Aku terduduk di ranjang, udara sudah terasa semakin panas. Kulirik jam di dinding, sudah hampir jam 01.00 siang! Sepertinya aku sudah tertidur lama. Kudengar suara di dapur, pasti itu simbok. Aku bangkit menuju dapur, dan melongokkan kepalaku, aku melihat simbok sedang sibuk menata sayur yang mungkin di petiknya di sawah.
Aku duduk di dipan bambu, bunyi "krieet" dipan sepertinya membuat simbok menengokkan kepala.
"Baru bangun, Nduk?"
Aku menganggukkan kepala, simbok tersenyum dan menata kembali sayur-sayuran tadi.
"Genduk mau makan siang? Nanti simbok siapkan ya?" kata simbok masih sambil meneruskan pekerjaannya.
"Gak usah Mbok, aku masih kenyang, tadi juga udah ngemil, simbok makan aja, kalo udah lapar, aku mau dzuhuran dulu mbok." Simbok mengangguk.
Aku berdiri dan meregangkan tubuhku lalu berjalan ke arah kamar mandi, menyalakan keran air untuk berwudhu.
Setelah selesai salat, seperti biasa, aku berwirid sebentar. Belum tuntas aku berwirid, aroma harum semerbak mawar menyeruak. Semakin kuat dan kuat, bibirku mulai berkomat-kamit, membaca doa dan ayat-ayat yang diajarkan guru ngajiku untuk menangkal gangguan makhluk jahat. Akan tetapi, aku malah melihat wanita itu duduk di ranjangku, tersenyum. Aku semakin kencang berkomat kamit.
"Nduk, cah ayu ... jangan takut! Jangan takut, aku takkan menyakitimu, justru sebaliknya, aku akan melindungimu, menjagamu. " Suaranya begitu lembut dan berkharisma. Aku berhenti berkomat-kamit.
"Si—siapa kamu?" kataku, masih terbata-bata.
"Nanti pada saatnya, kamu akan tahu, Nduk. "
Wanita itu menghilang dan meninggalkan kelopak-kelopak Mawar di atas ranjangku.
Tring! Handphone-ku berbunyi, aku terlonjak kaget. Masih tersisa ketegangan tadi yang membuat jantungku serasa mau copot. Sebuah pesan tertera di layar dari nomor yang tidak dikenal, aku membukanya.
"Jangan lupa, nanti malam, kalo mau datang, nanti saya minta tolong seseorang buat menjemput sampean, ndak enak kalo sampean berangkat sendirian dari rumah, sampean siap siap saja, Murni. "
Oh, ternyata dari Murni, aku pun membalasnya,
"Wah, jadi merepotkan, iya saya berangkat. Disini gak ada motor, kalo ada, saya bakal berangkat sendiri, terimakasih sebelumnya. "
"Ndak repot kok, tenang saja."
Aku melepaskan mukenaku, keluar kamar untuk mencari simbok, kulihat simbok sedang membersihkan ruang tengah, dengan kemoceng bulu di tangan. Aku berjalan mendekati simbok dan mengagetkannya.
"Ealah copot! Copot!" kata simbok latah.
"Apanya Mbok yang copot?" Aku cengar-cengir.
"Genduk ini lho, ngagetin simbok aja, nakal!"
"Hehe, maaf mbok, " kataku sembari menangkupkan tangan di depan dada. Simbok geleng-geleng kepala.
"Mbok, aku nanti malam keluar ya, buat kumpulan Karang Taruna. "
"Oh, berarti Murni sudah ke sini? "
"Kok Simbok tau?"
"Tadi siang, simbok ketemu. Tanya-tanya simbok, apa genduk itu lagi di sini, soalnya dia bilang liat genduk di balai desa, dia nanya simbok, apa boleh ngajak genduk kumpulan. Simbok bilang, langsung tanya saja ke genduk. Kalo mau, ya ndak apa apa. Simbok malah seneng kalo genduk mau bergaul sama pemuda pemudi sini. Soalnya, simbok liat-liat, Genduk kayak kesepian. Siapa tahu nanti ketemu temen di sana, trus jadi ndak kesepian di sini." Simbok menjelaskan panjang lebar. Aku manggut-manggut.
*****
Hari sudah malam, kulihat jam di layar handphone-ku, tertulis angka 07.30. Aku sudah selesai bersiap-siap. Memakai kemeja kasual dan jeans andalanku lalu memasukkan handphone dan dompet ke saku jeans. Saat aku keluar kamar, kulihat simbok duduk di ruang tengah, memakai kacamata. Tangannya sibuk mencatat di buku besar. Kemudian, simbok mendongakkan kepalanya dari buku.
"Gimana, Mbok? Udah ok belum?" Aku menempelkan jariku membentuk huruf V di pipi. Simbok menggeleng-geleng sembari tersenyum.
"Genduk ini, mau pake apa saja ya cantik, lha wong emang dasarnya cantik."
"Hehehe ... ah masa sih mbok?" Bajuku terasa menyempit, haha.
Ketukan di pintu menghentikan candaan kami. Aku mengangkat tanganku, berisyarat ke simbok, biar aku saja yang membuka pintu.
"Kulonuwun! " Terdengar suara laki-laki dari luar sana.
"Monggo ... monggo .... " Aku dan simbok serentak menjawab.
Aku membuka pintu, kulihat remaja tanggung tersenyum,
"Saya Aripin, Mbak. Diminta tolong mbak Murni buat menjemput mbak Dyah ke acara Karang Taruna. "
"Oh iya ... iya, sebentar. Aku pamit dulu sama simbok. "
Aripin mengangguk sopan.
"Mbok, aku berangkat ya, Mbok!" Setengah berteriak, aku berpamitan kepada simbok. Simbok malah tergopoh-gopoh dari ruang tengah menuju arahku.
"Tunggu, tunggu, bawa jaket, Nduk! Di luar dingin lho!" usul simbok. "Ealah ... Aripin to yang njemput," sambung simbok lagi.
"Simbok, tahu?" tanyaku.
"Ya tahu lah nduk, itu putranya bu Rusmini, yang punya warung itu lho, Nduk."
Aripin cengar-cengir.
"Yo ... yo, titip gendukku ya, Le !"
"Nggih, Mbok, tenang saja, ndak akan saya nakali kok, hehehe." Aripin cengar-cengir lagi.
"Walah, kamu ini lho! yaudah sana, nanti telat," sahut simbok.
Aku memakai jaketku. Berpamitan ke simbok dan mengikuti Aripin menuju motornya yang terparkir di pinggir jalan. Motornya bukan motor terbaru. Bahkan, seperti sudah dipreteli, hampir tak berbentuk. Melihat aku memperhatikan motornya, Aripin bersuara.
"Motor ndeso, ya gini ini Mbak, hehe. Ndak apa-apa, to? "
Aku tersenyum mendengar perkataan Aripin. Kemudian, aku melangkahkan kaki ke arah jok belakang. Namun, mataku menangkap sesuatu di seberang jalan. Seperti beberapa laki-laki berpakaian Jawa kuno, mereka tanpa suara, berjalan rapih menuju ke arah pertigaan di pojokan rumah simbah putri, dan menghilang di sana. Aku terperangah.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
siti mustainah
lanjut thor penasaran
2022-02-17
2
Qinoy Luchu
baca y siang2..g brani baca mlm2..otak ku sk trepeling kmn2..tp aq sk crt y..wlw krng paham bhs jawa krn aq org sunda..tp ternyata jd tau sdkt2 bhs jawa
2022-02-07
1
Indah Maya Sari
💪💪💪💪💪
2021-06-11
0