Bab 5 – Jomblo Sendiri Katanya

Malam itu, Zena duduk di sofa dengan senyum bahagia terpancar di wajahnya. Matanya yang teduh memandang Grey dan Tian yang sedang duduk berdampingan.

"Mama bahagia melihat kalian akur seperti ini," ucap Zena sambil menyipitkan mata. "Itu artinya mama tidak salah pilih menantu."

Tangan Zena yang halus meraih cangkir teh yang baru saja dituangkan Grey. "Oh, ya. Sayang, apakah Tian pernah bersikap kasar padamu?" tanyanya dengan nada khawatir.

Grey tersenyum manis, menuangkan teh dengan gerakan anggun. "Enggak pernah, Ma. Grey selalu bahagia."

Zena menghela napas lega, matanya beralih ke Tian yang asyik memandangi layar ponselnya. "Hei, kau tidak merindukanku?" goda Zena sambil menyentuh lengan Tian.

Tian mengangkat bahu tanpa mengalihkan pandangan dari ponsel. "Untuk apa, Ma? Bukankah aku setiap hari selalu mampir ke Cafe mama?"

Grey tertawa kecil lalu duduk lebih dekat ke mertuanya. Tangannya yang mungil menggenggam tangan Zena. "Mama, jangan terlalu bekerja keras. Jika ingin sesuatu, katakan pada kami."

Zena tersentuh, tangannya yang berusia mengelus lembut tangan Grey. "Aaa, menantu mama sudah besar." Pelukan hangat menyelimuti Grey yang langsung memerah wajahnya.

"Bagaimana sekolahmu?" tanya Zena sambil menyisir rambut Grey yang ikal dengan jarinya.

"Tidak ada yang istimewa, malah semakin keras karena 3 bulan lagi akan ujian akhir," keluh Grey sambil mengusap lelah di matanya.

Zena mengangguk bijak. "Jangan terlalu memaksakan diri, okay? Istirahat dengan cukup dan makanlah makanan sehat."

"Mama juga, harus menjaga kesehatan dengan baik dan juga makanlah makanan yang mama suka," balas Grey dengan nada manja.

Zena terkikik. "Baiklah, baiklah. Mama akan istirahat dengan baik dan makan yang mama suka."

Setelah berbincang hingga larut, mereka pun berpisah ke kamar masing-masing. Tian duduk di tepi kasur, matanya menatap Grey yang sudah membungkus diri seperti sushi dalam selimut.

"Grey," panggil Tian dengan suara rendah. "Serius kamu belum jelasin ke saya tentang apapun."

Dari dalam gumpalan selimut, suara Grey terdengar parau. "Om, diem deh, tidur sana ah," ujarnya sambil menggulung diri lebih kencang.

Tian tak menyerah. "Jelasin dulu ke saya."

Tiba-tiba selimut itu terbuka, dan sebelum Tian sempat bereaksi, gigitan tajam sudah menghantam tangannya. "Aaaaaaa, sakit, sakit!" Tian merintih sambil memegangi tangan yang diserang.

"Lagian tengah malam berisik, nanti mama bangun gara-gara om," gerutu Grey dengan mata menyala.

"Tidur nggak?" ancam Grey siap-siap menggigit lagi.

"Iya, iya, tidur," Tian cepat-cepat merebahkan diri, tapi masih penasaran. "Kamu bukan kanibal, kan, Grey?"

Grey menghela napas dramatis. "Bukan, om. Saya gorila. Tidur ah, besok saya mau sekolah."

Di kantor megah Tian Group, Tian sudah melamun selama 5 menit penuh. Xander yang kesal akhirnya membanting dokumen di meja. "Bos, bos!"

"Ah, iya, ada apa?" Tian tersentak dari lamunannya.

"Lo yang kenapa dari tadi ngelamun mulu? Itu HP lo bunyi," ujar Xander sambil menunjuk ponsel yang bergetar.

Tian melihat pesan dari Jeny, mantannya. Tangannya meremas-remas rambutnya yang sudah berantakan. "Grey marah sama gue, gue enggak tahu gimana ngebujuknya. Gue tanya dia, dia diam doang."

Xander menghela napas. "Lagian nikah sama bocah."

"Ah, diem deh, bantuin gue cari solusi," Tian merajuk.

"Masa dia ngambek gara-gara gue enggak bawa cowok china yang dia suruh minggu lalu?" Xander memijat pelipisnya. "Waktu lo dateng dari China, gimana?"

"Ya, enggak ada mukanya biasa aja," jawab Tian polos.

"Berarti bukan itu penyebabnya," simpul Xander sambil menggeleng.

Di lapangan basket sekolah, teriakan Alka menggema. "Grey, oper kesini!!"

Grey yang sedang dijaga ketat segera mengoper bola. Alka lincah menggiring bola menuju ring lawan. Saat hendak menembak, tiba-tiba seorang pemain lawan mendorongnya dengan kasar.

"Oi, main curang lo!" Grey langsung meledak, wajahnya merah padam.

"Lo enggak papa?" tanya Grey sambil membantu Alka berdiri.

"Gapapa," jawab Alka sambil mengusap lututnya yang lecet.

20 menit kemudian, Kiera menghampiri dengan dua botol air mineral. "Nih, minum dulu."

"Thanks," ucap Alka sambil menenggak air.

"Cewe lawan cewe aja enggak mau ngalah, apa lagi kalo lawan cowo," komentar Kiera sambil duduk di bangku.

"Ya, begitulah," Alka menghela napas.

Tiba-tiba Kiera melontarkan pertanyaan tak terduga. "Gimana hubungan lo sama Gio?"

Grey yang sedang minum langsung tersedak. "Hu-hubungan? Wah, parah lo bisa-bisanya pacaran enggak bilang-bilang ke gue!"

"Maaf, Rey," Alka menggaruk kepala dengan malu.

"Enggak-enggak, pajak jadian mana?" Grey mengulurkan tangan dengan mata berbinar.

"Ah, lo, gue lagi bokek," keluh Alka.

Grey tiba-tiba serius. "Kampret, seriusan lo pacaran sama Gio?"

"Iya, dia nembak gue pas kita lagi di pantai waktu itu."

"Kapan, anjay? Gue enggak tau," Grey terlihat terluka.

"Lo sibuk tidur, kampret. Bukannya nikmatin wahananya, malah sibuk tidur," ledek Alka.

Grey menggaruk-garuk kepalanya. "Ya, abisnya tempatnya adem, enak buat tidur."

"Jadi, udah berapa bulan lo pacaran?"

"Belom juga sebulan."

Pandangan Grey beralih ke Kiera yang tiba-tiba gelagapan. "Heh, lo juga pacaran, ya?"

"E-enggak," Kiera tersipu.

"Penghianat semua, ih! Katanya mau jomblo sampai lulus, janji manis kalian, ihhh!" Grey membelakangi mereka seperti anak kecil ngambek.

"Lo pacaran sama siapa?" Grey mengejar Kiera yang mulai mundur.

"S-sama...s-sama," Kiera gagap.

"Sama siapa!"

"Erland," jawab Kiera hampir tak terdengar.

"Anjir, seriusan?" Grey terkesiap. "Ditembak pas dipantai juga?"

Kiera menggeleng. "Ituloh, pas kita lagi kerjain makalah di Cafe Seribu."

Grey menggaruk kepalanya lagi. "Kampret, lo berdua, ahh...masa gue...."

"Lo apa, lanjutin," goda Kiera.

"Ahhh, bodo! Pokoknya, lo berdua harus traktir gue sebagai pajak jadian," ancam Grey sambil berlari pergi.

Alka mencolek Kiera. "Lo sih, ah, mulut ember banget, kaya lumpur!"

"Ya, maaf, keceplosan gue," Kiera tertawa malu.

Perut Grey keroncongan saat melangkah ke kantin. "Bi, pesan bakso tiga porsi, ya!"

Penjual hanya mengangguk sambil tersenyum. Pesanan Grey memang selalu luar biasa banyak.

"Wuis, tuan putri lagi makan, bagi dikit, dong," goda Fajar yang tiba-tiba muncul.

Begitu tangannya mendekati mangkok Grey, tangan itu langsung kena geplak. "Pesan sana, bayar sendiri! Ini punya gue, gue laper abis olahraga!"

Fajar memutar mata. "Cowo bentukan kaya mana yang suka sama gorila berbentuk manusia?"

"Peduli amat, gue," balas Grey sambil melahap bakso.

Tiba-tiba matanya menangkap Erland yang lewat sendirian. "Erland!"

Begitu Erland mendekat, tiba-tiba Grey mencekik lehernya. "Arghhh, sakit, sakit! Lo kenapa, Grey?"

"Berani-beraninya lo pacaran enggak bilang-bilang sama gue? Mana sahabat gue pula yang lo pacarin?"

"Lepas, Grey, gue...sesek," Erland terbatuk-batuk.

"Puas," Grey melepaskan cekikan. "Sebagai gantinya, bayarin makanan gue, oke?"

"Bi, Erland yang bayar, ya!" Grey langsung kabur.

"Anak siapa sih itu? Astaga, tingkahnya beneran bikin pusing," Erland menggeleng sambil merogoh dompet.

"Berapa, Bi?"

"Bakso 5 porsi, es teh 5 porsi, sama tahu isi. Totalnya 80 ribu, nak."

Mulut Erland ternganga. "Is...is...is...bahaya juga," gumamnya sambil menyerahkan uang. "Ambil aja, Bi, kembaliannya."

BERSAMBUNG...

Wahai para pembacaku yang setia, komen kalian bikin aku makin semangat nulis, lho! Jangan lupa kasih saran ya~ 💕

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!