Aku sudah sampai di rumah, tetapi simbok masih sibuk menata makanan ringan di keranjang. Aku membantunya, simbok tersenyum.
"Mbok, aku boleh ikut ke sawah atau kebun?"
"boleh nduk, boleh, simbok malah seneng. Tapi nanti kalo genduk cah Ayu kepanasan atau capek gimana?"
"simbok jangan meremehkanku, gini gini aku kuat dan sehat lho mbok!" kataku mengangkat lengan bergaya bak binaragawan. Simbok terkekeh.
"iya iya, nduk, simbok percaya."
Kami keluar rumah, berjalan beriringan, tidak lupa aku mengunci pintu depan dan menyelipkan kuncinya di saku celanaku. Pintu belakang sudah dikunci simbok dari dalam.
Kami sudah sampai di sawah. Banyak orang di sana sedang matun (mencabuti rumput gulma di sela-sela tanaman padi, istilah dalam bahasa jawa -pen ). Sebagian lain sedang mengurus tanaman sayur di kebun. Aku baru menyadari, ternyata sawah dan kebun peninggalan simbah putri begitu luas. Pantas saja, simbah putri selalu membutuhkan banyak buruh tani untuk mengurus sawahnya.
Simbok meletakan keranjang yang berisi seceret teh manis dan beberapa wadah makanan ringan, di sebuah gubuk kecil di pinggir sawah. Sebenarnya, banyak gubuk gubuk kecil didirikan di hamparan sawah ini. Gubuk kami hanya salahsatunya. Simbok sudah ikut turun ke sawah, menggunakan caping yang kulihat tadi tergantung di gubuk. Sedangkan aku, masih berdiri kebingungan di pinggir petakan sawah.
Aku bermaksud turun ke sawah, tapi dari kejauhan, simbok mencegahku,
"Ndak usah nduk, genduk duduk saja , atau berkeliling juga ndak apa apa."
Aku mengangguk pasrah. Tapi duduk saja, tentu membuatku bosan. Aku mulai berjalan , nun jauh di gubuk seberang, aku melihat mas Lingga. Ia terlihat sedang berdiskusi dengan para petani.
Dan aku melihat anak kecil berlari, di seberang lain. Eh, anak kecil? Bukannya daritadi tidak ada anak kecil di sini, kenapa ada? dan kenapa anak itu berlari ke arah rumpun bambu?
Kuputuskan untuk membuntuti anak kecil itu, siapa tahu, dia sedang mencari orangtuanya. Aku sudah masuk ke sebuah rumpun bambu, tapi tidak kulihat anak tadi. Tiba-tiba aku mendengar suara tangisan anak-anak. Jangan-jangan, itu anak yang tadi? kulangkahkan kakiku mendekati sumber suara, iya benar saja. Di depanku, terlihat anak kecil sedang menundukkan mukanya, dan menangis. Aku mencoba meraihnya, bermaksud menenangkannya.
Tetapi betapa terkejutnya aku, ketika tanganku hendak meraihnya, anak itu menengadah, memandangku dengan matanya bercahaya kemerahan. Dia tertawa, sesaat kemudian suaranya berubah,
"Ha ha ha ! Akhirnya, kau datang sendiri padaku, ha ha ha!
Bukan lagi sosok anak kecil di sana, tapi seorang laki-laki berpakaian hitam yang kulihat di dalam mimpi.
Aku mundur beberapa langkah, berbalik ,berusaha sekuat tenaga untuk lari menjauh. Dia mulai menyerangku, entah bagaimana, aku bisa menghindari bola bola api yang dia arahkan padaku. Aku mulai berteriak minta tolong "tolong! tolong!"
Aku berlari serampangan, sehingga tanpa sadar aku sudah berdiri di pinggir tebing, meskipun tidak terlalu tinggi, tapi seandainya aku terjatuh atau menggelinding, aku bisa terluka atau bahkan kehilangan nyawa. Laki-laki itu mulai mendekat,
"Jangan mendekat!!!! pergi! aku tidak punya hutang denganmu!! jangan ganggu aku!!" suaraku hampir tercekat di tenggorokan.
"Ha ha ha, kau memang tidak punya hutang, tapi aku harus melenyapkanmu!"
"A-apa maumu??" kakiku mulai bergetar, hampir saja salahsatu kakiku terperosok.
Dia tertawa semakin keras ,dan mulai melontarkan bola bola api untuk menyerang. Aku merunduk mencoba untuk menghindar, sayangnya aku malah terperosok ke tebing dan bergelantungan di sebuah akar yang menonjol. Sesaat kemudian, sekelebatan bayangan putih terbang, berusaha menghalau bola bola api. Kulihat bayangan putih dan bayangan hitam saling bertabrakan di udara
Terdengar suara-suara seperti dua orang beradu kekuatan, bunyi dentingan senjata beradu dan ledakan. Aku berusaha naik mengandalkan tanganku, tapi aku seperti kehabisan tenaga. Aku berteriak minta tolong dengan sisa-sisa kekuatan ku. Tiba-tiba sunyi di atasku. Aku berteriak lagi, semampuku. Di sela-sela keputus asaanku. Aku melihat wajah itu, pemilik mata elang , mas Lingga, ia melongok dari atas sana, dengan wajah khawatir, ia mengulurkan sebilah kayu,
"Pegang erat-erat kayunya ! Aku akan berusaha menarikmu ke atas!"
Bersusah payah aku menjangkau, dan akhirnya aku berhasil. Dia mulai menarikku ke atas. Tangan hangatnya sudah meraihku. Aku sudah berdiri lagi di atas dengan sempoyongan. Kulihat sekitar, sudah tidak kulihat dua sosok itu lagi. Aku kehilangan keseimbangan, ambruk. Aku merasa dua tangan kokoh menggendongku, berlari ke arah persawahan. Kulihat simbok dengan wajah pucat pasi, dan beberapa orang mulai berkerumun.
Kudengar simbok mulai menangis, dan wajah-wajah di sekitarku terlihat semakin khawatir. Aku merasakan sesuatu yang hangat di lenganku. Aku berusaha melihatnya. Sesuatu yang cair dan berwarna merah, ah darahku! Dan semuanya tiba-tiba menjadi gelap!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
𝕃α²¹ᴸ🍾⃝sͩᴇᷞɴͧᴏᷠʀᷧɪᴛᴀ🇦🇪
untung mas lingga gesit
2023-01-09
0
siti mustainah
serem
2022-02-17
1
Nurul Ismy
nanti si murni jd pemeran antagonisnya kaya'nya
2021-06-22
0