POV Lingga.
Aku baru saja mendengar beberapa petani, mengobrol di saat rolasan, di gubuk pinggir sawah. Mereka membicarakan tentang cucu eyang Gantari, sebelumnya aku tidak tahu siapa eyang Gantari, tapi setelah mendengar obrolan-obrolan orang-orang, aku kemudian tahu, bahwa Eyang Gantari adalah termasuk orang yang terpandang di desa dan masih keturunan bangsawan Jawa. Putrinya hanya satu, tinggal di ibukota dan juga mempunyai putri tunggal.
Rumah Eyang Gantari, sekarang dijaga dan dirawat oleh Mbok Minten, rewang setianya. Banyak orang bilang tidak sedikit kejadian mistis terjadi di rumah yang terletak di ujung desa itu. Meskipun antara percaya dan tidak percaya. Bahkan tidak ada rumah lain dalam radius 500 meter dari rumah itu. Hanya hamparan sawah dan kebun, terkesan seperti terisolir.
Namun yang membuat aku penasaran adalah cucu Eyang Gantari yang juga akan menjadi penerus trah Eyangnya. Kudengar dia adalah mahasiswa tingkat akhir di Universitasku dulu. Aku dulu anggota senat Mahasiswa. Jadi, mungkin saja aku mengenalnya. Jangan-jangan gadis yang tadi pagi aku lihat di jalan waktu aku bersepeda?
Aku menimpali obrolan orang-orang yang disela-sela waktu mereka menikmati makan siang,
"Memang siapa namanya cucu Eyang Gantari? "
"Walaaahhh ... Mas Lingga tumben tertarik sama rasan-rasan kami, " balas Yu Tumirah. Kemudian sorak-sorai mengelilingiku.
Aku tersenyum.
"Cuma penasaran kok Mbakyuuuu ...."
"Orangnya cantik lho mas, senggel lagi, hihihi," timpal yu Poniem.
"Lah gimana to Yu, saya nanya namanya siapa. Barangkali saya kenal gitu, lhawong katanya kuliahnya sama kayak saya dulu."
"Oh, namanya mbak Dyah, Mas. Cantik namanya seperti orangnya. Kalo saya masih punya anak joko, saya juga mau ngepek mantu, haha!" Giliran bu Yanti ikut nimbrung.
"Walaaaaahhh, tangeh yuuu tangeeehhh! Bagaikan pungguk merindukan bulan. " Yu poniem menyaut lagi diiringi ledakan tawa yang lain.
"Wes wessss, bubar! " kata bu Yanti pura-pura merajuk. Yang disambut tawa lagi oleh teman-temannya.
Dari kejauhan aku melihat Murni membawa rantang makanan. Biasanya ia membawakan makanan untukku, aku sudah menganggapnya seperti adik sendiri. Tapi dulu ia pernah bilang, tidak mau dianggap seperti adik. Ia menyukaiku sebagai gadis dewasa yang menyukai laki-laki pujaannya. Katanya.
Orang-orang mulai menggodaku dan Murni. Aku sudah terbiasa, tetapi Murni, kulihat wajahnya merona. Dia mendekatiku,
"Nih Mas, Murni masak sendiri lho ...."
"Kan mas sudah bilang gak usah repot-repot, Murni. "
"Ndak kok Mas, cuma kayak gini, ndak merepotkan sama sekali."
Sebenarnya Murni cantik untuk ukuran gadis di desa. Banyak laki-laki yang kepincut bahkan sempat ada yang mau melamar, tetapi ia menolak dengan alasan belum siap. Akan tetapi, belakangan ini aku baru tahu, alasan dia menolak adalah untuk menungguku. Kami memang masih mempunyai hubungan kekerabatan, tetapi itu jauh. Ayah Murni, pak Senen yang memintaku untuk membantu memajukan desa. Ayah Murni adalah Kades sebelumnya dan Pilkades tahun ini, Ayahnya mencalonkan diri lagi.
Sebenarnya, ayah Murni itu orang yang baik. Hanya saja, aku kurang suka karena laki-laki itu sangat tertarik dengan hal-hal klenik.
Aku menikmati makanan yang dibawa Murni. Masakannya enak, hanya saja bagiku memang terlalu asin. Aku sering menggodanya,
"Kalo masakan asin, menurut orang Jawa, tandanya pengen rabi (nikah -pen )"
Kemudian ia akan tersipu malu kalau kugoda. Secantik dan sebaik apapun Murni, sayangnya hatiku tak pernah tergetar olehnya.
Karena dulu aku pernah kesengsem dengan seorang gadis di kampus, adik tingkat jauh di bawahku. Setahuku, ka bukan mahasiswi yang terkenal di jurusannya, bukan mahasiswi yang disibukkan dengan organisasi-organisasi. Akan tetapi, aku pernah satu forum dengan gadis itu di salah satu organisasi keagamaan kampus. Ia selalu melaksanakan tugas apapun yang diberikan kepadanya bahkan suka membantu orang lain. Tanpa sadar aku dulu sering memperhatikannya. Sayangnya, setelah aku lulus, aku tidak bisa melihatnya lagi.
Aku menghabiskan makananku. Murni mengemas bekas tempat makanku dan berpamitan pulang. Aku mengambil air wudhu di padasan yang airnya diambil langsung dari sumber mata air bersih. Kemudian, menunaikan salat zuhur di gubug ini. Beberapa orang ikut menjadi makmumku.
Setelah selesai, aku kembali membantu para petani di sini menyelesaikan pekerjaan mereka dan mencoba untuk memberikan terobosan-terobosan baru dalam teknologi pertanian mereka. Hari semakin sore dan aku berpamitan ke para petani, untuk membantu mengajar ngaji anak-anak di Surau.
Saat malam tiba, aku pulang ke rumah yang kubangun dan kutinggali sendiri. Merebahkan tubuh untuk beristirahat, tetapi bayangan gadis yang dulu itu mulai menggangguku. Apakah dia adalah gadis yang sama yang kulihat tadi pagi?
******
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Murni sudah meneleponku. Ia mengajakku ke balai desa. Meskipun aku bukan ketua Karang Taruna atau petugas pemilihan, Murni mengundangku. Jadi, aku harus datang.
Setelah sampai di Balai Desa, aku seperti melihat gadis yang kemarin dari kejauhan, ia berjalan seorang diri. Matanya memandangi papan pengumuman lalu mendekat ke kerumunan, saat aku memperhatikan kandidat berorasi menjelaskan program kerjanya. Aku merasa gadis itu sedang memperhatikanku. Tanpa sengaja, pandangan kami bertemu. Kemudian, ia menunduk.
"Gimana Mas? bapakku keren to?" Aku terkejut dengan pertanyaan Murni.
"Iya keren, kamu yang ngajarin?"
"Iya dong, siapa dulu? Murni ...." Murni menepuk-nepuk dadanya lembut.
Kami tertawa bersama dan terus mengobrol santai mengomentari dua kandidat. Kemudian, aku melihat gadis -yang kuperhatikan tadi- sudah berlalu.
Aku bertanya kepada Murni, "Murni, gadis itu ... cucunya Eyang Gantari?"
Aku menunjuk punggung gadis itu.
"Iya, kenapa Mas?"
"Undang saja dia buat pertemuan Karang Taruna nanti malam, lumayan kan, ada tambahan tenaga."
"Oh, iya! Bener ... bener, setuju!Gampang itu Mas!"
"Nanti pas acara, minta tolong salah satu remaja buat jemput saja, kasian kalo harus berangkat sendirian malam-malam."
"Iya mas, nanti minta tolong Aripin yang rumahnya searah sama dia."
"Sippp!" Aku mengangkat jempolku untuk Murni, ia tersipu malu.
Malam hari saat acara pertemuan Karang Taruna, aku benar-benar yakin sekarang, dia adalah Gadis yang dulu aku perhatikan di kampus, dadaku bergemuruh hebat. Ternyata ... namanya Dyah. Wajahnya sekarang makin cantik. Tanpa sadar, aku menatapnya dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Sampai acara selesai, dia sering berbisik-bisik dengan Aripin, entah apa yang dibicarakan mereka. Aku merasa tidak nyaman, seperti ada sesuatu perasaan tidak rela!
Aku berpapasan dengan Dyah dan Aripin, aku semakin yakin itu benar-benar "dia", gadis yang aku cari selama ini. Meskipun dia mungkin belum mengenaliku.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
𝕃α²¹ᴸ🍾⃝sͩᴇᷞɴͧᴏᷠʀᷧɪᴛᴀ🇦🇪
jngn ksh kendor mas jngn lolos lgi
2023-01-09
0
𝕃α²¹ᴸ🍾⃝sͩᴇᷞɴͧᴏᷠʀᷧɪᴛᴀ🇦🇪
ojo ojo dyah iki mas lingga
2023-01-09
0
Kustri
Yeeeaaaaah...ketemu cinta pertama stlh kama tak jumpa
2022-06-04
0