A BIG MISTAKE

A BIG MISTAKE

Bab 1

Aku Chalisa Aqilah seorang ibu berusia 36 tahun. Memiliki seorang putra yang bernama Angga Dwi Pratama. Tanggal 10 bulan depan ia genap berusia 18 Tahun. Tanpa terasa, ia tumbuh begitu cepat, menjelma menjadi seorang pemuda yang gagah dan tampan.

Teman-temanku sering memujinya. “Cha, anak lo ganteng banget ya .... “ Berbagai pujian mereka lontarkan padaku. Perawakannya yang sederhana dan mudah bergaul dengan sesama, menambah daya tariknya tersendiri. Tubuhnya cukup atletik dengan tinggi badan yang juga ideal untuk anak seusianya.

Wajah tampannya ia wariskan dari papanya Roberto Pratama. Sebenarnya aku benci menyebutkan nama itu. Pria yang sudah aku lupakan bertahun-tahun lamanya, aku enggan menceritakan semua tentangnya. Bahkan, hanya sekedar menyebut namanya saja, seakan-akan aku tak ingin.

Aku ingat betul, saat itu Angga masih duduk di sekolah dasar, setiap kali aku ambil rapornya, ia selalu menangis menanyakan tentang papanya. “Mami kan banyak uang, kenapa Mami enggak beli saja satu papi baru buatku, aku mau kayak teman-temanku Mi,” gerutu Angga kecilku.

Aku selalu mengalihkan suasana setiap kali ia menanyakan perihal pria brengsek yang tidak kusukai itu. Rasanya dadaku sesak, nafasku seolah-olah terhenti, menahan perihnya hatiku, setiap kali berbagai pertanyaan perihal papanya yang dilontarkan Angga.

Tahun demi tahun kami lalui bersama, semuanya terasa baik-baik saja Angga tidak pernah lagi menanyakan papanya. Hingga suatu sore saat ia pulang sekolah. Ketika itu ia sedang menduduki bangku SMP, wajahnya yang putih tampak aura mukanya merah padam, apa gerangan yang terjadi padanya saat itu, aku pun tak tahu.

Ku beranikan diri untuk mendekatinya. “Ada apa, Nak?” tanyaku padanya, ku belai lembut rambutnya, Angga diam seribu bahasa, ku perhatikan saksama wajahnya, ku belai pipinya, ia memelukku erat tampak amarah hilang dari wajahnya.

“Aku hanya ingin tahu di mana keberadaan papi Mi, apa dia masih hidup atau sudah mati, jika memang ia sudah tiada, di mana letak makamnya,” ucapnya padaku, air mata menetes di pipinya.

Aku terdiam, di usianya yang muda ia mampu menahan emosi terhadapku. Aku tahu betul ketika ia pulang tadi, tampak api kemarahan di wajahnya.

“Apa aku anak haram Mi, seperti yang teman-teman ku bilang?” tanya Angga kemudian.

Deg.

Pertanyaannya membuat air mataku bercucur deras. Rasanya seperti petir di siang hari, hatiku hancur berkeping-keping, jantungku berdetak kencang aku menangisi kesalahan masa laluku, aku benci pada diriku sendiri. Tuhan... andai saja bisa ku putar kembali waktu itu. Hatiku menjerit pilu.

Jika saja masa laluku tidak seburuk itu, mungkin anakku akan merasakan kasih sayang seorang ayah. Ku usap kepalanya kucium keningnya.

“Beri waktu sayang, Mami belum siap menceritakannya, belum waktunya kau mengetahui semuanya.” Hanya itu yang keluar dari mulutku. Angga memelukku erat ia mengusap air mata di pipiku, permohonan maaf ia tutur berulang kali. Itulah terakhir kali ia menanyakan perihal papanya.

Kini usianya sudah dewasa, tanggal 10 bulan depan tepat hari ulang tahunnya. Aku berjanji pada diriku sendiri akan ku ceritakan semua padanya di hari itu.

Aku wanita pekerja keras, aku mempunyai beberapa cabang toko kue yang tersebar di kotaku, aku juga menerima pesanan online. Namun beberapa toko aku percayakan karyawanku yang menjaganya. Sementara toko induknya ada di rumah ku sendiri. Tepat di sebelahnya, aku menjual bunga-bunga.

Awalnya tak terbesit di pikiranku untuk menjual bunga-bunga itu, aku hanya menyukainya saja. Berbagai jenis bunga ada di taman rumahku. Temanku Zoya yang menyarankan agar aku menjual bunga-bunga indah itu, hingga akhirnya aku terima ide cemerlangnya itu.

Aku tinggal bersama Angga di rumah yang cukup nyaman untuk dihuni menurutku. Rumah yang ku bangun dengan hasil keringatku sendiri yang berukuran lahan 13m x17m yang aku desain sendiri pula sesuai seleraku itu, rasanya cukup nyaman untuk kami diami.

Aku dan Angga ditemani Bu Aini. Beliau adalah orang yang paling menyayangiku lebih dari orang tuaku sendiri, aku enggan menyebutnya pembantu. Bahkan aku sengaja mencarikan seorang pembantu rumah tangga yang lain agar Bu Aini tidak kelelahan, aku tahu sampai mulutku berbuih melarangnya untuk tidak bekerja, beliau pun tidak akan menurutinya. Namun tetap saja beliau menolaknya.

Hari-hari kulalui terasa indah, aku menjalani aktivitas seperti biasanya setiap hari. Sampai detik ini aku masih betah sendiri, meskipun banyak pria yang mendekatiku, tapi tidak ada satu pun yang membuatku merasa luluh.

Selama ini, ada satu pria yang menarik perhatianku. Pria itu selalu membeli bunga mawar merah di tokoku setiap hari Minggu. Jika diperhatikan sekilas, wajahnya mirip dengan Robert. Aku sedikit tertarik padanya, aku menyukai sikapnya yang elegan. Dia pasti tipikal pria yang romantis pikirku, pasalnya, ia selalu membeli mawar merah di tokoku.

Tapi belakangan ini Angga selalu menanyakan padaku, “Mami kapan nikah lagi?” Sudah beberapa kali ia menanyakannya pertanyaan yang sama, tapi selalu aku acuhkan.

Baru saja kemarin Angga mengenali paman teman dekatnya padaku, aku menolaknya mentah-mentah. Bukan karena fisik maupun harta, tapi hatiku belum siap. Rasanya telah tertutup pintu hatiku untuk yang namanya pria, entah sampai kapan aku pun tak tahu.

Mengenai Angga, ia sudah beberapa kali membawa teman perempuannya ke rumah, aku dan Bu Aini selalu menggodanya. Tapi ia selalu menyangkal bahwa itu bukan pacarnya. “Teman dekat saja Mi,” begitu ujarnya padaku.

Pernah sekali aku pergoki ia sedang merangkai bunga mawar merah dan ia masukkan ke dalam tasnya, Romantis sekali anakku, aku tersenyum sendiri melihat tingkahnya.

Aku tidak pernah mengeluh dengan kondisiku saat ini, Angga dan Bu Aini begitu menyayangiku. Aku tidak ingin kebahagiaan ini hilang dari sisiku, aku selalu bermunajat kepada-Nya aku hanya ingin bahagia, hanya itu.

Aku tidak tahu kapan waktunya, bila tiba masa nanti, akan aku akhiri masa kesendirianku ini. Aku hanya berharap Tuhan mempertemukan aku dengan seorang pria yang lebih baik dan bertanggung jawab.

"Belajarlah melupakan, Cha. Buka hatimu, banyak pria yang lebih baik di luar sana." Bu Aini selalu menasehatiku, ia tidak suka setiap kali ada tetangga yang selalu mengomentari hidupku. Wajar saja bila mereka begitu, aku seorang janda. Walau bagaimanapun aku menjaga nama baikku, tetap saja mereka berpikiran negatif.

Jangan lupa like ya...

Terpopuler

Comments

เลือดสีน้ำเงิน

เลือดสีน้ำเงิน

penduduk bunian mampir

2020-10-29

2

JK 🐰😎

JK 🐰😎

🥺🥺

2020-06-15

0

Miss R⃟ ed qizz 💋

Miss R⃟ ed qizz 💋

jejak dulu

2020-03-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!