Part 11

Pagi itu, suasana di rumah Anand tiba-tiba berubah riuh ketika pintu depan terbuka dengan suara berderit. Shan, seperti biasa, datang dengan semangat penuh. Tawa cerianya terdengar sebelum ia bahkan memasuki ruang tamu, dan segera ia melangkah dengan cepat menuju meja makan.

Virzha yang sedang duduk sambil menikmati sarapan, langsung menyambut kedatangan Shan dengan senyum lebar. "Ya ampun, kau ini ya Shan Pagi-pagi sudah datang." katanya dengan nada riang.

Shan membalas dengan tawa lebar, mencubit pipi Virzha yang masih duduk santai. "Om virzha, kamu tahu kan aku nggak bisa tidur kalau nggak ketemu kalian. Apalagi Anand, siapa lagi yang mau digoda pagi-pagi?" ujar Shan dengan ekspresi nakal, membuat Virzha tertawa kecil.

Namun, tidak demikian dengan Ranika. Wajahnya langsung berubah masam saat melihat Shan yang melangkah masuk dengan penuh percaya diri. Ranika menatap tajam ke arah gadis itu, tampak jelas bahwa ia tidak menyukai kedatangannya. "Shan, kamu lagi-lagi datang kesini pagi-pagi? Kenapa nggak di rumah aja?" sindir Ranika dengan nada yang agak sinis.

Shan, yang sudah terbiasa dengan sikap Tante-nya, hanya tertawa kecil dan menyahut, "Oh, Tante, Tante... Nggak usah galak begitu dong. Aku cuma mampir sebentar, kok. Lagian, Anand nggak bakal protes kan kalau aku ikut sarapan?" Shan dengan santainya duduk di kursi, lalu tanpa ragu mengambil piring Anand yang masih setengah penuh.

Anand hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum, tak dapat menahan tawa melihat kejenakaan Shan. "Lo emang nggak tahu malu ya, Shan. Sarapan orang diambil begitu aja," katanya sambil tertawa.

Shan menanggapi dengan candaan, "Yaelah, Anand. Nggak akan habis juga kalau gue makan sedikit," jawabnya sambil menyantap sisa sarapan Anand. Mereka berdua pun melanjutkan perbincangan yang penuh canda tawa, saling melemparkan gurauan yang sudah mereka lakukan sejak kecil.

Namun, suasana berubah ketika Mona, yang sedari tadi diam, tiba-tiba bangkit dari kursinya dengan ekspresi marah. "Apa yang kau lakukan, Shan?" suara Mona terdengar keras, membuat Anand dan Virzha terdiam sejenak. "Pagi-pagi sudah datang kesini dan mengacaukan sarapan cucuku?" Mona melangkah mendekat, menatap tajam ke arah Shan, tak peduli dengan candaan yang sudah mulai membuat suasana jadi ringan.

Shan tidak terpengaruh oleh amarah Mona. Ia hanya menatapnya dengan senyum lebar, lalu berkata, " Nenek jangan terlalu serius, dong. Ini kan cuma sarapan. Gak apa-apa kan kalau aku makan bareng?" Shan malah tertawa lagi, membalas dengan gurauan ringan yang sudah biasa ia lontarkan untuk Mona.

Melihat hal itu, Virzha dan Anand tak bisa menahan tawa. Anand hampir tersedak karena terbahak, sementara Virzha hanya menggelengkan kepala, merasa geli melihat keduanya. "Shan, kau memang nggak pernah berubah," kata Virzha sambil tertawa.

Mona yang masih tampak kesal, akhirnya mendesah panjang. "Kamu apa nggak ada kerjaan ya Shan? cucuku pagi ini sudah harus bekerja di rumah sakit dan tolong jangan membuang waktu anand dengan kedatangan mu kesini. Anand harus sarapan dengan cukup, jangan mengganggu nya" keluhnya, meski di dalam hatinya ia tahu bahwa Shan tidak akan berubah, dan hal itu membuat Mona sangat jengkel.

Shan, yang tetap santai, mengedipkan mata pada Mona. "Ah Nenek, nenek kan tau pekerjaan ku di kantor sudah banyak yang menghandle. Jadi nya aku bebas melakukan apapun yang aku mau, nggak bekerja juga aku banyak duit terus. Apa nenek mau aku traktir belanja? biar nenek nggak emosian terus... Lagian Aku cuma pengen ngobrol sedikit sama Anand. Nggak ada yang salah kan?" Ia tersenyum nakal, membuat Anand dan Virzha semakin tertawa melihat keduanya.

"Kau itu kurang ajar banget ngomong sama orang tua kayak gitu"

"Nek aku hanya menyeimbangkan lawan bicara ku aja, kalau nenek cerewet aku juga bisa cerewet"

Anand terkekeh, memang Shan adalah lawan seimbang untuk berhadapan dengan Mona setelah Malika.

Perdebatan antara Mona dan Shan semakin memanas. Sementara itu, Ranika hanya duduk diam, tidak banyak ikut campur. Ia tahu, meski sudah sering terjadi, situasi seperti ini selalu berakhir dengan ketegangan. Namun, ia tidak bisa menahan perasaan kesalnya pada Shan. Tidak hanya karena sikap Shan yang terlalu bebas, tetapi juga karena cara gadis itu membuat suasana di rumah menjadi riuh.

Shan yang sudah lelah dengan obrolan yang tak ada habisnya, akhirnya memutuskan untuk pergi menemui Noya, adik perempuan Anand. Mereka sudah berencana untuk keluar pagi ini, dan sudah saatnya Shan mengalihkan perhatian dari pertikaian yang tidak ada ujungnya.

Dengan langkah cepat, Shan beranjak menuju tangga.

"Hehh Shan? kau mau kemana? aku belum selesai bicara dengan mu. Apakah begitu etika berbicara pada orang yang lebih tua? perempuan yang nggak punya sopan santun"

"Apasih nek? nenek masih kangen ya sama aku? ngajak ribut terus"

"Kamu itu harus selalu diberi nasihat, biar otakmu lebih bekerja dengan baik"

"Ya... dan mulut nenek juga seperti nya harus diberi perawatan agar tidak bicara sembarangan ke orang lain"

Virzha terkekeh.

"Aku mau ke atas dulu, ada janji sama Noya," ujarnya santai sambil melirik Mona. Tanpa menunggu persetujuan, ia melanjutkan langkahnya menuju kamar Noya yang ada di lantai atas.

Melihat itu, Mona semakin kesal. "Memang ini rumahnya siapa, sih? Shan seenaknya aja masuk ke atas. Mau apa dia menemui Noya?" gerutunya dengan nada tinggi, membuat suasana semakin tegang. "Anand, kamu harusnya bisa melarang adikmu untuk tidak bergaul dengan Shan. Dia bisa membawa pengaruh buruk bagi Noya," lanjut Mona dengan nada penuh kekhawatiran.

Anand yang sudah tidak sabar, bangkit dari kursinya dengan ekspresi kesal yang tak bisa disembunyikan. "Nenek, itu sudah cukup!" katanya dengan nada tegas, wajahnya memerah menahan amarah. "Shan itu sepupuku! Aku kenal dia sejak kecil, dan dia nggak seperti yang nenek pikirkan. Bisa nggak, nenek berhenti curigai dia?" suaranya semakin keras, menegaskan ketidaksenangannya dengan sikap Mona yang selalu mengawasi setiap gerak-gerik Shan.

Mona terdiam sejenak, terkejut dengan respons keras Anand. Dia tidak terbiasa mendengar cucunya berbicara seperti itu, namun tetap saja, ia merasa harus mengungkapkan apa yang ada di pikirannya. "Aku hanya khawatir, Anand. Aku ingin yang terbaik untuk kalian semua," jawabnya pelan, meskipun rasa kesalnya masih tampak jelas di wajahnya.

Anand menatap Mona dengan tatapan serius, menenangkan diri sejenak. "Aku tahu nenek peduli, tapi jangan sampai sikap seperti ini malah membuat semuanya jadi lebih buruk. Shan nggak kayak gitu, dan Noya juga tahu bagaimana bergaul dengan baik," ujarnya dengan suara yang lebih lembut, namun tetap tegas. "Aku harap nenek bisa percaya pada keputusan kami."

Virzha yang mendengar percakapan ini akhirnya ikut bicara, "Mama, Anand benar. Jangan terlalu keras pada Shan. Mereka semua sudah dewasa dan tahu apa yang mereka lakukan."

Mona menghela napas panjang, merasa sedikit tertekan dengan situasi ini. Meskipun ia tidak sepenuhnya setuju, ia tahu bahwa tak ada gunanya memaksakan pandangannya. "Kalian semua memang nggak mengerti apapun..." jawab Mona pelan, meskipun ekspresinya masih terlihat tegang.

Shan yang mendengar percakapan dari lantai atas, segera memutuskan untuk tidak kembali ke ruang makan. Ia tahu, meski suasana menjadi tegang, ia harus memberi waktu bagi semuanya untuk tenang. Dengan langkah ringan, ia melangkah menuju kamar Noya, meninggalkan ketegangan yang masih tersisa di bawah.

***

Apakah kalian mau punya nenek seperti mona?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!