15. Pertemuan Pertama

"Good Morning, Ladies."

Faith yang sedang menuruni anak tangga menoleh menyunggingkan senyum dan menyahut, "Good Morning, Kak Lady." Sementara Beth hanya diam dengan wajah kusut membuntut di belakang Faith. Suasana hatinya sedang buruk karena kurang tidur.

Sementara wajah Faith sendiri terlihat cerah dan segar sewaktu berpamitan. Namun dengan santun Kak Lady mencegah mereka. "Hari masih pagi. Masih cukup waktu untuk menikmati sarapan, kan?"

"Sarapan?" tanya Faith dengan nada tak percaya. "Kami juga mendapatkan fasilitas sarapan?" Kak Lady tersenyum, ia mengangguk dan membimbing kedua gadis itu melangkah dengan patuh menuju meja makan.

Di depan meja makan Faith dan Beth saling berpandangan. Di atas meja panjang telah tertata rapi menu sarapan pagi ala American Breakfast. Kak Lady menyeret kursi dan mempersilakan mereka untuk duduk di kursinya masing-masing. Dengan takjub Faith memandang piring porselen di hadapannya yang berisi dua lembar roti gandum panggang beroleskan selai kacang, tiga sosis daging sapi giling, omelette, beberapa iris bacons, serta selada air hijau yang tampak segar dengan potongan jamur di atasnya. Secangkir kopi hitam hangat dan segelas orange juice dingin juga tertata rapi di samping piring. Di piring lain yang berukuran lebih kecil berisi potongan buah apel, melon dan semangka.

"Enjoy your meal, Ladies." Kak Lady mempersilakan. Tanpa disuruh dua kali Faith segera meraih pisau dan garpu. Beth mengikutinya. Menit-menit berikutnya tidak ada percakapan di antara mereka. Kedua gadis itu berkonsentrasi pada makanan mereka masing-masing. Dari ekspresi wajah keduanya jelas terlihat mereka begitu menikmati sarapan pagi ini. Kak Lady tersenyum senang melihatnya.

Mengelus perutnya yang penuh, Faith memandang piringnya yang kosong dengan puas. "Benar-benar sarapan yang sangat lezat." Ia menoleh kepada Kak Lady dan berkata, "Terima kasih untuk sarapannya, Kak. Omong-omong, Kak Lady sendiri yang menyiapkan semuanya ini?"

Kak Lady kembali menyunggingkan senyum dan mengangguk. "Aku sendiri yang memasak, tapi untuk menyiapkan peralatan makan termasuk menata meja dan lain-lain aku dibantu para asisten." Mendengar penjelasan Kak Lady, Faith manggut-manggut. Perhatian Kak Lady beralih kepada Beth yang juga sudah menyelesaikan sarapannya meski tidak habis. Gadis itu sedang menyesap kopi. "Kau sehat-sehat kan, Beth? Kau jadi sedikit pendiam pagi ini."

Bukan Beth namanya kalau tidak cepat menguasai situasi. "Oh, maafkan aku, Kak Lady." sahut Beth cepat-cepat. "Kepalaku sedikit pusing pagi ini."

"Apakah tidurmu tidak nyenyak semalam?" Wajah Kak Lady tampak kuatir. "Ada yang menganggu pikiranmu semalam?"

Beth sempat berpikir apakah ada makna lain dalam pertanyaan Kak Lady. Ia hanya menjawab singkat, "Tidak ada, Kak."

"Kau mau kuambilkan obat mungkin?"

Beth menggoyangkan tangan menolak dengan sopan. Sekilas ia sempat beradu pandang dengan Faith. "Terima kasih, Kak Lady. Aku tadi sudah minum obat." Beth berbohong. Kak Lady merespon dengan anggukan penuh pengertian.

Di dalam perjalanan menuju rumah Faith untuk mengambil motor, Beth masih tampak murung. Beberapa kali Faith menangkapnya mengemudi menatap jalanan dengan tatapan kosong. "Beth, kau kenapa?" Faith memandanginya dengan kuatir. "Dari bangun tidur tadi kau bersikap aneh. Tidak seperti kau yang biasanya. Ada yang mau kauceritakan padaku? Mungkin aku bisa membantu."

Beth membalas tatapannya sekilas. "Semalaman aku tidak tidur, Faith. Aku mengkhawatirkanmu."

"Mengkhawatirkanku?" Kedua alis terangkat.  "Memangnya ada apa denganku?"

Mobil berhenti di lampu merah. Beth memiringkan badan menghadap Faith. Ia berpikir sejenak sebelum akhirnya bertanya, "Kau ingat pernah melakukan hal bodoh akhir-akhir ini?"

Pertanyaan Beth mengagetkan Faith. "Hal bodoh? Aku?" Kepalanya menggeleng pelan setelah sesaat mencoba mengingat. "Apa yang kau maksudkan, Beth?"

"Aku ingin tahu opinimu tentang bunuh diri." Beth memijat keningnya yang berdenyut. "Bagaimana pendapatmu?"

"Bunuh diri?" suara Faith meninggi. Ia sontak menutup mulutnya dengan tangan. "Kau mau bunuh diri? Beth, jangan lakukan itu, please.  Bahkan memikirkannya pun jangan. Kau sedang ada masalah apa? Ayo ceritakan padaku."

"Bukan aku," gerutu Beth sambil memasukkan persneling. Mobil kembali berjalan. "Sudahlah, lupakan saja. Aku tidak apa-apa, Faith. Yang penting jaga dirimu baik-baik." Faith hanya mengangguk meski tidak sepenuhnya mengerti.

Tepat di depan pagar rumah Faith mobil berhenti. "Ingat pesanku, selalu berhati-hati. Jaga dirimu baik-baik." kata Beth saat Faith turun dari mobil. Faith tersenyum dan mengangguk. "Sampai ketemu di kantor." kata Beth lagi melambaikan tangan dan pergi. Faith membalas melambaikan tangan dan menunggu hingga mobil Beth hilang dari pandangan. Ia membuka pagar dan sempat mengintip ke dalam rumah. Sepertinya tidak ada siapa-siapa. Ia tidak terlalu memedulikannya.

Perutnya yang kenyang membuat good mood. Sepanjang perjalanan menuju kantor menggunakan motor, Faith bersiul sembari sesekali bernyanyi. Jarak rumah ke kantor yang tidak terlalu jauh menjadi semakin tak terasa. Suasana hati yang riang itu terus menyertai Faith saat ia bekerja, saat makan siang bersama Beth, bahkan hingga sore hari saat jam pulang. "Hati-hati di jalan, Faith." pesan Beth ketika mereka berpisah di parkiran.

Sama seperti saat berangkat, dalam perjalanan pulang Faith juga bersiul dan bernyanyi. Tapi sepertinya cuaca sore ini tidak mendukung. Langit yang awalnya terang mendadak mendung. Dengan refleks Faith mempercepat laju motornya. Ia ingin secepatnya sampai di rumah kos sebelum hujan turun. Tiba-tiba hal tak terduga terjadi. Motor yang ia kendarai mendadak secara perlahan kehilangan tenaga dan mati sendiri. Mencoba untuk tidak panik, Faith mengarahkan motornya yang masih berjalan pelan ke tepian jalan dan mencoba memeriksa sebisanya.

Sekitar lima menit berlalu dan Faith masih belum tahu apa yang bermasalah pada motornya. Gadis itu menoleh ke sekitarnya berniat untuk meminta bantuan namun tidak dilihatnya seorangpun. Ia sudah di ambang putus asa ketika didengarnya bunyi motor menderu dari arah belakangnya. Faith membalikkan badan.

Seorang pria menghentikan motor sportnya yang berwarna kombinasi merah hitam tepat di belakang Faith. Pria bertubuh tinggi itu turun dari motor dan melepas helm full face hitam yang ia kenakan kemudian berjalan ke arah Faith.

"Ada yang bisa aku bantu?" Pria itu berdiri terlalu dekat sehingga Faith terpaksa agak menengadah agar dapat melihat wajahnya. Ketika wajah pria itu dapat ditatapnya dengan jelas, seketika itu juga gelombang kenangan yang samar menerjang memenuhi isi kepalanya hingga campur aduk tak karuan.

"Ada yang bisa aku bantu?" ulang pria itu. Faith tersadar dan menjawab, "Oh iya, motorku tiba-tiba mogok dan aku tidak tahu kenapa."

Tanpa banyak omong, pria itu berjongkok dan memeriksa motor Faith. Sementara Faith mundur beberapa langkah untuk memberikan ruang. Tidak butuh waktu lama, terdengar bunyi motornya menyala. Faith tersenyum lega.

"Terima kasih atas bantuannya," ucap Faith tulus ketika pria itu kembali menaiki motor dan hendak beranjak. Sebelum mengenakan helm, pria itu memandang lekat-lekat pada Faith yang berdiri di dekatnya. Lalu pria itu menjawab, "Sama-sama, Nona."

Seketika gelombang samar itu kembali menerjangnya lagi seiring deru motor yang meraung pergi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!