Dia Dan Aku
Namaku Muwita Arafa aku murid SMA Negeri 2 kelas XI IPA 5 semester kedua dan biasa dipanggil Wita aku adalah seorang gadis remaja enam belas tahun yang terlampau biasa-biasa saja, sekarang aku berada di depan gerbang sekolahku.
Kalian tahu, sebenarnya di sekolah ini aku tidak memiliki begitu banyak teman karena mereka beranggapan bahwa aku tidak normal mereka semua takut padaku dari tahun pertama aku masuk sampai sekarang.
Aku bahkan hanya memiliki sedikit teman entahlah aku bingung, saat aku ingin dekat dengan mereka tapi mereka semua menjauhiku mungkin karena aku tidak dekat dengan pria manapun selain wanita.
Mungkin bisa juga karena aku gadis yang aneh menurut mereka karena penampilanku yang terbilang biasa-biasa saja dan tergolong dalam gadis yang anti make up, jujur memang aku tidak suka berdandan.
Tetapi sebenarnya bila orang luar dekat denganku mereka langsung akrab denganku karena katanya aku orangnya asik tidak seperti ekspresiku yang terlampau datar awalnya.
Bila sudah mengenalku mereka sangat terbuka bahkan anak kecil pun sangat lengket denganku tapi walaupun dengan anak kecil aku tetap canggung saat bersama mereka, karena itulah akhirnya aku bertekad untuk menjadi seorang guru sebab aku suka dengan anak-anak.
Dan aku ini adalah gadis yang sangat-sangat pemalu karena itulah aku menghindari orang-orang dan malah dianggap tidak normal.
Padahal aku tidak begitu, buktinya sekarang aku sedang jatuh cinta pada seseorang tapi itu semua hanya sahabatku yang tahu. Dia mengetahui semua tentangku walaupun dia pernah dianggap sebagai teman tidak normalku kata orang-orang di kelasku.
Aku bahkan pernah menyuruhnya menjauh dariku karena aku tidak ingin menyusahkannya, tapi dia bilang kalau dia akan bersamaku susah maupun senang karena dia sahabatku, ia bilang sahabat sejati tidak akan meninggalkan sahabatnya yang kesusahan dan akan selalu ada disisinya susah maupun senang bukan saat senang saja baru akan muncul, itu sih namanya pemanfaatan. Katanya.
Hal itu tentu saja menyadarkan diriku yang terlampau naif, bisa-bisanya ingin membuang sahabat sebaik itu.
.
.
.
Tiba-tiba ada yang mengejutkanku dari belakang dan teryata dia, yah dia sahabatku. Namanya Nawara Andita aku biasa memanggilnya Nawa kami berdua tak akan terpisahkan karena kita sahabat, yaitu saudara yang beda ayah dan beda ibu namun selalu berdampingan tanpa mempedulikan perbedaan yang ada. Aku pun tersenyum saat memikirkan tentang sahabatku ini.
.
.
.
"Eh Wit kamu kok pagi-pagi begini udah ngelamun? Lagi mikirin apa hayo?" tanya Nawa.
"Eh itu, anu... " jawab Wita gugup.
"Gak lagi mikirin yang aneh-anehkan?" tanya Nawa dengan polosnya.
"Ya enggaklah, sebenarnya aku nih lagi memperkenalkan diri gitu kayak di cerita-cerita makanya aku ngelamun hehe," ucap Wita sambil nyengir.
"Lagi pula kamu ini aneh-aneh aja deh pake acara ngayal segala, kebanyakan ngayal ntar kesambet loh," ucap Nawa memperingatkan.
"Yee, terserah aku dong... " ucap Wita sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal karena merasa canggung akibat seminggu gak ketemu dan gak pernah kabar-kabaran.
.
.
Namun kalau sampai mereka kabar-kabaran maka pesan yang memenuhi ponsel mereka adalah pesan yang bisa dibilang kekanak-kanakan dan bila mereka bertemu bisa jadi mereka melakukan hal yang konyol yaitu beradegan pertemuan seolah-olah sudah tidak bertemu selama satu tahun.
Memang begitulah persahabatan mereka tidak pernah kabar-kabaran padahal rumah mereka searah, hanya saja Nawa rumahnya memasuki sebuah gang.
Mereka sudah berteman sejak kelas lima sekolah dasar hanya saja di antara keduanya sama-sama orang yang hobi berdiam diri di rumah. Jadi, mereka jarang bersama di tambah lagi Nawa yang sering berpergian dari rumahnya.
.
.
.
Ketika itu Nawa adalah murid baru di sekolah Wita, dulu Witalah yang pertamakali mengajak Nawa yang malu-malu untuk bermain bersamanya.
Ketika itu Wita masih bisa bermain dengan teman laki-laki sebayanya. Tetapi entah mengapa semejak ia masuk SMP Wita tidak lagi mau berteman dengan pria manapun.
Sempat ada kejadian Wita dan Nawa masuk di kelas yang terpisah. Kemudian mereka berdua langsung menuju kantor guru tanpa malu-malu untuk dimasukan di kelas yang sama sampai-sampai mereka nangis-nangis untuk bisa satu kelas. Namun pada akhirnya, mereka tetap terpisah kelas. Bagi mereka berdua tahun itu adalah hari-hari yang sangat menyedihkan.
Hal itulah yang membuat orang di sekitar Wita merasa aneh dengan kelakuan Wita dan Nawa. Tetapi, hal itu hanya berlaku pada Wita tidak pada Nawa karena orang-orang di sekolah itu beranggapan Nawa masih bisa bersosialisasi dengan pria dan mampu berteman baik dengan orang-orang tidak seperti Wita yang terlihat menutup diri dan memilih untuk berjalan di belakang Nawa saat ada pria yang akan berpapasan dengannya.
.
.
.
.
.
.
Nawa langsung merangkul Wita tanpa ingin melanjutkan pembicaraan tadi.
Wita dan Nawa mereka memiliki nasib yang sama yaitu cinta bertepuk sebelah tangan dan saat ini mereka sedang berusaha move on dari orang yang mereka suka.
Mereka berdua tidak ingin jatuh cinta pada sesuatu yang belum pasti kenyataannya dan hanya ingin memikirkan orang-orang yang sudah pasti mencintai mereka, namun apalah daya hati mereka berkata lain. Beruntungnya Wita dan Nawa tidak seperti gadis-gadis alay kebanyakan, mengejar-ngejar apa yang mereka inginkan.
Dan akhirnya mereka berdua lebih memilih memendam perasaan mereka dan berusaha melupakannya.
Akhirnya sampailah mereka berdua di kelas. Ketika di kelas mereka pun langsung duduk di kursi yang sudah mereka tempati setengah tahun terakhir ini.
Wita dan Nawa teman sebangku dan kelas mereka ada di lantai dua kebetulan saat itu kelas masih sepi. Tidak sengaja Nawa melihat keluar jendela karena tempat duduk mereka berdua dekat jendela.
"Wita kayaknya ada anak baru deh dan gara-gara itu kelas jadi sepi," ucap Nawa.
"Hmm aku gak peduli," ucap Wita kemudian ia menelungkupkan kepalanya di atas meja.
"Anak ini," ucap Nawa menghela nafas dan akhirnya mengikuti apa yang dilakukan Wita juga.
.
.
.
Bunyi bel tanda masuk dimulainya pelajaran telah berbunyi. Hal itu menyadarkan Wita dan Nawa untuk bangun dari posisi sebelumnya menjadi posisi siap untuk menunggu guru mereka masuk kelas.
Satu persatu murid di kelas itu berdatangan. Tidak lama kemudian masuklah tiga orang siswi kelas itu yang terkenal dengan biang gosip, mereka adalah Diva, Elda dan Rima.
"Eh murid baru cowok tadi ganteng juga yah," ucap Diva.
"Gue berharap kalau dia masuk di kelas ini," ucap Rima berharap.
"Kalau dia masuk kelas ini bakalan gue gebet deh," ucap Elda dengan percaya dirinya.
"Huh, ngarep lho!" ucap Rima dan Diva bersamaan dan orang yang bersangkutan tetap teguh pada pendiriannya.
Hal itu didengar juga oleh Wita dan Nawa tetapi Wita seolah-olah tidak perduli walaupun sebenarnya dihatinya ia tetap penasaran.
Sebenarnya ia bersikap tidak perduli pada pria kerena Wita itu sangat mudah tertarik pada pria manapun yang ia temui. Dia itu adalah seorang gadis yang sangat mudah terbawa perasaan kata gaulnya 'baper'.
Hal itulah yang membuatnya menjauhi pria disekitarnya sebenarnya dia diam-diam menaruh perasaan pada seorang cowok di kelasnya yang bernama Dava dan itu cuma di ketahui oleh Nawa.
Selama ini Wita sebenarnya selalu memerhatikan cowok itu dari jauh tetapi hal itu tentu saja tidak diketahui oleh siapa pun termasuk Nawa.
Wita juga berpikiran karena dia seorang wanita maka ia harus menjaga harga diri seorang wanita.
Tidak lama kemudian Wali kelas XI IPA 5 Pak Bowo memasuki kelas dan semua murid terlebih dahulu memberi salam.
.
.
.
Pak Bowo adalah seorang Wali kelas yang terkenal overprotektif terhadap anak didiknya berbeda dengan guru lain yang acuh tak acuh dengan anak didiknya.
Pak Bowo sangat menyayangi anak didiknya seperti anaknya sendiri hal ini tentu saja membuat semua siswa siswi SMA Negeri 2 berharap kalau pak Bowo lah yang menjadi wali kelas mereka.
Tidak heran karena rasa sayangnya pak Bowo pada anak didiknya dia sudah mengenal akrab semua muridnya tak terkecuali Wita hanya dalam satu semester.
Semua murid didikkannya sangat dekat dengan dirinya kecuali Wita dia masih malu-malu kalau berbicara dengan pak Bowo dan hal ini membuat pak Bowo penasaran dan mencari tahu tentang dirinya.
Pada akhirnya pak Bowo mendapatkan informasi yang mengatakan kalau Wita itu adalah penyuka sesama jenis dan hal ini tentu saja membuat pak Bowo kaget bukan main tetapi tentu saja pak Bowo tidak mudah percaya begitu saja.
Akhirnya pak Bowo memanggil Nawa untuk diminta penjelasan darinya karena dia tahu Nawa adalah sahabat baik Wita dan setelah mendengar penjelasan Nawa pak Bowo akhirnya mengerti kenapa sikap Wita seperti itu dan sedikit membuat pak Bowo tertawa karenanya.
"Pak masalah Wita gak mau terlalu akrab dengan bapak bilangnya dia takut tertarik sama bapak. Katanya bapak itu orangnya terlalu baik, nanti katanya dia malah jatuh hati lagi sama bapak kan aneh. Kebetulan kata Wita bapakkan masih lajang," ucap Nawa menjelaskan.
Sebenarnya Nawa merasa bersalah menceritakan hal ini pada pak Bowo, tapi karena rasa tidak terimanya Nawa atas gosip anak-anak tentang Wita yang bahkan sampai menyebar ke guru mau tidak mau ia menjelaskan semuanya.
Seandainya Wita tahu Nawa memberitahukan hal itu pada pak Bowo, pasti saat ini Wita akan menjitak kepala sahabatnya itu. Tentu saja hal itu akan membuat Wita malu. Tapi, mungkin karena itu Wita juga akan mengerti bahwa Nawa sangat ingin menghilangkan rumor itu dari diri Wita.
.
.
.
"Baiklah anak-anak hari ini akan ada murid baru pindahan yang akan masuk di kelas ini." ucap pak Bowo kepada murid-muridnya.
"Kamu sekarang bisa masuk dan memperkenalkan diri," ucap pak Bowo kepada murid pindahan itu.
Seluruh kelas itu pun menjadi heboh terutama para siswi mereka semua kegirangan kecuali Nawa dan Wita ia hanya menatap bingung para gadis yang heboh di kelas karena mereka tidak tahu apa-apa.
"Anak-anak bisa kalian tenang semua atau bapak akan beri kalian hukuman semua," ucap pak Bowo lantang dan tegas dan membuat seluruh murid langsung diam.
Murid baru itu pun masuk, semua mata berbinar melihatnya terutama para siswi termasuk Nawa. Wita ia langsung membuang muka karena tidak ingin terbawa perasaan seperti biasa.
"Perkenalkan nama saya Raka Satria Pradikaraja biasa dipanggil Raka, saya pindahan dari SMA Internasional 1," ucap Raka memperkenalkan diri dan membuat semua orang terpungkau karenanya, bertanya-tanya kenapa dia bisa pindah ke sekolah ini padahalkan sekolahnya sudah bertaraf Internasional kenapa harus pindah ke sekolah yang bahkan terbilang biasa-biasa saja.
"Boleh saya bertanya, kenapa kamu pindah ke sekolah ini padahalkan sekolahmu udah terkenal?" tanya seorang siswa di kelas itu.
Tapi hal itu tidak diperdulikan oleh Raka dan ia langsung bertanya pada guru di sampingnya boleh dia duduk.
Pak Bowo hanya menatap bingung dan berpikir keras sepertinya anak didik barunya itu anti sosial buktinya saat dia masuk ke sekolah ini banyak orang yang menyapanya tapi tidak ada satu orang pun yang dihiraukannya.
Akhirnya pak Bowo memiliki sebuah rencana brilian untuk bisa mengakrabkan seluruh muridnya.
"Wita kamu kenapa, liat dong cowok itu gantengkan siapa tahu kamu tertarik," ucap Nawa menggoda sambil bisik-bisik.
"Ih, Nawa kamu bisa gak sih nggak godain aku terus memang udah berapa orang sih yang buat aku tertarik," ucap Wita murung dan kecewa atas ucapan Nawa karena merasa bersalah dengan Wita akhirnya Nawa memeluk Wita untuk menenangkannya.
Tetapi tanpa mereka sadari banyak pasang mata yang tertuju pada mereka termasuk pak Bowo dan murid baru tersebut.
"Ekhhm!! Wita, Nawa sudah selesai acara peluk-pelukannya apa kalian tidak melihat ada orang di depan kalian," ucap pak Bowo dan refleks membuat Wita dan Nawa berhenti melakukan adegan tersebut.
"Baiklah Raka untuk sementara kamu bisa duduk di bangku kosong itu," ucap pak Bowo dan langsung saja Raka pergi menduduki bangku kosong itu dan tidak lama kemudian pak Bowo melanjutkan kata-katanya.
"Karena sekarang bapak yang akan menentukan teman duduk kalian," ucap pak Bowo menerangkan dan menuai protes dari murid-murid di kelas itu.
"Tapi pak kami tidak mau bapak yang nentukan tempat duduk kami, lagi pula kita semua udah gede," ucap siswi kelas itu dan beberapa orang mengangguk mengiyakan.
"Pak, bapak tau kan saya dan Nawa itu gak bisa dipisahin," ucap Wita antusias dan diangguki oleh Nawa.
"Tidak ada yang boleh membantah dengan pendapat bapak, kalau ada yang membantah kalian akan mendapatkan hukuman dari bapak dan pastinya akan kalian ingat seumur hidup," ucap pak Bowo tegas.
Siswa siswi di kelas itu langsung menelan ludah karena memang benar apa yang diucapkan oleh pak Bowo itu tidak pernah main-main, ia memang guru yang baik tetapi ia juga masuk dalam jajaran guru terkiller di sekolah itu.
"Baiklah bapak akan tentukan dengan siapa kalian duduk sekarang dan kalian akan dipasang-pasangkan," ucap pak Bowo, guru itu sejenak mengecek absen dan mulai menjalankan peraturannya.
Yah aku gak mungkin dong duduk sama Nawa lagi, duduk sama cowok lagi, ya ampun! Masalah apalagi yang menimpaku, tapi aku berharap kalo misalnya gak duduk sama Nawa aku maunya duduk sama Dava. Hush! aku mikirin apasih, aku harus move on. Batin Wita dan membuatnya dag-dig-dug tidak karuan.
Yah gak duduk sama Wita lagi dong gimana nih, tapi.. Kalau gak duduk sama Wita aku mau duduk sama Ansal aja. Batin Nawa dan membuat dia tertunduk karena malu bisa-bisanya dia berpikir begitu.
"Aldina Elda Saputri dengan Dava Putra Mahadewa," ucap pak Bowo mulai menyebutkan nama-nama pasangan di kelas itu dan membuat Wita tentu saja hilang harapan.
"Rima Talia dengan Raja Sanjaya,"
Bla bla bla bla~~~ dan akhirnya sampai dengan Wita.
"Raka Satria Pradikaraja dengan Muwita Arafa," kata pak Bowo dan membuat seluruh kelas terkejut dan samar-samar mereka mulai menggosip padahal hal tersebut memang di rencanakan oleh pak Bowo sendiri.
"Bisa-bisanya cewek kayak dia duduk sama Raka gak banget deh," bisik-bisik orang-orang di kelas itu.
Sedangkan Wita sambil berjalan ia masuk ke dunia lamunannya sendiri karena untuk pertamakali dalam hidupnya dia duduk dengan seorang pria. Lalu, ia menduduki kursinya tanpa ekspresi sama seperti Raka.
Dan sampailah di akhir nama murid di kelas itu disebut tentu saja Nawa sangat berbinar-binar karena dia duduk dengan orang yang disukanya.
"Dan yang terakhir Nawara Andita dan Ansal Lamtaka," ucap pak Bowo mengakhiri ketentuannya.
Beruntung sekali dia. Batin Wita merasa iri pada Nawa.
"Baiklah anak-anak sekarang keluarkan buku pelajaran kalian," ucap pak Bowo.
Entah mengapa Raka sedikit ceroboh dan menjatuhkan pulpennya ke lantai di antara dirinya dan Wita sedangkan Wita dengan semangat menghadap arah tempat duduk Raka untuk membuka tasnya bersamaan dengan Raka yang mengambil pulpennya dan karena hal tersebut mata mereka beradu pandang dan cukup dekat karena hal tersebut pertamakali bagi Wita ia tersentak kaget dan mundur sehingga membuatnya jatuh dengan tidak elitnya dan tanpa sengaja satu kakinya mengenai 'anu' Raka dan membuat muka Raka yang putih itu memerah karena menahan sakit.
Masih ingin mempertahankan gaya coolnya Raka memalingkan mukanya ke arah depan seolah-olah tidak terjadi apa-apa padanya dan tanpa berniat menolong Wita.
"Awww!" rintih Wita menahan sakit di punggungnya.
Kemudian Wita langsung berdiri dari posisinya dengan tampang tanpa ekspresi dan tidak perduli pada mata yang menatapnya aneh dan ada juga beberapa murid yang tertawa.
"Wita ada apa, kenapa bisa terjatuh? Apa kursinya rusak?" tanya pak Bowo menuju ke meja Wita sedikit khawatir pada muridnya itu.
"Enggak papa kok pak kursinya juga gak rusak, sebenarnya tadi saya terlalu mundur-mundur dan akhirnya saya jatuh," ucap Wita mencari alasan.
"Seharusnya kamu berhati-hati Wita," kata pak Bowo dan Wita hanya berani mengangguk.
"Dan kamu Raka, kenapa mukamu merah? Apakah ada sesuatu yang terjadi?" tanya pak Bowo.
Orang yang di tanya hanya menggeleng-gelengkan kepalanya tanpa disadari sebenarnya salah satu tangannya memegang di daerah selangkangannya.
Bisik-bisik di kelas itu mulai terdengar.
"Jangan-jangan, muka Raka merah kayak gitu gara-gara ngeliat celana dalam Wita,"
"Ih kalau aku jadi Wita pasti malu banget, ini dia masih biasa-biasa aja dasar cewek aneh,"
"Wah! ternyata murid baru itu diam-diam menghayutkan,"
"Untung banget dia," ucap siswa-siswi kelas itu.
Sebenarnya perkataan murid-murid di kelas itu, beberapa didengar oleh Wita dan Raka tetapi mereka tetap acuh dan memasang ekspresi mereka masing-masing.
Ihhh, kalau bisa aku akan berteriak kalau aku sebenarnya malu banget, tapi enak aja kata mereka celana dalamku keliatan, sory yah aku gak kaya kalian semua kalau ke sekolah aku selalu pake celana kali bukan sekedar CD. Batin Wita emosi.
Untung darimana yang adanya buntung, aduh sakit banget pokoknya dia harus tanggung jawab atas ulahnya ini. Batin Raka dan rupanya ingin balas dendam, entah bagaimana caranya.
"Eh tadi kena apamu? Maaf yah, kalau aku salah, aku gak sengaja... " ucap Wita penuh penyesalan, ia tidak menyadari apa yang dilakukannya.
Orang yang bersangkutan hanya menatap horor Wita dan acuh tak acuh.
Intinya aku sudah minta maafkan, dia mau maafin atau enggak peduli amat, padahal aku sudah buang urat maluku untuk minta maaf tapi dia jawab juga enggak, apa segitu marahnya yah dia sama aku, apa jangan-jangan aku ngenain 'itu' pas jatuh tadi, akhh!! Masa bodo, aku benar-benar malu karena kejadian tadi. Batin Wita dan tersadar dari lamunannya kemudian dia menggeleng-gelengkan kepalanya dan memegang kepalanya yang tidak gatal karena frustasi.
Apa yang dipikirkan cewek aneh ini. Batin Raka penasaran kemudian ia memfokuskan dirinya lagi pada penjelasan guru di depan kelas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
🍑🎭࿐<big><big><em><br><_
Maaf permisi, kalau tidak keberatan maukah membaca novel saya yang berjudul "My version Lucia [Hunter x Hunter]" (Genre : Action, fantasi dan fanfic). Terima kasih
2020-03-22
3