Finally I Meet Ricchi

"Thank you dinner -nya" ucap Dee menguraikan senyuman manis ke arah Angga yang memberikannya tumpangan sekaligus mengajaknya makan malam sepulang kantor. Terpaksa tadi pagi ia kembali menggunakan ojek online ke kantor disebabkan aki mobilnya rusak, seperti biasa Dee lupa mengisi air aki.

"Ini belum termasuk jalan yang aku maksud saat di Bandung" jelas Angga yang bersandar pada mobilnya, merk yang sama dengan mobil Liam tapi dengan tipe yang berbeda.

"Seandainya akhir pekan ini tidak ada acara keluarga, aku sudah membuat janji denganmu Dee... Tapi sepertinya semesta belum mendukung," imbuh Angga tersenyum tipis

Dee tertawa ringan sembari tertunduk sebentar kemudian ia kembali menatap ke arah Angga, pria yang tampan dan sopan, ternyata Angga tidak sependiam yang Dee pikirkan selama ini. Sepanjang makan malam dan di perjalanan pulang, teman kantornya inilah yang menguasai percakapan mereka.

"Ohh iya, air akinya," Kata Angga sambil mengambil kantongan berisi botol air aki "Biar aku bantu isi, mana kunci mobilmu," lanjutnya mengulurkan tangan.

Dee langsung memberikan kunci mobilnya dan membuka pintu garasi mobil, Angga dengan cekatan mengisi aki mobil buatan Jepang miliknya yang ia dapatkan saat berulang tahun ke 19 tahun, berarti sudah 5 tahun lamanya mobil itu menemaninl mengukur jalanan ibukota.

"Harus rutin service, cek air aki, balancing dan spooring juga, Dee."

"Kadang aku lupa jadwalnya, Mas."

"Biasalah cewek."

"Kerja, karena sibuk kerja. Bukan karena aku cewek," protes Dee yang dibalas Angga sebuah senyuman simpul.

Begitu melihat Angga menyelesaikan pekerjaannya, Dee langsung masuk ke dalam rumah, mengambil minuman dingin dari kulkas dan membawanya ke garasi. Sesampainya di depan mobilnya telah menyala, kembali sehat seperti semula.

"Terima kasih Mas Angga," seru Kila sambil menyodorkan teh kotak ke arah pria di depannya.

"Anytime Dee." Ucap Angga tersenyum penuh arti.

Dee membalas senyuman tersebut, mungkin sedikit tersipu. Sudah dua minggu sejak percakapannya dengan Liam, Dee sudah memutuskan untuk mengubur perasaan suka kepada pria tersebut. Jika ada yang bertanya kapan Dee mulai punya rasa kepada tetangganya tersebut?

Pastinya sejak pertemuan pertama mereka, bagaimana ia tidak bisa menguasai diri saat berdekatan dengan Liam.

Apalagi saat mendengar penuturan Liam tentang perasaannya terhadap Ricci, dari situlah ia benar-benar sadar diri dan harus melepaskan perasaannya sebelum dirinya terjebak perasaan yang tidak semestinya.

Andai saingannya seorang wanita mungkin ia bisa menunjukkan pesonanya, tapi ini adalah seorang pria sekaligus aktor papan atas. Lebih baik Dee berteman baik saja dengan Liam, dan ia tetap dengan kehidupannya. Lagi pula ada pria yang sedang melakukan pendekatan, yang tak lain Angga Karunasankara, pria yang sedari tadi terus mencuri pandang ke arahnya.

"Sudah jam 10, Dee. Waktu tidak kerasa saat bersamamu." kekeh Angga sambil berdiri dari kursi rotan di beranda "Aku pulang yah." Lanjutnya berjalan ke mobilnya, ada Dee mengikut di belakang pria tersebut.

"Hati-hati di jalan ya, sampai ketemu di kantor, Mas" ucap Dee melambaikan tangan ke Angga yang kemudian mobil mewah itu menghilang di belokan rumah Pak Surya.

Dee berdiri menatap lurus ke arah rumah Liam, agak lama. Entah kemana pria itu, sejak berapa hari terakhir seperti tidak ada kehidupan dari rumah mewah di depannya.

Dari kegelapan kamarnya Liam melihat semua kejadian dari awal sejak kedatangan Dee dengan pria berkemeja putih yang kemudian membantu gadis itu mengisi air aki, melihat kedua orang yang saling tersenyum dan tersipu memandang satu sama lain.

Entah kenapa ada rasa kesal di hatinya melihat Dee dekat dengan pria selain dirinya.

...

Dee baru saja selesai mandi di hari jumat malam sepulang dari kantor dan ia pun mendengar bunyi bel pintu di pencet berulang kali dengan tidak sabaran.

"Tunggu!" Teriak Dee dengan buru-buru memakai baju dan melepas handuknya walau dengan keadaan rambutnya yang masih dalam keadaan basah. Ia lalu berlari turun ke lantai bawah dan membuka lebar pintu rumahnya.

Sesosok pria jangkung dengan dibalut sweater abu dan jeans hitam sempat termenung sejenak menatap Dee.

"Pizza!" seru Liam mengacungkan dua box pizza.

"Ya ampun kak. Aku pikir siapa pencet bel tanpa undang-undang," gerutu Dee memajukan bibirnya.

"Memangnya pencet bel ada undang-undangnya? yah ini aku tetanggamu terganteng yang tidak tahu kalau di negara ini ada aturan soal pencet bel yang baik. Belum makan, kan?" celoteh Liam langsung menarik tangan Dee tapi sebelum itu ia menutup pintu dan menguncinya.

"Ohh seperti ini rumah adikku. Simpel dan nyaman." ucap Liam lagi sembari menghempaskan tubuhnya di sofa depan televisi.

Dee memilih membuka box pizza dan membiarkan mata Liam menyapu dan menilai rumahnya.

"Kakak sibuk yah? Berapa hari ini tidak kelihatan." kata Dee sambil menggigit potongan pizza pertamanya.

"Editing foto. Aku ada di rumah tapi lupa jam kalau sudah kerja," sahut Liam mengikuti Dee mengambil sepotong pizza lalu menyalakan televisi.

"Aku pikir sedang kemana." Gumam Dee menatap datar ke layar lebar depannya yang sedang menayangkan channel fashion show.

"Dee, kamu mau tidak aku foto? Tanya Liam tiba-tiba.

"Foto?"

"Foto profesional, macam foto model!" ucapny antusias.

Dee tergelak tawa sambil menutup bibirnya.

"Aku tidak pernah di foto, dan aku juga jarang berfoto apalagi selfie. Bukan aku banget, kak!"

"Hah?" pekik tertahan Liam, Ia kaget karena untuk pertama kali ada orang menolak untuk di foto olehnya, kebanyakan pemotretan majalah-majalah fashion terkemuka malah mengemis meminta dirinya menjadi fotografer mereka, walau hanya untuk satu project.

Dee mengangguk.

"Nanti aku ajar berpose, yang penting kamu mau dulu dek. Wajah dan tubuhmu bagus, kakak yakin hasilnya pasti keren" bujuk Liam sembari mengangguk meminta persetujuan.

"Aku tidak bisa kak, adanya grogi depan kamera."

"Tenang saja. minggu depan yah, weekend !" kata Liam sudah memberi keputusan yang tidak dapat di ganggu gugat.

Dee hanya terdiam, ia lalu beranjak ke dapur mengambil coke dari lemari pendingin. Pizza lebih enak dengan minuman bersoda.

"Dee.. besok ada rencana apa?"

"Tidur seharian."

"Sore kita keluar yah... Ricci ajak makan bersama. Dia mau ketemu kamu, Dek"

Deg !

Dee kemudian menghela napas panjang, akhirnya ia akan bertemu dengan Ricchi Maheswara, rivalnya.

...

Dee harus membongkar isi lemarinya dan berulang berkali-kali mencoba pakaian yang akan dipakainya untuk nanti sore. Tidak ada satu pun yang layak pakai, koleksi pakaiannya hanya seputar pakaian kantor, pakaian kasual, koleksi dress tapi dress batik yang dipakai setiap hari Kamis.

Arrggghhh! pekik Dee, melemparkan baju yang baru dicobanya.

Ia melayangkan pandangan ke jam dinding kamarnya yang menunjukkan pukul 11 pagi, sepertinya masih punya waktu jika dirinya ke pusat perbelanjaan terdekat untuk berbelanja.

Tanpa berpikir panjang lagu Dee langsung meraih kunci mobilnya, dan melajukan HRV hitamnya menuju mall yang berjarak 5 kilometer dari kompleksnya.

Pilihannya jatuh kepada Zara Store, ia sering membeli pakaian di sini namun kembali pada pakaian kantor atau casual. Dee tidak memikirkan toko selain tempat ini.

"Mbak, tolong.. aku butuh dress untuk dipakai makan malam bersama dua pria yang sangat tampan," kata Dee tidak bisa menyembunyikan gusar dan kegalauannya

Pegawai toko itu tersenyum lebar.

"Kakak mau yang gimana?" Tanya pegawai toko yang umurnya sekitaran 21 tahun.

"Apa saja yang cocok denganku, Mbak,"

"Badan kakak bagus, apa saja cocok," puji pegawai toko memerhatikan postur tinggi Dee.

Tidak pernah dalam sejarah hidup Belviyah Dawn Ragala membeli 5 dress beserta beberapa pasang sandal dan heels, walau tidak mengeruk tabungannya tapi ia sedikit menyesal menatap kantongan belanja yang teronggok di jok belakang.

Sebelum sampai di perumahan Dee singgah di warung kecil di pinggran jalan dan membeli sabun cuci, walau jelas ia tidak membutuhkannya. Dee sebenarnya membutuhkan kantongan hitam untuk barang yang dibelinya. Dee tidak mau terlihat oleh Liam bahwa dirinya habis belanja untuk makan bersama nanti malam.

Setelah memastikan tidak ada Liam yang akan muncul dengan tiba-tiba, baru Dee turun dari mobil dengan membawa sebanyak 2 kantongan hitam. ia pun masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu rapat-rapat.

"Ah." suara Dee dengan helaan napas lega "Aku seperti pencuri yang harus sembunyi-sembunyi," lanjutnya bergerutu.

Ia kemudian berjingkat naik ke lantai dua, untuk melakukan perawatan wajah dan rambut untuk hasil yang maksimal. Setidaknya ia tidak nampak memalukan di depan kedua pria tersebut. Dee gugup, sangat!

...

Liam terpana melihat tampilan Dee yang keluar dari daun pintu rumahnya, gadis kecilnya menggunakan dress floral merah dengan sepatu model mary-janes berwarna hitam senada swing bag-nya.

"Kamu cantik Dee. Aku tidak akan pernah memberikanmu kepada pria lain,."

Deg!!

Jantung Dee berdebar kencang dengan ucapan spontan Liam yang sore itu terlihat menawan dengan kemeja hitam, dengan celana berbahan kain bermodel slim tak lupa dengan boot senada.

"Ayo dek, Ricchi juga sudah dalam perjalanan," kata Liam lalu meraih jemari Dee dalam genggamannya

Ibarat hati Dee diangkat ke awan kemudian dijatuhkan kembali ke tanah begitu mendengar nama 'Ricchi"

...

"Dee," Seru Ricchi langsung berdiri dari kursi begitu melihat dirinya berjalan dengan Liam yang menggamit lengannya.

"Hai Mas Ricchi, saya Dee" ucap Dee mengulurkan tangannya dan memberikan sebuah senyuman manis kepada pria tampan dengan piercing di telinganya.

Pria berwajah kecil dengan tubuh tinggi itu mengabaikan uluran tangan Dee, malah memegang kedua bahu gadis cantik yang terlihat gugup lalu mengecup pipi sebelah kanannya.

"Aku mendengar banyak tentangmu dari Abang," kata Ricchi separuh berbisik di telinganya yang menimbulkan rasa geli "Duduklah di dekatku," Lanjutnya menarikkan kursi untuk Dee.

Mereka lupa ada Liam yang menatap tajam melihat tingkah laku Ricchi.

"Ehemmmm." Suara Liam berdeham keras "Dee mau makan apa, Dek?" Tanyanya dengan manis.

"Aku ikut kakak saja, yang enak. Aku suka makan apa aja," jawab Dee menatap lurus kearah Liam, pria itu tertawa kecil, akhirnya.

"Kakak?Kamu memanggil Abang dengan Kakak? Dee kamu harus memanggilku kakak juga, bukan Mas!" Protes Ricchi dengan suara manja sembari mengerucutkan bibirnya.

Gila! pekik Dee dalam hati, di luar sana banyak fans sangat mengagumi sikap dingin seorang Ricchi, namun sikap yang barusan tidak pernah ditunjukkannya di layar lebar atau ke muka umum.

"Kita beda 3 tahun kan? Jadi panggil aku kakak!" tuntut Ricchi.

Dee hanya bisa mengangguk "iya Kak!" Ucapnya pelan.

"Asyik!" Pekik riang dari Ricchi "Aku punya adik cewek sekarang," pamer kepada Liam, pria di depan mereka hanya bisa meringis menaikkan bibirnya sebelah.

Ricchi adalah anak tunggal, lahir dan besar di ibukota. Kakek dari mamanya berasal dari Italy, dan dari situlah wajah rupawan dan postur tubuh tinggi 185 cm berasal.

"Kamu tahu Dee, Abang tiap saat bercerita tentang kamu. Aku pun jadi penasaran, seperti apa gadis yang mempesona seorang Liam Farubun. Tapi janji kalau dia macam-macam langsung lapor kepadaku,"

Dee menatap lurus ke arah Liam saat mendengar ucapan Ricchi, ia sungguh salah menerima ajakan makan malam ini.

"Hei, jangan serius begitu Dee__ karena aku kakakmu juga, jadi aku akan melindungimu. Ingat janjiku ini." imbuh Ricchi sambil mencubit pipi Dee dengan gemas.

"Hei, tangan!" Seru Liam melihat perbuatan Ricchi, entah mengapa ia tidak terima kekasihnya menyentuh Dee atau sebaliknya.

Selebihnya makan malam itu berlanjut dengan membosankan bagi Dee, karena keduanya terlibat pembicaraan tentang film yang sama sekali tidak dipahaminya. Dee hanya mengangguk mengiyakan saat dimintai pendapat, namun tidak bisa memberikan argumentasi.

"Mas tolong foto kami." ucap Ricchi saat seorang pelayan sedang melintas di dekat meja mereka, sang aktor itu pun kemudian mengulurkan telepon genggamnyam

Ketiganya sontak berpose dengan memasang senyum terbaik.

"Dee, apa akun sosial mediamu?" Tanya Ricchi sembari mengutak-atik ponselnya.

"Hah?"

"Instagram." jelas Ricchi.

"Aku tidak punya, kak." jawab Dee menatap datar ke arah Ricchi.

"Kamu tidak sedang bercanda, bukan?"

"Serius kak, aku tidak punya. Facebook juga tidak. Hanya Twitter,"

Ricchi dan Liam menatap penuh heran ke arah Dee.

"Kenapa kak? Aneh yah?"

Liam dan Ricchi mengangguk, bukannya seumuran Dee sedang berada di puncak kegilaan dengan dunia maya.

"Aku tidak butuh seperti itu, tidak ada yang perlu aku pamerkan ke semua orang. Lebih baik berinteraksi langsung dengan orang dibandingkan sekedar eksistensi yang tidak berguna di dunia maya. Jika ada yang ingin tahu kabar, teman atau keluarga bisa mengirimkan pesan atau telepon. Atau mengatur sebuah janji untuk bertemu dan kita menghabiskan hari dengan berbincang,"

Kedua pria sedang menatap Dee dengan kekaguman yang berbeda. Liam dan Ricchi mendengar setiap perkataan dari bibir gadis yang memberikan ketenangan di hati kosong mereka. Dee tidak tahu jika malam itu adalah awal dari kehidupan yang penuh drama menantinya di depan, drama yang diakibatkan dua pria tampan tersebut.

###

Ricchi Maheswara

Terpopuler

Comments

Hesti Pramuni

Hesti Pramuni

thor..
lo mo hadirkan mr HB di episode berapa..?
biar kusiapkan handuk + bombay disampingku...

2021-05-23

0

Riana Siahaan

Riana Siahaan

gy

2020-09-15

0

Dian Amelia

Dian Amelia

kok bisa tampil beda ya dari novel novel lain yg crita tentang Ceo dingin.........pokoknya thor top markotop deh👍👍👍

2020-07-10

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!