Part 13

Begitu sampai di TK tempatnya mengajar, Mikha merasa tubuhnya semakin melemah. Keringat dingin mulai membasahi pelipisnya, dan kepalanya terasa berputar. Langkahnya tertatih, tapi ia berusaha tetap terlihat biasa saja di depan rekan-rekan kerja dan anak-anak yang sudah mulai berdatangan.

Namun, rasa mual yang menusuk tiba-tiba kembali menyerangnya. Perutnya melilit hebat, membuatnya buru-buru berlari ke kamar mandi.

Setelah mengunci pintu, Mikha langsung menunduk di depan wastafel. Tangannya mencengkeram tepi wastafel erat-erat sementara tubuhnya bergetar. Napasnya tersengal, lalu ia muntah sejadi-jadinya.

Cairan pahit mengalir keluar, membuat tenggorokannya terasa perih. Air matanya ikut mengalir, bercampur dengan rasa sakit yang menyerang seluruh tubuhnya. Ia terus memuntahkan isi perutnya hingga tak ada lagi yang tersisa, hanya rasa kosong dan kelelahan yang menyiksa.

Tangannya gemetar saat ia menyeka bibirnya. Tubuhnya terasa begitu lemas, seperti kehilangan seluruh energinya. Mikha memegang perutnya yang terasa sakit, napasnya tersengal di antara isakan tangis yang mulai pecah.

Mikha terduduk di sudut kamar mandi, tubuhnya semakin lemah seiring waktu berlalu. Setiap napas yang ia ambil terasa seperti tusukan jarum, menusuk dan membakar dari dalam. Rasanya dunia seakan berhenti berputar. Semua yang ada di sekelilingnya hanya gelap dan sunyi, kecuali jeritan batinnya yang semakin keras.

Tangannya memegang erat perutnya yang terasa sangat sakit, jantungnya berdegup kencang seakan memaksanya untuk merasa lebih, lebih sakit, lebih hancur. Air mata mengalir tanpa bisa ia tahan. Ia ingin berteriak, namun suara itu seperti terkunci di tenggorokannya, tenggelam dalam kepedihan yang tak terucapkan.

“Aku kotor...” gumamnya pelan, bibirnya bergetar. "Kenapa aku bisa sampai seperti ini? Kenapa aku membiarkan semuanya terjadi?"

"Aku kotor... aku kotor, aku kotor" Mikha mengusap usap tubuhnya seakan - akan ada kotoran yang menempel pada tubuhnya.

Lalu tangan Mikha terus mencengkeram perutnya, seakan mencoba menghentikan rasa sakit yang semakin menjadi. Ia merasa dirinya semakin tenggelam dalam lautan kegelapan, tanpa ada jalan keluar. Pikirannya berputar-putar, mencari alasan, mencari penjelasan yang tak bisa ia temukan. Ia merasa tak berharga, merasa seperti sebuah beban.

“Aku nggak pantas untuk Anand...” tangisnya semakin dalam, semakin hancur. Setiap kata itu keluar dengan berat, seolah menggores luka yang semakin dalam di hatinya.

Air mata Mikha terus mengalir, membasahi wajahnya, mencampur dengan keringat yang membasahi tubuhnya. Ia merasakan seluruh kekuatannya hilang. Ia merasa begitu rapuh, seakan tak ada yang tersisa selain rasa sakit yang membakar.

Ia menatap dirinya di cermin, namun yang ia lihat bukanlah dirinya yang dulu, yang penuh dengan harapan dan kebahagiaan. Yang ia lihat hanyalah seorang perempuan yang lelah, yang merasa tak berdaya, yang terjebak dalam sebuah kenyataan yang terlalu berat untuk dihadapi.

Tangannya kembali menepuk perutnya, semakin keras, seolah ingin menghukum dirinya sendiri. "Aku kotor... aku nggak pantas..." Suaranya tercekat di tenggorokan, namun air matanya tak bisa dihentikan.

Namun, ada sesuatu yang tergenggam erat di tangan Mikha. Sebuah testpack kehamilan. Testpack itu menunjukkan dua garis merah yang menandakan bahwa Mikha hamil. Garis-garis itu seakan menjadi sebuah hukuman, sebuah kenyataan yang lebih berat dari semua rasa sakit yang ia alami saat ini.

Mikha menatap testpack itu dengan pandangan kosong, air matanya semakin deras. “Kamu harus ku apakan??? aku harus apa? harus ku apakan anak ini” pikirnya, merasa begitu terperangkap.

Ia merasa seperti dihancurkan, dihantam oleh kenyataan yang begitu keras. Mikha tak tahu harus bagaimana lagi. Ia hanya bisa terisak, tak mampu meredam rasa sakit yang begitu dalam.

Setiap kali berpikir tentang Anand, hatinya semakin pecah. Kenapa aku harus seperti ini? Kenapa harus ada semua ini?

Ponselnya berdering di atas meja, namun ia tidak peduli. Panggilan itu berasal dari Ibunya. Mikha tahu, dan ia tahu, bahwa itu akan membuat hatinya semakin sakit. Jadi ia menutup telinga, mencoba mengabaikannya. Tapi hatinya tidak bisa mengabaikan apa yang sudah terjadi.

Air mata Mikha semakin deras, dan tubuhnya terjatuh ke lantai kamar mandi. Ia merasakan kepalanya pening, matanya berkunang-kunang, namun ia tak peduli. Semua itu tak sebanding dengan apa yang ia rasakan di dalam hatinya.

Aku kotor...

Mikha terus menggenggam testpack itu, seolah berharap garis merah di sana akan menghilang begitu saja. Namun, kenyataan tak bisa ia tolak. Ia tahu, dalam dirinya kini ada kehidupan lain yang tumbuh, tetapi bukan dari cinta, bukan dari kebahagiaan, melainkan dari luka yang ingin ia lupakan.

Bel pintu sekolah berbunyi, tanda bahwa kegiatan akan segera dimulai. Mikha menghapus air matanya dengan kasar, mencoba berdiri meski tubuhnya begitu lemas. Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha mengubur semua yang ia rasakan saat ini.

Dia harus kuat.

Dia harus menjalani hari ini seolah tak terjadi apa-apa.

Mikha meremas testpack itu, menyembunyikannya di dalam tas sebelum melangkah keluar dari kamar mandi. Dengan wajah yang dipaksakan untuk terlihat tenang, ia melangkah menuju kelas. Tak ada yang boleh tahu. Tak ada yang boleh melihat betapa hancurnya dirinya.

Namun, satu hal yang ia tahu pasti—ini hanyalah awal dari penderitaannya.

***

Terpopuler

Comments

Ayu

Ayu

kasihan Mikha /Scowl/

2025-04-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!