "ma, apa yang mama pikirkan? Anand baru saja mengalami patah hati! Dia bahkan belum bisa melupakan Mikha, dan mama malah menyiapkan ini?"
Mona tersenyum kecil, sama sekali tidak merasa bersalah. "Justru karena itu, dia harus segera menikah. Jangan biarkan dia terus-terusan terpuruk karena perempuan yang nggak berguna seperti Mikha."
Ranika menghela napas panjang. "Ibu harusnya memberi Anand waktu untuk berpikir, bukan malah memaksanya seperti ini."
Namun, Mona tidak mendengarkan. Ia masih sibuk memilih gadis yang paling cocok untuk Anand. Sampai akhirnya, suara pintu utama terbuka, dan Anand masuk dengan wajah lelah.
Mona segera menyambutnya dengan antusias. "Anand! syukurlah kamu sudah pulang. Ayo Sini duduk, nenek ingin menunjukkan sesuatu padamu," ucapnya sambil menarik tangan cucunya ke sofa.
Anand yang sudah kelelahan setelah seharian bekerja di rumah sakit merasa tidak punya energi untuk menghadapi sikap neneknya. Namun, ketika melihat foto-foto yang tersusun rapi di meja, ekspresinya langsung berubah. Ia mengangkat satu foto dengan gerakan kasar, lalu menatap Neneknya dengan tajam.
"Apa ini?" tanyanya dengan nada rendah, namun penuh ketegangan.
Mona tersenyum lebar. "Calon istrimu. Lihat, mereka semua cantik, dari keluarga terpandang, dan pasti bisa membuatmu lupa pada perempuan itu—"
BRAK!
Anand tiba-tiba menggebrak meja dengan keras, membuat semua foto berserakan ke lantai. Matanya memancarkan kemarahan yang sulit dibendung.
"Apa nenek pikir aku bisa menggantikan Mikha begitu saja?" suaranya bergetar menahan emosi. "Apa nenek nggak punya hati?"
Mona terkejut, tapi ia segera menguasai ekspresinya. "Anand, dengar nenek—"
"Nggak! nenek yang harus dengar aku!" Anand bangkit dari sofa, menatap ibu dan nenek nya dengan tajam. "Aku lelah dengan semua ini! Nenek selalu menganggap Mikha nggak pantas untukku, dan sekarang nenek mencoba memaksaku menikah dengan seseorang yang bahkan nggak aku kenal? Apa nenek pikir aku boneka yang bisa nenek atur sesuka hati?"
Ranika mencoba menenangkan suasana. "Anand, tenang dulu. Jangan marah-marah seperti ini."
Namun, Anand tidak bisa lagi menahan emosinya. Ia menatap Ranika dengan penuh kekecewaan. " Mama sama saja dengan nenek. Atau jangan-jangan… kalian yang membuat Mikha menolak menikah denganku? Apa kalian menyakitinya? Apa kalian mengancam neneknya?"
Mona terdiam sejenak sebelum akhirnya mendengus kesal. "Jangan bicara sembarangan, Anand. Kalau Mikha benar-benar mencintaimu, dia nggak akan pergi begitu saja."
Anand menggelengkan kepalanya dengan penuh kekecewaan. "Aku nggak akan menikah dengan siapa pun yang kalian pilihkan. Jangan pernah mencoba mengatur hidupku lagi."
Mona menghela napas panjang, sementara Ranika hanya bisa menatap ibunya dengan tatapan kecewa.
"Mama terlalu berlebihan," gumam Ranika sebelum akhirnya ikut meninggalkan ruangan.
Di dalam hatinya, Anand bertekad satu hal—ia tidak akan membiarkan Mikha pergi begitu saja. Ia akan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Virzha keluar dari kamarnya setelah mendengar pintu kamar Anand dibanting keras. Ia melihat ruangan yang kacau, dengan foto-foto berserakan di lantai. Semua foto tersebut tampaknya adalah foto gadis-gadis yang dipilihkan oleh Mona, ibu mertuanya. Virzha menghela napas, menahan amarahnya.
Sarah, adik perempuan Virzha, datang mendekat dan melihat kekacauan yang terjadi. "Lihat, Kak," kata Sarah dengan nada kesal. "Kekacauan yang dibuat oleh ibu mertuamu. Dia terlalu ikut campur dan membuat suasana rumah ini jadi buruk. Sudah kubilang jangan beri dia tempat di rumah ini, tapi tetap saja dia melakukan apa yang dia inginkan."
Virzha hanya diam sejenak, menatap foto-foto yang tergeletak di lantai. Ia tahu ini ulah ibunya. "Aku sudah mencoba untuk menjaga rumah ini tetap tenang, tapi dia terus saja membuat keributan," ujar Virzha dengan suara rendah, menahan kesal.
Sarah melanjutkan, "Anand pasti sangat marah ketika melihat ini semua. Dia sudah muak dengan sikap neneknya."
Virzha mengangguk, merasakan ketegangan yang semakin meningkat. "Aku tahu, Sarah. Tapi kita harus bicara dengan ibu. Ini sudah terlalu jauh."
Sarah menatap kakaknya dengan kesal "Menikah dengan Ranika dan membawa ibunya untuk tinggal dirumah ini adalah kesalahan terbesar mu kak. Apa yang kau harapkan? apakah Ranika akan menasihati ibunya?"
Virzha hanya diam, "Apa kau nggak kepikiran untuk menikah lagi kak?"
"Apa yang kau katakan Sarah?"
"Aku hanya melihat, Ranika nggak mengurus mu dengan baik, dan Ibu mertuamu kerja nya hanya menghabiskan uang kita saja"
Virzha merasa darahnya mulai mendidih mendengar ucapan Sarah yang terkesan sangat ceroboh dan tidak sensitif. "Sarah!" kata Virzha dengan nada tinggi. "Masuk ke kamar dan jangan bicara yang aneh-aneh! Itu urusan keluargaku, bukan urusan kamu!"
Sarah yang merasa sedikit kesal dengan reaksi kakaknya, hanya mendengus dan berjalan menuju kamarnya. Virzha menghela napas panjang, lalu menatap ke arah pintu yang tertutup, merasa sangat kesal dengan kondisi keluarganya saat itu.
***
Keesokan paginya, Virzha terbangun dengan perasaan yang tidak enak. Ketika membuka ponselnya, ia melihat notifikasi dari bank yang membuatnya terkejut. Ranika, istrinya, telah mengambil sejumlah uang dengan nominal yang cukup banyak. Sudah beberapa kali belakangan ini Ranika meminta uang padanya, bahkan sering kali kehabisan uang dan terus meminta lagi. Hal itu membuat Virzha semakin marah, karena sebelumnya Ranika tidak seperti ini.
Dengan emosi yang mulai meluap, Virzha segera keluar dari kamar dan mencari Ranika. Ketika ia menemukannya, Virzha langsung menatapnya dengan tajam, "Untuk apa kau mengambil uang sebanyak itu?" tanyanya dengan suara penuh kekesalan.
Ranika hanya tersenyum tipis dan berkata, "Aku hanya pergi belanja, Virzha. Nggak usah terlalu dipikirkan."
Namun, Virzha tidak begitu saja percaya. Ia langsung menuju kamar mereka dan mencari-cari barang belanjaan yang baru. Tapi, yang ia temukan hanyalah barang-barang lama dan tidak ada yang baru. Hatinya semakin mendidih, merasa bahwa istrinya sedang berbohong padanya.
Virzha menatap Ranika dengan marah, langkah kakinya mendekat dengan cepat. "Kau pikir aku bodoh?" katanya, suaranya semakin keras. "Kalau kau mengambil uang lagi tanpa alasan yang jelas, aku nggak akan segan-segan untuk menamparmu!"
Ranika terlihat terkejut dan sedikit terdiam, tapi di balik tatapannya yang dingin, Virzha bisa melihat ketegangan yang semakin menebal antara mereka. Kepercayaan Virzha mulai hancur, dan ia merasa semakin terjebak dalam situasi yang tidak bisa ia kontrol.
"Katakan padaku dengan jujur untuk apa semua uang itu?"
Ranika menegang.
"Apa kau main judi?" tanya Virzha.
"Nggak, aku nggak main yang begituan"
"Kau punya hutang?"
Ranika menggeleng.
Virzha semakin emosi karena Ranika tidak menjawab pertanyaan nya, Virzha melempar handphone nya. Ranika terkejut, ini bukan pertama kalinya Virzha marah, tapi Ranika tidak biasa melihat Virzha emosi seperti ini.
Virzha lalu memegang dagu Ranika, saat itu Mona melihat situasi yang panas dikamar itu. Mona langsung masuk dan melerai mereka.
"Apa yang kau lakukan kepada anakku??
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments