Part 8

Seorang perempuan berumur sekitar 40 tahunan, berdiri di ambang pintu dengan sikap angkuh. Rambutnya yang diwarnai pirang dibiarkan tergerai berantakan, beberapa helai jatuh menutupi wajahnya yang dipenuhi garis-garis kelelahan. Bibirnya yang merah menyala mengepit sebatang rokok, asapnya mengepul di udara pengap kamar sempit itu.

Ia mengenakan lingerie hitam tipis yang lebih banyak memperlihatkan kulitnya daripada menutupi. Bau parfum menyengat bercampur aroma rokok memenuhi ruangan. Dengan ekspresi malas, ia melemparkan sebuah gaun ketat berwarna merah ke atas kasur yang sudah lusuh, kainnya langsung berkerut di atas seprai kumal.

Matanya yang dipenuhi bayangan hitam akibat kurang tidur menatap Mikha tajam, menunggu reaksi yang sudah ia duga—penolakan. Dan benar saja, Mikha hanya berdiri kaku, menatap gaun itu dengan tatapan penuh ketakutan.

"Pakai ini malam ini. Aku sudah dapat tamu yang bayar mahal," katanya sambil menyulut rokok di bibirnya.

Mikha berdiri kaku di sudut kamar, tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Matanya menatap baju itu dengan ngeri. "Aku… aku nggak mau, Bu," ucapnya pelan.

Yani mengembuskan asap rokok dengan kesal. "Jangan mulai lagi, Mikha! Kita punya hutang, kau pikir aku bisa bayar sendiri?"

Mikha menunduk, bibirnya bergetar. Ia ingin melawan, ingin berteriak, tapi tubuhnya terasa lemah. Dadanya berdebar kencang, perutnya melilit aneh. Tiba-tiba, rasa mual menyerangnya begitu kuat.

Tanpa berpikir panjang, ia berlari ke kamar mandi dan langsung muntah di wastafel.

Yani mengerutkan kening. "Hehh, kau kenapa?" tanyanya, mendekati kamar mandi. Namun, alih-alih menjawab, Mikha terus muntah, tangannya mencengkeram pinggiran wastafel untuk menopang tubuhnya yang mulai lemas.

Wajah Yani berubah curiga. Mata tajamnya mengamati Mikha yang terlihat pucat dan berkeringat dingin. "Jangan bilang kau hamil?"

Mikha terdiam, napasnya tersengal, wajahnya pucat. Hamil? Tidak… Itu tidak mungkin…

Mata Yani langsung membulat marah. Ia meraih rambut Mikha, menariknya ke belakang dengan kasar.

"Aku sudah bilang, jangan sampai kebobolan!" suara Yani bergetar penuh amarah. "Kalau kau sampai hamil, aku sendiri yang akan bunuh bayi itu!"

Mikha merintih, tangannya berusaha mencengkeram lantai untuk menahan rasa sakit yang menjalar dari kepalanya. Matanya mulai berair, bukan hanya karena jambakan kasar Yani, tetapi juga karena tubuhnya yang terasa lemah dan pusing luar biasa.

"Ibu… sakit," bisiknya lemah.

Namun, bukannya merasa kasihan, Yani justru mencibir. Wanita itu meniupkan asap rokoknya ke wajah Mikha sebelum membuang puntungnya ke lantai. "Jangan kasih alasan, kau itu bisa sampai saat ini juga karena uang ku" sentaknya.

Tapi tubuhnya yang semakin lemah, mual yang tak kunjung hilang—apa itu pertanda?

Mikha tak berani menatapnya. Tubuhnya gemetar, bukan hanya karena sakit yang ia rasakan, tapi juga ketakutan yang mulai merayapi pikirannya.

Yani menatap Mikha dengan tatapan dingin. Setelah membuang puntung rokoknya ke lantai, ia mendekat dengan langkah lambat tapi penuh tekanan.

“Udah, nggak usah banyak alasan, Cepat bersiap. Malam ini ada tamu spesial yang mau kau layani.”

Mikha menggeleng panik, tubuhnya semakin gemetar. “Aku nggak bisa, Bu… aku benar-benar nggak enak badan.”

Wajah Yani langsung mengeras. Tanpa ragu, ia mendorong Mikha hingga terhuyung ke belakang, hampir terjatuh ke kasur lusuh di sudut kamar.

Mikha tetap menggeleng, kali ini lebih kuat. “Aku nggak mau… Tolong, Bu. Aku sakit…”

*Plak!*

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Mikha, membuat wajahnya langsung menoleh ke samping. Panas dan perih menjalar di kulitnya, matanya memanas oleh air mata yang hampir jatuh.

“Kau dengar yaaa, anak haram?!” Yani menarik dagu Mikha agar menatap langsung. “Aku sudah terlalu sabar! Aku sudah membesarkanmu, aku beri kau makan, berikan tempat tinggal! dan sekarang Kau harus balas budi. Mikha.. di dunia ini nggak ada yang gratis!”

Mikha ingin berteriak, ingin mengatakan bahwa dia tidak pernah meminta untuk dilahirkan ke dunia ini, tidak pernah meminta untuk hidup dalam kondisi seperti ini. Namun, suaranya terdengar seperti tercekik di tenggorokan.

Mikha memegangi pipinya yang berdenyut sakit, menatap ibunya dengan ketakutan.

“Kau pikir aku bakal percaya alasan bodohmu?” Yani mencibir. “Aku nggak peduli kau sakit atau nggak. Yang aku peduliin, tamu kita malam ini bawa banyak uang, dan aku nggak mau kehilangan kesempatan ini. Kau pikir aku bisa membiarkanmu bermalas-malasan sementara kita punya banyak hutang?! Kau pikir kita bisa hidup tanpa uang, hah?!”

Mikha menggigit bibirnya, berusaha menahan isak.

“Tapi… aku benar-benar nggak bisa, Bu,” suara Mikha bergetar. “Aku sakit… Aku mual…”

“Aku sudah bilang, jangan membantah ku!” suaranya naik beberapa oktaf, membuat Mikha meringis.

“Pakailah,” Yani menunjuk gaun merah ketat yang tadi ia lempar ke kasur. “Atau aku sendiri yang akan memakaikannya untukmu, dan percayalah, kau nggak bakal suka caraku.”

“Bu… aku mohon… jangan…” suaranya hampir tak terdengar.

Mikha menelan ludah, tubuhnya gemetar semakin hebat. Ia merasa seakan dinding kamar yang sempit ini menelannya hidup-hidup. Tidak ada jalan keluar. Tidak ada harapan.

Namun Yani sudah kehilangan kesabaran. Ia meraih lengan Mikha dan menyeretnya ke dalam kamar mandi.

“Cepat ganti baju!” desinya.

Mikha menahan tangis, jantungnya benar-benar hancur. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Satu-satunya yang dia tahu, dia tidak ingin melakukan ini… dia tidak ingin hidup seperti ini.

***

Mikha menggigit bibirnya saat tubuhnya ditarik dengan kasar oleh Yani menuju mobil tua yang terparkir di depan rumah. Ia sudah pasrah, tak berani melawan. Matanya kosong, seakan tak ada harapan yang tersisa.

Mobil melaju menuju sebuah bar remang-remang yang sudah menjadi tempat Mikha sejak lama. Pintu masuknya dijaga oleh beberapa pria berbadan besar, dan suara musik berdentum dari dalam. Mikha menelan ludah, merasa dadanya semakin sesak.

Sesampainya di sana, Yani tak membuang waktu. Ia langsung menyeret Mikha masuk dan menemui seorang pria paruh baya yang sudah menunggu di sudut ruangan dengan segelas minuman di tangannya.

“Hari ini, dia milikmu,” ujar Yani dengan senyum manis, sementara pria itu menyelipkan setumpuk uang ke tangannya.

Mikha menatap pria itu dengan perasaan muak, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa. Ini bukan pertama kalinya. Ia sudah melakukan ini sejak lama. Begitu lama hingga ia merasa sudah mati rasa.

Sementara itu, Anand duduk di dalam mobilnya, mengetuk-ngetukkan jarinya ke kemudi. Anand merasa gelisah. Sudah beberapa kali ia mencoba menghubungi Mikha, tapi panggilannya tidak pernah tersambung. Pesan yang dikirimnya pun hanya centang satu.

"Kenapa HP-nya mati?" gumamnya, sambil menatap layar ponselnya dengan dahi berkerut.

Ia mencoba berpikir positif. Mungkin Mikha sedang sibuk atau kehabisan baterai. Tapi firasatnya berkata lain. Mikha bukan tipe yang akan mengabaikannya begitu saja, apalagi setelah hari-hari mereka yang begitu hangat belakangan ini.

Perasaan tidak enak semakin mengusik pikirannya. Ia meraih kunci mobil dan bergegas menuju rumah nenek Mikha. Sepanjang perjalanan, pikirannya dipenuhi berbagai kemungkinan buruk.

Begitu sampai, Anand segera mengetuk pintu. Seorang wanita tua membukakan pintu dengan wajah bingung.

"Anand? Ada apa malam-malam begini?"

"Nenek, Mikha ada di dalam?" tanya Anand dengan nada cemas.

Nenek mengerutkan kening. "Mikha? Dia belum pulang sejak tadi sore."

Darah Anand seketika berdesir. Kecemasannya kini berubah menjadi ketakutan. Mikha tidak ada di rumah? Kalau begitu, di mana dia sekarang?

Terpopuler

Comments

Rossa

Rossa

Kasihan banget ya kehidupan Mikha, meski belum semuanya diceritakan sama author. tapi sampai di bab ini tuh ternyata kehidupan Mikha jauh dari kata baik. ya bener juga firasat nenek nya anand. Tapi yang dilalui Mikha itu berat, punya orang tua yang bener bener kejam 🥺

2025-02-19

0

Lorenza82

Lorenza82

Berat banget jadi Mikha, tapi jadi anand juga sakit lah di tipu sama dia

2025-02-19

0

Lorenza82

Lorenza82

Kalau anand nggak jadi sama Mikha, Sam aku aja

2025-02-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!