Aku memejamkan mataku lalu aku membuka mataku lagi, sosok itu telah hilang. Aku menggelengkan kepalaku, berusaha menegaskan pada diri sendiri, lagi, bahwa itu halusinasi, iya! Cuma halusinasi!
Kulihat mbok Minten masih berdiri di tempatnya, seperti sedang mengamatiku, bu Yanti sudah pergi. Aku cengengesan membalas tatapan mbok Minten yang penuh tanda tanya.
"Le, Nduk, ayo... ayo pulang! sudah mulai surup, mainnya besok lagi ya," suara mbok Minten mengingatkan anak-anak yang masih asik bermain di jalanan.
Mereka membubarkan diri dengan patuh. Aku pun beranjak masuk ke dalam rumah, kulihat mbok Minten pun sudah masuk lewat pintu belakang.
Aku merebahkan tubuhku di ranjang kamarku. Tak terasa hari semakin gelap, azan magrib pun berkumandang. Aku berniat mengambil air wudhu untuk menunaikan salat Magrib, tapi aku mendengar suara bersenandung mbok Minten di sela gemericik air dan bunyi kemlontang gerabah. Iramanya seperti kukenal!
Aku meneruskan langkahku ke belakang, untuk berwudhu dan kemudian melaksanakan salat magrib. Setelah berwirid sebentar, aku menyelesaikan dengan doa dan melepas mukenaku. Merebahkan kembali badanku dan meraih handphone-ku, mengecek kalau-kalau ada telepon atau pesan yang masuk.
Aku melihat layar handphone-ku, tertera di layar ada banyak panggilan masuk. Dari ibu! aku baru saja akan menghubungi balik nomer ibuku untuk membalas telepon, tetapi sesaat kemudian kudengar suara ketukan di pintu kamarku. Aku bangkit dan membuka pintu. Aku melihat mbok Minten tersenyum.
"Sudah selesai beberes nduk? Makan yuk! Pasti Genduk cah ayu, lapar kan? Nanti simbok temani makan ya? "
"Ok, siap Bos!" balasku sambil mengangkat tanganku dengan jempol dan telunjuk membentuk huruf O.
Mbok Minten tersenyum lebih lebar, menggeleng-gelengkan kepala. Berbalik dan berjalan menuju ruang makan. Aku mengikutinya. Beberapa menit kemudian, simbok sudah mulai sibuk mempersiapkan makan malam di meja makan.
Menu yang tersaji meskipun sederhana, tapi membangkitkan selera makanku, tempe goreng, sambel terasi beserta lalapan timun dan kubis, oseng kangkung dan kerupuk udang. Cacing-cacing di perutku sudah mulai berdisko ria, menimbulkan bunyi krucuk-krucuk .
Mbok minten tertawa kecil, aku pun ikut tertawa malu.
"Dasar perut gak sopan, malu-maluin aja!" kataku dalam hati.
"Ayuk Nduk, buruan makan, itu tadi lho udah kemruyuk perutnya. Simbok hari ini cuma masak ini Nduk, tadi mau beli ayam, kata pemilik warung sudah habis. Adanya besok, ndadak kulak lagi di pasar."
"Gak apa-apa Mbok, ini juga udah bikin ngiler," air liurku seperti sudah mau menetes saja.
Aku dan mbok Minten mulai makan, kami terdiam menikmati makanan kami. Sunyi seketika, hanya suara jangkrik di luar yang masih terdengar.
Aku menyudahi makanku dan mulai membereskan meja makan, tapi simbok mencegahku.
"Biar simbok aja Nduk. Genduk istirahat saja. "
"Ya sudah mbok, aku masak kamar dulu ya. "
Aku kembali ke kamarku, meraih handphone-ku, dan mulai memencet nomor ibu. Terdengar nada tersambung di seberang sana. Ibu mengangkat teleponku.
"Assalamualaikum ... Bu. "
"Walaikumsalam ... gimana sih, daritadi ibu telepon kenapa ndak diangkat? Ndak ada kabar, lagi apa? Sudah makan belum?"
Belum juga kujawab satu pertanyaan, ibu sudah memberondongku dengan berbagai pertanyaan.
"Pelan-pelan Bu, ah Ibu nanyanya kayak wartawan aja!" kataku dengan nada manja.
Terdengar suara tawa kecil ibu di sana.
"Ya habisnya, ditelpon ndak ngangkat, ndak sms, ndak ngabari juga, telepon simbok juga ndak bisa, apa HPnya mati? Kamu ini kebiasaan, bikin ibu sport jantung lho!"
"Tadi aku sibuk beberes bu, HP kumatikan nada deringnya, gak tau kalo HPnya mbok Min, nanti kutanyain ya bu, aku dah makan kok bu, baru saja selesai. "
"Ya sudah kalo gitu, ibu tutup teleponnya, kamu baik baik di situ, kalo ada apa apa, ibu dikabari! "
"Ya bu. "
"Assalamualaikum. "
"Waalaikumsalam. "
Aku meletakkan kembali handphone-ku di meja. Masih sunyi. Sesaat kemudian terdengar suara azan Isya. Seperti biasa, aku ke belakang untuk berwudhu. Ketika melewati ruang tengah, aku melihat sosok wanita berkerudung duduk membelakangiku. Ah, itu pasti mbok Min, lagi darusan, pikirku.
Betapa kagetnya aku, ketika melihat Mbok Min berjalan keluar dari dapur. Aku melongok ke ruang tengah. Tapi sosok itu sudah tidak ada lagi.
"Ada apa, Nduk? "
"Gak apa-apa, Mbok."
"Ya sudah, simbok mau ke kamar dulu, kalo butuh apa apa, Genduk bilang ke simbok. "
"Ya mbok. "
Mbok Minten berjalan menuju kamarnya dan aku menatapnya sampai simbok menghilang di balik pintu kamarnya. Seketika, aroma Wangi yang tadi sore tercium lagi.
Siapa dia ya?
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Kustri
kui perewangane simbahmu Yah
2024-11-03
0
Skolastika Nur Intan Kusuma
jadi penasaran aq, lanjut baca ah.
2023-02-25
0
ʝ⃟⃝5ℓ 𝐋α 𝐒єησяιтα 🇵🇸🇮🇩
serem tapi penasaran
nyoba nyoba nyari bcaan horor
ketemu ini
2023-01-09
0