Bab 16: Bayangan yang Mengintai

Keheningan yang menguasai gua itu terasa lebih menakutkan daripada kegilaan pertempuran yang baru saja terjadi. Elarya masih berdiri, tubuhnya terhuyung dan lelah, tetapi matanya tetap tajam, penuh waspada. Di sekelilingnya, asap hitam masih berputar-putar, sisa-sisa dari makhluk yang telah hancur oleh kekuatan cahaya yang ia lepaskan. Namun, meskipun ancaman fisik itu telah lenyap, sesuatu yang lebih gelap dan tak terlihat mulai mengintai.

Kael berdiri di sampingnya, menjaga jarak, tetapi tidak pernah melepaskan pandangannya dari Elarya. “Kita menang, Elarya. Tapi kenapa aku merasa ada sesuatu yang belum selesai?”

Lysander, yang lebih berhati-hati, menyapu pandangannya ke sekitar, memeriksa apakah ada ancaman lain. "Kegelapan itu memang hancur, tapi aku juga merasakannya. Sesuatu yang lebih besar... lebih tua mungkin, sedang mengawasi kita."

Tiba-tiba, dari kejauhan, suara lirih terdengar. Itu seperti bisikan, seolah angin yang membawa suara dari masa lalu. Elarya menegakkan tubuhnya, mendengarkan dengan hati-hati. Suara itu bukan berasal dari makhluk yang mereka kalahkan, melainkan sesuatu yang jauh lebih dalam, lebih kuat.

“Kita tak bisa lari dari takdir,” suara itu terdengar lagi, kali ini lebih jelas, lebih nyata. “Tak ada yang bisa melarikan diri dari bayangan yang menunggu di belakang.”

Elarya merasa tubuhnya membeku. Suara itu seperti menggores langsung ke jantungnya, memunculkan perasaan tak terungkapkan yang sudah lama tersembunyi dalam dirinya. Takdir? Kenapa kata itu terasa begitu berat?

Kael dan Lysander saling bertukar pandang, keduanya merasa ketegangan yang semakin meningkat. Sesuatu yang lebih besar, lebih gelap, sedang mengintai mereka. Itu bukan hanya masalah makhluk kegelapan atau ancaman fisik, tetapi lebih jauh dari itu—sesuatu yang terkait dengan masa lalu Elarya, dengan asal-usul kekuatan yang ada dalam dirinya.

“Mereka akan datang,” suara itu bergema, kali ini lebih keras, lebih mendalam, merasuk ke dalam setiap serat tubuh Elarya. “Kalian semua akan tahu siapa yang sebenarnya kalian lawan.”

Elarya menggenggam erat tangannya, cahaya yang biasa ia kendalikan kini terasa panas, seperti ada yang memaksanya keluar. Kekuatan itu mendesak, seolah ingin meluap, tetapi ada ketakutan di dalam dirinya. Apa yang sebenarnya terjadi?

Kael merasakan ketegangan yang memancar dari tubuh Elarya. “Elarya… apa yang terjadi?”

Elarya menatapnya, matanya penuh kebingungan dan kecemasan. “Aku… aku merasa seperti ada yang mengendalikan kekuatanku. Seperti bayangan yang tidak bisa kulihat tapi terus menekan.”

Lysander mendekat, berbicara dengan suara rendah namun tegas. “Jangan biarkan itu mengendalikanmu. Kamu adalah penerus cahaya, Elarya. Ingat siapa dirimu.”

Namun, kata-kata Lysander seakan tak cukup. Bayangan itu semakin mendalam, semakin kuat. Dari dalam gua yang sunyi, tiba-tiba, bentuk-bentuk bayangan mulai muncul. Mereka tidak berbentuk makhluk, tetapi lebih seperti sosok-sosok yang bergerak dari dalam kegelapan, seolah-olah mereka adalah bagian dari ruang itu sendiri. Bayangan-bayangan itu memancarkan aura yang mengerikan, sangat berbeda dari makhluk yang baru saja mereka lawan. Mereka jauh lebih halus, lebih terjalin dengan energi yang tidak bisa dijelaskan.

Elarya terengah-engah, merasa terjebak dalam ketakutan yang sangat dalam. Apa ini? Tiba-tiba ia merasa seperti berada di ruang yang sangat sempit, terperangkap oleh kekuatan yang lebih besar dari apapun yang ia bayangkan. Bayangan itu datang bukan hanya untuk mengalahkan tubuhnya, tetapi untuk merusak jiwa dan keberadaannya.

Kael mengangkat tangan, hendak bergerak untuk melindungi Elarya, namun saat ia melangkah, sebuah bayangan menyambar tubuhnya, mendorongnya ke belakang. Kael terjatuh ke tanah, terkejut oleh kekuatan yang tak terlihat itu. "Kael!" teriak Elarya, suaranya pecah. Ia melangkah maju, tapi setiap langkah terasa berat, seperti ada sesuatu yang menahannya, menariknya kembali ke dalam kegelapan.

“Saat cahaya mengelilingi mereka, gelap akan menguasai yang ada di dalam cahaya itu,” bisikan suara itu kembali terdengar, lebih keras kali ini. “Mereka yang terpilih adalah mereka yang akan hancur.”

Tangan Elarya gemetar. Semua yang telah ia pelajari, semua yang telah ia perjuangkan, terasa hancur seiring dengan bayangan yang semakin mendekat. Dia tidak tahu harus bagaimana, tapi cahaya dalam dirinya menuntut untuk dilepaskan. Namun kali ini, ia tahu—ia harus memegang kendali.

Tiba-tiba, sebuah suara lain, lebih kuat dan lebih jelas, menggema dari dalam dirinya. “Elarya, jangan biarkan mereka mengendalikanmu. Kamu adalah cahaya. Jangan pernah lupakan itu.”

Itu suara ayahnya. Suara yang telah lama hilang, namun tetap ada dalam dirinya. Sebuah peringatan yang mengingatkan dia akan kekuatannya. Cahaya yang bukan hanya berasal dari kekuatan luar, tetapi dari dalam hatinya, dari keberanian yang telah tumbuh dalam dirinya.

Dengan sebuah teriakan yang penuh semangat, Elarya menekan tangannya ke dada, merasakan energi yang mengalir semakin kuat. Cahaya itu mengelilinginya, lebih kuat dari sebelumnya, menembus bayangan yang mengancam dan mengangkat tubuhnya kembali.

Lysander dan Kael, yang masih terhuyung, kini bangkit. Mereka melihat Elarya berdiri tegak, tubuhnya bersinar dengan cahaya yang begitu terang, seakan seluruh dunia tertumpu pada kekuatan itu.

"Elarya!" Kael berteriak, suaranya penuh keyakinan. “Kami bersamamu! Kita akan menghadapinya bersama!”

Namun, bayangan itu tidak menyerah. Mereka mulai bergerak, semakin cepat, semakin banyak, seakan mencoba membungkam cahaya yang menyinari mereka. Namun Elarya tahu apa yang harus dilakukan.

Dengan segenap kekuatan yang ada dalam dirinya, Elarya melepaskan cahaya itu. Ia tidak lagi hanya mengendalikan cahaya; ia menyatukannya dengan segala yang ada dalam dirinya—dengan keberanian, dengan rasa cinta yang ia miliki, dan dengan harapan akan masa depan yang lebih baik. Cahaya itu meledak dengan kekuatan yang luar biasa, menerangi gua dengan gemuruh yang memekakkan telinga.

Bayangan-bayangan itu berteriak, mencoba melawan, namun tidak bisa menghindar. Satu per satu mereka hancur oleh cahaya yang begitu murni, sampai akhirnya semuanya menghilang, tak menyisakan apa-apa selain keheningan.

Elarya terjatuh, kelelahan dan hampir tak bisa bergerak. Kael berlari ke sisinya, memegang tangannya dengan lembut. “Kau berhasil, Elarya,” katanya, suaranya penuh kebanggaan dan cinta. “Kau mengalahkan mereka.”

Tapi, meskipun ia merasa lega, Elarya tahu bahwa ini belum berakhir. Apa yang baru saja terjadi? Apa yang sebenarnya telah mereka lawan?

Dengan nafas terengah, ia menatap Kael. “Ada yang lebih besar lagi yang mengintai… Aku bisa merasakannya.”

Lysander menatap mereka berdua dengan serius. “Kita belum selesai. Tapi kita akan menghadapi apa pun itu—bersama.”

Dan dengan itu, mereka melangkah maju, siap menghadapi bayangan yang lebih dalam, yang lebih gelap—takdir yang masih menunggu untuk dibuka.

Keheningan yang menggantung di udara terasa begitu tebal, seolah setiap detik memanjang menjadi momen yang tak berkesudahan. Cahaya Elarya yang bersinar dengan begitu terang telah menghilangkan bayangan-bayangan jahat yang berusaha menyerang mereka. Namun, meskipun musuh fisik itu telah lenyap, perasaan tak menentu tetap menguasai hati mereka. Kejadian ini terasa seperti titik balik yang menandakan bahwa kegelapan yang mereka hadapi bukan sekadar musuh biasa. Itu adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar—dan lebih menakutkan.

Elarya terjatuh ke tanah, kelelahan yang sangat. Cahaya di tubuhnya mulai meredup, tetapi masih menyisakan pancaran lembut yang memberi sedikit ketenangan. Namun, rasa sakit di tubuhnya dan keletihan mental membuatnya sulit untuk berdiri.

Kael, yang sebelumnya terjatuh karena kekuatan bayangan yang menghempasnya, kini bergegas mendekat. Wajahnya masih dipenuhi tanda-tanda kelelahan, namun di matanya ada tekad yang kuat, tak tergoyahkan. Ia duduk di sebelah Elarya dan menggenggam tangan Elarya dengan lembut, seakan memberi kekuatan baru padanya.

“Elarya...” Kael berbisik, matanya penuh kekhawatiran. “Kau masih bisa berdiri, bukan? Jangan biarkan dirimu jatuh sekarang.”

Elarya menatap Kael, senyum kecil muncul di bibirnya meskipun lemah. “Aku… aku tidak tahu apa yang baru saja terjadi, Kael. Semua terasa begitu… gelap, meskipun aku sudah mengeluarkan seluruh kekuatanku. Tapi bayangan itu, suara-suara itu… Rasanya seperti ada sesuatu yang masih mengintai di dalam gua ini.”

Lysander yang berada di sebelah mereka, menatap ke dalam kegelapan gua yang tersisa. Matanya tajam, penuh perhitungan, seolah mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. “Kekuatan itu… Itu bukan sekadar energi jahat. Aku pernah merasakannya sebelumnya, tetapi aku tak pernah mengalaminya sebanyak ini. Sepertinya ada kekuatan yang lebih tua yang sedang kita lawan. Bayangan-bayangan itu… bukan hanya ilusi, mereka berasal dari sesuatu yang lebih dalam.”

Kael mengangguk setuju. “Aku merasakannya juga. Sesuatu yang lebih dalam… lebih jauh dari apa yang bisa kita bayangkan. Seperti sesuatu yang tak bisa kita lihat, tapi terus mengintai dari jauh.”

Elarya menggigit bibir bawahnya, menahan perasaan yang semakin berat. Ada perasaan aneh yang menggelayuti jiwanya, seolah-olah kekuatan dalam dirinya mulai meronta untuk keluar, menuntut lebih. Cahaya itu adalah bagian dari dirinya, tetapi seiring berjalannya waktu, ia merasa semakin sulit mengendalikannya. Itu bukan hanya tentang mengalahkan kegelapan luar, tetapi juga tentang memerangi kegelapan yang ada dalam dirinya—kegelapan yang telah tertanam lama, sejak pertama kali segel itu diberikan padanya.

“Lysander, Kael…” suara Elarya terdengar lemah namun penuh dengan keseriusan. “Aku merasa ada yang salah. Kekuatanku… Aku merasa seperti aku tak bisa mengendalikannya lagi. Seperti ada yang menggerakkannya tanpa sepengetahuanku.”

Lysander menatapnya dengan cermat, dan untuk sejenak, wajahnya terlihat khawatir. “Elarya, kau baru saja mengalahkan makhluk yang sangat kuat. Kekuatanmu luar biasa, tetapi kau juga baru saja menyentuh batas dirimu. Cahaya yang ada dalam dirimu adalah kekuatan besar, tetapi kau harus belajar untuk mengendalikannya, untuk mengerti bahwa ini bukan sekadar tentang menghancurkan musuh. Ini tentang memahami dirimu sendiri.”

Kael menggenggam tangan Elarya dengan lebih erat, memberikan kehangatan pada tubuhnya yang lelah. “Kita semua bersama-sama, Elarya. Kau tidak perlu menghadapi ini sendirian.”

Tapi meskipun kata-kata Kael penuh dengan keyakinan, Elarya tahu bahwa perjalanan ini jauh lebih rumit dari yang bisa mereka bayangkan. Mereka semua—termasuk dirinya—belum benar-benar mengerti apa yang mereka hadapi. Kegelapan itu bukan hanya musuh yang bisa dibunuh atau dikalahkan dengan mudah. Ini adalah ancaman yang lebih mendalam, lebih mengakar.

“Kael, Lysander… aku harus menghadapinya,” Elarya berkata dengan suara yang lebih tegas, meskipun tubuhnya masih gemetar. “Aku harus lebih memahami kekuatan ini. Aku harus tahu siapa yang sebenarnya mengendalikan kegelapan ini, dan kenapa aku selalu merasakannya.”

Lysander mengangguk, matanya penuh dengan rasa hormat dan kekhawatiran. “Jika itu yang kau inginkan, kami akan membantumu. Tetapi kau harus hati-hati, Elarya. Setiap langkahmu bisa menjadi langkah terakhir.”

Kael menatapnya dengan tatapan yang penuh perhatian, lalu berbicara dengan lembut. “Kita akan melalui ini bersama, apapun yang terjadi.”

Dengan kata-kata itu, mereka bertiga melangkah maju, menjelajahi gua yang tampak semakin kosong dan sunyi. Gua itu terasa seperti dunia lain, tempat di mana waktu dan ruang seakan saling bercampur. Namun, meskipun semuanya tampak tenang, Elarya merasakan sesuatu yang berbeda. Suara bisikan itu, suara yang terdengar di dalam pikirannya, semakin jelas. Itu seperti suara yang memanggilnya—mengingatkannya akan sesuatu yang sangat penting.

Mereka melangkah lebih dalam, semakin jauh dari titik pertama pertempuran, dan semakin dekat ke bagian terdalam dari gua yang tampak begitu gelap dan tidak terjamah. Gua itu tampaknya berubah seiring perjalanan mereka, seolah membentuk labirin yang menantang mereka untuk terus maju.

Akhirnya, setelah perjalanan panjang yang penuh ketegangan, mereka tiba di sebuah ruangan besar, luas dan kosong. Dindingnya dipenuhi dengan ukiran-ukiran kuno yang sulit dipahami. Elarya merasakan cahaya dalam dirinya semakin membara, tetapi ia berusaha untuk menahannya, merasa takut jika ia melepaskannya akan membahayakan mereka semua.

Tiba-tiba, suara bisikan itu terdengar lagi, lebih keras dari sebelumnya. “Kalian telah datang jauh… jauh sekali. Tetapi hanya satu yang dapat bertahan. Siapa yang akan bertahan?”

Elarya tertegun. Kata-kata itu seperti mengguncang seluruh eksistensinya. Siapa yang akan bertahan? Apa maksudnya?

“Dengarkan aku, Elarya,” suara itu berlanjut, kali ini lebih jelas. “Kegelapan yang kau hadapi… bukan hanya musuh luar. Itu adalah bagian dari dirimu. Itu adalah takdirmu. Jika kau ingin mengalahkannya, kau harus terlebih dahulu mengalahkan dirimu sendiri.”

Kata-kata itu menusuk dalam, dan Elarya merasa jantungnya berdegup kencang. Apakah itu artinya? Mengalahkan dirinya sendiri? Bagaimana mungkin?

Namun, sebelum ia bisa berpikir lebih jauh, gua itu bergetar hebat. Suatu kekuatan yang lebih besar mulai mengisi udara, dan sebuah bayangan besar muncul di depan mereka. Kali ini, itu bukan sekadar bayangan. Itu adalah sosok—sosok yang tampak seperti diri Elarya, tetapi dengan aura yang gelap dan menakutkan. Sosok itu tersenyum dengan penuh kebencian, matanya berkilat penuh dengan keganasan.

“Kau datang untuk mengalahkan dirimu sendiri, Elarya?” suara itu menggema, terasa seperti suara ribuan bisikan sekaligus. “Saatnya untuk mengetahui siapa yang sebenarnya kau lawan.”

Sosok gelap di hadapan mereka bergerak dengan kecepatan yang luar biasa, seperti bayangan yang hidup. Elarya terpaku, tubuhnya kaku, matanya terbelalak saat sosok itu semakin mendekat. Sosok tersebut tampak seperti refleksi dirinya, tetapi dengan aura yang kelam, tak terjamah cahaya. Rambut panjang yang biasanya berkilau dalam sinar mentari kini mengalir liar, hitam pekat, dan matanya menyala dengan kebencian yang begitu dalam.

"Apakah kamu benar-benar pikir bisa mengalahkanku?" suara itu bergema, seakan berasal dari dalam kegelapan itu sendiri, membuat hati Elarya berdegup lebih cepat. Sosok itu berbicara dengan nada yang begitu dingin, seolah menguji keberanian Elarya.

Elarya mundur selangkah, namun langkah itu terasa lebih berat daripada sebelumnya. Cahaya di dalam dirinya, yang biasanya mengalir begitu bebas, kini terhenti—tersekat, seakan terkurung oleh bayangan yang menghadangnya. Dia merasa seolah-olah dirinya sedang berhadapan dengan sesuatu yang tak bisa ia pahami, sesuatu yang lebih dari sekadar musuh. Sosok itu—bayangan itu—mewakili bagian dirinya yang selama ini ia sembunyikan, yang selama ini ia coba untuk lupakan.

“Siapa… siapa kamu?” suara Elarya bergetar, meskipun ia berusaha untuk tetap tegar.

“Apakah kamu masih belum paham, Elarya?” Bayangan itu tertawa, dan suara tawanya bergema di seluruh ruangan. “Aku adalah bagian dari dirimu. Kegelapan yang selalu ada, bahkan sebelum segel itu diletakkan di tubuhmu. Aku adalah takdirmu, Elarya. Dan kamu takkan pernah bisa menghindar dariku.”

Kael dan Lysander yang berada di belakang Elarya, merasakan ketegangan yang mencekam. Lysander memegang pedangnya dengan erat, matanya tetap tajam, waspada. “Jangan biarkan dirimu terperangkap dalam ilusi ini, Elarya!” teriaknya, berusaha memberi semangat. “Kita semua di sini bersamamu!”

Kael pun berdiri lebih dekat, menatap dengan penuh perhatian pada Elarya. “Jangan takut. Kami ada di sini. Ini hanya bayangan, bukan dirimu yang sebenarnya.”

Namun, kata-kata mereka seakan tak mampu menembus dinding ketakutan yang mulai menguasai Elarya. Sosok bayangan itu melangkah maju, dan Elarya merasa tubuhnya seolah dihimpit oleh kekuatan tak terlihat. Cahaya dalam dirinya bergejolak, tapi ia tak bisa mengendalikannya. Seiring dengan setiap langkah bayangan itu, cahaya itu semakin pudar, seolah ia tak memiliki cukup kekuatan untuk melawan.

“Kau pikir segel itu akan membebaskanmu dari takdirmu?” Bayangan itu mendekat lebih dekat lagi, suaranya seperti bisikan yang menyusup langsung ke dalam pikiran Elarya. “Kau dan aku adalah satu. Kegelapan dan cahaya itu tak bisa terpisahkan. Apa yang kau coba tutupi, apa yang kau coba lari darinya—semua itu adalah bagian dari dirimu.”

Elarya terhuyung mundur, tetapi langkahnya terasa semakin lambat. “Tidak… Tidak, aku bukan seperti itu…” Kata-kata itu terdengar lemah, bahkan untuk dirinya sendiri. “Aku adalah cahaya. Aku tidak akan menjadi seperti dirimu.”

Bayangan itu berhenti sejenak, lalu mengangkat tangannya. Sebuah angin gelap yang dingin mulai berputar di sekitar Elarya, menarik kekuatan dari dalam tubuhnya, menghisap cahaya yang masih tersisa. “Kamu benar, Elarya. Kamu adalah cahaya. Tapi tahukah kamu apa yang akan terjadi saat cahaya itu mulai memudar? Aku hanya akan kembali lagi, lebih kuat, lebih mendalam. Begitu juga denganmu. Saat cahaya itu meredup, hanya aku yang akan tersisa.”

Suara itu mulai mengisi seluruh ruangan, bergema dan menggema, seakan mencoba menghancurkan ketahanan mental Elarya. Cahaya di tubuhnya semakin lemah, tubuhnya gemetar karena tekanan yang datang dari dalam dan luar. Namun, di tengah-tengah kekosongan itu, ada sesuatu yang bangkit. Sebuah suara, meski lembut, namun tegas, mulai terdengar di dalam hati Elarya.

“Kamu lebih dari ini, Elarya. Cahaya itu ada dalam dirimu karena itu adalah pilihanmu. Jangan biarkan bayangan itu mendefinisikan siapa kamu.”

Itu adalah suara ayahnya. Suara yang penuh dengan harapan dan keyakinan, yang selalu mengingatkannya bahwa ia lebih dari sekadar segel atau takdir yang ditentukan. Elarya menarik napas dalam-dalam. Cahaya itu ada di dalam dirinya, bukan karena takdir, tetapi karena pilihannya. Dia bisa mengendalikan itu.

Mengumpulkan seluruh kekuatan yang masih ada, Elarya menatap bayangan itu dengan mata yang penuh keberanian. “Aku bukan milikmu. Aku adalah milikku sendiri,” katanya dengan suara yang semakin keras, mengusir keraguan yang mencekam. “Cahaya ini akan tetap hidup. Aku akan mengendalikannya.”

Kael dan Lysander memperhatikan dengan seksama, masing-masing bisa merasakan kekuatan yang mulai bangkit dalam diri Elarya. Bayangan itu menatapnya dengan rasa jijik dan kebencian. “Jangan berani untuk melawan takdirmu,” katanya dengan tawa yang mengerikan. “Cahaya itu akan memudar, seperti segala hal yang pernah ada. Tak ada yang bisa selamat dari kegelapan yang abadi.”

Tapi Elarya tidak mundur. Ia menutup matanya sejenak, merasakan aliran cahaya yang mulai terhubung kembali dengan dirinya. Setiap serat tubuhnya bergetar dengan energi yang semakin kuat. Cahaya itu, yang selama ini ia pelihara, kini terasa lebih terang dari sebelumnya—lebih murni, lebih bebas.

“Tidak!” teriak Elarya, dan dengan kekuatan yang sangat besar, ia membuka matanya. Cahaya yang begitu murni dan terang meledak keluar dari tubuhnya, membanjiri seluruh ruangan. Sosok bayangan itu berteriak, berusaha melawan, tetapi tidak bisa menghindar dari ledakan cahaya yang begitu kuat. Bayangan itu mulai menghilang, tertelan oleh cahaya yang begitu kuat.

Namun, meskipun bayangan itu menghilang, Elarya tahu ini bukan akhir dari segalanya. Ini hanyalah permulaan dari perjalanan panjang yang harus ia hadapi—menghadapi kegelapan yang tidak hanya datang dari luar, tetapi juga dari dalam dirinya. Kegelapan itu akan selalu mencoba menguji dirinya, mengingatkan bahwa takdir adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari.

Namun, untuk pertama kalinya, Elarya merasa yakin—bahwa ia adalah pemegang takdirnya sendiri.

Cahaya itu adalah miliknya, dan ia akan mengendalikannya dengan segala kekuatan yang ada di dalam dirinya.

Episodes
1 Bab 1: Cahaya dan Bayangan
2 Bab 2: Pencarian Dimulai
3 Bab 3: Penjaga Kekuatan
4 Bab 4: Pengujian Cahaya
5 Bab 5: Jalan yang Terbuka
6 Bab 6: Cahaya yang Terhalang
7 Bab 7: Jejak Kegelapan
8 Bab 8: Bayangan yang Kembali
9 Bab 9: Pertempuran Tak Terhindarkan
10 Bab 10: Jejak Kegelapan yang Menyusup
11 Bab 11: Cahaya yang Menyentuh Hati
12 Bab 12: Menghadapi Takdir
13 Bab 13: Mencari Petunjuk
14 Bab 14: Keputusan di Ujung Cahaya
15 Bab 15: Cahaya yang Menuntun
16 Bab 16: Bayangan yang Mengintai
17 Bab 17: Menghadapi Takdir
18 Bab 18: Malam yang Tak Terlupakan
19 Bab 19: Kegelapan yang Mengguncang
20 Bab 20: Pengkhianatan dalam Kegelapan
21 Bab 21: Tanda Awal Kehancuran
22 Bab 22: Cahaya yang Tertinggal
23 Bab 23: Penjagakuil
24 Bab 24: Warisan Terakhir
25 Bab 25: Cahaya dan Bayangan
26 Bab 26: Bayang-Bayang Harapan
27 Bab 27: Pengorbanan yang Terpendam
28 Bab 28: Kegelapan yang Mengintai
29 Bab 29: Cahaya di Tengah Kegelapan
30 Bab 30: Cahaya di Tengah Kegelapan
31 Bab 31: Awal dari Cahaya Baru
32 Bab 32: Di Antara Cahaya dan Kegelapan
33 Bab 33: Kekuatan Baru, Awal yang Rapuh
34 Bab 34: Warisan Takdir
35 Bab 35: Bayang-Bayang yang Kembali
36 Bab 36: Jejak Takdir
37 Bab 37: Cahaya Baru di Tengah Kegelapan
38 Bab 38: Sang Pewaris Takdir
39 Bab 39: Titik Balik
40 Bab 40: Bayangan di Balik Kedamaian
41 Bab 41: Sang Penerus Cahaya
42 Bab 42: Warisan yang Dibangunkan
43 Bab 43: Kelahiran dalam Kekacauan
44 Bab 44: Hati yang Teruji
45 Bab 45: Membangun Kembali Dunia yang Hancur
46 Bab 46: Titik Balik
47 Bab 47: Awal dari Sebuah Kehidupan Baru
48 Bab 48: Awal yang Baru, Bahaya yang Mengintai
49 Bab 49: Fajar Baru
50 Bab 50: Awal Baru yang Penuh Tantangan
51 Bab 51: Fajar Baru, Bayangan Lama
52 Bab 52: Bayangan dari Masa Lalu
53 Bab 53: Pertarungan Terakhir
54 Bab 54: Perang yang Tak Terelakkan
55 Bab 55: Harapan yang Terbit
56 Bab 56: Cahaya Baru di Ufuk Timur
57 Bab 57: Fajar Perlawanan Terakhir
58 Bab 58: Langkah yang Berat
59 Bab 59: Pertempuran Tak Terelakkan
60 Bab 60: Bayangan yang Mengikuti
61 Bab 61: Kegelapan yang Meninggi
62 Bab 62: Cahaya di Tengah Kegelapan
63 Bab 63: Bayangan di Puncak Bukit
64 Bab 64: Menyongsong Awan Gelap
65 Bab 65: Cahaya yang Tersisa
66 Bab 66: Bayangan yang Mengintai
67 Bab 67: Cahaya yang Tak Pernah Padam
68 Bab 68: Cahaya yang Terus Menyala
69 Bab 69: Kesatuan Cahaya dan Kegelapan
70 Bab 70: Pengorbanan dan Harapan Baru
71 Bab 71: Bisikan dari Kegelapan
72 Bab 72: Mata yang Mengintai
73 Bab 73: Lembah Bayangan dan Bisikan Gelap
74 Bab 74: Perjalanan yang Tak Pernah Berakhir
75 Bab 75: Perjalanan Tak Terduga
76 Bab 76: Ancaman yang Lebih Besar
77 Bab 77: Harapan Baru
78 Bab 78: Pertempuran yang Tak Terelakkan
79 Bab 79: Keputusan Baru
80 Bab 80: Kekuatan dalam Kehilangan
81 Bab 81: Menghadap Bayangan Kegelapan
82 Bab 82: Cahaya Baru di Bawah Langit
83 Bab 83: Kebenaran yang Tersembunyi
84 Bab 84: Bayang-Bayang yang Menyusul
85 Bab 85: Jejak di Tengah Bayangan
86 Bab 86: Bayangan di Ambang Takdir
87 Bab 87: Perjalanan yang Meningkat
88 Bab 88: Serangan Terakhir dan Ketenangan Setelah Badai
89 Bab 89: Pertempuran dalam Kegelapan
90 Bab 90: Pertempuran di Lembah Kegelapan
91 Bab 91: Rahasia di Balik Lembah Kabut
92 Bab 92: Mencari Cahaya dalam Kegelapan
93 bab 93 :Ujian di Kegelapan
94 Bab 94: Ujian Pengetahuan
95 Bab 95: Heartstone
96 Bab 96 :Jalinan Takdir
97 Bab 97 : Dunia yang Tenang
98 Bab 98: Fajar di Tengah Kegelapan
99 Bab 99 : "Cahaya dalam Kegelapan: Perjalanan Menuju Heartstone"
100 Bab 100: Puncak Pertempuran
101 Bab 101: Cahaya di Tengah Badai
102 Bab 102: Jantung Kegelapan
103 Bab 103: Harmoni di Antara Cahaya dan Bayangan
104 Bab 104 : Kembali ke Dunia yang Dikenal
105 Bab 105: Cahaya dalam Kegelapan
106 bab 106 : Menuju Perbatasan Menuju Lembah Baru
107 Bab 107: Mencari Heartstone
108 Bab 108: Cahaya yang Menghidupkan
109 Bab 109: Menyambut Hari Esok
110 Bab 110: Menjaga Cahaya
111 Bab 111 Pertarungan di Balik Pintu Dimensi
112 Bab 112: Jejak di Antara Dua Dunia
113 Bab 113: Cahaya di Tengah Kegelapan
114 Bab 114 Hati dari Kegelapan
115 Bab 115: Pengorbanan Baru
116 Bab 116 :Persiapan untuk Ujian Selanjutnya”.
117 bab 117: persiapan menuju ujian besar
118 Bab 118: Bayangan Keraguan
119 Bab 119: Jalan Menuju Kebenaran
120 Bab 120: Rahasia Takhta Kosong
121 Bab 121: Mimpi yang Terpecah
122 Bab 122: Bayangan di Balik Kabut
123 Bab 123: Bayangan di Antara Cahaya
124 Bab 124: Bayangan yang Tertinggal
125 Bab 125: Jejak Menuju Velarion
126 Bab 126: Bayangan yang Mengintai
127 Bab 127: Jejak Menuju Kuil Keseimbangan
128 Bab 128; harmoni yang baru
129 Bab 129 : "Membangun Masa Depan"
130 Bab 130: Pelajaran yang Didapatkan
131 Bab 131: Kegelapan yang Terbangkitkan
132 Bab 132: Awan Kegelapan yang Menyebar
133 Bab 133: Jalan Kebenaran yang Terjal
134 Bab 134: Menyentuh Batas
135 Bab 135: Langkah Selanjutnya
136 Bab 136: Nyala yang Tak Padam
137 Bab 137: Nyanyian Kegelapan
138 Bab 138: Rahasia yang Terkubur
139 Bab 139: Misteri Pegunungan Avarin
140 Bab 140: Menuju Puncak Takdir
141 Bab 141: Cahaya yang Tak Pernah Padam
142 Bab 142: Dalam Jerat Kegelapan
143 Bab 143: Langkah di Antara Dua Dunia
144 Bab 144: Menggenggam Takdir
145 Bab 145: Ujian Kegelapan Terakhir
146 Bab 146: Cermin Takdir
147 Bab 147: Pusaran Takdir
148 Bab 148: Kunci dari Masa Lalu
149 Bab 149: Bisikan Lembah Kegelapan
150 Bab 150: Jejak Terakhir Menuju Kebenaran
151 Bab 151: Nyala Cahaya yang Tak Pernah Padam
152 Bab 152: Bayangan di Balik Jejak
153 Bab 153: Harapan yang Retak
154 Bab 154 : gerbang yang terbuka
155 Bab 155: Kegelapan yang Menunggu
156 Bab 156 : Bayangan yang Tak Pernah Hilang
157 Bab 157: Jejak yang Tak Terhapuskan
158 Bab 158 : Dalam Cengkeraman Takdir
159 Bab 159: Bayangan yang Menghantui
160 Bab 160: Pengorbanan yang Tak Terelakkan
161 Bab 161: Bayang-bayang Tak Terlihat
162 Bab 162: Bayang-Bayang Tak Terlihat
163 Bab 163: Titik Balik di Inti Cahaya
164 Bab 164: Menuju Perpustakaan Terakhir
165 Bab 165: Cahaya di Ujung Bayangan
166 Bab 166: Bayangan yang Memandu
167 Bab 167: Gerbang Keabadian
168 Bab 168: Pengorbanan yang Terlupakan
169 Bab 169: Bayangan Masa Depan
170 Bab 170: Cahaya dalam Kegelapan
171 Bab 171: Cahaya yang Membimbing
172 Bab 172: Gerbang Takdir
173 Bab 173: Menyusuri Kegelapan
174 Bab 174: Langkah di Antara Bayangan
175 Bab 175: Pengejaran Takdir
176 Bab 176: Di Ambang Keabadian
177 Bab 177: Jejak Bintang Menuju Arcadia
178 Bab 178: Cahaya dan Bayangan yang Berbincang
179 Bab 179: Bisikan Takdir
180 Bab 180: Pilihan yang Mengubah Segalanya
Episodes

Updated 180 Episodes

1
Bab 1: Cahaya dan Bayangan
2
Bab 2: Pencarian Dimulai
3
Bab 3: Penjaga Kekuatan
4
Bab 4: Pengujian Cahaya
5
Bab 5: Jalan yang Terbuka
6
Bab 6: Cahaya yang Terhalang
7
Bab 7: Jejak Kegelapan
8
Bab 8: Bayangan yang Kembali
9
Bab 9: Pertempuran Tak Terhindarkan
10
Bab 10: Jejak Kegelapan yang Menyusup
11
Bab 11: Cahaya yang Menyentuh Hati
12
Bab 12: Menghadapi Takdir
13
Bab 13: Mencari Petunjuk
14
Bab 14: Keputusan di Ujung Cahaya
15
Bab 15: Cahaya yang Menuntun
16
Bab 16: Bayangan yang Mengintai
17
Bab 17: Menghadapi Takdir
18
Bab 18: Malam yang Tak Terlupakan
19
Bab 19: Kegelapan yang Mengguncang
20
Bab 20: Pengkhianatan dalam Kegelapan
21
Bab 21: Tanda Awal Kehancuran
22
Bab 22: Cahaya yang Tertinggal
23
Bab 23: Penjagakuil
24
Bab 24: Warisan Terakhir
25
Bab 25: Cahaya dan Bayangan
26
Bab 26: Bayang-Bayang Harapan
27
Bab 27: Pengorbanan yang Terpendam
28
Bab 28: Kegelapan yang Mengintai
29
Bab 29: Cahaya di Tengah Kegelapan
30
Bab 30: Cahaya di Tengah Kegelapan
31
Bab 31: Awal dari Cahaya Baru
32
Bab 32: Di Antara Cahaya dan Kegelapan
33
Bab 33: Kekuatan Baru, Awal yang Rapuh
34
Bab 34: Warisan Takdir
35
Bab 35: Bayang-Bayang yang Kembali
36
Bab 36: Jejak Takdir
37
Bab 37: Cahaya Baru di Tengah Kegelapan
38
Bab 38: Sang Pewaris Takdir
39
Bab 39: Titik Balik
40
Bab 40: Bayangan di Balik Kedamaian
41
Bab 41: Sang Penerus Cahaya
42
Bab 42: Warisan yang Dibangunkan
43
Bab 43: Kelahiran dalam Kekacauan
44
Bab 44: Hati yang Teruji
45
Bab 45: Membangun Kembali Dunia yang Hancur
46
Bab 46: Titik Balik
47
Bab 47: Awal dari Sebuah Kehidupan Baru
48
Bab 48: Awal yang Baru, Bahaya yang Mengintai
49
Bab 49: Fajar Baru
50
Bab 50: Awal Baru yang Penuh Tantangan
51
Bab 51: Fajar Baru, Bayangan Lama
52
Bab 52: Bayangan dari Masa Lalu
53
Bab 53: Pertarungan Terakhir
54
Bab 54: Perang yang Tak Terelakkan
55
Bab 55: Harapan yang Terbit
56
Bab 56: Cahaya Baru di Ufuk Timur
57
Bab 57: Fajar Perlawanan Terakhir
58
Bab 58: Langkah yang Berat
59
Bab 59: Pertempuran Tak Terelakkan
60
Bab 60: Bayangan yang Mengikuti
61
Bab 61: Kegelapan yang Meninggi
62
Bab 62: Cahaya di Tengah Kegelapan
63
Bab 63: Bayangan di Puncak Bukit
64
Bab 64: Menyongsong Awan Gelap
65
Bab 65: Cahaya yang Tersisa
66
Bab 66: Bayangan yang Mengintai
67
Bab 67: Cahaya yang Tak Pernah Padam
68
Bab 68: Cahaya yang Terus Menyala
69
Bab 69: Kesatuan Cahaya dan Kegelapan
70
Bab 70: Pengorbanan dan Harapan Baru
71
Bab 71: Bisikan dari Kegelapan
72
Bab 72: Mata yang Mengintai
73
Bab 73: Lembah Bayangan dan Bisikan Gelap
74
Bab 74: Perjalanan yang Tak Pernah Berakhir
75
Bab 75: Perjalanan Tak Terduga
76
Bab 76: Ancaman yang Lebih Besar
77
Bab 77: Harapan Baru
78
Bab 78: Pertempuran yang Tak Terelakkan
79
Bab 79: Keputusan Baru
80
Bab 80: Kekuatan dalam Kehilangan
81
Bab 81: Menghadap Bayangan Kegelapan
82
Bab 82: Cahaya Baru di Bawah Langit
83
Bab 83: Kebenaran yang Tersembunyi
84
Bab 84: Bayang-Bayang yang Menyusul
85
Bab 85: Jejak di Tengah Bayangan
86
Bab 86: Bayangan di Ambang Takdir
87
Bab 87: Perjalanan yang Meningkat
88
Bab 88: Serangan Terakhir dan Ketenangan Setelah Badai
89
Bab 89: Pertempuran dalam Kegelapan
90
Bab 90: Pertempuran di Lembah Kegelapan
91
Bab 91: Rahasia di Balik Lembah Kabut
92
Bab 92: Mencari Cahaya dalam Kegelapan
93
bab 93 :Ujian di Kegelapan
94
Bab 94: Ujian Pengetahuan
95
Bab 95: Heartstone
96
Bab 96 :Jalinan Takdir
97
Bab 97 : Dunia yang Tenang
98
Bab 98: Fajar di Tengah Kegelapan
99
Bab 99 : "Cahaya dalam Kegelapan: Perjalanan Menuju Heartstone"
100
Bab 100: Puncak Pertempuran
101
Bab 101: Cahaya di Tengah Badai
102
Bab 102: Jantung Kegelapan
103
Bab 103: Harmoni di Antara Cahaya dan Bayangan
104
Bab 104 : Kembali ke Dunia yang Dikenal
105
Bab 105: Cahaya dalam Kegelapan
106
bab 106 : Menuju Perbatasan Menuju Lembah Baru
107
Bab 107: Mencari Heartstone
108
Bab 108: Cahaya yang Menghidupkan
109
Bab 109: Menyambut Hari Esok
110
Bab 110: Menjaga Cahaya
111
Bab 111 Pertarungan di Balik Pintu Dimensi
112
Bab 112: Jejak di Antara Dua Dunia
113
Bab 113: Cahaya di Tengah Kegelapan
114
Bab 114 Hati dari Kegelapan
115
Bab 115: Pengorbanan Baru
116
Bab 116 :Persiapan untuk Ujian Selanjutnya”.
117
bab 117: persiapan menuju ujian besar
118
Bab 118: Bayangan Keraguan
119
Bab 119: Jalan Menuju Kebenaran
120
Bab 120: Rahasia Takhta Kosong
121
Bab 121: Mimpi yang Terpecah
122
Bab 122: Bayangan di Balik Kabut
123
Bab 123: Bayangan di Antara Cahaya
124
Bab 124: Bayangan yang Tertinggal
125
Bab 125: Jejak Menuju Velarion
126
Bab 126: Bayangan yang Mengintai
127
Bab 127: Jejak Menuju Kuil Keseimbangan
128
Bab 128; harmoni yang baru
129
Bab 129 : "Membangun Masa Depan"
130
Bab 130: Pelajaran yang Didapatkan
131
Bab 131: Kegelapan yang Terbangkitkan
132
Bab 132: Awan Kegelapan yang Menyebar
133
Bab 133: Jalan Kebenaran yang Terjal
134
Bab 134: Menyentuh Batas
135
Bab 135: Langkah Selanjutnya
136
Bab 136: Nyala yang Tak Padam
137
Bab 137: Nyanyian Kegelapan
138
Bab 138: Rahasia yang Terkubur
139
Bab 139: Misteri Pegunungan Avarin
140
Bab 140: Menuju Puncak Takdir
141
Bab 141: Cahaya yang Tak Pernah Padam
142
Bab 142: Dalam Jerat Kegelapan
143
Bab 143: Langkah di Antara Dua Dunia
144
Bab 144: Menggenggam Takdir
145
Bab 145: Ujian Kegelapan Terakhir
146
Bab 146: Cermin Takdir
147
Bab 147: Pusaran Takdir
148
Bab 148: Kunci dari Masa Lalu
149
Bab 149: Bisikan Lembah Kegelapan
150
Bab 150: Jejak Terakhir Menuju Kebenaran
151
Bab 151: Nyala Cahaya yang Tak Pernah Padam
152
Bab 152: Bayangan di Balik Jejak
153
Bab 153: Harapan yang Retak
154
Bab 154 : gerbang yang terbuka
155
Bab 155: Kegelapan yang Menunggu
156
Bab 156 : Bayangan yang Tak Pernah Hilang
157
Bab 157: Jejak yang Tak Terhapuskan
158
Bab 158 : Dalam Cengkeraman Takdir
159
Bab 159: Bayangan yang Menghantui
160
Bab 160: Pengorbanan yang Tak Terelakkan
161
Bab 161: Bayang-bayang Tak Terlihat
162
Bab 162: Bayang-Bayang Tak Terlihat
163
Bab 163: Titik Balik di Inti Cahaya
164
Bab 164: Menuju Perpustakaan Terakhir
165
Bab 165: Cahaya di Ujung Bayangan
166
Bab 166: Bayangan yang Memandu
167
Bab 167: Gerbang Keabadian
168
Bab 168: Pengorbanan yang Terlupakan
169
Bab 169: Bayangan Masa Depan
170
Bab 170: Cahaya dalam Kegelapan
171
Bab 171: Cahaya yang Membimbing
172
Bab 172: Gerbang Takdir
173
Bab 173: Menyusuri Kegelapan
174
Bab 174: Langkah di Antara Bayangan
175
Bab 175: Pengejaran Takdir
176
Bab 176: Di Ambang Keabadian
177
Bab 177: Jejak Bintang Menuju Arcadia
178
Bab 178: Cahaya dan Bayangan yang Berbincang
179
Bab 179: Bisikan Takdir
180
Bab 180: Pilihan yang Mengubah Segalanya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!