Istri Kedua Ustadz Tampan
Hari yang terasa indah seperti biasanya, namun berkali-kali lebih indah, ketika melihat senyuman manis dari kedua sudut bibir putri kecilnya, Putri Az-Zahra –putri Lydia Maura yang berusia 6 tahun, putrinya yang selalu memasang wajah ceria.
"Bunda!" Zahra berjalan sambil memegang raport miliknya, mendekat ke arah Lydia.
Lydia yang baru saja mematikan mesin sepeda motor miliknya langsung berjalan mendekat, memeluk tubuh mungil sang putri, yang seharian ini sudah sangat di rindukan oleh dirinya.
"Zahra dapat rangking satu Bunda" pekik Zahra antusias.
Lydia melonggarkan pelukannya, lalu matanya beralih ke arah raport yang di pegang oleh Zahra. Lydia mengambilnya, dan membuka isinya, matanya langsung berkaca- kaca ketika melihatnya. Dirinya tidak menyangka jika putrinya bisa mendapatkan rangking satu.
"Kamu hebat sayang" ucap Lydia, tangannya membingkai wajah sang putri, lalu mengecupi pipinya yang gembul, membuat Zahra terkekeh geli.
"Bunda ih"
"Cey yang seneng dapat peringkat satu" celetuk Sinta keponakan Lydia, anak dari kakak Lydia.
Lydia mendongak menatap Sinta yang tersenyum tengil ke arah mereka. "Kamu dapat peringkat berapa Sin?"
"Satu lah" sabut Sinta bangga. Lalu setelahnya kedua sudut bibirnya tertarik ke atas, "tapi dari belakang Buk, hahaha" sambungnya di akhiri tawa.
Lydia mencebikkan ujung bibirnya, "dasar!" Ucap Lydia. Lalu matanya beralih ke arah Zahra, tangan Lydia terulur mengelus surai hitam milik Zahra dengan penuh kasih sayang. "Kamu siap-siap ya sayang, kita ke tempat ayah. Kamu juga harus kasih tau sama ayah kamu, kalau kamu itu dapat juara satu. Biar ayah kamu bangga sama kamu oke"
Kedua sudut bibir Zahra tertarik ke atas, Zahra mengangguk antusias, lalu berlari menuju ke dalam kamarnya.
Lydya menghela nafasnya berat , lalu ingin melangkahkan kakinya pergi, namun suara Sinta membuatnya berhenti.
"Buk aku ikut ya?" mohon Sinta dengan mata yang berkedip lucu.
Lydia menoleh lalu mengangguk, membuat Sinta kegirangan, lalu Lydia langsung masuk ke dalam kamarnya, untuk mandi dan berganti baju lalu, siap-siap pergi.
___oOo___
Menaburkan bunga yang indah di atas rumah seseorang yang masih membekas di dalam hatinya, air matanya terus luluh lantah, membasahi pipinya. Seakan tidak ingin berhenti walaupun sudah di sekanya berulang kali.
Lalu tangannya terulur mengusap nisan yang bertulis nama Muhammad Ridwan. Suami Lydia, ayah dari Zahra yang sudah meninggal 2 tahun yang lalu akibat kecelakaan.
Lydia menatap langit, tidak sanggup melihat kenyataan yang ada di depan matanya. Tempat baru sang suami mengingat kannya akan kejadian dulu, kejadian yang paling menyesakkan di dalam hidupnya.
"Ayah. Assalamualaikum tampannya Zahra. Cinta pertamanya Zahra. Ayah pasti dengar Zahra, kan di sana. Ayah pasti baik-baik aja. Kata bunda kalau Zahra rajin mengaji dan shalat, Allah memberikan tempat ayah yang indah di sana. Dan Zahra sudah melakukannya Ayah. Zahra rajin shalat, mengaji, dan Zahra tidak pernah lupa mendoakan Ayah" ucap Zahra, tangan mungilnya mengelus nisan Ridwan. Dan pandangan itu tidak luput dari Lydia yang melihatnya.
Lydia tidak henti-hentinya menangis. Termasuk Sinta yang berjongkok di samping Zahra, gadis remaja itu ikut menangis juga.
"Ayah.... ayah .. maaf ya Zahra baru ke sini. Kemarin mau ikut Bunda sama Kakak Sinta kemari, tapi Zahra masih ada ujian. Jadinya baru kemari"
"Oiya! Ayah tau enggak, Zahra dapat peringkat satu loh di kelas, lihat ini" Zahra lalu meraih raport miliknya dan memamerkan nilai-nilainya di dekat nisan Ridwan, seakan Ridwan melihatnya. Dan hal itu semakin membuat Lydia terisak di sana. Zahra sangat merindukan sosok ayahnya. Ayahnya yang selalu memberikannya kasih sayang.
"Ayah. Maaf ya, kalau Zahra harus pulang, ini juga udah sore. Kasihan bunda tuh yang nangis terus kalau ke sini. Bunda kangen banget sama ayah, sama kayak Zahra" ucap Zahra.
Lydia menghapus air matanya , lalu tangannya terangkat mengelus kepala putrinya dengan sayang. "Yuk pulang, tapi kita doa dulu ya buat ayah"
Zahra menganggukkan kepalanya, tangannya menengadah ke atas, di ikuti Sinta , dan Lydia membacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an memimpinnya berdoa.
___oOo___
Ciiiiitt...
"Assalamualaikum mbak, saya mau pesan esnya tiga ya," ucap Lydia yang baru saja berhenti di tempat penjualan es di pinggir jalan.
Si mbaknya menganggukkan kepalanya. "Mau rasa apa aja ya?"
Lydia lalu menoleh ke belakang, tanpa turun dari motor miliknya menatap Sinta dan juga Zahra.
"Aku mau rasa coklat Bunda" teriak Zahra menunjuk minuman rasa coklat.
"Aku mau rasa strawberry aja Buk" timpal Sinta.
Lydia menganggukkan kepalanya, lalu menoleh ke arah mbak penjualnya. "Mbak rasa coklatnya dua, rasa Strawberry-nya satu ya."
Si mbaknya menganggukkan kepalanya. "Baik, tapi tunggu dulu ya kak, soalnya rame banget"
Lydia lalu mengangguk, mata nya mengitari orang-orang yang tengah menunggu pesanan minuman mereka.
Tanpa di sengaja pandangan matanya tertuju kepada seseorang yang tidak asing baginya, dan orang itu juga tengah menatap ke arahnya. Ya Lydia mengenalnya, dia Kakak kelas Lydia sewaktu duduk di bangku SMP dulu.
"Astaghfirullah" Lydia beristighfar, lalu mengalihkan pandangannya ke lain arah. Namun karena merasa pandangan seseorang itu masih terus tertuju kepadanya membuat Lydia merasa sangat risih. Bukannya Gr atau apa, tapi Lydia rasa ada yang aneh ketika melihat tatapan seseorang itu. Seolah mata tersebut tengah menyiratkan akan sesuatu.
Tapi Lydia tidak bisa berspekulasi lebih, Lydia tidak mau di bilang sok cantik, sebab yang Lydia lihat tadi, pria itu membonceng seorang wanita bercadar, yang Lydia yakini jika wanita yang ada di belakangnya itu adalah istrinya.
Lydia lalu mengajak Sinta dan Zahra untuk turun dari motor dan duduk di bangku yang di sediakan si penjual minuman..
Lydia mengangguk tersenyum ramah menyapa beberapa wanita yang duduk di sana. Begitupula sebaliknya, semuanya juga tersenyum ramah ke arah Lydia. Mereka sangat terpesona dengan kecantikan yang terpancar di wajah alami milik Lydia..
"Mas kamu kenapa?" Tanya Dila, ketika melihat sang suami terus menatap seorang perempuan, hal yang tidak pernah di lakukan oleh seorang Arsyad. Yang Dila tau Arsyad itu sangat bisa menjaga pandangannya.
Bahkan dengan Dila dulu saja Arsyad sering kali memalingkan wajahnya, padahal mereka sudah menikah satu bulan, hingga pernikahan mereka berjalan bulan ke tiga, baru Arsyad tidak canggung lagi.
Arsyad tersentak, lalu menoleh ke belakang. "Tidak apa-apa. Bagaimana udah siap pesanan kamu?" Tanya Arsyad.
Dila tidak membahasnya lagi, wanita itu lebih memilih menganggukkan kepalanya, lalu memperlihatkan plastik berisi minuman yang dirinya beli.
Arsyad tersenyum lalu menghidupkan motor miliknya dan melajukannya. Namun sebelum itu, dirinya melirik ke arah wanita yang sejak tadi mencuri perhatiannya. Ah bukan sejak tadi. Tapi beberapa tahun lalu, wanita yang tidak bisa Arsyad lupakan..
Mungkin sampai saat sekarang ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments