DI ANTARA DIA
Dee alias Belviyah Dawn Ragala tersenyum tipis melihat tukang tetangga depan rumahnya menaikkan sisa-sisa renovasi ke atas mobil truk.
Akhirnya! Selesai juga renovasi rumah di depan. Selama 8 bulan terakhir, Dee harus memberikan toleransi atas keributan yang dibuat oleh tukang-tukang tersebut. Bunyi palu, mesin, dan lain sebagainya menghiasi hari-hari Dee ketika weekend tiba.
Untungnya ia bekerja dari hari Senin hingga Jumat di Suhandoyo Kantor Akuntan Publik, saat ini Dee berusia 24 tahun, bekerja sebagai Yunior Audit di KAP yang awalnya adalah tempat magangnya ketika mengambil kuliah profesi akuntan di salah satu kampus ternama di Jakarta.
Dee sudah lama tinggal sendiri di perumahan Kebayoran Residence, sejak tahun pertama kuliah strata 1-nya papa memboyong mama ke Bandung dikarenakan papa ditugaskan di sana sebagai pimpinan cabang di sebuah bank swasta.
Dee mempunyai adik laki-laki bernama Kevin Putra Ragala, yang masih mengecap bangku Sekolah Menengah Pertama. Jarak yang sangat jauh dengan usianya membuat mereka tidak terlalu akrab apalagi sudah terpisah rumah selama 5 tahun terakhir.
Setelah Dee memasukkan mobilnya ke dalam garasi, dia berjalan ke depan menegur Pak Ismail Kepala Tukang, pria paruh baya yang sangat dikenalnya baik sama halnya dengan tukang yang lain.
"Selesai juga akhirnya yah, Pak?" Tanya Dee tersenyum penuh arti, maksudnya yah dia akhirnya mendapatkan ketenangan itu kembali.
"Iya Mbak Dee, tapi dalamnya masih kosong belum ada apa-apa. Designer Interior-nya besok baru memasukkan barang-barang dan mungkin yang punya rumah ini akan pindah minggu depan. Mbak Dee pastinya tidak akan kesepian lagi di blok ini" ujar Pak Ismail tertawa kecil.
"Semoga pak.. nasib blok saya paling sedikit penghuninya dan paling ujung pula," sahut Dee melayangkan pandangan pada tembok setinggi 5 meter yang menempel pada tembok rumahnya. Rumah Dee paling ujung dan penghuni blok ini hanya 4 rumah, 2 rumah selurusan dengan rumahnya dan rumah di depannya mengambil 3 kapling untuk 1 rumah yang dilengkapi dengan kolam renang. Rumah yang lama kosong dan kemudian 8 bulan terakhir di renovasi dengan mengusung design contemporary modern.
Patutlah jika rumah itu dinobatkan sebagai rumah terbagus di perumahannya yang dulunya milik Keluarga Rolly terus kemudian dijual dan dibiarkan kosong selama 3 tahun. Dee pernah bertanya kepada Pak Ismail seperti apa orang yang mempunyai rumah di depannya dengan pemugaran yang tidak tanggung-tanggung bahkan sangat jauh dari bentuk awalnya, namun menurut Pak Ismail, dia pun tidak tahu menahu karena mereka dipekerjakan oleh arsiteknya langsung dan sang pemilik tidak pernah menampakkan diri selama proses renovasi.
...
Gelak tawa memenuhi mobil wagon yang berisi 4 pria dan 1 wanita pegawai Suhandoyo, Badiono Kantor Akuntan Publik, yang tak lain Pak Zulfikar, Reza, Wahyu, Angga dan Dee. Mereka dalam perjalanan menuju ke Bandung dalam rangka mengaudit sebuah perusahaan tekstil terbesar di kota tersebut. Mereka adalah Team Mawar Suhandoyo, Badiono KAP - team andalan Ari Suhandoyo pimpinan kantor mereka. Team Mawar adalah team yang paling sering ditugaskan untuk melakukan audit sebuah perusahaan terkemuka.
Perjalanan dinas ini akan memakan waktu selama 2 minggu, yang membuat Dee senang karena bisa sekalian bertemu dengan papa, mama dan Kevin di waktu luang.
"Bandung lagi bro, nanti bisa cari cewek-cewek bening," ujar Wahyu di belakang kemudi, pria berusia 28 tahun yang terkenal seorang playboy. Pacaran terlamanya hanya bertahan 2 bulan.
"Yoi bro....." Sahut Reza, bapak satu anak berumur 33 tahun adalah tipikal pria yang tidak setia dengan pasangan. Tak jarang istrinya melakukan video call hanya untuk memastikan suaminya sedang di kantor atau bersama team audit.
"Seperti biasa Bapak ingatkan untuk kalian tetap fokus bekerja, setelah pekerjaan selesai kalian boleh bersenang-senang," kata Pak Zulfikar ketua team mawar berusia 39 tahun, sudah beristri dengan 2 anak.
Dee yang duduk di depan hanya tertawa ringan, sementara Angga terdiam sambil bersedekap. Pria berusia 27 tahun itu adalah keponakan dari pimpinan mereka. Ia baru bergabung dengan kantor audit pamannya sekitar 5 bulan yang lalu. Angga menempuh kuliah di Australia dan di sana pria itu bekerja sebagai auditor, yang kemudian akhirnya memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Menurut desas desus, Angga di gadang-gadang akan menggantikan pamannya yang sedang memikirkan untuk pensiun dini.
...
"Mau kemana?" Tanya Angga begitu melihat Dee sedang melintas di lobby hotel
"Eh Mas Angga... Saya mau ke rumah, mumpung lagi santai," jawab Dee agak kikuk dengan sikap ramah dari seorang Angga. Hari ini adalah minggu, dia bisa menghabiskan hari libur bertemu dengan keluarganya, yah setelah seminggu kemarin dihajar dengan pemeriksaan laporan.
"Ohhh... Naik apa?" tanya Angga lagi sambil mendekat
"Ada papa jemput..."
"Saya temani ke depan yah?" pinta pria bermuka datar namun dengan nada yang ramah.
Dee mengangguk dan memberikan senyuman tipis ke teman kerjanya yang terkenal dengan sifat pendiamnya. Angga bertinggi 180cm tidak jomplang ketika mereka berjalan bersisian.
"Mas Angga tidak keluar? Jalan seperti yang lain?" Tanya Dee menatap Angga yang berdiri di sebelahnya dengan kedua tangannya di saku celana pendek berwarna hijau.
"Tadinya ingin mengajak kamu Dee, tapi karena kamu mau ketemu orang tua yah aku mau tidur saja,"
Dee melongo bodoh tidak mempercayai perkataan Angga yang barusan.
"Saya akan pulang malam, Mas.. jam 8" balas Dee perlahan.
"Minggu depan kita sudah sibuk sekali dan sabtu sore sudah kembali ke jakarta. Hmmm... Jadi tidak ada kesempatan selama perjalanan dinas ini," ujar Angga meliriknya dengan tatapan mata tajamnya.
"Ehh..."
"Janji... Di Jakarta nanti kamu akan temani aku jalan," ucap Angga lagi membuat hati Dee berdesir.
Dee menatap manik mata berwarna hitam dari pria berambut hitam di sebelahnya. Apakah dia tidak salah dengar, ini seolah ajakan kencan dari Angga Karunasankara. Pria yang tidak pernah berbicara hal lain di luar dari seputaran pekerjaan.
Pip pip
Bunyi klakson membuyarkan lamunan Dee, Angga masih menatapnya sama seperti yang tadi.
Pip pip..
"Kak... Ayohh !" Teriak seorang pria paruh baya dari dalam mobil CRV berwarna hitam - Dwi Arya Ragala papanya.
"Aku duluan yah Mas Angga" kata Dee berjalan maju.
"Dee...." Panggil Angga dengan suara lebih tinggi "Jadi...?"
Dee membalikkan badan, 3 detik kemudian mengangguk "Iya... Di Jakarta"
Mendengar ucapan Dee, pria yang bermata tajam itu tersenyum lebar, sebuah senyuman yang sangat manis dan itu merupakan pertama kali Belviyah Dawn Ragala lihat sepanjang perkenalan hingga mereka ditempatkan dalam team yang sama.
"Siapa itu kak?" Tanya Dwi Arya papanya setelah mobil berjalan
"Teman kerja di team, Pa," Jawab Dee melirik ke arah kaca spion, Angga masih berdiri di tempatnya tadi dengan tangan di saku celana.
"Sepertinya dia suka Kak Dawn" kata Dwi Arya melirik putri sulungnya yang seharusnya sudah mempunyai kekasih atau suami, tapi sebagai ayah anti mainstream, Ia tidak pernah menekankan itu seperti halnya orang tua lain, mengejar anaknya untuk menikah. Bagi Dwi Arya, Dee masih gadis kecilnya, masa depannya masih panjang, bahkan ia tidak mempermasalahkan jika Dee menikah di umur 35 tahun. Dwi Arya tidak mau anaknya mengalami nasib seperti dirinya yang sudah menikah di umur 22 tahun dan pontang-panting menafkahi anak setahun berikutnya, sungguh sebuah perjuangan panjang untuk keluarga Ragala berada di posisi sekarang.
"Hmmmm... Entah," Dee bergumam sembari menatap lalu lintas yang sudah mulai macet, tipikal Bandung di hari minggu.
...
Sesampainya di Jakarta seminggu berikutnya, Angga menawarkan tumpangan kepada Dee. Itu pun dilakukannya secara sembunyi-sembunyi, saat teman teamnya terlihat sibuk menunggu jemputan, mereka menggunakan mobil kantor ke Bandung dan sudah kesepakatan jika berlima harus kembali ke kantor kemudian pulang ke rumah masing-masing.
"Sepertinya sampai di sini saja Mas Angga," kata Dee begitu melihat blok rumahnya disesaki oleh mobil terparkir kiri dan kanan. "Rumah saya yang pojok kanan mepet tembok," lanjutnya menunjuk ke arah rumah bermodel minimalis bercat warna abu dan hitam.
"Aku antar sampai rumah yah," pinta Angga langsung dari mobil "Pak Iwan mobilnya diputar dulu saja," lanjutnya berbicara dengan sopir pribadi keluarganya.
Dee tidak begitu tahu dengan latar belakang Angga Karunasankara tapi ia pernah mendengar dari gosip bahwa orang tua pria itu memiliki perusahaan tambang batubara namun memilih mendalami dunia hitung menghitung dan mencari-cari kesalahan, itu kan pekerjaan seorang auditor. Membatin seperti ini Dee geli sendiri.
"Apakah seperti ini tiap hari?" Tanya Angga yang membantu Dee menarik koper berwarna kuning itu sambil memperhatikan mobil-mobil mewah terparkir rapi yang mereka lewati.
"Ini untuk pertama kali, Mas," jawab Dee kemudian berhenti menatap depan rumahnya yang terlihat sangat ramai di dalam, hentakan musik terdengar kencang beserta suara hiruk pikuk berbincang atau tertawa.
"Mereka sedang berpesta..... tetanggamu sepertinya kalangan atas yang tanpa beban," gumam Angga menatap ke arah yang sama, dari luar mereka bisa melihat pria-pria berpakaian stylish dan para wanita dengan dress memperlihatkan keseksian tubuhnya.
"Tetangga baru... " Kata Dee dengan pelan "Mas gak masuk?... Ke rumah saya maksudnya, bukan rumah depan," lanjutnya menyunggingkan senyuman simpul.
"Lain kali yah Dee... Yang kita butuhkan sekarang adalah istirahat yang banyak, kepalaku pusing dua minggu dihajar audit. Sampai ketemu Senin di kantor," jawab Angga berbalik dan menaikkan tangan kanannya.
Dee kembali menoleh menatap ke rumah depan, suara tawa makin bersahut-sahutan dan bunyi musik semakin menghentak membangunkan jiwa yang mati.
Ahh biarlah... Setidaknya ia tidak kesepian dan tidak menatap horor ke rumah besar yang tak berpenghuni lagi, hibur batinnya.
...
Betapa sewotnya Dee di hari Senin pagi ketika mendapati mobil-mobil tetangganya menutupi car pot miliknya, setelah kemarin siang sudah terlihat sepi namun tadi malam pesta kembali digelar entah hingga jam berapa. Dee adalah tipe orang yang gampang tertidur, mungkin bom meledak di depan rumahnya pun ia tidak akan terbangun.
Sambil berkacak pinggang mengamati mobil BMW berpintu dua serta mobil Audi yang menutupi akses keluar mobilnya sementara pagi itu ia harus ke kantor. Dengan berderap kesal Dee melangkahkan kaki ke arah pintu tetangganya.
Ia berusaha mengetuk dari mode pelan, kemudian mode tidak sabaran, hingga menggedor namun tidak ada satu pun yang membukakan pintu. Dee akhirnya menyerah setelah melihat jam di tangannya menunjukkan pukul 7.15 pagi, ia lalu memesan kendaraan melalui aplikasi di ponsel.
Sembari menunggu ojek online, kendaraan yang paling cepat membawanya ke kantor secara on time, Dee menyempatkan diri menuliskan di kertas putih lalu menaruh pada wiper kedua mobil mewah tersebut.
"Dear Bapak/Ibu Blok A123,
Mobil anda menghalangi akses keluar kendaraan saya, hingga saya ke kantor menggunakan ojek online. Semoga menjadi pembelajaran agar tidak terulang kembali"
Blok A.4
...
Dee bisa pulang cepat hari itu, jam 6 sore kurang dia sudah di depan pintu rumahnya dan tidak ada lagi dua mobil mewah tadi pagi. Jalanan bloknya sudah lengang, hanya dua mobil mewah terparkir di car pot tetangganya.
"Heiiii....."
Suara mengagetkan yang membuat Dee hampir menabrakkan wajahnya pada kusen pintu rumah, ia langsung berbalik mencari asal suara husky berat yang berteriak. Seorang pria tinggi kurus dengan rambut acak-acakan namun seksi berjalan tergesa ke arahnya.
"Haiii.. halo.... Aku tetangga barumu, Liam," kata pria pemilik tubuh kutilang - kurus tinggi langsing - mata sipit, gaya necis urakan, senyum tipis, wangi maskulin sedikit manis-sepertinya wangi parfum mahal jenis baru.
"Ini sebagai salam perkenalan," kata Liam mengulurkan kantongan dengan logo bakery terkenal di ibukota "Dan ini tanda maaf sudah menghalangi jalan keluar mobilmu. Aku janji tidak akan terulang lagi,"
Dee menerima kedua kantongan putih itu dengan keadaan linglung, dia seperti terpesona dengan tetangganya. Eh tunggu dulu! kenapa ia terkesan segampang itu.
"Heii..... Namamu siapa? Kamu tidak bisu kan?" tanya Liam lagi yang sekarang sudah berani menepuk lengan Dee walau dengan pelan, pria itu membungkukkan badan dan menatap intens kedua iris matanya
"Aku Dee.... Tidak bisu," sahut Dee pelan.
"Dee yang tidak bisu... Kita akan sering bertemu.. kamu tinggal sendiri?? Karena tadi siang aku mengetuk pintu rumahmu tapi tidak ada yang menjawab,"
"Iya saya tinggal sendiri, keluarga di Bandung," ucap jujur Dee yang tertunduk menatap sepatunya dan sepatu boot Liam yang iia pastikan harganya sebesar setahun gajinya.
"Umurmu berapa Dee? Aku 33 tahun,"
"Huh?" Ucap kaget Dee mendongakkan kepala, belum pula 10 menit bertemu pria dengan tinggi mendominasi ini namun Liam telah berani menanyakan umurnya, apa nanti akan menanyakan berat badan? Walau badannya proposional tapi bukankah itu hal tabu ditanyakan pada saat pertemuan pertama?
"27?" Tebak Liam sambil mengamati wajah Dee.
"Apa aku bermuka tua? 24 tahun... Aku baru 24 tahun," ralat Dee dengan jutek.
"Hahaha.. tidak, aku hanya menebak.. dan ternyata masih sangat muda, panggil aku kakak kalau begitu. Yah sudah, selamat dinikmati kuenya yah dek... Someday aku traktir karena mobil-mobil temanku tadi pagi," ujar Liam tetap dengan ramah luar biasa.
"Hah... Tidak usah kak, ini sudah lebih dari cukup," sahut Dee menatap Liam sudah berdiri tegak di depannya
"Tidak apa-apa, aku juga tinggal sendiri. Jika aku butuh teman makan, jangan marah jika aku mengetuk pintumu. Bye adek cantik," kata Liam mengacak rambut Dee sebelum akhirnya berbalik dengan setengah berlari kembali ke rumah mewahnya. Tinggallah Dee Dawn yang kehilangan kekuatan pada kaki, tubuhnya berubah menjadi jelly dalam pakaian kantor.
###
Belviyah Dawn Ragala
Angga Karunasankara
Liam Iben Farubun
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Reyma Bustami
aq bru absen ne Thor, lngsung aq like sama fav.
2022-08-27
1
Shaka Kirani Chellien
aku baca yag ke 3..kangen ama cinta segi 3 nya 🤭🤭🤭
2022-05-22
0
L A
Thor D ....aku juga baca lagi novel ini yg kedua .... 😄😄
2021-11-23
0