"Baiklah anak-anak sebelum bapak akhiri pelajaran hari ini bapak akan memberikan kalian sebuah tugas kelompok yang terdiri dari empat orang," ucap pak Bowo.
Yes, akhirnya aku bisa sekelompok sama Nawa lagi. Batin Wita.
"Tapi, kelompok kalian bapak yang akan memilihkan," ucap pak Bowo melanjutkan.
Kemudian banyak murid-murid yang protes termasuk Wita dan Nawa yang sebenarnya ingin satu kelompok.
"Pak nggak bisa yah pilih kelompok sendiri?" tanya Nawa.
"Iya pak lagi pula kami ini sudah bisa ngatur sendiri kok," kata salah satu murid menambahkan.
"Betul!!"
"Iya!!"
"Setuju!!"
Tambah murid-murid yang lain.
"Dengar yah anak-anak, apapun kata kalian bapak tetap akan menentukan kelompok kalian, selama satu semester lalu bapak lihat kalau kalian membuat kelompok temannya itu-itu saja, bahkan gak ada yang lain contohnya Nawa dan Wita selama satu semester mereka pasti selalu kerja kelompok berdua karena bapak gak menentukan kelompok kalian kelompok kalian itu-itu aja terus, bapak melakukan ini semua karena bapak tidak ingin kalian itu tidak akrab. Yang bapak inginkan itu supaya kalian bisa jadi lebih akrab lagi," kata pak Bowo sedangkan Wita dan Nawa hanya tertunduk malu.
"Ah, ini gara-gara mereka sih kan kita jadinya gak bisa pilih kelompok sendiri." protes murid-murid di kelas itu berbisik-bisik namun masih bisa didengar oleh pak Bowo.
"Diam semuanya, kalian semua sebenarnya sama saja! Tidak ada yang main tuduh-tuduhan. Bapak menyebut nama mereka hanya sebagai contoh kalau bapak mau sebut Elda, Rima dan Diva juga sama, itu-itu saja orangnya selama satu setengah semester belajar bahkan lebih parah karena mereka itu bertiga kalau bapak mau sebut lagi bisa saja-. " ucap pak Bowo terpotong setelah itu.
"Udah pak gak usah dilanjutin lagi, malu pak!" ucap salah seorang murid di kelas itu menyadari kesalahannya kemudian diangguki oleh seluruh siswa dan siswi kelas lainnya.
"Oke, sekarang bapak tentukan kelompok kalian, kelompok kalian dengan teman duduk kalian. Dan bapak akan catat nama kalian karena satu kelompok akan ada empat orang jadi dua orang lainnya bapak yang tentukan!" ucap pak Bowo.
"Mita, Riski, Rama dan Dita,
kelompok satu"
"Yuli, Sandi, Adel dan Diki kelompok dua"
"Nawa, Ansal, Rima dan Raja kelompok tiga"
"Raka, Wita, Dava dan Elda kelompok empat"
~blablabla sampai akhirnya 32 murid dikelas itu disebut~~
Saat Wita tahu kalau dia akan satu kelompok dengan Dava ia sangat senang tapi ia hanya diam saja dengan menundukkan kepala.
.
.
Tidak terasa bel istirahat pun berbunyi, semua anak-anak langsung berhamburan keluar dari ruang kelas kecuali beberapa murid termasuk Wita, Nawa dan Raka.
"Yah kita gak satu kelompok tega memang pak Bowo," kata Nawa mengeluh.
"Aku maka udah mikir kita bakalan satu kelompok," kata Wita agak canggung karena ia tidak enak berbicara begitu. Ia tahu kalau itu menyinggung seseorang dan berarti ia menjelaskan kalau dia tidak suka dengan kelompoknya.
"Wit, kamu gakpapa paska jatuh tadi? Gak ada yang sakitkan?" tanya Nawa khawatir.
"Gak ada kok, orang cuma jatuh gitu aja awalnya emang sakit sih tapi udah gak sakit lagi sekarang." ucap Wita girang dan menampilkan senyumnya.
Sebenarnya awalnya Wita merasa canggung berbicara dengan Nawa karena ada seorang cowok yang mendengarkan percakapannya dengan Nawa.
Tapi ia berusaha membuang jauh-jauh rasa malunya itu karena bagaimanapun ia sudah duduk dengan seorang pria untuk pertamakalinya dalam masa sekolahnya.
Oleh karena itu, ia harus berubah dan tidak boleh malu lagi ketika bersama pria.
"Wa, kita keluar kelas aja yuk!" ajak Wita yang diangguki oleh Nawa karena Nawa tahu kalau sahabatnya ini sudah merasa tidak nyaman berbincang-bincang dekat pria itu.
Kemudian mereka keluar kelas sambil saling merangkul satu sama lain kemudian bercanda-canda dan tanpa mereka sadari Raka sedang memerhatikan kepergian mereka lalu ia membuka hpnya dan membalas pesan sesorang.
Di luar kelas.....
"Wita, kekantin yuk aku laper nih." ajak Nawa menarik-narik tangan Wita.
"Hari ini aku yang traktir kamu yah," ucap Nawa.
"Beneran?" tanya Wita.
"Iya, ayo." ajak Nawa sambil menarik Wita.
"Beneran nih gakpapa?" tanya Wita dengan polosnya yang diangguki oleh Nawa kemudian ia mencubit pipi Wita gemas dengan sahabatnya itu.
"Kamu itu kenapa sih, apa salahnya traktir sahabat sendiri," kata Nawa sedangkan Wita hanya mengelus-elus pipinya yang terasa membengkak sambil tersenyum membalas ucapan Nawa.
.
.
.
Bel pulang sekolah akhirnya berbunyi dan semua siswa dan siswi sekolah itu berhamburan keluar untuk pulang ke rumah masing-masing.
.
.
.
Hari Minggu pukul 10.00 pagi pun akhirnya tiba. Wita telah bersiap pergi berangkat ke pantai untuk mengerjakan tugas kelompok, mereka mendapat tugas penjaskes dari pak Bowo tentang Kesehatan Lingkungan karena itu kelompok mereka berkumpul di pantai.
Menurut kelompok mereka itu adalah tempat yang cocok karena mereka bisa mengambil gambar disana.
Sesuai dengan tema mereka yaitu kebersihan pantai dan Wita sudah sampai di tempat tujuan mereka namun tidak ada orang disana.
Apa aku salah tempat, gak mungkin ini tempatnya atau aku yang kecepatan. Pikir Wita namun saat melihat jam ternyata dia tepat waktu .
"Huh!! Dasar! Apakah diantara mereka tidak ada yang menepati janji," keluh Wita sedikit jengkel.
Satu hal yang paling dibenci Wita dihidupnya adalah menunggu tetapi seperti memang takdirnyalah menunggu itu, karena selama ini ia merasa kalau dia terlalu sering menunggu.
Karena merasa bosan sudah 15 menit dia menunggu tidak ada orang yang datang. Akhirnya ia berniat untuk mengambil gambar tempat-tempat di pantai itu agar saat kelompoknya datang tidak perlu repot-repot untuk memotret lagi.
Ketika sedang asik melihat hasil potretannya tanpa ia sadari ada seseorang di belakangnya, "Emm hasil potretannya lumayan bagus belajar dimana kamu memotret?" tanya seseorang tiba-tiba. Ternyata itu adalah Dava, sontak hal itu membuat hati Wita memanas dan terkejut serta refleks menjauh karena kaget.
"Eh kamu bikin kaget saja!" serunya sambil tersenyum bahkan kalau dia tidak bisa mengendalikan diri mungkin saat ini dia akan salah tingkah.
"Apa kamu udah lama disini?" tanya Dava kembali.
"Lumayanlah sekitar 20 menitan yang lalu," ucap Wita jujur tapi setelah itu Dava hanya mengangguk paham dan meninggalkan Wita yang sedang berdiri kemudian duduk dan Wita pun akhirnya ikut duduk di sebuah pondok tempat mereka janjian.
Dava ingin mengajak Wita bicara tapi kemudian Raka dan Elda datang secara bersamaan dengan menggunakan mobil Elda karena bilangnya mereka bertemu di jalan tapi terlihat dari ekspresi Elda kalau dia memang menunggu Raka untuk pergi bersama. Dan membuat Dava mengurungkan niatnya berbicara dengan Wita.
Kemudian Elda sibuk mengajak bicara kedua pria yang sekarang berada di sampingnya itu tapi tidak ada yang memperdulikannya.
"Mmm, maaf kalau begitu bisa kita mulai ngerjain tugasnya?" tanya Wita hati-hati karena tidak ingin mengganggu kebersamaan mereka tanpa memperdulikan perasaannya yang tersayat setelah menunggu dan seharusnya orang-orang itu yang meminta maaf bukan Wita.
Akhirnya mereka semua memulai pekerjaan mereka tanpa basa basi.
Aku sudah lama ingin bisa akrab dengan mereka semua. Batin Wita senang karena bisa dekat dengan teman-temannya setelah sekian lama walaupun dia tidak banyak bicara.
Berbeda dengan Elda yang sepertinya cari perhatian mulai dari merasa lelah sampai kesemutan yang bahkan tidak diperdulikan sama sekali oleh kedua pria itu.
"Elda, kalau kamu capek istirahat aja," kata Wita polos karena kasihan dengan Elda. Tapi, Wita malah ditatap dengan tatapan tidak suka yang membuat Wita sedikit merasa sakit dihatinya.
Apa aku salah yah ngomong kayak gitu. Batin Wita sedangkan kedua pria itu hanya menatap dalam diam.
Karena sibuk dengan kesibukannya Wita tidak tahu bila ada seorang cowok yang datang menghampirinya.
"Kamu Muwita-kan?" tanya pria itu tanpa basa basi.
"Eh iya," ucap Wita membalas.
"Kamu Firman-kan?" tanya Wita canggung karena malu.
Kemudian Wita berdiri dari tempat duduknya dan agak menjauh dari teman-temannya kemudian mereka berbincang sambil sesekali tertawa mengingat masa SMPnya dulu yang bahkan tidak pernah saling menegur tapi ketika sudah terpisah bisa begitu akrabnya.
"Hmm, Wita apa kamu sudah punya pacar?" tanya Firman.
"Eh? Kok kamu nanya itu. Mmm, sebenarnya aku gak punya pacar dan gak akan pernah pacaran!" serunya sambil tersenyum malu karena bisa-bisanya temannya ini bertanya seperti itu.
Wit baperanmu jangan kambuh Wit, kamu tahu kamu itu selalu saja begini apa maksudnya dia nanya kayak gitu apa dia mau nembak aku, hus apa-apaan sih mana mungkin coba buang jauh-jauh pikiran anehmu itu, Wita-Wita. Batin Wita beradu tak lama kemudian ia mengeluarkan keringat karena malu di tanya begitu.
"Eh benarkah kukira salah satu dari mereka pacarmu?" tanya Firman.
"Eh mana ada! Mereka tak lebih dari teman kelompokku," kata Wita tambah malu.
"Wah kukira Wita yang dulu sudah berubah," ucap Firman mengingat masa mereka waktu SMP, Wita yang pendiam dan bahkan tidak tahu cara berteman dengan laki-laki tapi lebih mirip laki-laki karena semua teman sekelas Wita waktu SMP tahu bahwa Wita itu tomboi.
"Kamu pikir aku berubah yah, aku rasa tidak deh. Aku ini orangnya asal diajak bicara sama siapa saja bakalan renspon kok, lagi pula dulukan kamu gak pernah negur aku dan aku gak pernah negur kamu tapi tenang sekarang kita bisa temenan kok," kata Wita sambil tersenyum dan Firman hanya mengangguk paham.
"Hey Wit sudah selesai mojoknya! Lo tau kita kesusahan disini, cepat bantuin!" teriak Raka akhirnya mengeluarkan suara karena dari tadi ia tidak berbicara sama sekali semejak diperjalanan dia bertemu dengan Elda.
"I-iya sebentar! Denger ya aku gak lagi mojok!" teriaknya membalas spontan karena terkejut malu dan menahan emosi serta dengan raut wajah kesal.
"Maaf Man, aku harus bantu mereka ngerjain tugas jadi aku tinggal yah, bye!" pamit Wita melambaikan tangan dan dibalas senyuman oleh Firman kemudian ia juga pergi dari tempat itu.
Saat sampai di tempat kelompoknya ia ditanya oleh berbagai macam pertanyaan.
"Wit, sapa loh? Pacar loh yah? Pantes aja loh gak deket sama cowok lain, gue gak nyangka ternyata loh-. " ucapan Elda terpotong karena keburu di potong Wita, tampaknya dari ekspresi mereka bertiga semuanya penasaran akhirnya Wita menjelaskan.
"Sebenarnya dia itu teman sekelasku saat masih SMP-. " ucapan Wita terpotong karena Elda.
"Teman kah demen?" ucap Elda spontan tampaknya membuat kubu pria jadi jengkel.
"Yah sudah aku gak usah lanjutin," ucap Wita ingin memulai kembali kerjaannya.
"Lanjutin Wit aku penasaran?" kali ini Dava yang bertanya karena begitu penasaran dan langsung membuat hati Wita memanas ia tidak menyangka bahwa Dava akan penasaran karenanya.
"Dia itu teman sekelasku waktu SMP, dia tadi tidak sengaja melihatku jadi dia menegurku? Dia bukan pacarku." ungkap Wita jujur.
"Tapi setahuku kan kamu itu tidak dekat dengan cowok sama sekali waktu SMP bagaimana bisa?" tanya Elda.
"Oh, kamu tahu tentangku." ucap Wita polos, padahal di belakang Wita orang-orang di kelasnya beranggapan bahwa Wita itu tidak normal dan penyuka sesama jenis.
"Yah, mmm sebenarnya kalau boleh jujur aku dan dia itu baru pertamakali loh saling berteguran, sebelumnya saat SMP jangankan teguran saling menatap pun tidak pernah hanya sekedar tahu nama saja," ucap Wita menjelaskan.
"Apa?!" tanya Elda dan Dava serentak sebenarnya Raka yang mendengar itu juga terkejut tetapi ia tetap memasang ekspresi coolnya untuk menjaga imagenya karena ia baru tahu kalau sebenarnya Wita itu tidak pernah dekat dengan pria manapun, sedangkan Dava dan Elda merasa telah salah sangka dengan menganggap Wita tidak normal.
Pantas saja dia seakan tidak perduli dengan pesonaku, hmm menarik. Batin Raka.
"Tapi kok lo bisa langsung akrab kayak gitu kayak kenal lama banget?" tanya Elda, keingintahuan Elda memuncak karena ini bisa menjadi gosip baginya biar bagaimana pun saat ia sangat cemburu karena Wita duduk sebangku dengan Raka cowok incarannya.
Ia baru tahu kalau Wita bahkan bisa akrab dengan cowok secepat itu bahkan bisa langsung sedekat itu walaupun Elda menganggap bahwa mana mungkin Wita bisa menjadi saingannya karena dia adalah gadis yang cantik.
"Ngg, alasannya sih simple aja. Mungkin, karena dia teman sekelasku selama 3 tahun. Itu berartikan, aku sudah kenal lama dengannya. Jadi, mudah saja akrab dengannya." ucap Wita sekedarnya walaupun menurut orang-orang disitu pernyataan yang Wita berikan cukup aneh.
Akhirnya pekerjaan rumah yang diberikan pak Bowo selesai dan esok harinya bisa dikumpulkan.
"Hei, kalian gak ada gitu yang mau jalan-jalan kan hari ini liburan." ajak Dava.
"Wah gue mau banget jalan-jalan hari ini pengen refresing, ayo kita jalan-jalan! Kan kita sudah di pantai, tinggal nyari tempat buat bersenang-senang!" ucap Elda antusias sambil menggandeng tangan Raka dan Dava tanpa malu-malu karena ada orang yang dia sukai disini yaitu Raka sekaligus itu semua hanya alasannya untuk mencari perhatian.
Memang seperti itulah kelakuan Elda dia cantik namun kelakuannya itu tidak mencerminkan penampilannya.
Wita yang melihat itu hanya tersenyum. Dia cemburu melihat adegan itu dimana Elda menggandeng tangan Dava tapi dia tetap sadar diri ia tidak secantik Elda. Oleh karena itu, ia berpikir bila Dava disuruh memilih Wita atau Elda maka ia pasti akan memilih Elda. Sebab itu, Wita seolah tidak perduli dengan adegan itu. Namun tetap saja membuat hatinya sedikit perih.
Ketika kejadian itu berlangsung sontak Dava dan Raka langsung melepas tangan yang menggandeng mereka dan membuat Elda kecewa karenanya.
"Oh iya aku pulang duluan yah aku malas jalan-jalan." jelas Wita terang-terangan ia memang benar-benar malas jalan saat ini. Kemudian Wita berlalu pergi.
Wita itu adalah orang yang malas melakukan aktivitas di hari libur menurutnya itu hanya membuang-buang waktu. Baginya, hari libur itu adalah hari dimana ia akan berdiam diri di rumah dan mengembalikan energi yang sudah terkuras selama seminggu. Dan alasan lainnya adalah Wita tidak ingin mengganggu kebersamaan mereka bertiga.
Ketika itu Raka langsung pergi meninggalkan Dava dan Elda tanpa sepatah kata apapun.
"Hei Raka apa lo gak ingin bersenang-senang dan jalan-jalan!" teriak Elda tapi tidak dihiraukan Raka.
"Ckk, sombong sekali dia." gumam Dava namun tidak di dengar oleh Elda kemudian Dava juga pergi tanpa mengatakan apapun pada Elda dan menaiki motornya. Tampaknya dia lebih memilih jalan-jalan sendiri.
Tinggallah Elda sendiri yang nampaknya sangat kesal kemudian ia menaiki mobil yang ia bawa karena moodnya kurang baik ia ingin pergi belanja ke mall dan pergi ke arah jalan yang berbeda dari Wita, Raka dan Dava.
Sedangkan Wita dan Raka ia pulang dengan berjalan kaki karena memang jarak rumahnya yang tidak jauh dari area pantai itu.
Sadar akan seseorang yang berada di belakangnya Wita pun berbalik dan ternyata Raka sudah ada di belakangnya.
Apa dia tidak pulang dengan Elda. Batinnya.
Kemudian ia berbalik lagi dan meneruskan jalannya dan sedikit dipercepat karena ia malu. Ia tahu kalau sekarang Raka sedang memerhatikan cara jalannya yang lebih mirip laki-laki.
"Hei! Bisa lo tungguin gue," pinta Raka dan membuat Wita berhenti dari jalannya dan lebih memilih menunggu Raka. Ketika mereka sudah beriringan akhirnya mereka melanjutkan perjalanan.
Sebenarnya saat ini hati Wita sedang memanas karena untuk pertamakalinya ia berjalan beriringan dengan pria selain teman-temannya dan saat inilah sifat baperannya kambuh.
"Emm, kenapa kamu gak pulang sama Elda? Kan kamu perginya tadi sama Elda?" tanya Wita agak canggung karena malu memulai pembicaraan sekaligus menahan diri untuk tidak salah tingkah.
"Hmm, tadi tuh sebenarnya gue juga terpaksa ikut dia karena tadi gue sudah telat sampai tepat waktu jadi dia memaksa gue ikut awalnya gue nolak. Tapi karena udah telat jadinya gue menurut aja ikut dengan dia," kata Raka menjelaskan.
"Oh begitu yah, ngomong-ngomong apa rumah kita searah? Diperempatan itu aku akan belok," tanya Wita sambil menunjuk perempatan sebelah kanan.
"Gue juga ke arah sana tapi setelah ada gang, gue bakalan belok." jawab Raka mengangguk dan Wita tidak menjawab hanya tersenyum tipis dan Raka juga membalas senyumnya.
Wah kupikir dia tidak akan menjawab pertanyaan-pertanyaanku ternyata aku salah sangka dia bahkan berbicara sepanjang itu, tapi logat bicaranya itu mengisyaratkan dia kalau dia sebenarnya anak kota sama dengan Elda yang katanya terpaksa sekolah di desa ini karena ada anak perusahaan ayahnya yang ada di desa ini. Batin Wita.
Sebenarnya di pikiran Wita sudah dipenuhi oleh berbagai macam pertanyaan namun ia mengurungkan niatnya untuk bertanya karena dia malu bahkan sangat malu untuk bertanya lagi.
Setelah pembicaraan itu sepanjang perjalanan tidak ada yang berbicara satu sama lain akhirnya mereka sampai di sebuah pertigaan, Wita berjalan lurus sedangkan Raka berbelok kesebuah gang yang terbilang masih sunyi.
Tidak ada salam perpisahan dari keduanya, Wita sudah sangat malu untuk memulai pembicaraan karena sedari tadi dialah yang memulai pembicaraan sedangkan Raka ia hanya enggan untuk mengucapkan salam perpisahan lebih dulu karena gengsi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Johar Edogawa
Ceritanya menarik Thor.... yuk baca karyaku yaaaaa judulnya My Wife is Professional Stalker, Lentera dan Crazy Lovers. MWIPS sama Lentera up tiap hari ya kak... Thank you ❤
2020-04-26
1