Senin pagi, Dee terheran melihat reaksi orang di kantor, semua terlihat saling berbisik dan melihat kepadanya. Ia memilih mengacuhkan dan tetap melangkahkan kaki ke ruangan kerjanya.
Ruangan kantor Dee berukuran 7x5 meter persegi di cat warna putih dengan jendela design minimalis, terdapat meja kayu sebanyak 6 buah untuk 5 anggota Team Mawar, satu meja tak bertuan adalah tempat penyimpanan master data. Meja yang saling membelakangi membuat jalur jalan di tengah. Sebuah meja panjang yang kosong di depan baris kedua dipakai untuk berdiskusi.
Tiap meja dilengkapi dengan perangkat komputer buatan Apple terbaru, yang sebenarnya baru saja diganti oleh pimpinan mereka awal tahun ini.
Dee baru saja duduk di meja kerjanya barisan paling belakang ketika Wahyu datang dan langsung berjongkok di sampingnya.
"Hei Dee, kamu tahu tidak kalau akhirnya Belviyah Dawn masuk gosip orang kantor?" Ucap Wahyu separuh berbisik, Dee menangkap senyuman geli dari teman kantornya itu.
"Aku digosipin apa? Tadinya aku berpikir seperti itu pas lewat di lobby." gumam Dee.
"Tunggu." Kata Wahyu membuka layar telepon genggam buatan Amerikanya.
"Lihat." Lanjutnya memperlihatkan foto dari ponselnya. Foto bertiga Dee, Liam dan Ricchi malam minggu kemarin.
"Oh itu." Sahut Dee santai.
"Jadi kamu pacaran dengan Ricchi? Oh Em Gi, Dee! Kami tidak tahu jika ternyata kamu ada hubungan dengan aktor sekelas Ricchi. Kapan kalian pacarannya?"
"Oh tidak! Kami tidak pacaran!" Sergah Dee langsung.
"Menurutmu? Ricchi sendiri yang mengupload foto kalian, dan lihat bagaimana tangannya merangkulmu mesra." kata Wahyu berseru, pria berkulit sawo berubah menjelma menjadi reporter gosip.
"Kami hanya berteman dan di situ ada orang lain."
"Liam Farubun."
"Kamu tahu?
"Semua orang kenal dia, Dee. Atau kamu pacaran dengan Liam?"
Dee langsung menaikkan kedua tangannya dan menyilangkannya.
"Sumpah! Kami hanya berteman!" ucap Dee ngotot membela diri.
"Kamu tidak pernah cerita, jika ternyata pergaulanmu dengan kaum selebriti, Dee" sungut Wahyu cemburu.
Dee bisa menangkap pikiran teman kantornya yang tak lain ingin berkenalan dengan artis-artis untuk dikencani. Sebenarnya Wahyu bisa mendapatkan pacar seorang artis, dengan wajah rupawan dilengkapi postur tubuh setinggi 181 cm, hanya saja lingkup pergaulan pria itu di sekitar dunia kerja, kebanyakan sudah tidak punya waktu untuk mengembangkan area pertemanan.
"Selamat pagi," sapa Angga begitu masuk ke dalam ruangan membuat Wahyu sontak berdiri.
"Pagi!" Balas Dee dan Wahyu kompak.
"Aku ke mejaku, nanti kita teruskan lagi," ucap Wahyu ke meja ke dua barisan di belakang Dee.
"Sudah sarapan, Dee?" Tanya Angga sambil menyimpan tas bermerknya di atas meja.
"Belum, Mas. Ini mau ke pantry mau bikin kopi. Aku bawa sandwich dari rumah cuma belum sempat makan tadi karena buru-buru. Mas Angga mau? Aku bikin dua."
Angga mengangguk dengan menyunggingkan kembali dengan senyuman manis itu
"Aku bikin kopi dulu, mau bareng sekalian?" Tanya Dee menawarkan sambil berdiri dari kursinya.
"Ayo bareng ke pantry." kata Angga langsung berdiri sambil melirik jam di tangannya masih ada waktu 10 menit sebelum jam efektif kerja dimulai.
Kedua berjalan bersisian keluar dari ruangan membuat Wahyu mengerutkan keningnya, sepertinya gosip itu salah. Dee sedang dekat Angga, bukan para selebriti itu. Naluri gosipernya menggelegak, ia harus ke team akunting kantor, tempatnya para wanita, sumber gosip ini berkembang di mulai dari grup whatsapp -dimana cuma Wahyu satu-satunya anggota grup berkelamin beda.
...
Dee baru saja memasukkan mobilnya ke dalam garasi dan tetangga jangkungnya telah berdiri di depan rumah mewahnya tengah bersedekap dengan tampannya. Gila, kenapa pria itu selalu sukses mempesona Dee. Sekuat apa pun menyakinkan dirinya untuk berjalan di jalur normal namun godaan selalu datang sama seperti saat ini.
"Hai kak, santai yah?" Sapa Dee berbasa-basi busuk melihat Liam mendekat dengan t-shirt merah dengan celana pendek hitam dua jengkal dari lutut memamerkan kaki panjang dihiasi bulu yang terlihat seksi.
"Seperti kamu lihat Dee. Bagaimana kerjaan di kantor?"
"As usual... Tapi minggu depan kami akan ke Kalimantan selama 2 minggu, audit perusahaan tambang batu bara kak."
Liam menghela napas yang panjang sambil menatap Dee dalam.
"Aku akan kesepian. Bagaimana bisa kamu meninggalkan aku selama itu Dee?" Ujar Liam posesif, dramatis sambil menggenggam tangan Dee. Ia lalu menarik gadis kecil itu ke rumahnya, dengan patuh Dee mengikuti langkah pria itu
"Namanya kerja, kak. Kakak masak?" Tanya Dee begitu masuk ke dalam rumah Liam dan aroma masakan berempah menguar di indera penciumannya
"Tepatnya aku memasakkan kari ayam kampung ini untukmu Dee. Jam 2 siang aku keluar ke Hyper berbelanja"
"Eh."
"Aku kalau lagi stress dengan kerjaan pelariannya ke memasak. Ini kenapa dapurnya canggih karena aku suka memasak." kata Liam mengambilkan piring dan mengisinya dengan nasi.
"Bilang kalau kurang," kata Liam menaruh piring di depan Dee yang duduk di kitchen bar, tak lama kemudian semangkok kari ayam bergabung di dekat piring nasinya.
Liam lalu mengambil tempat di sebelah Dee, dan mengambil pose berpangku tangan, selalu keren batin Dee.
"Kakak tidak makan?" Tanya Dee yang merasakan perutnya bergejolak minta diisi begitu melihat kari berwarna merah nan menggoda.
"Aku suka masak tapi tidak doyan makannya." Sahut Liam pelan sambil menunggu respon Dee dengan masakannya.
"Terima kasih atas makanannya." kata Dee menunduk sebentar berdoa.
Liam tersenyum
"Enak!" Seru Dee berbalik menatap Liam kedua matanya membulat dengan senyuman manis menghiasi wajahnya.
"Hahaa. Syukurlah kalau kamu suka dek.."
Dee kemudian mengambil sesendok nasi dan kari membawanya ke depan mulut Liam yang langsung di sambar oleh pria itu.
"Kakak juga harus makan, masa masakan sendiri gak suka, gimana sih? Jadi kalau pas masak tidak mungkin tidak dicoba misal rasanya kurang apa, atau sudah matang tidaknya. Aku juga suka masak kak, tapi jarang. Yang gampang saja karena sudah capek di kantor, pilihannya beli jadi atau singgah makan di warung. Tadi maunya aku mandi dulu, terus keluar makan di warung lalapan depan perumahan eh taunya Kak Liam masakin. Enak sih kak pulang kerja sudah ada makanan, istri kakak kelak pasti bersyukur dapat suami seperti Kak Liam" celoteh Dee panjang lebar sambil menyuapi Liam untuk ketiga kalinya.
Dee terkesiap kaget setelah sadar kalimat terakhirnya.
"Kak, maaf" kata Dee penuh penyesalan kemudian menunduk sesaat
"Tidak apa-apa... Tapi aku belum pernah memasakkan Ricchi, sekalipun," ucapnya lirih.
Dee menarik bibirnya masuk ke dalam, seribu penyesalan menyerbu hatinya.
"Aku tambah nasi dulu." kata Dee beranjak ke penanak nasi, mengalihkan kecanggungan mereka.
Liam melihat punggung gadis kecil itu dengan penuh kebingungan, ia merasakan ada yang aneh dalam hatinya. Sejak pertama kali melihat Dee, ia tertarik dengan sorot mata gadis kecil itu. Polos, murni, tidak dibuat-buat, belum dikotori dengan sandiwara dunia yang menjadi santapannya tiap hari. Untuk pertama kali Liam suka mendengar orang berbicara banyak dan itu adalah Dee, suara yang membuatnya tenang, ada yang hidup di hatinya.
Liam sudah bosan dengan dunia hiburan yang dilakoninya, tidak ada yang murni. Semua orang bersandiwara untuk mencapai posisi yang diinginkan, mengemis untuk sebuah popularitas. Tidak ada yang dipercayainya, bahkan asisten yang mengurus kebutuhannya selama bertahun-tahun berakhir dengan pengkhianatan yang tak termaafkan. Project iklan bernilai milyaran yang sedang digarapnya dicopy dan dibocorkan kepada pihak rival.
Sekarang Liam memilih bekerja sendiri, jika mengenai project besar dia akan merekrut beberapa pekerja part timer, bukan asisten tetap. Sejauh ini pekerja part timer lebih bisa diandalkan bekerja secara profesional dengannya tanpa melibatkan perasaan.
"Kak, maaf, aku lancang dengan kata-kataku tadi" ungkap Dee penuh penyesalan.
"Ya ampun dek. Kakak sudah move on.. Yah kalau kakak pisah dengan Ricchi mungkin sebuah ide yang bagus untuk menikah dengan seorang wanita," Sahut Liam sekenanya.
"Memang kakak bisa? Punya perasaan ketertarikan dengan lain jenis? Kalau sekedar menikah gampang kak, tapi bagaimana jika kakak hanya ingin melarikan diri dari dunia kakak, sementara si wanita yang kakak pilih menginginkan sebuah ikatan pernikahan yang dilandasi oleh cinta dan saling ingin menjaga hingga akhir hayat,"
Liam terdiam mendengar perkataan Dee, 9 tahun jarak umur mereka tapi pemikiran gadis ini sangat logis. Ini yang juga disukai Liam tentang Dee, tidak pernah canggung mengeluarkan pendapatnya.
"Kalau kamu Dee gimana? Kapan mau menikah? Terus konsep pernikahan seperti apa yang kamu inginkan?"
"Aku cewek kak, dilamar. Bukan melamar, tapi kalaupun seseorang yang dekat denganku meminta aku menjadi istrinya, setidaknya pondasi pertama adalah saling menyukai satu sama lain. Aku tidak matre yah kak, cuma inginnya mendapatkan suami yang mapan, karena setelah menikah kemungkinan aku akan berhenti bekerja kantoran jika dikasih momongan, sembari mencari peluang usaha yang bisa dikerjakan oleh seorang ibu rumah tangga." jelas Dee yang lebih banyak menyuapi Liam ketimbang dirinya sendiri.
"Dewasa sekali." Gumam Liam "Memang sekarang sudah ada yang dekat dengan adekku?" Tanya Liam kemudian mengingat pria yang mengantarkan Dee pulang kantor.
"Enggg." Gumam Dee "Ada sih, tapi belum pasti. Teman kantor, menurutku orangnya baik. Oh iya kak, weekend ini foto-fotonya cuma sehari kan misal hari Sabtu saja?"
"Kenapa?"
"Angga, teman kantor yang kumaksud mengajak untuk jalan pas akhir pekan, jika kakak pemotretannya Sabtu, aku bisa keluar jalan dengan Mas Angga pada hari Minggu."
Seketika ada kilatan menyetrum hati Liam.
"Hah? Tidak!" sanggah Liam spontan "Kamu dari jumat malam hingga malam senin bareng sama aku, Dek."
"Kak ?" tanya Dee kebingungan.
"Karena kamu bakal tinggalin aku selama 2 minggu. Terus apakah yang bernama Angga ini juga ikut ke Kalimantan?"
"Pastinya kak, kami kan se-team dan ini perusahaan orang tuanya, tapi kemungkinan tidak terlalu terjun langsung ke semuanya mengingat independensinya."
"Oh Tuhan!!" Geram Liam memijit keningnya "Aku boleh ikut?" Lanjutnya menatap lekat-lekat ke arah Dee.
"Memangnya kakak tidak kerja? Bukannya tadi bilang lagi stress dengan kerjaan?"
Liam mendengus kasar mengingat pekerjaannya yang menumpuk, entah kenapa stress yang tadi melandanya sekarang ditambahkan oleh perasaan takut akan kehilangan sosok polos gadis di sebelahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Hesti Pramuni
ayolah...
2021-05-23
0
Suprianti Sunandar
hhmm ak suka jln cerita nya Thor 😀
2021-05-11
0
Dian Amelia
asyiik thor...lanjut
2020-07-10
0