5. Di Taman Surga

Leonel berjalan dengan langkah gontai keluar dari pintu gerbang Balai Pertemuan. Di belakangnya menyusul Mikael, terlihat kontras dengan langkah gagahnya seperti biasa. Mereka berdua baru saja memenuhi panggilan pertemuan dari Yang Maha Tinggi.

"Kuharap kini kau mengerti apa yang menjadi kehendak Bapa." kata Mikael penuh wibawa sembari berjalan di belakang Leonel. "Dan aku juga berharap mulai sekarang kau lebih memikirkan matang-matang setiap tindakan yang akan kau lakukan. Jangan gegabah dan bertingkah semaumu sendiri."

Leonel seketika berhenti berjalan dan memutar badan. Wajahnya yang dari tadi tampak lesu sekarang bercampur kesal. Mulutnya sudah siap terbuka untuk mengkonfrontasi, namun ia menyadari bahwa kalimat apapun yang akan keluar dari mulutnya sepertinya sia-sia dan hanya membuang tenaga. Ia pun memutuskan untuk lebih baik diam. Leonel membalikkan badan dan kembali melanjutkan langkahnya.

"Kau mau kemana?" tanya Mikael gusar.

"Bukan urusanmu."

Leonel mempercepat langkahnya berharap Mikael berhenti mengikuti. Dan sepertinya memang begitu. Sesampainya di taman, Leonel segera menuju sabana dan membaringkan tubuhnya di sana di antara rerumputan dan bunga-bunga. Sambil kedua lengannya dilipat di belakang kepala, ia memejamkan mata. Suara gemericik aliran air sungai kehidupan semakin menyempurnakan momen yang melenakan ini.

Tiba-tiba saja ia memikirkan gadis itu.

Bayangan Faith tercetak jelas di balik kelopak matanya. Sedang apa gadis itu sekarang? Apakah dia sedang bertingkah bodoh dan ceroboh lagi? Apakah ia sedang dalam bahaya? Apakah nyawanya sedang terancam?

Leonel membuka kedua matanya dengan perasaan aneh yang bergejolak dalam dada.

Mengapa aku jadi mengkhawatirkannya?

Sekarang ia tidak bisa berbaring lagi dengan nyaman. Ia masih memikirkan gadis itu. Sudah tidak terhitung berapa kali Bapa menugaskanku menyelamatkan nyawa manusia tapi mengapa manusia yang satu ini seperti ada yang berbeda? Ia menunduk mencoba mencerna dan masih tidak tahu pasti apa alasannya.

"Leonel!"

Leonel terlonjak duduk, sontak menoleh ke arah datangnya suara. Legion, pemimpin para H'arka, berjalan mendekat dan melambaikan tangan kepadanya. "Apa yang sedang kau lakukan di sini?" tanya Legion ketika mereka saling berhadapan.

"Bapa baru saja memanggilku." Leonel bersandar ke belakang, pada sebuah pohon. Ia terpaksa menengadah untuk melihat Legion ketika melanjutkan kalimatnya. "Jadi sebelum turun kembali ke bumi,  kupikir tidak ada salahnya aku bersantai sebentar."

"Aku tahu Bapa memanggilmu. Kami semua tahu. Sepertinya kabar itu sudah tersebar hingga ke sudut Surga." Legion mengempaskan tubuh gempalnya di rerumputan kosong di sebelah Leonel. "Tadi aku sempat melihat Mikael. Ia tampak kesal. Aku langsung menduga kau pasti masih ada di sekitar sini. Tidak ada yang bisa membuat Mikael sekesal itu kecuali kau."

Leonel berusaha menahan senyumnya. "Kau sendiri sedang tidak bertugas?" Legion menjawab dengan sebuah anggukan.

"Leonel, bolehkah aku tahu mengapa Bapa memanggilmu?" Legion menghadap ke arah Leonel dan menopang tubuh dengan satu siku. "Apakah Bapa menganggap kau melakukan sebuah kesalahan saat bertugas?"

"Bisa dibilang begitu." Leonel menghela napas. "Pada intinya, Bapa tidak ingin aku menampakkan wujud asliku di hadapan Faith."

"Jadi nama wanita itu Faith," gumam Legion. "Nama yang bagus." Tanpa sadar Leonel mengangguk mengiyakan. Legion kembali bertanya, "Jadi apa yang akan kau lakukan, Leonel?"

"Aku masih belum tahu," sahut Leonel. "Masih banyak hal yang perlu kupelajari tentang tugasku kali ini. Satu hal yang aku tahu pasti, para iblis tidak akan menyerah untuk mengambil jiwa Faith." Ia menoleh dan menatap Legion. "Aku jadi ingat sesuatu, Legion. Ada satu iblis yang mengatakan bahwa jiwa gadis itu adalah hak milik mereka. Bagaimana menur..."

"Itu berarti ada perjanjian yang sudah dilakukan antara gadis itu dengan pihak iblis." potong Legion. "Kau harus mencari tahu soal itu, Leonel. Itu akan menjawab banyak hal."

"Kau benar. Tapi jika memang jiwa gadis itu sudah menjadi hak milik iblis tentu Bapa tidak akan repot-repot menugaskanku menyelamatkan gadis itu. Bapa menghargai hak setiap entitas. Bukan begitu menurutmu?"

Legion mengangguk mantap. Sembari tersenyum ia memberikan Leonel tatapan penuh arti.

"Sepertinya kau ada saran untukku, Legion?" pancing Leonel memicingkan mata. Legion terkekeh dan menoleh ke sekeliling seakan memastikan apakah ada yang memperhatikan mereka. Tidak ada. Hanya mereka berdua saja di taman itu. Legion menggoyangkan tangan mengisyaratkan Leonel untuk lebih mendekat. Leonel menurut dan membiarkan Legion berbisik di telinganya.

"Itu ide yang benar-benar jenius," puji Leonel sambil mengembalikan tubuhnya ke posisi semula. "Tidak kusangka kau punya pemikiran  sehebat itu, Legion." Raut wajahnya seakan menunjukkkan kekaguman yang luar biasa. Sementara yang dipuji berlagak tersipu malu.

"Sebenarnya aku pernah melakukan hal itu," kata Legion. "Suatu hari Bapa pernah menugaskanku untuk menyelamatkan seorang nenek saat menyeberang jalan. Aku melakukan tepat seperti yang aku sarankan kepadamu tadi," Legion sengaja menahan kalimatnya untuk melihat respon Leonel. Karena Leonel hanya diam saja, Legion memutuskan untuk melanjutkan dengan pertanyaan, "Jadi kau akan melakukan apa yang kusarankan?"

Senyum Leonel sudah menjawab sebelum kalimatnya terucap, "Tentu saja." Ia terlihat berpikir sejenak. "Tapi Bapa tidak menganggap hal itu sebagai sebuah pelanggaran kan?" Yang ditanya hanya membentangkan kedua tangannya dan berkata, "Sampai detik ini aku tidak pernah dipanggil oleh Yang Maha tinggi. Aku percaya beberapa di antara kita melakukannya juga. Selama didasari dengan niat dan tujuan yang baik sepertinya hal itu tidak dikategorikan pelanggaran."

"Baiklah. Aku akan melakukannya. Terima kasih atas saranmu, Legion." Leonel bangkit berdiri diikuti oleh Legion. Mereka berdua saling berjabat tangan dan berpelukan. Saat itulah terdengar suara langkah mendekati mereka.

Leonel. Legion." sapa Gabriel dengan suara lembut. Ia bersama seorang wanita. "Perkenalkan, ini Grace. Ia adalah Higher Being dari Faith." Leonel dan Legion bergantian menjabat tangan wanita itu.

"Jadi kau yang selama ini menyertai gadis itu, maksudku Faith," ujar Legion mengarahkan pandangan ke Grace.

"Sejak Faith berada di dalam kandungan aku sudah ditugaskan Bapa untuk membimbing dia ke jalan yang benar." jawab Grace.

"Dan sepertinya kau gagal," sahut Leonel tiba-tiba kesal. "Gadis itu seperti sapi hilang kendali. Berkali-kali aku harus menyelamatkan dia dari tindakan bodohnya." Legion menunjukkan raut wajah tidak percaya mendengar Leonel mengucapkan kalimat itu. Sementara wajah Grace tetap tenang saat menjawab, "Itu analogi yang kurang tepat, Leonel. Tapi aku memahami. Sebagaimana kalian pasti mengerti, tugasku sebagai Higher Being hanyalah membimbing manusia sebatas memberikan saran dan terkadang teguran. Aku sama sekali tidak diperkenankan Bapa untuk intervensi. Semua yang terjadi dikembalikan oleh Bapa kepada manusia itu sendiri dalam menentukan dan menggunakan kehendak bebasnya. Sama seperti Bapa kepadamu, Leonel."

Wajah Leonel tampak gusar. Tapi ia tidak berkata apa-apa.

Legion, merasa serba salah dalam situasi ini, memutuskan berpamitan. "Sebaiknya aku pergi dulu, mengingat tidak ada kepentinganku di sini." kata Legion bersiap pergi. Namun baru selangkah, Gabriel menahan lengan berototnya dengan lembut.

"Jangan pergi dulu, Legion. Bapa juga mengirimku untuk menyampaikan tugas kepadamu."

Kedua alis Legion terangkat. "Tugas apa, Gabriel?"

Gabriel menyunggingkan senyumnya lalu berkata, "Bapa mengetahui ide yang kau sampaikan kepada Leonel dan Bapa merestui ide tersebut." Leonel dan Legion saling berpandangan. Gabriel melanjutkan, "Tugasmu dari Bapa adalah selalu siap membantu Leonel kapanpun Leonel membutuhkanmu."

Grace terlonjak kaget ketika tawa Leonel tiba-tiba meledak. Leonel menepuk pundak Legion berulang-ulang hingga ia selesai tertawa. "Bapa selalu punya rasa humor yang menakjubkan, ya kan, Legion?" Sementara Legion hanya tersenyum kecut.

"Aku tidak melihat dimana bagian humornya," Grace berkomentar. Ia menoleh ke arah Gabriel seakan meminta pembenaran.

"Mungkin karena kau terlalu serius, Grace." timpal Leonel. "Cobalah untuk lebih bersantai sedikit." Grace hanya menanggapinya dengan seulas senyuman.

"Kuharap kalian berdua bisa saling bekerja sama," kata Gabriel memandang Leonel dan Grace bergantian lalu mengalihkan pandangan kepada Legion. "Kau juga, Legion."

Terpopuler

Comments

tefa(♡u♡)

tefa(♡u♡)

Aku berharap kisah ini tidak berakhir terlalu cepat, cepat update ya!

2024-10-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!