Bab 4

Dalam perjalanan ponselku berdering, ternyata Bu Aini yang menghubungiku.

“Halo Bu?” sapa ku setelah menepikan mobil.

“Cha belanja persediaan buat besok ya, kita punya banyak pesanan besok,” pinta Bu Aini.

Aku segera putar balik arah menuju super market terdekat.

Hari ini aku sendiri, biasanya setiap kali belanja aku mengajak Angga. Pasti hari ini aku akan kerepotan membawa belanjaan ke dalam mobil tanpa ada yang bantu.

Ketika aku sedang sibuk memilih barang belanjaan, aku dikagetkan oleh Zoya sahabatku. Dia selalu usil padaku, masih sama seperti dulu.

Dia juga sedang belanja di sana, dia telah lama menikah, tapi sampai sekarang ia belum mengenalkan suaminya padaku.

“Belanja apa sih Nyonya, banyak banget” godaku pada Zoya, Ia cengengesan dengan pertanyaan yang aku lontarkan.

“Biasalah belanjaan emak-emak,” jawabnya sambil terus memilih barang yang ia perlukan.

Setelah selesai belanja, Zoya membantuku membawa belanjaan masuk ke dalam mobil.

“Thank you mbakque,” ucapku padanya setelah selesai membantuku.

“Setelah aku membantumu, bahkan kau tidak mengajakku ke rumahmu,” ujar Zoya ketus.

Aku tertawa geli melihat Zoya seperti itu, “Habisnya kau jarang sekali ke tempatku, jadinya aku lupa, kan?” jawabku tidak mau kalah.

“Ya maklumlah, sibuk banget. Kalau besok aku gimana? Eh bukan, lusa deh kayaknya,” ujarnya padaku.

“Plin-plan banget sih, yang benar kapan?” tanyaku sambil membuka pintu mobilku karena pegal berdiri.

“Besok deh, ya udah sana kau pulang. Bye ....” Zoya melambaikan tangannya padaku setelah ia tutup pintu mobilku.

Aku segera pulang dengan laju kecepatan sedang, aku tidak terbiasa bawa mobil kebut-kebutan, aku selalu santai seperti ini.

Ngomong-ngomong tentang Zoya, aku dan dia telah bersahabat sejak masih SMA dulu.

Beberapa tahun belakangan ini ia di luar negeri, baru sekitar 5 bulanan ia kembali ke tanah air. Penyebab pasti kenapa ia kembali kesini aku tidak tahu kenapa. Padahal, dengar-dengar suaminya punya usaha besar di sana, aku juga tidak mengenali suaminya seperti yang aku katakan tadi, dia belum mengenalkan suaminya padaku walau hanya lewat foto.

Aku tiba di rumah, Angga sudah menungguku. Ia bantu aku turunkan semua belanjaan, Bu Aini juga.

“Ya, kamu telat sih Cha,” ujar Bu Aini padaku.

“Mana ada telat Bu, baru juga jam berapa,” jawabku, sembari melihat arloji di tanganku.

“Bukan itu maksudnya, tuh liat anakmu,” bisik Bu Aini padaku.

Aku melihat Angga, memang benar, sedari tadi aku pulang ia tidak menyapaku, saat membawa belanjaan masuk pun ia sama sekali tidak menegurku.

Aku mendekatinya dan duduk di sebelahnya, “Ada apa sih anak Mami?” tanyaku padanya. Angga tidak menggubris pertanyaan ku ia asyik dengan benda pipih ditangannya.

“Bukannya perhatian, tegur kek maminya pulang, malah sibuk main handphone terus,” aku mau bangkit dari tempat dudukku Angga menarik tanganku pelan.

“Habisnya Mami sih, di telepon sibuk,” ujar Angga.

Aku tersenyum sembari mengecek handphone yang ada di tasku. Ternyata benar, Angga menelepon berulang kali.

“Memangnya ada perlu apa, sampai gak bisa tunggu Mami pulang?” tanyaku merasa bersalah. Awalnya Angga ragu untuk mengutarakan maksudnya, namun karena desakan dariku akhirnya ia mengatakan. “Aku tadi mau kenalkan Mami sama seseorang.”

Sebenarnya Angga tahu aku paling tidak suka dengan pembahasan yang satu ini, tapi rasanya ia benar-benar prihatin dengan kondisiku yang singel parents. Sepertinya ia butuh sosok ayah. Berhubung bulan ini bulan kelahirannya aku tidak sampai hati menyakiti perasaannya.

“Begini deh, gimana kalau malam perayaan ulang tahunmu, kau undang orang yang mau kau kenalkan itu,” ujar ku padanya membuat kesepakatan, biar ia tidak merasa kecewa.

Angga tersenyum mendengar ucapanku.

“Tapi Mami gak janji suka sama calon yang bakal kau kenalkan,” ucapku kemudian setelah melihat ekspresinya yang sedang asyik senyum-senyum sendiri.

“Itu urusan belakangan. Dengar mami mau saja sudah membuatku senang.” Angga memelukku erat. Ku usap kepalanya penuh kasih, kucium keningnya.

Bu Aini bergabung bersama kami. “Makan yuk, udah ibu siapkan makanan kesukaan kalian berdua,” ajak Bu Aini menarik tangan Angga dari pelukanku.

Aku tersenyum melihat tingkah Angga yang memanjakan diri pada Bu Aini, selama ini ia menganggap beliau adalah neneknya. Meski ia tahu, Bu Aini bukan siapa-siapa.

••

Esoknya aku bantu Bu Aini menyirami tanaman di halaman rumahku, aku bercanda ria bersamanya. Tiba-tiba sebuah mobil berjalan perlahan di tepi pagar rumahku yang terbuka, sepertinya tidak asing bagiku. Aku sering melihat mobil itu tapi siapa aku lupa.

“Cha, itu bukannya pria yang sering beli bunga di tempat kita?” tanya Bu Aini mengingatkan aku pada pria itu. Tapi, mana mungkin ia lewat jalan rumahku, untuk apa?

“Bukan Bu, kan yang punya mobil kayak begitu banyak,” ucapku meneruskan pekerjaan ku.

Aku senyum-senyum sendiri, aku tidak sabar menunggu hari Minggu, aku ingin sekali bertemu dan menatap wajah gantengnya.

“Ehemm ....” Bu Aini berdehem melihatku senyum-senyum sendiri. Namun, aku acuhkan saja. Toh, hanya pikiranku saja yang berlebihan. Buktinya, ia selalu membeli bunga mawar merah di tokoku, apa yang aku harapkan. Konyol sekali.

“Mi, Minggu depan kita jalan-jalan yuk,” ajak Angga ketika kami sedang makan siang. Ia baru saja pulang sekolah. Aku terdiam, hari Minggu kan Hendri pria ganteng itu mengunjungi toko bungaku.

“Sabtu saja, gimana?” tanyaku pada Angga.

Angga menyipitkan matanya. “Kenapa Minggu mi?” tanyanya padaku membuat aku gelagapan.

“Mami kamu banyak pesanan hari Minggu ini sayang,” sahut Bu Aini mengelus kepala Angga. Lalu Bu Aini mengedipkan matanya padaku, aku tersenyum. Beliau pasti tahu jika hari Minggu aku menunggu pria tampan itu datang.

“Ya sudah deh, tapi janji ya hari Sabtu!” Angga mengacungkan jari telunjuknya padaku.

“Lagian udah gede masih aja ajak maminya jalan-jalan, ajak pacarmu dong!” sergah Bu Aini, membuat Angga tersipu malu.

Aku tertawa terbahak-bahak bersama Bu Aini, ia segera masuk ke kamarnya seraya tersenyum malu-malu. Bu Aini bisa saja menggodanya, tapi ia tidak pernah marah. Ia selalu menganggap guyonan kami sebagai hiburan untuknya.

Malam harinya.

Handphone ku berdering, jam menunjukkan pukul 20:00 aku raih handphone genggam ku itu.

“Halo ...” sapa ku setelah menarik tombol biru ke samping.

“Nyonya Chalisa?” tanya pria itu. Sepertinya suara ini tidak asing ditelinga ku.

“Iya, ada yang bisa saya bantu?” tanyaku kemudian, aku memutar otakku mencoba mengingat siapa suara dibalik telepon itu.

“Saya mau pesan kue,” ujar pria itu lagi.

“Baik, kue apa pak, berapa cetakan?” tanyaku kemudian.

“Sudah saya ingatkan jangan panggil saya pak, nama saya Hendri. Saya tegaskan, saya bukan bapak kamu,” ujar pria dibalik telepon.

Ternyata si pria tampan yang selalu ku tunggu di hari Minggu. Pantas, suaranya sangat familiar di telingaku. Aku tersenyum sendiri mengetahui siapa yang menghubungiku malam-malam begini.

Terpopuler

Comments

ARSY ALFAZZA

ARSY ALFAZZA

🌸🌸🐾🐾🐾

2020-10-29

2

Astria

Astria

jngan jngan suami zoya ayah angga

2020-10-27

2

Miss R⃟ ed qizz 💋

Miss R⃟ ed qizz 💋

lanjutkan

2020-03-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!