"Hai Frans? Apa kabar?" sahut Mara sambil berjalan mendekat ke pacarnya, ia tersenyum dan berusaha menyembunyikan rasa sakit hatinya dengan cara memasang senyum paling manis yang dia miliki.
Frans masih diam mematung, memandang Mara yang ada di depannya saat ini.
Ia belum sepenuhnya percaya kalau yang di depannya ini adalah Mara, pacarnya yang ada di Indonesia. Yang semalam spam chat dan sengaja tak dibalasnya.
"Kamu udah punya tunangan rupanya ... Selamat ya, Frans. O, iya bentar lagi aku bakal nikah, jangan lupa datang, ya di hari pernikahan aku." meskipun nada suaranya terdengar berat dan tak baik-baik saja, tetapi Mara masih melanjutkan kalimatnya.
Ia harus memperlihatkan kalau dirinya kuat.
"Aku datang ke sini cuma mau bilang itu aja, gak bermaksud juga buat ganggu kamu ... aku balik dulu, Frans." Mara meninggalkan Frans yang masih mematung di tempatnya berdiri sedari tadi.
"Mara, aku bisa jelas—" belum selesai dengan kalimatnya, wanita yang mengaku sebagai tunangan Frans menyahuti.
"Sayang, udah belum?" tanya wanita tersebut dari balik ruangan.
Mendengar kata sayang, hati Mara tersayat. Sakit rasanya. Pria yang selama tiga tahun ini menemaninya, ternyata malah bertunangan dengan wanita lain.
Mungkin Frans bukan jodohnya, dan mungkin ini adalah rencana terbaik dari Tuhan untuknya.
Mara pun menghentikan langkahnya, lalu ia menoleh dan mengucapkan kalimat terakhir untuk Frans.
"Sekali lagi selamat buat kalian. Terimakasih buat waktu yang sudah kita habiskan bersama." setelah berkata Mara meninggalkan tempat tinggal Frans dan wanita barunya.
"Mara, tunggu!" seru Frans mencegah Mara.
Mara menutup pintu dengan sangat keras hingga membuat pintu tersebut lepas.
Wanita yang bersama Frans kaget melihat apa yang terjadi.
"Apa yang terjadi, Beib?" sahut wanita itu.
"Pintunya rusak, anginnya terlalu kencang," dusta Frans.
"Oh, cepat hubungi tukang, Beib!" jawab wanita itu percaya dengan ucapan Frans.
"Iya."
"Btw, teman kamu tadi cepat banget pulangnya?"
"Iya."
***
"Benar-benar kurang asem itu Frans. Aku udah bela-belain ke sini buat nemuin dia, jemput dia, gak makan gak minum seharian. Apa hasilnya Frans?! Kamu malah enak-enakan sama wanita lain, bahkan kalian udah tunangan. Terus kamu anggap aku apa selama ini?! Arghhh ...." Mara teriak-teriak sambil menanggis di pinghir jalan, banyak pasang mata yang menyaksikannya, tetapi tak tahu apa yang Mara katakan karena mereka tak tahu bahasa mana yang digunakan.
Hanya sebagian saja yang bisa bahasa Indonesia.
"Enggak. Mara harus kuat, gak boleh nangis demi cowok kurang ajar ... aku harus terima perjodohan ini, mungkin Frans bukan jodohku dan bisa saja ini jalanku bertemu dengan manusia kutub itu. Tapi kenapa harus manusia kutub? Apa rencanamu Tuhan?" Mara segera mengusap air matanya dan bersiap pulang ke Indonesia saat ini juga.
Jam duabelas malam, Mara tiba di rumah.
Semua pintu rumah sudah terkunci, ia juga tak membawa kunci cadangannya.
Jadi Mara menelpon Sarita.
"Siapa, sih malam-malan nelpon?" tanya Sarita saat mendengar hapenya berbunyi, tetapi dia belum membuka mata sama sekali.
"Angkat aja, Mah!" suruh Loies yang juga ikut terbangun karena mendengar bunyi telepon.
"Kalau setan gimana? Ini tengah malam lo, Pah."
"Masih percaya aja sama gituan?" Loies menggeliat dan memunggungi Sarita.
"Ya udah, deh kalau gitu aku angkat aja."
In call.
"MAMA!" teriak Mara.
Sarita menjauhkan hapenya dari telinga karena teriakan puterinya itu membuat gendang telinganya hampir pecah.
"Astaga, kamu ngapain tengah malam nelpon Mama?" tanya Sarita heran.
"Bukain pintu, Mah. Di luar dingin." Mara mengigil, dia benar-benar kedinginan.
"Kamu udah pulang?"
"Udah, Mah. Buruan lah."
"Iya, ini Mama turun bukain pintu buat kamu."
.
.
Lima belas menit kemudian, Sarita membuka pintu.
Mara terkejut melihat keadaan sang mama ia menutup mata dengan kedua tangannya.
"Mah, yang bener aja, dong!" dumel Mara.
"Apa, sih?" Sarita belum menyadari sesuatu.
"Mama cuma pakai daleman dan gak pakai baju, masa enggak sadar."
"Setaga, Mama lupa." Sarita pun langsung lari terbirit-birit menuju kamar.
Mara hanya bisa geleng-geleng kepala sambil memasuki rumah.
"Punya Mama satu aja absurdnya gak ketulungan." Mara ditambah pusing dengan kelakuan mamanya.
Setibanya di kamar, Mara langsung membersihkan dirinya kemudian pergi tidur.
Jam sembilan pagi, Mara masih terlelap dengan mimpi buruknya.
Sedari tadi Sarita gedor-gedor pintu, Mara mendengarnya tetapi ia malah menutup telinga dengan bantal.
"MARA BANGUN!" Teriak Sarita dari luar.
"Berisik, ah." Mara menggeliat dan semakin menutup telinganya.
"MARA! MAMA PANGGILIN SATPAM KOMPLEK NIH BUAT BANGUNIN KAMU!"
Mara menghela napas panjang. Dia memutuskan agar dirinya tak berurusan dengan tingkah mamanya yang selalu diluar nalar.
Mara berjalan ke pintu sambil merem.
Ia membuka pintu namun matanya masih tertutup.
Mara menguap sambil bersandar di pintu.
"Apa sih, Ma?" suara Mara serak khas bangun tidur.
"Hari ini kamu di suruh ke rumah Ken."
"Ngapain?" tanya Mara dengan kondisi masih merem.
Sarita geram, ia mengambil air di gayung kemudian mengguyurkannya ke wajah Mara agar anaknya itu segera terbangun.
"MAMA MONYET!" Spontan Mara berkata seperti itu karena airnya dingin bagai es.
.
.
.
Bersambung....
Bagi hadiahnya juga ya seikhlasnya buat dukung author. Makasih. 🤗😗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Ami Kerto Surat
hahahah absurd bgt ya...emaky lupa pake baju bukain pintu...anaky ngomel ngomel gak jelas hahaha hebat papa loeis hidup dgn 2 bidadari yang luar biasa
2024-06-06
1
Murni Dewita
astege/Facepalm/
2024-02-26
0
Dwisya12Aurizra
waduh
2023-12-21
0