Part 2

Ferdinand Naufal Ashby menatap wanita di hadapannya dengan senyum lembut. Mikha duduk di seberang meja, mengenakan blouse putih sederhana yang dipadukan dengan rok pastel. Ia tampak cantik seperti biasa, dengan rambut yang dikuncir kuda dan senyum yang selalu berhasil membuat hati Anand terasa hangat.

"Jadi, tadi pagi ada anak di kelas yang tiba-tiba bilang kalau dia mau menikah denganku," cerita Mikha sambil terkikik. "Anak TK itu memang polos sekali."

Anand tersenyum, menyesap kopinya. "Jadi Aku harus bersaing dengan anak TK sekarang?" candanya.

Mikha tertawa kecil. "Mungkin. Dia bilang aku guru paling cantik yang pernah dia lihat."

Anand meletakkan cangkirnya, menatap Mikha dengan tatapan penuh sayang. "Sayangnya, aku sudah lebih dulu jatuh cinta sama kamu"

Lima tahun. Sudah selama itu mereka bersama. Mikha mengenal Anand lebih dari siapa pun. Ia tahu jadwal pria itu yang padat sebagai dokter spesialis jantung, tahu bagaimana Anand selalu memprioritaskan pasiennya, dan tahu bagaimana pria itu begitu penyayang kepada orang-orang yang ia cintai.

Ia juga sudah mengenal keluarga Anand dengan sangat baik, termasuk sepupu yang sering disebut-sebutnya— Zoya.

Mikha masih ingat bagaimana Anand sering menceritakan masa kecilnya dengan Zoya. Mereka selalu bertengkar setiap kali bertemu. Tidak pernah akur. Selalu ada ejekan yang dilontarkan, selalu ada kejahilan yang dilakukan Anand untuk mengusik sepupunya itu.

"Aku ingat dulu kamu pernah bilang Zoya itu musuh bebuyutan kamu waktu kecil," kata Mikha, mengangkat alis.

Anand tertawa kecil. "Memang benar. Kami tidak pernah berhenti bertengkar saat kecil. Aku selalu usil menjahilinya."

"Kukira kamu yang lebih banyak cari gara-gara," goda Mikha.

Anand mengangkat bahu. "Mungkin. Tapi yang jelas, dia juga tidak pernah mau kalah."

"Aku dengar dia akan segera menikah"

"Ah iya, Mungkin tahun depan. Ya kan kamu tahu sendiri Shan itu masih seperti anak-anak, dia itu belum dewasa"

"Tapi mungkin setelah menikah dia bisa jadi pribadi yang lebih baik lagi"

"Pribadi baik apanya? mungkin setelah menikah Raka akan selalu datang kerumah sakit ku untuk periksa jantung"

Mikha terkekeh. Ia selalu menikmati mendengar cerita masa lalu Anand. Itu membuatnya semakin mengenal pria yang duduk di hadapannya ini.

"Besok aku ada operasi pagi, jadi mungkin tidak bisa menjemputmu," ujar Anand sedikit menyesal.

Mikha mengangguk mengerti. "Tidak apa-apa. Aku tahu jadwalmu padat."

Anand meraih tangan Mikha di atas meja, menggenggamnya dengan hangat. "Tapi aku janji, akhir pekan ini kita makan malam bersama. Aku ingin membahas sesuatu yang penting."

Mikha menatapnya penasaran. "Penting? Tentang apa?"

Anand tersenyum, matanya berbinar lembut. "Rahasia. Kamu akan tahu nanti."

Di dalam hatinya, Anand sudah mempersiapkan sesuatu yang sangat berarti. Ia ingin membawa hubungan ini ke tahap yang lebih serius.

Ia ingin menikahi Mikha, sudah lima tahun mereka berpacaran dan Anand tidak mau bermain-main dalam hubungan ini. Anand benar-benar serius, ia sangat mencintai Mikha.

***

Malam itu, setelah seharian bekerja, Anand akhirnya bisa meluangkan waktu untuk Mikha. Mereka berjalan santai di taman kota yang diterangi lampu-lampu kecil, ditemani semilir angin yang menyejukkan. Mikha menggandeng lengan Anand, kepalanya sedikit bersandar pada bahu pria itu.

"Rasanya udah lama ya kita nggak jalan-jalan begini," kata Mikha, tersenyum kecil.

Anand menoleh, memperhatikan wajah gadis di sampingnya. "Iya, aku juga merasa begitu. Aku terlalu sibuk ya, sampai calon istriku harus menunggu lama untuk kencan?"

Mikha mencubit pelan lengan Anand. "Bukan menunggu lama, tapi menunggu selamanya."

Anand terkekeh, lalu tiba-tiba menarik tangan Mikha dan membawanya ke dekat air mancur yang berkilauan di bawah cahaya lampu taman. "Tunggu sebentar," katanya sambil merogoh sesuatu dari saku jasnya.

Mikha menatapnya curiga. "Apa lagi?"

Anand tersenyum jahil. "Tutup mata kamu dulu."

"Aku nggak mau."

"Sebentar aja, percaya sama aku," bujuk Anand.

"Kamu mau ngapain sih Anand?" Tanya Mikha penasaran.

"Tutup mata dulu"

"Kamu mau cium aku ya?" Tanya Mikha dengan polos, Anand terkekeh.

"Memangnya kenapa kalau aku cium kamu?"

"Ih genit..."

Anand mencubit gemas pipi kekasihnya.

"Nggak... Aku cuman mau kasih surprise aja, aku nggak bakal macam-macam"

Dengan sedikit ragu, Mikha menurut. Beberapa detik kemudian, ia merasakan sesuatu melingkar di pergelangan tangannya. Saat ia membuka mata, ia melihat sebuah gelang perak sederhana yang indah di sana.

Mikha menatap Anand dengan mata berbinar. "Anand, ini..."

"Aku tahu kamu nggak suka perhiasan yang berlebihan," potong Anand lembut. "Tapi aku ingin kamu selalu memakai ini. Anggap aja ini sebagai pengingat kalau aku selalu ada untuk kamu, meski aku nggak selalu bisa nemenin kamu setiap saat."

Mikha menggigit bibirnya, berusaha menahan haru. "Kenapa kamu selalu bisa membuatku merasa dihargai seperti ini?"

Anand tersenyum. "Karena aku ingin kamu tahu, aku sayang sama kamu Mikha, aku cinta sama kamu, aku serius sama kamu"

Mikha tak tahan lagi. Ia melangkah maju dan memeluk Anand erat.

"Aku sayang banget sama kamu Mikha, aku nggak mau kehilangan kamu" ucap Anand.

Mikha melompat kecil dan mencium pipi Anand dengan lembut.

"Itu hadiah dari aku" ucap gadis itu.

"Ah kamu mah, tiba-tiba... Mana sebentar banget lagi"

"Ya habisnya kamu tinggi, aku kan nggak sampai Anand"

Mikha terlihat sangat menggemaskan, Anand mencubit pipi chubby nya.

Anand pun sedikit membungkuk kearah Mikha.

"Ke.. ke.. kenapa kamu?"

"Tapi tadi katanya aku ketinggian"

"Yaa terus?"

"Ya sekarang udah sampai kan"

"Apasih kamu..." Pipi gadis itu merona, Anand mencubit pipinya lagi.

"Aku pegel nih sayang bungkuk terus, cepetan lah kalau mau dicium"

"Nggak maaauuuuu" Mikha berlari menjauh dari Anand.

"Eeeehh kok malah lari??"

Mikha tertawa penuh kemenangan.

"Awas yaa kamu, kalau dapat aku nggak mau lepasin kamu"

Mikha tertawa geli, namun ekspresi wajah Anand membuat hatinya berdebar-debar.

Di tengah malam yang tenang, di bawah sinar lampu taman yang temaram, mereka berdua menikmati momen kebersamaan yang begitu sederhana, namun begitu berarti.

***

Suasana restoran sudah mulai sepi. Raka dan Shan masih duduk di meja bersama klien mereka, yang terus-menerus menuangkan minuman ke dalam gelas Shan.

Mata Zoya sudah terlihat sayu, kepalanya sedikit terangguk, tapi klien itu tetap bersikeras.

Raka menahan tangan klien itu. "Maaf sebelumnya Pak, tapi saya rasa dia sudah cukup."

Klien itu tertawa santai. "Ah, Raka. Ini kan hanya pertemuan bisnis, jarang-jarang loh saya ajak minum begini. Santai aja lah. Lagi pula, shan nggak keberatan, kan?"

Shan mengangkat wajahnya, tersenyum lemah. "Yaaa... Aku... aku baik-baik aja."

Tapi jelas, dia tidak baik-baik saja. Matanya mulai kehilangan fokus, dan saat dia hendak mengambil gelasnya, tangannya sedikit gemetar.

Raka menahan napas, lalu meraih gelas itu dari tangan Shan. "Kita sudah cukup lama di sini. Aku rasa kita harus pulang."

"Pulang? Baru jam segini?"

"Saya minta maaf pak, Shan sudah terlalu mabuk, kami harus pulang"

Jihan, yang sejak tadi duduk diam di meja lain, berdiri dan mendekati mereka. "Shan, kamu masih bisa berdiri?"

Shan tertawa kecil, lalu mencoba berdiri, tapi langsung oleng. "Raka..." panggilnya dengan suara menggantung.

Raka segera meraih lengannya. "Oke, kita pulang sekarang."

Jihan membantu menahan tubuh Shan dari sisi lain. Bersama-sama, mereka membopong Shan keluar dari restoran. Namun, saat itu, tangan Jihan dan Raka tak sengaja bersentuhan.

Jihan langsung menoleh, begitu juga Raffa.

Tatapan mereka bertemu sejenak, canggung, dan terasa aneh. Jihan menelan ludah, buru-buru mengalihkan pandangannya.

Tapi momen itu buyar ketika Shan tiba-tiba bersuara lemah. "Uhh... aku muall..."

Dan dalam hitungan detik Shan muntah.

Jihan dan Raka refleks menjauh sedikit, tapi tetap menahan tubuh Shan.

Jihan menghela napas panjang. "Kayaknya bakal lebih gampang kalau kamu gendong aja, Raka."

Raffa mengangguk, lalu berjongkok sedikit di depan Shan. "Oke, Shan, naik ke punggungku, ya?"

Shan menggumamkan sesuatu yang tidak jelas, lalu dengan susah payah naik ke punggung Raka.

Saat mereka mulai berjalan menuju mobil, Jihan menatap punggung Raka yang membawa Shan. Ada sesuatu di dadanya yang terasa aneh.

***

Terpopuler

Comments

Rossa

Rossa

Padahal mereka keluarga ya, tapi berselisih. Tapi ya emang realita yang terjadi gitu, adaa... aja keluarga lain yang nggak suka sama kita. ntah apa salah kita tiba-tiba dimusihin.
Memang nggak selamanya yang di katakan keluarga tuh adem ayem, ya contoh nya gini, istri nggak suka sama adik iparnya, mertua yang suka ikut campur masalah keluarga anak nya, jadi nya gini deh. kompor sama kompor sini...
Author keren bisa ambil ide cerita kayak gini. Sukses terus buat kamu Thor, semoga dari penulis bisa jadi sutradara hehehe aamiin ya author 👍👍👍👍👍👍👍

2025-02-09

0

Lorenza82

Lorenza82

Kira-kira apa yang buat Ranika nggak suka sama keluarga Shan? pasti nggak jauh jauh dari harta nih wkwk

2025-02-09

0

audyasfiya

audyasfiya

Hmmm nggak tau deh gimana kacaunya makan malam si anand, ibunya aja begitu

2025-02-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!