Namaku Muwita Arafa aku murid SMA Negeri 2 kelas XI IPA 5 semester kedua dan biasa dipanggil Wita aku adalah seorang gadis remaja enam belas tahun yang terlampau biasa-biasa saja, sekarang aku berada di depan gerbang sekolahku.
Kalian tahu, sebenarnya di sekolah ini aku tidak memiliki begitu banyak teman karena mereka beranggapan bahwa aku tidak normal mereka semua takut padaku dari tahun pertama aku masuk sampai sekarang.
Aku bahkan hanya memiliki sedikit teman entahlah aku bingung, saat aku ingin dekat dengan mereka tapi mereka semua menjauhiku mungkin karena aku tidak dekat dengan pria manapun selain wanita.
Mungkin bisa juga karena aku gadis yang aneh menurut mereka karena penampilanku yang terbilang biasa-biasa saja dan tergolong dalam gadis yang anti make up, jujur memang aku tidak suka berdandan.
Tetapi sebenarnya bila orang luar dekat denganku mereka langsung akrab denganku karena katanya aku orangnya asik tidak seperti ekspresiku yang terlampau datar awalnya.
Bila sudah mengenalku mereka sangat terbuka bahkan anak kecil pun sangat lengket denganku tapi walaupun dengan anak kecil aku tetap canggung saat bersama mereka, karena itulah akhirnya aku bertekad untuk menjadi seorang guru sebab aku suka dengan anak-anak.
Dan aku ini adalah gadis yang sangat-sangat pemalu karena itulah aku menghindari orang-orang dan malah dianggap tidak normal.
Padahal aku tidak begitu, buktinya sekarang aku sedang jatuh cinta pada seseorang tapi itu semua hanya sahabatku yang tahu. Dia mengetahui semua tentangku walaupun dia pernah dianggap sebagai teman tidak normalku kata orang-orang di kelasku.
Aku bahkan pernah menyuruhnya menjauh dariku karena aku tidak ingin menyusahkannya, tapi dia bilang kalau dia akan bersamaku susah maupun senang karena dia sahabatku, ia bilang sahabat sejati tidak akan meninggalkan sahabatnya yang kesusahan dan akan selalu ada disisinya susah maupun senang bukan saat senang saja baru akan muncul, itu sih namanya pemanfaatan. Katanya.
Hal itu tentu saja menyadarkan diriku yang terlampau naif, bisa-bisanya ingin membuang sahabat sebaik itu.
.
.
.
Tiba-tiba ada yang mengejutkanku dari belakang dan teryata dia, yah dia sahabatku. Namanya Nawara Andita aku biasa memanggilnya Nawa kami berdua tak akan terpisahkan karena kita sahabat, yaitu saudara yang beda ayah dan beda ibu namun selalu berdampingan tanpa mempedulikan perbedaan yang ada. Aku pun tersenyum saat memikirkan tentang sahabatku ini.
.
.
.
"Eh Wit kamu kok pagi-pagi begini udah ngelamun? Lagi mikirin apa hayo?" tanya Nawa.
"Eh itu, anu... " jawab Wita gugup.
"Gak lagi mikirin yang aneh-anehkan?" tanya Nawa dengan polosnya.
"Ya enggaklah, sebenarnya aku nih lagi memperkenalkan diri gitu kayak di cerita-cerita makanya aku ngelamun hehe," ucap Wita sambil nyengir.
"Lagi pula kamu ini aneh-aneh aja deh pake acara ngayal segala, kebanyakan ngayal ntar kesambet loh," ucap Nawa memperingatkan.
"Yee, terserah aku dong... " ucap Wita sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal karena merasa canggung akibat seminggu gak ketemu dan gak pernah kabar-kabaran.
.
.
Namun kalau sampai mereka kabar-kabaran maka pesan yang memenuhi ponsel mereka adalah pesan yang bisa dibilang kekanak-kanakan dan bila mereka bertemu bisa jadi mereka melakukan hal yang konyol yaitu beradegan pertemuan seolah-olah sudah tidak bertemu selama satu tahun.
Memang begitulah persahabatan mereka tidak pernah kabar-kabaran padahal rumah mereka searah, hanya saja Nawa rumahnya memasuki sebuah gang.
Mereka sudah berteman sejak kelas lima sekolah dasar hanya saja di antara keduanya sama-sama orang yang hobi berdiam diri di rumah. Jadi, mereka jarang bersama di tambah lagi Nawa yang sering berpergian dari rumahnya.
.
.
.
Ketika itu Nawa adalah murid baru di sekolah Wita, dulu Witalah yang pertamakali mengajak Nawa yang malu-malu untuk bermain bersamanya.
Ketika itu Wita masih bisa bermain dengan teman laki-laki sebayanya. Tetapi entah mengapa semejak ia masuk SMP Wita tidak lagi mau berteman dengan pria manapun.
Sempat ada kejadian Wita dan Nawa masuk di kelas yang terpisah. Kemudian mereka berdua langsung menuju kantor guru tanpa malu-malu untuk dimasukan di kelas yang sama sampai-sampai mereka nangis-nangis untuk bisa satu kelas. Namun pada akhirnya, mereka tetap terpisah kelas. Bagi mereka berdua tahun itu adalah hari-hari yang sangat menyedihkan.
Hal itulah yang membuat orang di sekitar Wita merasa aneh dengan kelakuan Wita dan Nawa. Tetapi, hal itu hanya berlaku pada Wita tidak pada Nawa karena orang-orang di sekolah itu beranggapan Nawa masih bisa bersosialisasi dengan pria dan mampu berteman baik dengan orang-orang tidak seperti Wita yang terlihat menutup diri dan memilih untuk berjalan di belakang Nawa saat ada pria yang akan berpapasan dengannya.
.
.
.
.
.
.
Nawa langsung merangkul Wita tanpa ingin melanjutkan pembicaraan tadi.
Wita dan Nawa mereka memiliki nasib yang sama yaitu cinta bertepuk sebelah tangan dan saat ini mereka sedang berusaha move on dari orang yang mereka suka.
Mereka berdua tidak ingin jatuh cinta pada sesuatu yang belum pasti kenyataannya dan hanya ingin memikirkan orang-orang yang sudah pasti mencintai mereka, namun apalah daya hati mereka berkata lain. Beruntungnya Wita dan Nawa tidak seperti gadis-gadis alay kebanyakan, mengejar-ngejar apa yang mereka inginkan.
Dan akhirnya mereka berdua lebih memilih memendam perasaan mereka dan berusaha melupakannya.
Akhirnya sampailah mereka berdua di kelas. Ketika di kelas mereka pun langsung duduk di kursi yang sudah mereka tempati setengah tahun terakhir ini.
Wita dan Nawa teman sebangku dan kelas mereka ada di lantai dua kebetulan saat itu kelas masih sepi. Tidak sengaja Nawa melihat keluar jendela karena tempat duduk mereka berdua dekat jendela.
"Wita kayaknya ada anak baru deh dan gara-gara itu kelas jadi sepi," ucap Nawa.
"Hmm aku gak peduli," ucap Wita kemudian ia menelungkupkan kepalanya di atas meja.
"Anak ini," ucap Nawa menghela nafas dan akhirnya mengikuti apa yang dilakukan Wita juga.
.
.
.
Bunyi bel tanda masuk dimulainya pelajaran telah berbunyi. Hal itu menyadarkan Wita dan Nawa untuk bangun dari posisi sebelumnya menjadi posisi siap untuk menunggu guru mereka masuk kelas.
Satu persatu murid di kelas itu berdatangan. Tidak lama kemudian masuklah tiga orang siswi kelas itu yang terkenal dengan biang gosip, mereka adalah Diva, Elda dan Rima.
"Eh murid baru cowok tadi ganteng juga yah," ucap Diva.
"Gue berharap kalau dia masuk di kelas ini," ucap Rima berharap.
"Kalau dia masuk kelas ini bakalan gue gebet deh," ucap Elda dengan percaya dirinya.
"Huh, ngarep lho!" ucap Rima dan Diva bersamaan dan orang yang bersangkutan tetap teguh pada pendiriannya.
Hal itu didengar juga oleh Wita dan Nawa tetapi Wita seolah-olah tidak perduli walaupun sebenarnya dihatinya ia tetap penasaran.
Sebenarnya ia bersikap tidak perduli pada pria kerena Wita itu sangat mudah tertarik pada pria manapun yang ia temui. Dia itu adalah seorang gadis yang sangat mudah terbawa perasaan kata gaulnya 'baper'.
Hal itulah yang membuatnya menjauhi pria disekitarnya sebenarnya dia diam-diam menaruh perasaan pada seorang cowok di kelasnya yang bernama Dava dan itu cuma di ketahui oleh Nawa.
Selama ini Wita sebenarnya selalu memerhatikan cowok itu dari jauh tetapi hal itu tentu saja tidak diketahui oleh siapa pun termasuk Nawa.
Wita juga berpikiran karena dia seorang wanita maka ia harus menjaga harga diri seorang wanita.
Tidak lama kemudian Wali kelas XI IPA 5 Pak Bowo memasuki kelas dan semua murid terlebih dahulu memberi salam.
.
.
.
Pak Bowo adalah seorang Wali kelas yang terkenal overprotektif terhadap anak didiknya berbeda dengan guru lain yang acuh tak acuh dengan anak didiknya.
Pak Bowo sangat menyayangi anak didiknya seperti anaknya sendiri hal ini tentu saja membuat semua siswa siswi SMA Negeri 2 berharap kalau pak Bowo lah yang menjadi wali kelas mereka.
Tidak heran karena rasa sayangnya pak Bowo pada anak didiknya dia sudah mengenal akrab semua muridnya tak terkecuali Wita hanya dalam satu semester.
Semua murid didikkannya sangat dekat dengan dirinya kecuali Wita dia masih malu-malu kalau berbicara dengan pak Bowo dan hal ini membuat pak Bowo penasaran dan mencari tahu tentang dirinya.
Pada akhirnya pak Bowo mendapatkan informasi yang mengatakan kalau Wita itu adalah penyuka sesama jenis dan hal ini tentu saja membuat pak Bowo kaget bukan main tetapi tentu saja pak Bowo tidak mudah percaya begitu saja.
Akhirnya pak Bowo memanggil Nawa untuk diminta penjelasan darinya karena dia tahu Nawa adalah sahabat baik Wita dan setelah mendengar penjelasan Nawa pak Bowo akhirnya mengerti kenapa sikap Wita seperti itu dan sedikit membuat pak Bowo tertawa karenanya.
"Pak masalah Wita gak mau terlalu akrab dengan bapak bilangnya dia takut tertarik sama bapak. Katanya bapak itu orangnya terlalu baik, nanti katanya dia malah jatuh hati lagi sama bapak kan aneh. Kebetulan kata Wita bapakkan masih lajang," ucap Nawa menjelaskan.
Sebenarnya Nawa merasa bersalah menceritakan hal ini pada pak Bowo, tapi karena rasa tidak terimanya Nawa atas gosip anak-anak tentang Wita yang bahkan sampai menyebar ke guru mau tidak mau ia menjelaskan semuanya.
Seandainya Wita tahu Nawa memberitahukan hal itu pada pak Bowo, pasti saat ini Wita akan menjitak kepala sahabatnya itu. Tentu saja hal itu akan membuat Wita malu. Tapi, mungkin karena itu Wita juga akan mengerti bahwa Nawa sangat ingin menghilangkan rumor itu dari diri Wita.
.
.
.
"Baiklah anak-anak hari ini akan ada murid baru pindahan yang akan masuk di kelas ini." ucap pak Bowo kepada murid-muridnya.
"Kamu sekarang bisa masuk dan memperkenalkan diri," ucap pak Bowo kepada murid pindahan itu.
Seluruh kelas itu pun menjadi heboh terutama para siswi mereka semua kegirangan kecuali Nawa dan Wita ia hanya menatap bingung para gadis yang heboh di kelas karena mereka tidak tahu apa-apa.
"Anak-anak bisa kalian tenang semua atau bapak akan beri kalian hukuman semua," ucap pak Bowo lantang dan tegas dan membuat seluruh murid langsung diam.
Murid baru itu pun masuk, semua mata berbinar melihatnya terutama para siswi termasuk Nawa. Wita ia langsung membuang muka karena tidak ingin terbawa perasaan seperti biasa.
"Perkenalkan nama saya Raka Satria Pradikaraja biasa dipanggil Raka, saya pindahan dari SMA Internasional 1," ucap Raka memperkenalkan diri dan membuat semua orang terpungkau karenanya, bertanya-tanya kenapa dia bisa pindah ke sekolah ini padahalkan sekolahnya sudah bertaraf Internasional kenapa harus pindah ke sekolah yang bahkan terbilang biasa-biasa saja.
"Boleh saya bertanya, kenapa kamu pindah ke sekolah ini padahalkan sekolahmu udah terkenal?" tanya seorang siswa di kelas itu.
Tapi hal itu tidak diperdulikan oleh Raka dan ia langsung bertanya pada guru di sampingnya boleh dia duduk.
Pak Bowo hanya menatap bingung dan berpikir keras sepertinya anak didik barunya itu anti sosial buktinya saat dia masuk ke sekolah ini banyak orang yang menyapanya tapi tidak ada satu orang pun yang dihiraukannya.
Akhirnya pak Bowo memiliki sebuah rencana brilian untuk bisa mengakrabkan seluruh muridnya.
"Wita kamu kenapa, liat dong cowok itu gantengkan siapa tahu kamu tertarik," ucap Nawa menggoda sambil bisik-bisik.
"Ih, Nawa kamu bisa gak sih nggak godain aku terus memang udah berapa orang sih yang buat aku tertarik," ucap Wita murung dan kecewa atas ucapan Nawa karena merasa bersalah dengan Wita akhirnya Nawa memeluk Wita untuk menenangkannya.
Tetapi tanpa mereka sadari banyak pasang mata yang tertuju pada mereka termasuk pak Bowo dan murid baru tersebut.
"Ekhhm!! Wita, Nawa sudah selesai acara peluk-pelukannya apa kalian tidak melihat ada orang di depan kalian," ucap pak Bowo dan refleks membuat Wita dan Nawa berhenti melakukan adegan tersebut.
"Baiklah Raka untuk sementara kamu bisa duduk di bangku kosong itu," ucap pak Bowo dan langsung saja Raka pergi menduduki bangku kosong itu dan tidak lama kemudian pak Bowo melanjutkan kata-katanya.
"Karena sekarang bapak yang akan menentukan teman duduk kalian," ucap pak Bowo menerangkan dan menuai protes dari murid-murid di kelas itu.
"Tapi pak kami tidak mau bapak yang nentukan tempat duduk kami, lagi pula kita semua udah gede," ucap siswi kelas itu dan beberapa orang mengangguk mengiyakan.
"Pak, bapak tau kan saya dan Nawa itu gak bisa dipisahin," ucap Wita antusias dan diangguki oleh Nawa.
"Tidak ada yang boleh membantah dengan pendapat bapak, kalau ada yang membantah kalian akan mendapatkan hukuman dari bapak dan pastinya akan kalian ingat seumur hidup," ucap pak Bowo tegas.
Siswa siswi di kelas itu langsung menelan ludah karena memang benar apa yang diucapkan oleh pak Bowo itu tidak pernah main-main, ia memang guru yang baik tetapi ia juga masuk dalam jajaran guru terkiller di sekolah itu.
"Baiklah bapak akan tentukan dengan siapa kalian duduk sekarang dan kalian akan dipasang-pasangkan," ucap pak Bowo, guru itu sejenak mengecek absen dan mulai menjalankan peraturannya.
Yah aku gak mungkin dong duduk sama Nawa lagi, duduk sama cowok lagi, ya ampun! Masalah apalagi yang menimpaku, tapi aku berharap kalo misalnya gak duduk sama Nawa aku maunya duduk sama Dava. Hush! aku mikirin apasih, aku harus move on. Batin Wita dan membuatnya dag-dig-dug tidak karuan.
Yah gak duduk sama Wita lagi dong gimana nih, tapi.. Kalau gak duduk sama Wita aku mau duduk sama Ansal aja. Batin Nawa dan membuat dia tertunduk karena malu bisa-bisanya dia berpikir begitu.
"Aldina Elda Saputri dengan Dava Putra Mahadewa," ucap pak Bowo mulai menyebutkan nama-nama pasangan di kelas itu dan membuat Wita tentu saja hilang harapan.
"Rima Talia dengan Raja Sanjaya,"
Bla bla bla bla~~~ dan akhirnya sampai dengan Wita.
"Raka Satria Pradikaraja dengan Muwita Arafa," kata pak Bowo dan membuat seluruh kelas terkejut dan samar-samar mereka mulai menggosip padahal hal tersebut memang di rencanakan oleh pak Bowo sendiri.
"Bisa-bisanya cewek kayak dia duduk sama Raka gak banget deh," bisik-bisik orang-orang di kelas itu.
Sedangkan Wita sambil berjalan ia masuk ke dunia lamunannya sendiri karena untuk pertamakali dalam hidupnya dia duduk dengan seorang pria. Lalu, ia menduduki kursinya tanpa ekspresi sama seperti Raka.
Dan sampailah di akhir nama murid di kelas itu disebut tentu saja Nawa sangat berbinar-binar karena dia duduk dengan orang yang disukanya.
"Dan yang terakhir Nawara Andita dan Ansal Lamtaka," ucap pak Bowo mengakhiri ketentuannya.
Beruntung sekali dia. Batin Wita merasa iri pada Nawa.
"Baiklah anak-anak sekarang keluarkan buku pelajaran kalian," ucap pak Bowo.
Entah mengapa Raka sedikit ceroboh dan menjatuhkan pulpennya ke lantai di antara dirinya dan Wita sedangkan Wita dengan semangat menghadap arah tempat duduk Raka untuk membuka tasnya bersamaan dengan Raka yang mengambil pulpennya dan karena hal tersebut mata mereka beradu pandang dan cukup dekat karena hal tersebut pertamakali bagi Wita ia tersentak kaget dan mundur sehingga membuatnya jatuh dengan tidak elitnya dan tanpa sengaja satu kakinya mengenai 'anu' Raka dan membuat muka Raka yang putih itu memerah karena menahan sakit.
Masih ingin mempertahankan gaya coolnya Raka memalingkan mukanya ke arah depan seolah-olah tidak terjadi apa-apa padanya dan tanpa berniat menolong Wita.
"Awww!" rintih Wita menahan sakit di punggungnya.
Kemudian Wita langsung berdiri dari posisinya dengan tampang tanpa ekspresi dan tidak perduli pada mata yang menatapnya aneh dan ada juga beberapa murid yang tertawa.
"Wita ada apa, kenapa bisa terjatuh? Apa kursinya rusak?" tanya pak Bowo menuju ke meja Wita sedikit khawatir pada muridnya itu.
"Enggak papa kok pak kursinya juga gak rusak, sebenarnya tadi saya terlalu mundur-mundur dan akhirnya saya jatuh," ucap Wita mencari alasan.
"Seharusnya kamu berhati-hati Wita," kata pak Bowo dan Wita hanya berani mengangguk.
"Dan kamu Raka, kenapa mukamu merah? Apakah ada sesuatu yang terjadi?" tanya pak Bowo.
Orang yang di tanya hanya menggeleng-gelengkan kepalanya tanpa disadari sebenarnya salah satu tangannya memegang di daerah selangkangannya.
Bisik-bisik di kelas itu mulai terdengar.
"Jangan-jangan, muka Raka merah kayak gitu gara-gara ngeliat celana dalam Wita,"
"Ih kalau aku jadi Wita pasti malu banget, ini dia masih biasa-biasa aja dasar cewek aneh,"
"Wah! ternyata murid baru itu diam-diam menghayutkan,"
"Untung banget dia," ucap siswa-siswi kelas itu.
Sebenarnya perkataan murid-murid di kelas itu, beberapa didengar oleh Wita dan Raka tetapi mereka tetap acuh dan memasang ekspresi mereka masing-masing.
Ihhh, kalau bisa aku akan berteriak kalau aku sebenarnya malu banget, tapi enak aja kata mereka celana dalamku keliatan, sory yah aku gak kaya kalian semua kalau ke sekolah aku selalu pake celana kali bukan sekedar CD. Batin Wita emosi.
Untung darimana yang adanya buntung, aduh sakit banget pokoknya dia harus tanggung jawab atas ulahnya ini. Batin Raka dan rupanya ingin balas dendam, entah bagaimana caranya.
"Eh tadi kena apamu? Maaf yah, kalau aku salah, aku gak sengaja... " ucap Wita penuh penyesalan, ia tidak menyadari apa yang dilakukannya.
Orang yang bersangkutan hanya menatap horor Wita dan acuh tak acuh.
Intinya aku sudah minta maafkan, dia mau maafin atau enggak peduli amat, padahal aku sudah buang urat maluku untuk minta maaf tapi dia jawab juga enggak, apa segitu marahnya yah dia sama aku, apa jangan-jangan aku ngenain 'itu' pas jatuh tadi, akhh!! Masa bodo, aku benar-benar malu karena kejadian tadi. Batin Wita dan tersadar dari lamunannya kemudian dia menggeleng-gelengkan kepalanya dan memegang kepalanya yang tidak gatal karena frustasi.
Apa yang dipikirkan cewek aneh ini. Batin Raka penasaran kemudian ia memfokuskan dirinya lagi pada penjelasan guru di depan kelas.
"Baiklah anak-anak sebelum bapak akhiri pelajaran hari ini bapak akan memberikan kalian sebuah tugas kelompok yang terdiri dari empat orang," ucap pak Bowo.
Yes, akhirnya aku bisa sekelompok sama Nawa lagi. Batin Wita.
"Tapi, kelompok kalian bapak yang akan memilihkan," ucap pak Bowo melanjutkan.
Kemudian banyak murid-murid yang protes termasuk Wita dan Nawa yang sebenarnya ingin satu kelompok.
"Pak nggak bisa yah pilih kelompok sendiri?" tanya Nawa.
"Iya pak lagi pula kami ini sudah bisa ngatur sendiri kok," kata salah satu murid menambahkan.
"Betul!!"
"Iya!!"
"Setuju!!"
Tambah murid-murid yang lain.
"Dengar yah anak-anak, apapun kata kalian bapak tetap akan menentukan kelompok kalian, selama satu semester lalu bapak lihat kalau kalian membuat kelompok temannya itu-itu saja, bahkan gak ada yang lain contohnya Nawa dan Wita selama satu semester mereka pasti selalu kerja kelompok berdua karena bapak gak menentukan kelompok kalian kelompok kalian itu-itu aja terus, bapak melakukan ini semua karena bapak tidak ingin kalian itu tidak akrab. Yang bapak inginkan itu supaya kalian bisa jadi lebih akrab lagi," kata pak Bowo sedangkan Wita dan Nawa hanya tertunduk malu.
"Ah, ini gara-gara mereka sih kan kita jadinya gak bisa pilih kelompok sendiri." protes murid-murid di kelas itu berbisik-bisik namun masih bisa didengar oleh pak Bowo.
"Diam semuanya, kalian semua sebenarnya sama saja! Tidak ada yang main tuduh-tuduhan. Bapak menyebut nama mereka hanya sebagai contoh kalau bapak mau sebut Elda, Rima dan Diva juga sama, itu-itu saja orangnya selama satu setengah semester belajar bahkan lebih parah karena mereka itu bertiga kalau bapak mau sebut lagi bisa saja-. " ucap pak Bowo terpotong setelah itu.
"Udah pak gak usah dilanjutin lagi, malu pak!" ucap salah seorang murid di kelas itu menyadari kesalahannya kemudian diangguki oleh seluruh siswa dan siswi kelas lainnya.
"Oke, sekarang bapak tentukan kelompok kalian, kelompok kalian dengan teman duduk kalian. Dan bapak akan catat nama kalian karena satu kelompok akan ada empat orang jadi dua orang lainnya bapak yang tentukan!" ucap pak Bowo.
"Mita, Riski, Rama dan Dita,
kelompok satu"
"Yuli, Sandi, Adel dan Diki kelompok dua"
"Nawa, Ansal, Rima dan Raja kelompok tiga"
"Raka, Wita, Dava dan Elda kelompok empat"
~blablabla sampai akhirnya 32 murid dikelas itu disebut~~
Saat Wita tahu kalau dia akan satu kelompok dengan Dava ia sangat senang tapi ia hanya diam saja dengan menundukkan kepala.
.
.
Tidak terasa bel istirahat pun berbunyi, semua anak-anak langsung berhamburan keluar dari ruang kelas kecuali beberapa murid termasuk Wita, Nawa dan Raka.
"Yah kita gak satu kelompok tega memang pak Bowo," kata Nawa mengeluh.
"Aku maka udah mikir kita bakalan satu kelompok," kata Wita agak canggung karena ia tidak enak berbicara begitu. Ia tahu kalau itu menyinggung seseorang dan berarti ia menjelaskan kalau dia tidak suka dengan kelompoknya.
"Wit, kamu gakpapa paska jatuh tadi? Gak ada yang sakitkan?" tanya Nawa khawatir.
"Gak ada kok, orang cuma jatuh gitu aja awalnya emang sakit sih tapi udah gak sakit lagi sekarang." ucap Wita girang dan menampilkan senyumnya.
Sebenarnya awalnya Wita merasa canggung berbicara dengan Nawa karena ada seorang cowok yang mendengarkan percakapannya dengan Nawa.
Tapi ia berusaha membuang jauh-jauh rasa malunya itu karena bagaimanapun ia sudah duduk dengan seorang pria untuk pertamakalinya dalam masa sekolahnya.
Oleh karena itu, ia harus berubah dan tidak boleh malu lagi ketika bersama pria.
"Wa, kita keluar kelas aja yuk!" ajak Wita yang diangguki oleh Nawa karena Nawa tahu kalau sahabatnya ini sudah merasa tidak nyaman berbincang-bincang dekat pria itu.
Kemudian mereka keluar kelas sambil saling merangkul satu sama lain kemudian bercanda-canda dan tanpa mereka sadari Raka sedang memerhatikan kepergian mereka lalu ia membuka hpnya dan membalas pesan sesorang.
Di luar kelas.....
"Wita, kekantin yuk aku laper nih." ajak Nawa menarik-narik tangan Wita.
"Hari ini aku yang traktir kamu yah," ucap Nawa.
"Beneran?" tanya Wita.
"Iya, ayo." ajak Nawa sambil menarik Wita.
"Beneran nih gakpapa?" tanya Wita dengan polosnya yang diangguki oleh Nawa kemudian ia mencubit pipi Wita gemas dengan sahabatnya itu.
"Kamu itu kenapa sih, apa salahnya traktir sahabat sendiri," kata Nawa sedangkan Wita hanya mengelus-elus pipinya yang terasa membengkak sambil tersenyum membalas ucapan Nawa.
.
.
.
Bel pulang sekolah akhirnya berbunyi dan semua siswa dan siswi sekolah itu berhamburan keluar untuk pulang ke rumah masing-masing.
.
.
.
Hari Minggu pukul 10.00 pagi pun akhirnya tiba. Wita telah bersiap pergi berangkat ke pantai untuk mengerjakan tugas kelompok, mereka mendapat tugas penjaskes dari pak Bowo tentang Kesehatan Lingkungan karena itu kelompok mereka berkumpul di pantai.
Menurut kelompok mereka itu adalah tempat yang cocok karena mereka bisa mengambil gambar disana.
Sesuai dengan tema mereka yaitu kebersihan pantai dan Wita sudah sampai di tempat tujuan mereka namun tidak ada orang disana.
Apa aku salah tempat, gak mungkin ini tempatnya atau aku yang kecepatan. Pikir Wita namun saat melihat jam ternyata dia tepat waktu .
"Huh!! Dasar! Apakah diantara mereka tidak ada yang menepati janji," keluh Wita sedikit jengkel.
Satu hal yang paling dibenci Wita dihidupnya adalah menunggu tetapi seperti memang takdirnyalah menunggu itu, karena selama ini ia merasa kalau dia terlalu sering menunggu.
Karena merasa bosan sudah 15 menit dia menunggu tidak ada orang yang datang. Akhirnya ia berniat untuk mengambil gambar tempat-tempat di pantai itu agar saat kelompoknya datang tidak perlu repot-repot untuk memotret lagi.
Ketika sedang asik melihat hasil potretannya tanpa ia sadari ada seseorang di belakangnya, "Emm hasil potretannya lumayan bagus belajar dimana kamu memotret?" tanya seseorang tiba-tiba. Ternyata itu adalah Dava, sontak hal itu membuat hati Wita memanas dan terkejut serta refleks menjauh karena kaget.
"Eh kamu bikin kaget saja!" serunya sambil tersenyum bahkan kalau dia tidak bisa mengendalikan diri mungkin saat ini dia akan salah tingkah.
"Apa kamu udah lama disini?" tanya Dava kembali.
"Lumayanlah sekitar 20 menitan yang lalu," ucap Wita jujur tapi setelah itu Dava hanya mengangguk paham dan meninggalkan Wita yang sedang berdiri kemudian duduk dan Wita pun akhirnya ikut duduk di sebuah pondok tempat mereka janjian.
Dava ingin mengajak Wita bicara tapi kemudian Raka dan Elda datang secara bersamaan dengan menggunakan mobil Elda karena bilangnya mereka bertemu di jalan tapi terlihat dari ekspresi Elda kalau dia memang menunggu Raka untuk pergi bersama. Dan membuat Dava mengurungkan niatnya berbicara dengan Wita.
Kemudian Elda sibuk mengajak bicara kedua pria yang sekarang berada di sampingnya itu tapi tidak ada yang memperdulikannya.
"Mmm, maaf kalau begitu bisa kita mulai ngerjain tugasnya?" tanya Wita hati-hati karena tidak ingin mengganggu kebersamaan mereka tanpa memperdulikan perasaannya yang tersayat setelah menunggu dan seharusnya orang-orang itu yang meminta maaf bukan Wita.
Akhirnya mereka semua memulai pekerjaan mereka tanpa basa basi.
Aku sudah lama ingin bisa akrab dengan mereka semua. Batin Wita senang karena bisa dekat dengan teman-temannya setelah sekian lama walaupun dia tidak banyak bicara.
Berbeda dengan Elda yang sepertinya cari perhatian mulai dari merasa lelah sampai kesemutan yang bahkan tidak diperdulikan sama sekali oleh kedua pria itu.
"Elda, kalau kamu capek istirahat aja," kata Wita polos karena kasihan dengan Elda. Tapi, Wita malah ditatap dengan tatapan tidak suka yang membuat Wita sedikit merasa sakit dihatinya.
Apa aku salah yah ngomong kayak gitu. Batin Wita sedangkan kedua pria itu hanya menatap dalam diam.
Karena sibuk dengan kesibukannya Wita tidak tahu bila ada seorang cowok yang datang menghampirinya.
"Kamu Muwita-kan?" tanya pria itu tanpa basa basi.
"Eh iya," ucap Wita membalas.
"Kamu Firman-kan?" tanya Wita canggung karena malu.
Kemudian Wita berdiri dari tempat duduknya dan agak menjauh dari teman-temannya kemudian mereka berbincang sambil sesekali tertawa mengingat masa SMPnya dulu yang bahkan tidak pernah saling menegur tapi ketika sudah terpisah bisa begitu akrabnya.
"Hmm, Wita apa kamu sudah punya pacar?" tanya Firman.
"Eh? Kok kamu nanya itu. Mmm, sebenarnya aku gak punya pacar dan gak akan pernah pacaran!" serunya sambil tersenyum malu karena bisa-bisanya temannya ini bertanya seperti itu.
Wit baperanmu jangan kambuh Wit, kamu tahu kamu itu selalu saja begini apa maksudnya dia nanya kayak gitu apa dia mau nembak aku, hus apa-apaan sih mana mungkin coba buang jauh-jauh pikiran anehmu itu, Wita-Wita. Batin Wita beradu tak lama kemudian ia mengeluarkan keringat karena malu di tanya begitu.
"Eh benarkah kukira salah satu dari mereka pacarmu?" tanya Firman.
"Eh mana ada! Mereka tak lebih dari teman kelompokku," kata Wita tambah malu.
"Wah kukira Wita yang dulu sudah berubah," ucap Firman mengingat masa mereka waktu SMP, Wita yang pendiam dan bahkan tidak tahu cara berteman dengan laki-laki tapi lebih mirip laki-laki karena semua teman sekelas Wita waktu SMP tahu bahwa Wita itu tomboi.
"Kamu pikir aku berubah yah, aku rasa tidak deh. Aku ini orangnya asal diajak bicara sama siapa saja bakalan renspon kok, lagi pula dulukan kamu gak pernah negur aku dan aku gak pernah negur kamu tapi tenang sekarang kita bisa temenan kok," kata Wita sambil tersenyum dan Firman hanya mengangguk paham.
"Hey Wit sudah selesai mojoknya! Lo tau kita kesusahan disini, cepat bantuin!" teriak Raka akhirnya mengeluarkan suara karena dari tadi ia tidak berbicara sama sekali semejak diperjalanan dia bertemu dengan Elda.
"I-iya sebentar! Denger ya aku gak lagi mojok!" teriaknya membalas spontan karena terkejut malu dan menahan emosi serta dengan raut wajah kesal.
"Maaf Man, aku harus bantu mereka ngerjain tugas jadi aku tinggal yah, bye!" pamit Wita melambaikan tangan dan dibalas senyuman oleh Firman kemudian ia juga pergi dari tempat itu.
Saat sampai di tempat kelompoknya ia ditanya oleh berbagai macam pertanyaan.
"Wit, sapa loh? Pacar loh yah? Pantes aja loh gak deket sama cowok lain, gue gak nyangka ternyata loh-. " ucapan Elda terpotong karena keburu di potong Wita, tampaknya dari ekspresi mereka bertiga semuanya penasaran akhirnya Wita menjelaskan.
"Sebenarnya dia itu teman sekelasku saat masih SMP-. " ucapan Wita terpotong karena Elda.
"Teman kah demen?" ucap Elda spontan tampaknya membuat kubu pria jadi jengkel.
"Yah sudah aku gak usah lanjutin," ucap Wita ingin memulai kembali kerjaannya.
"Lanjutin Wit aku penasaran?" kali ini Dava yang bertanya karena begitu penasaran dan langsung membuat hati Wita memanas ia tidak menyangka bahwa Dava akan penasaran karenanya.
"Dia itu teman sekelasku waktu SMP, dia tadi tidak sengaja melihatku jadi dia menegurku? Dia bukan pacarku." ungkap Wita jujur.
"Tapi setahuku kan kamu itu tidak dekat dengan cowok sama sekali waktu SMP bagaimana bisa?" tanya Elda.
"Oh, kamu tahu tentangku." ucap Wita polos, padahal di belakang Wita orang-orang di kelasnya beranggapan bahwa Wita itu tidak normal dan penyuka sesama jenis.
"Yah, mmm sebenarnya kalau boleh jujur aku dan dia itu baru pertamakali loh saling berteguran, sebelumnya saat SMP jangankan teguran saling menatap pun tidak pernah hanya sekedar tahu nama saja," ucap Wita menjelaskan.
"Apa?!" tanya Elda dan Dava serentak sebenarnya Raka yang mendengar itu juga terkejut tetapi ia tetap memasang ekspresi coolnya untuk menjaga imagenya karena ia baru tahu kalau sebenarnya Wita itu tidak pernah dekat dengan pria manapun, sedangkan Dava dan Elda merasa telah salah sangka dengan menganggap Wita tidak normal.
Pantas saja dia seakan tidak perduli dengan pesonaku, hmm menarik. Batin Raka.
"Tapi kok lo bisa langsung akrab kayak gitu kayak kenal lama banget?" tanya Elda, keingintahuan Elda memuncak karena ini bisa menjadi gosip baginya biar bagaimana pun saat ia sangat cemburu karena Wita duduk sebangku dengan Raka cowok incarannya.
Ia baru tahu kalau Wita bahkan bisa akrab dengan cowok secepat itu bahkan bisa langsung sedekat itu walaupun Elda menganggap bahwa mana mungkin Wita bisa menjadi saingannya karena dia adalah gadis yang cantik.
"Ngg, alasannya sih simple aja. Mungkin, karena dia teman sekelasku selama 3 tahun. Itu berartikan, aku sudah kenal lama dengannya. Jadi, mudah saja akrab dengannya." ucap Wita sekedarnya walaupun menurut orang-orang disitu pernyataan yang Wita berikan cukup aneh.
Akhirnya pekerjaan rumah yang diberikan pak Bowo selesai dan esok harinya bisa dikumpulkan.
"Hei, kalian gak ada gitu yang mau jalan-jalan kan hari ini liburan." ajak Dava.
"Wah gue mau banget jalan-jalan hari ini pengen refresing, ayo kita jalan-jalan! Kan kita sudah di pantai, tinggal nyari tempat buat bersenang-senang!" ucap Elda antusias sambil menggandeng tangan Raka dan Dava tanpa malu-malu karena ada orang yang dia sukai disini yaitu Raka sekaligus itu semua hanya alasannya untuk mencari perhatian.
Memang seperti itulah kelakuan Elda dia cantik namun kelakuannya itu tidak mencerminkan penampilannya.
Wita yang melihat itu hanya tersenyum. Dia cemburu melihat adegan itu dimana Elda menggandeng tangan Dava tapi dia tetap sadar diri ia tidak secantik Elda. Oleh karena itu, ia berpikir bila Dava disuruh memilih Wita atau Elda maka ia pasti akan memilih Elda. Sebab itu, Wita seolah tidak perduli dengan adegan itu. Namun tetap saja membuat hatinya sedikit perih.
Ketika kejadian itu berlangsung sontak Dava dan Raka langsung melepas tangan yang menggandeng mereka dan membuat Elda kecewa karenanya.
"Oh iya aku pulang duluan yah aku malas jalan-jalan." jelas Wita terang-terangan ia memang benar-benar malas jalan saat ini. Kemudian Wita berlalu pergi.
Wita itu adalah orang yang malas melakukan aktivitas di hari libur menurutnya itu hanya membuang-buang waktu. Baginya, hari libur itu adalah hari dimana ia akan berdiam diri di rumah dan mengembalikan energi yang sudah terkuras selama seminggu. Dan alasan lainnya adalah Wita tidak ingin mengganggu kebersamaan mereka bertiga.
Ketika itu Raka langsung pergi meninggalkan Dava dan Elda tanpa sepatah kata apapun.
"Hei Raka apa lo gak ingin bersenang-senang dan jalan-jalan!" teriak Elda tapi tidak dihiraukan Raka.
"Ckk, sombong sekali dia." gumam Dava namun tidak di dengar oleh Elda kemudian Dava juga pergi tanpa mengatakan apapun pada Elda dan menaiki motornya. Tampaknya dia lebih memilih jalan-jalan sendiri.
Tinggallah Elda sendiri yang nampaknya sangat kesal kemudian ia menaiki mobil yang ia bawa karena moodnya kurang baik ia ingin pergi belanja ke mall dan pergi ke arah jalan yang berbeda dari Wita, Raka dan Dava.
Sedangkan Wita dan Raka ia pulang dengan berjalan kaki karena memang jarak rumahnya yang tidak jauh dari area pantai itu.
Sadar akan seseorang yang berada di belakangnya Wita pun berbalik dan ternyata Raka sudah ada di belakangnya.
Apa dia tidak pulang dengan Elda. Batinnya.
Kemudian ia berbalik lagi dan meneruskan jalannya dan sedikit dipercepat karena ia malu. Ia tahu kalau sekarang Raka sedang memerhatikan cara jalannya yang lebih mirip laki-laki.
"Hei! Bisa lo tungguin gue," pinta Raka dan membuat Wita berhenti dari jalannya dan lebih memilih menunggu Raka. Ketika mereka sudah beriringan akhirnya mereka melanjutkan perjalanan.
Sebenarnya saat ini hati Wita sedang memanas karena untuk pertamakalinya ia berjalan beriringan dengan pria selain teman-temannya dan saat inilah sifat baperannya kambuh.
"Emm, kenapa kamu gak pulang sama Elda? Kan kamu perginya tadi sama Elda?" tanya Wita agak canggung karena malu memulai pembicaraan sekaligus menahan diri untuk tidak salah tingkah.
"Hmm, tadi tuh sebenarnya gue juga terpaksa ikut dia karena tadi gue sudah telat sampai tepat waktu jadi dia memaksa gue ikut awalnya gue nolak. Tapi karena udah telat jadinya gue menurut aja ikut dengan dia," kata Raka menjelaskan.
"Oh begitu yah, ngomong-ngomong apa rumah kita searah? Diperempatan itu aku akan belok," tanya Wita sambil menunjuk perempatan sebelah kanan.
"Gue juga ke arah sana tapi setelah ada gang, gue bakalan belok." jawab Raka mengangguk dan Wita tidak menjawab hanya tersenyum tipis dan Raka juga membalas senyumnya.
Wah kupikir dia tidak akan menjawab pertanyaan-pertanyaanku ternyata aku salah sangka dia bahkan berbicara sepanjang itu, tapi logat bicaranya itu mengisyaratkan dia kalau dia sebenarnya anak kota sama dengan Elda yang katanya terpaksa sekolah di desa ini karena ada anak perusahaan ayahnya yang ada di desa ini. Batin Wita.
Sebenarnya di pikiran Wita sudah dipenuhi oleh berbagai macam pertanyaan namun ia mengurungkan niatnya untuk bertanya karena dia malu bahkan sangat malu untuk bertanya lagi.
Setelah pembicaraan itu sepanjang perjalanan tidak ada yang berbicara satu sama lain akhirnya mereka sampai di sebuah pertigaan, Wita berjalan lurus sedangkan Raka berbelok kesebuah gang yang terbilang masih sunyi.
Tidak ada salam perpisahan dari keduanya, Wita sudah sangat malu untuk memulai pembicaraan karena sedari tadi dialah yang memulai pembicaraan sedangkan Raka ia hanya enggan untuk mengucapkan salam perpisahan lebih dulu karena gengsi.
Keesokan harinya....
Wita memasuki gerbang sekolah dengan Nawa tapi hanya Nawa yang terlihat semangat, Wita juga semangat namun terlihat dari wajahnya ia begitu lemas karena penasaran dari tadi Nawa akhirnya bertanya
"Wit kamu kenapa? Wajahmu lemas banget kaya gitu," tanya Nawa.
"Hmm, tadi malam aku susah tidur Wa kamu tau aku tadi malam tidur jam 3 subuh," kata Wita berusaha semangat.
"Loh kok bisa Wit?" tanya Nawa lagi.
"Lah kamukan tau kalau aku ini memang sering mengalami susah tidur," jawab Wita lagi.
"Iya Wit tapi setahuku selama ini kalau kamu susah tidur itukan paling lama jam 12 malam, ini kamu tidur sampai jam 3 subuh pasti ini ada yang dipikirin deh," kata Nawa dengan tebakan yang tepat.
"Eh iya, sebenarnya memang ada sih yang aku pikirin aku keingetan terus soal kerja kelompok yang kemarin kamu tahu untuk pertamakali aku seneng banget bisa sosialisasi sama pria terutama sama dia. Gimana aku mau lupa, kan kamu tau aku orangnya baperan. Hah!! Rasanya aku kayak orang gila tadi malam mejamin mata keinget lagi terus aku senyum-senyum gak jelas, jujur aja Wa aku malu kalo keinget rasanya kalau bisa aku mau lempar mukaku ini malu banget aku Wa," kata Wita mencurahkan seluruh isi pikirannya pada Nawa dengan ekspresi yang tidak bisa dijelaskan.
"Kamu ini Wit ada-ada aja deh, mikirin dia sampai kayak gitu," kata Nawa sambil tersenyum.
"Sebenernya bukan dia aja sih yang kupikirin ada yang lain juga tapi sudahlah aku males bahas itu lagi. Nanti ntar malem, gak bisa tidur lagi jadinya," kata Wita menghentikan pembahasannya itu.
Kemudian Nawa hanya tersenyum melihat kelakuan sahabatnya itu dan membicarakan hal yang lain dan pergi menuju kelas sambil bergandengan tangan sambil sesekali tertawa bersama karena pembicaraan mereka.
Tepat ketika sampai di kelas bel masuk pun berbunyi.
Saat pelajaran di kelas berlangsung sesekali Wita menguap tetapi ia berusaha tahan sehingga matanya sedikit berair tapi tidak diketahui oleh guru yang sedang menjelaskan di depan. Wita duduk dibarisan nomor 3 paling ujung dan dekat jendela walupun yang duduk didekat jendela adalah Raka.
Ternyata orang yang berada di samping Wita sedang memerhatikannya, Wita menyadari akan hal itu.
Sebenarnya dia sangat malu kalau diperhatikan begitu tapi mau di apa dia sungguh mengantuk saat ini di tambah lagi guru yang mengajarinya saat ini seolah-olah membacakan dongeng untuk dia tidur.
"Lo kenapa? Apa lo ngantuk?" tanya Raka bertanya pelan.
Wita yang di tanya begitu hanya menatap bingung baperannya kambuh saat ini hatinya memanas seandainya dia tidak bisa mengendalikan diri pasti saat ini dia akan membuat hal yang memalukan.
Wita memang berbeda dengan gadis lain dimana semua gadis mukanya akan memerah bila merasa diperhatikan cowok tapi Wita berbeda dia hanya mengeluarkan keringat seolah-olah sedang kepanasan dan tepat saat ini keringat Wita mengucur dengan deras.
"Hello, kenapa? Kok ngelamun dan sekarang keringetan lagi, apa lo kepanasan?" tanya Raka.
"Eh, iya panas (kemudian ia mengambil sapu tangannya kemudian megelap keringatnya), sebenarnya bener katamu aku ngantuk, karena tadi malam aku susah tidur," lanjut Wita dengan senyum polosnya.
"Kenapa lo susah tidur?" tanya Raka lagi.
"Memang biasanya aku mengalami kesulitan tidur itu sudah biasa dan itu kebiasaanku. Tapi tadi malam susah banget tidur nyenyak," kata Wita canggung hatinya saat ini benar-benar memanas tak pernah ia mendapat perhatian seperti itu ditambah lagi cowoknya ganteng pula.
"Apa sudah lama? Apa sudah pernah periksa ke dokter?" tanya Raka sok perhatian lagi.
"Se-sebenarnya aku belum pernah periksa ke dokter, lagipula menurutku itu hal biasa," ucap Wita agak tergagap.
Lagi pulakan kalau aku susah tidur ada yang kupikirin beda dengan orang susah tidur gara-gara penyakit. Lagian ini kan gara-gara kerja kelompok kemarin aku gak bisa lupa kejadian-kejadian apa yang telah terjadi kemarin sebenarnya itu yang buat aku susah tidur. Batin Wita menjelaskan.
"Oh begitu ya tapi sebaiknya lo harus periksa ke dokter deh, oh iya istirahat nanti lo mau ke kantin bareng gak." ajak Raka.
Sedangkan yang di tanya saat ini sedang menahan perasaannya bukan main. Namun hanya tampak sedikit karena ia bisa menyembunyikan perasaan itu kalau seandainya dia seperti gadis lainnya mungkin saat ini mukanya semerah tomat.
"Ta-tapi..." ucap Wita terpotong.
"Masa lo nolak sih, kan gue anak baru disini jadi gak bakalan kenal tempat banget," ucap Raka sok lugu.
Kriiinggggg......
Bel istirahat pun berbunyi semua anak keluar kelas setelah guru memberi salam untuk mengakhiri pelajaran.
Setelah membereskan buku Wita langsung berdiri dari kursinya.
"Ma-maaf tapi aku sudah janji dengan sahabatku jadi aku gak bisa nemenin kamu, lebih baik kamu cari orang lain kan banyak cowok di kelas ini. Kamu jangan sama aku, ntar orang salah sangka lagi. Nanti jadi masalah dan aku gak mau punya masalah atau tidak kamu cari orang lain yang mau nemenin kamu soalnya aku sama Nawa sudah bawa bekal," kata Wita mengambil bekalnya dan meninggalkan Raka.
Kemudian Wita mendatangi Nawa lalu membawanya keluar kelas bersama untuk makan siang.
Hah rasanya jantungku mau copot aku gugup banget, aku gak boleh kepincut sama dia biar pun dia tampan dan kayaknya dia cuma mau mempermainkan aku. Hah!! Malunya. Batin Wita.
"Eh Wit kenapa kamu keringetan kayak gitu dan kenapa lagi tanganmu dingin kayak gini? Apa jangan-jangan kamu-." ucapan Nawa keburu dipotong Wita.
"Gini Wa entah perasaan atau apa tapi yang jelas tadi Raka kayak sok perhatian gitu Wa sama aku, aku malu trus tuh dia juga ngajakin aku ke kantin sama dia dan aku menolak," kata Wita salah tingkah.
"Apa jangan-jangan dia suka sama kamu lagi Wit? Ciee!!" tanya Nawa menggoda Wita.
"Mana mungkinlah Wa, yang pasti aku bakalan berusaha untuk gak suka sama dia, aku merasa kalau dia cuma mau mainin perasaan aku." kata Wita menjelaskan.
"Denger yah Wita, cinta itu buta. Kalau dia mau deketin kamu biarin aja, kan kamu katanya mau move on. Lagi pula diakan ganteng dan kamu gak boleh so uzon," ucap Nawa meceramahi Wita
"Iya Wa aku tau tapi... Justru karena dia tampanlah yang menjadi masalahnya, kebanyakan dari orang seperti mereka itu cuma modus apalagi sama cewek kayak aku yang bisa di bilang biasa aja,"
"Aku takut kalau dia cuma mempermainkanku, aku bukan orang bodoh yang percaya gitu aja, aku sudah terbiasa dengan keadaanku yang mudah tertarik dengan pria ini, belum lagi Wa aku takut kalau suatu saat akan sakit hati dan membuat aku terpuruk."
"Seperti katamu Wa aku akan biarin dia dekat denganku tapi aku juga berusaha sekuat hatiku gak akan tertarik sama dia, belum lagi kamu sadar gak Elda aja cewek cantik di kelas kita aja yang berusaha dapetin hatinya Raka gak pernah dia hirauin," kata Wita berucap panjang lebar.
"Terserah kamu aja sih Wit tapi gimana kamu tau kalau Elda suka sama Raka?" tanya Nawa.
"Aku melihat dari ekspresi Elda saat kerja kelompok kemarin terlihat jelas kalau dia itu suka sama Raka belum lagi dia seneng banget deket-deket sama Raka, pernah ketika itu aku ingin bertanya sama Raka."
"Tatapan mata Elda mengatakan jangan dekati dia dan akupun yah gak jadi deh nanya sama Raka, padahalkan aku bener-bener cuma niat mau nanya."
"Dan setelah itu berusaha mati-matian nahanin jantungku yang dag-dig-dug tidak karuan buat nanya sama Dava tapi tetap saja Elda kayak gak suka saat aku nanya sama Dava."
"Tapi sudahlah Wa gak usah gosipin orang mungkin itu cuma prasangka burukku," kata Wita merasa bersalah menyadari ia telah menceritakan keburukan seseorang.
"Ih cewek itu mentang-mentang cantik jadi belagu dan sok berkuasa gimana di antara keduanya mau tertarik sama dia kalau sikapnya kayak gitu gak bisa milih salah satu, serakah amat," kata Nawa jengkel.
Wita yang mendengar hal itu hanya mengangkat bahu kalau dia malas melanjutkan perbincangan mereka itu.
"Kalau gitu ayo kita makan siang, aku udah laper nih," kata Wita memegang perutnya.
"Ayo!" ajak Nawa kemudian ia membuka kotak bekal makan siangnya.
"Kamu bawa apa?" tanya Wita.
"Aku bawa kue bolu asli buatanku sendiri, kamu?" jawab Nawa serta balik bertanya.
"Aku bawa nasi goreng dan aku buat sendiri juga," kata Wita kemudian mereka saling mencicipi masakan buatan mereka.
"Wah kayaknya keahlianmu membuat kue hebat banget yah, kue buatanmu rasanya enak." puji Wita.
"Hehe, aku hanya sering membuatnya ngomong-ngomong nasi gorengmu enak juga rasanya aku pengen belajar dari kamu untuk membuatnya," kata Nawa.
"Kalau gitu kita tentuin harinya aja buat belajar masak bareng, gimana?" tanya Wita.
"Oke," jawab Nawa mengangguk kemudian melanjutkan makannya.
"Eh Wa kamu tahu gak anime kesukaan kita ada cerita barunya aku udah tau loh kisahnya," ucap Wita tersenyum senang setelah selesai makan siang.
"Hah masa? Ih aku belum dapat kabarnya tau, kamu ceritain deh, aku penasaran," kata Nawa antusias dan sangat ingin tahu.
"Begini ceritanya......bla bla bla~~~
Dan akhirnya dia ngalahin musuhnya dengan sisa kekuatan yang dia miliki. Gimana seru kalau kamu mau tau lagi katanya itu bakalan ada serial animenya dan bukan hanya cerita komiknya aja," kata Wita antusias.
"Beneran nih. Kalau gitu aku bakalan cari CDnya deh," senyum Nawa mengembang.
"Nanti kalau kamu sudah punya CDnya aku bakalan pergi kerumahmu, aku nonton disana yah!!" kata Wita.
"Oke!!" ucap Nawa mengancungkan jempol.
"Yey!!" girang Wita karena diizinkan.
Inilah kisah yang paling banyak mereka berdua ceritakan bila bertemu dimana semua gadis remaja sibuk bicara tentang masalah pacar mereka, tetapi mereka berdua tidak lebih seperti masih anak SD yang sangat tertarik dengan anime ditambah lagi anime yang mereka sukai sebagian besar penggemarnya adalah laki-laki.
Terkadang dimana para gadis baper akan kisah cinta drama korea tetapi mereka akan baper dikisah cinta anime.
Bel masuk pun akhirnya berbunyi seluruh siswa siswi pun memasuki kelas mereka masing-masing.
"Lo dari mana?" tanya Raka.
"Eh aku, aku dari belakang sekolah sama Nawa," jawab Wita sambil menetralkan perasaan dan dia mulai sedikit terbiasa ketika berbicara dengan Raka.
"Mau gak nanti kita pulangnya bareng-bareng," ajak Raka dan membuat Wita sedikit tercegang.
"Eh iya ayo, lagi pula rumah kita searah. Nanti juga aku pulang sama-sama Nawa jadi rame deh kamu gak bawa kendaraankan?"
"Nggak," jawab Raka.
"Baguslah, ayo kita pulang bareng!!" ucap Wita semangat karena baginya ia mendapat teman baru walaupun ia tidak tau tujuan sebenarnya dari Raka.
Kemudian guru di kelas itu memasuki ruang kelasnya saat ini pelajaran bahasa Inggris dan pelajaran yang paling tidak Wita mengerti karena Wita sangat lemah di pelajaran bahasa Inggris.
Setelah guru menerangkan, guru itu pun memberi soal untuk langsung dikumpulkan hari itu juga. Wita kebingungan, biasanya ia akan berdiskusi dengan Nawa, tetapi kali ini Nawa tidak berada disampingnya.
Raka saat ini mengetahui kalau Wita sedang kebingungan.
"Lo kenapa? Apa lo gak ngerti, padahalkan soalnya mudah," ucap Raka kepada Wita.
"Mudah bagimu, sulit bagiku." ucap Wita dan membuat Raka kehabisan kata-kata.
Wita tetap bersikeras ingin mengerjakan tugas itu sendiri dan berhasil mengerjakan beberapa tugas, itu pun ia sudah beberapa kali membolak-balik kamus yang saat ini ia pegang sedangkan Raka ia sudah selesai dari tadi.
"Akhhh!" frustasi Wita karena tidak juga dapat jawabannya.
"Yakin lo bisa sendiri?" tanya Raka dan Wita menatap Raka dengan tampang frustasinya dan Wita kemudian menghadap buku tulisnya lagi berusaha konsentrasi.
"Anak-anak waktu kalian tinggal 15 menit lagi," ucap guru kelas itu dan malah membuat Wita tambah frustasi.
"Sini biar gue bantu," tawar Raka ingin membantu Wita.
"Beneran?" tanya Wita dan Raka mengangguk mengiyakan dan ketika itu Raka menjelaskan dan Wita pun akhirnya mengerti .
Wita adalah orang yang cepat paham pada penjelasan yang jelas dan karena itu ia dapat menyelesaikan tugasnya dengan cepat.
"Yey! akhirnya selesai juga, terimakasih Raka atas bantuanmu," ucap Wita dan Raka hanya menatapnya datar.
"Apa lo memang selalu kayak gini sulit mengerti?" tanya Raka.
"Sebenarnya aku cuma susah mengerti di pelajaran ini aja selebihnya enggak ada masalah," jelas Wita.
"Lo gak pernah ikut les bahasa Inggris gitu?" tanya Raka dan Wita menggeleng kemudian Raka mengangguk paham.
"Kalau begitu jika ada waktu gue ajarin lo bahasa Inggris," ucap Raka.
"Beneran?" tanya Wita dan Raka mengangguk.
"Oke, waktu habis semua tugas harap dikumpul," ucap guru di kelas itu dan semuanya pun mengumpulkan tugasnya.
Bel pulang sekolah pun akhirnya berbunyi mereka pulang saat kelas sudah sunyi karena kata Raka bakalan repot kalau orang tau dia pulang bersama Wita dan Nawa.
Akhirnya Wita menyetujui hal itu dan memberitahukan kepada Nawa ketika Nawa mengajaknya pulang.
Ketika di perjalanan pulang mereka bertiga saling beriringan dan berbincang, namun sebenarnya yang berbincang hanya Nawa dan Wita mereka berdua seolah tidak perduli dengan Raka.
"Ekhm! Ekhm! Apakah kalian lupa kalau ada orang selain kalian disini," kata Raka merasa terkacangi.
"Hehe maaf kami lupa," kata Nawa karena disaat seperti inilah Wita tidak akan dekat dengan pria ia lebih memilih berada di kanan Nawa dan Raka berada di kiri Nawa dan tidak akan berbicara sepatah kata apapun karena itu memang kebiasaan Wita saat berada disisi Nawa ketika ada pria ia hanya akan membiarkan Nawa yang berbicara karena katanya dia malu dan Nawa tahu akan hal itu.
Namun saat itu Wita bertindak ceroboh karena terlalu asik bercanda dengan Nawa ia berjalan ke tengah jalan dan tanpa ia sadari kalau ada motor yang melaju ke arahnya, dengan sigap Raka langsung menarik tangan Wita dan Wita membentur dada bidang Raka saat itu Wita kaget bukan main karena ia baru pertamakali melakukan hal semacam itu berada di dada bidang milik seorang pria otomatis tubuh Wita menjauh dan memaksa Raka melepaskan tangan yang memegang Wita.
"Lo kalau jalan hati-hati, mulai sekarang lo jangan pernah lagi bercanda di tengah jalan kalau kenapa-napa bisa repot," kata Raka dia benar-benar khawatir.
"Ma-maaf aku tidak akan lakukan itu lagi janji," kata Wita mengangkat kedua jarinya dengan simbol v kemudian tersenyum penuh arti.
Nawa yang melihat kejadian itu langsung memeluk Wita karena khawatir bukan main.
"Wit, kamu gak papakan? Hampir saja kamu celaka gara-gara aku maafin aku yah Wit," kata Nawa penuh penyesalan.
"Ya ampun Wa gak perlu segitunya juga kali. Ini tuh bukan kesalahan kamu tadi itu aku yang ceroboh, lihat sekarang aku gak papakan," kata Wita dengan senyum tulus sebenarnya Nawa tahu kalau Wita sebenarnya syok dan kaget tapi begitulah Wita dia tidak bisa marah dengan orang terdekatnya kalaupun itu marah paling cuma sebentar.
Hhh, kenapa gue begitu khawatir tadi sama dia yah? Tapi bener gila nih cewek apa gak marah. Dia kan tadi hampir celaka gara-gara temannya gak sayang nyawa apa. Batin Raka berucap.
"Makasih yah Ka kamu udah nolong sahabatku ini, kalau gak ada kamu gak tau deh kayak mana nasib Wita," kata Nawa tulus.
"Hmm sama-sama," kata Raka.
Akhirnya karena kejadian itu Wita di suruh jalan di pinggir dan sekarang berada di tengah dia dihimpit oleh dua orang yang dia anggap teman.
Segitu khawatirnya mereka, maaf teman-teman aku membuat kalian jadi khawatir. Batinnya berucap merasa bersalah.
Dan karena kejadian itu tidak ada perbincangan sama sekali setelah itu karena Wita sudah janji tidak akan bercanda di jalanan lagi.
Kemudian sampailah di persimpangan jalan ke rumah Nawa.
"Wit kamu harus hati-hati yah! Kamu Raka jagain sahabatku, jangan biarkan dia bersikap ceroboh." kemudian Nawa berbelok dan melambaikan tangan dan Wita membalas dengan senyuman penuh arti dan membalas lambainnya.
Tidak ada pembicaraan di antara keduanya mereka sibuk dengan pemikiran mereka masing-masing dan sampailah mereka di pertigaan yang akan memisahkan mereka.
"Lo bisa pulang sendirikan?" tanya Raka tulus.
"Bisa kok gak usah khawatir aku bakalan baik-baik aja, dah!" pamit Wita langsung berlari meninggalkan Raka karena ia tidak mau merepotkan lagi sedangkan Raka saat itu tersenyum simpul.
Apa perhatiannya nyata. Batin Wita diperjalanan pulangnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!