NovelToon NovelToon

DI ANTARA DIA

Dee

Dee alias Belviyah Dawn Ragala tersenyum tipis melihat tukang tetangga depan rumahnya menaikkan sisa-sisa renovasi ke atas mobil truk.

Akhirnya! Selesai juga renovasi rumah di depan. Selama 8 bulan terakhir, Dee harus memberikan toleransi atas keributan yang dibuat oleh tukang-tukang tersebut. Bunyi palu, mesin, dan lain sebagainya menghiasi hari-hari Dee ketika weekend tiba.

Untungnya ia bekerja dari hari Senin hingga Jumat di Suhandoyo Kantor Akuntan Publik, saat ini Dee berusia 24 tahun, bekerja sebagai Yunior Audit di KAP yang awalnya adalah tempat magangnya ketika mengambil kuliah profesi akuntan di salah satu kampus ternama di Jakarta.

Dee sudah lama tinggal sendiri di perumahan Kebayoran Residence, sejak tahun pertama kuliah strata 1-nya papa memboyong mama ke Bandung dikarenakan papa ditugaskan di sana sebagai pimpinan cabang di sebuah bank swasta.

Dee mempunyai adik laki-laki bernama Kevin Putra Ragala, yang masih mengecap bangku Sekolah Menengah Pertama. Jarak yang sangat jauh dengan usianya membuat mereka tidak terlalu akrab apalagi sudah terpisah rumah selama 5 tahun terakhir.

Setelah Dee memasukkan mobilnya ke dalam garasi, dia berjalan ke depan menegur Pak Ismail Kepala Tukang, pria paruh baya yang sangat dikenalnya baik sama halnya dengan tukang yang lain.

"Selesai juga akhirnya yah, Pak?" Tanya Dee tersenyum penuh arti, maksudnya yah dia akhirnya mendapatkan ketenangan itu kembali.

"Iya Mbak Dee, tapi dalamnya masih kosong belum ada apa-apa. Designer Interior-nya besok baru memasukkan barang-barang dan mungkin yang punya rumah ini akan pindah minggu depan. Mbak Dee pastinya tidak akan kesepian lagi di blok ini" ujar Pak Ismail tertawa kecil.

"Semoga pak.. nasib blok saya paling sedikit penghuninya dan paling ujung pula," sahut Dee melayangkan pandangan pada tembok setinggi 5 meter yang menempel pada tembok rumahnya. Rumah Dee paling ujung dan penghuni blok ini hanya 4 rumah, 2 rumah selurusan dengan rumahnya dan rumah di depannya mengambil 3 kapling untuk 1 rumah yang dilengkapi dengan kolam renang. Rumah yang lama kosong dan kemudian 8 bulan terakhir di renovasi dengan mengusung design contemporary modern.

Patutlah jika rumah itu dinobatkan sebagai rumah terbagus di perumahannya yang dulunya milik Keluarga Rolly terus kemudian dijual dan dibiarkan kosong selama 3 tahun. Dee pernah bertanya kepada Pak Ismail seperti apa orang yang mempunyai rumah di depannya dengan pemugaran yang tidak tanggung-tanggung bahkan sangat jauh dari bentuk awalnya, namun menurut Pak Ismail, dia pun tidak tahu menahu karena mereka dipekerjakan oleh arsiteknya langsung dan sang pemilik tidak pernah menampakkan diri selama proses renovasi.

...

Gelak tawa memenuhi mobil wagon yang berisi 4 pria dan 1 wanita pegawai Suhandoyo, Badiono Kantor Akuntan Publik, yang tak lain Pak Zulfikar, Reza, Wahyu, Angga dan Dee. Mereka dalam perjalanan menuju ke Bandung dalam rangka mengaudit sebuah perusahaan tekstil terbesar di kota tersebut. Mereka adalah Team Mawar Suhandoyo, Badiono KAP - team andalan Ari Suhandoyo pimpinan kantor mereka. Team Mawar adalah team yang paling sering ditugaskan untuk melakukan audit sebuah perusahaan terkemuka.

Perjalanan dinas ini akan memakan waktu selama 2 minggu, yang membuat Dee senang karena bisa sekalian bertemu dengan papa, mama dan Kevin di waktu luang.

"Bandung lagi bro, nanti bisa cari cewek-cewek bening," ujar Wahyu di belakang kemudi, pria berusia 28 tahun yang terkenal seorang playboy. Pacaran terlamanya hanya bertahan 2 bulan.

"Yoi bro....." Sahut Reza, bapak satu anak berumur 33 tahun adalah tipikal pria yang tidak setia dengan pasangan. Tak jarang istrinya melakukan video call hanya untuk memastikan suaminya sedang di kantor atau bersama team audit.

"Seperti biasa Bapak ingatkan untuk kalian tetap fokus bekerja, setelah pekerjaan selesai kalian boleh bersenang-senang," kata Pak Zulfikar ketua team mawar berusia 39 tahun, sudah beristri dengan 2 anak.

Dee yang duduk di depan hanya tertawa ringan, sementara Angga terdiam sambil bersedekap. Pria berusia 27 tahun itu adalah keponakan dari pimpinan mereka. Ia baru bergabung dengan kantor audit pamannya sekitar 5 bulan yang lalu. Angga menempuh kuliah di Australia dan di sana pria itu bekerja sebagai auditor, yang kemudian akhirnya memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Menurut desas desus, Angga di gadang-gadang akan menggantikan pamannya yang sedang memikirkan untuk pensiun dini.

...

"Mau kemana?" Tanya Angga begitu melihat Dee sedang melintas di lobby hotel

"Eh Mas Angga... Saya mau ke rumah, mumpung lagi santai," jawab Dee agak kikuk dengan sikap ramah dari seorang Angga. Hari ini adalah minggu, dia bisa menghabiskan hari libur bertemu dengan keluarganya, yah setelah seminggu kemarin dihajar dengan pemeriksaan laporan.

"Ohhh... Naik apa?" tanya Angga lagi sambil mendekat

"Ada papa jemput..."

"Saya temani ke depan yah?" pinta pria bermuka datar namun dengan nada yang ramah.

Dee mengangguk dan memberikan senyuman tipis ke teman kerjanya yang terkenal dengan sifat pendiamnya. Angga bertinggi 180cm tidak jomplang ketika mereka berjalan bersisian.

"Mas Angga tidak keluar? Jalan seperti yang lain?" Tanya Dee menatap Angga yang berdiri di sebelahnya dengan kedua tangannya di saku celana pendek berwarna hijau.

"Tadinya ingin mengajak kamu Dee, tapi karena kamu mau ketemu orang tua yah aku mau tidur saja,"

Dee melongo bodoh tidak mempercayai perkataan Angga yang barusan.

"Saya akan pulang malam, Mas.. jam 8" balas Dee perlahan.

"Minggu depan kita sudah sibuk sekali dan sabtu sore sudah kembali ke jakarta. Hmmm... Jadi tidak ada kesempatan selama perjalanan dinas ini," ujar Angga meliriknya dengan tatapan mata tajamnya.

"Ehh..."

"Janji... Di Jakarta nanti kamu akan temani aku jalan," ucap Angga lagi membuat hati Dee berdesir.

Dee menatap manik mata berwarna hitam dari pria berambut hitam di sebelahnya. Apakah dia tidak salah dengar, ini seolah ajakan kencan dari Angga Karunasankara. Pria yang tidak pernah berbicara hal lain di luar dari seputaran pekerjaan.

Pip pip

Bunyi klakson membuyarkan lamunan Dee, Angga masih menatapnya sama seperti yang tadi.

Pip pip..

"Kak... Ayohh !" Teriak seorang pria paruh baya dari dalam mobil CRV berwarna hitam - Dwi Arya Ragala papanya.

"Aku duluan yah Mas Angga" kata Dee berjalan maju.

"Dee...." Panggil Angga dengan suara lebih tinggi "Jadi...?"

Dee membalikkan badan, 3 detik kemudian mengangguk "Iya... Di Jakarta"

Mendengar ucapan Dee, pria yang bermata tajam itu tersenyum lebar, sebuah senyuman yang sangat manis dan itu merupakan pertama kali Belviyah Dawn Ragala lihat sepanjang perkenalan hingga mereka ditempatkan dalam team yang sama.

"Siapa itu kak?" Tanya Dwi Arya papanya setelah mobil berjalan

"Teman kerja di team, Pa," Jawab Dee melirik ke arah kaca spion, Angga masih berdiri di tempatnya tadi dengan tangan di saku celana.

"Sepertinya dia suka Kak Dawn" kata Dwi Arya melirik putri sulungnya yang seharusnya sudah mempunyai kekasih atau suami, tapi sebagai ayah anti mainstream, Ia tidak pernah menekankan itu seperti halnya orang tua lain, mengejar anaknya untuk menikah. Bagi Dwi Arya, Dee masih gadis kecilnya, masa depannya masih panjang, bahkan ia tidak mempermasalahkan jika Dee menikah di umur 35 tahun. Dwi Arya tidak mau anaknya mengalami nasib seperti dirinya yang sudah menikah di umur 22 tahun dan pontang-panting menafkahi anak setahun berikutnya, sungguh sebuah perjuangan panjang untuk keluarga Ragala berada di posisi sekarang.

"Hmmmm... Entah," Dee bergumam sembari menatap lalu lintas yang sudah mulai macet, tipikal Bandung di hari minggu.

...

Sesampainya di Jakarta seminggu berikutnya, Angga menawarkan tumpangan kepada Dee. Itu pun dilakukannya secara sembunyi-sembunyi, saat teman teamnya terlihat sibuk menunggu jemputan, mereka menggunakan mobil kantor ke Bandung dan sudah kesepakatan jika berlima harus kembali ke kantor kemudian pulang ke rumah masing-masing.

"Sepertinya sampai di sini saja Mas Angga," kata Dee begitu melihat blok rumahnya disesaki oleh mobil terparkir kiri dan kanan. "Rumah saya yang pojok kanan mepet tembok," lanjutnya menunjuk ke arah rumah bermodel minimalis bercat warna abu dan hitam.

"Aku antar sampai rumah yah," pinta Angga langsung dari mobil "Pak Iwan mobilnya diputar dulu saja," lanjutnya berbicara dengan sopir pribadi keluarganya.

Dee tidak begitu tahu dengan latar belakang Angga Karunasankara tapi ia pernah mendengar dari gosip bahwa orang tua pria itu memiliki perusahaan tambang batubara namun memilih mendalami dunia hitung menghitung dan mencari-cari kesalahan, itu kan pekerjaan seorang auditor. Membatin seperti ini Dee geli sendiri.

"Apakah seperti ini tiap hari?" Tanya Angga yang membantu Dee menarik koper berwarna kuning itu sambil memperhatikan mobil-mobil mewah terparkir rapi yang mereka lewati.

"Ini untuk pertama kali, Mas," jawab Dee kemudian berhenti menatap depan rumahnya yang terlihat sangat ramai di dalam, hentakan musik terdengar kencang beserta suara hiruk pikuk berbincang atau tertawa.

"Mereka sedang berpesta..... tetanggamu sepertinya kalangan atas yang tanpa beban," gumam Angga menatap ke arah yang sama, dari luar mereka bisa melihat pria-pria berpakaian stylish dan para wanita dengan dress memperlihatkan keseksian tubuhnya.

"Tetangga baru... " Kata Dee dengan pelan "Mas gak masuk?... Ke rumah saya maksudnya, bukan rumah depan," lanjutnya menyunggingkan senyuman simpul.

"Lain kali yah Dee... Yang kita butuhkan sekarang adalah istirahat yang banyak, kepalaku pusing dua minggu dihajar audit. Sampai ketemu Senin di kantor," jawab Angga berbalik dan menaikkan tangan kanannya.

Dee kembali menoleh menatap ke rumah depan, suara tawa makin bersahut-sahutan dan bunyi musik semakin menghentak membangunkan jiwa yang mati.

Ahh biarlah... Setidaknya ia tidak kesepian dan tidak menatap horor ke rumah besar yang tak berpenghuni lagi, hibur batinnya.

...

Betapa sewotnya Dee di hari Senin pagi ketika mendapati mobil-mobil tetangganya menutupi car pot miliknya, setelah kemarin siang sudah terlihat sepi namun tadi malam pesta kembali digelar entah hingga jam berapa. Dee adalah tipe orang yang gampang tertidur, mungkin bom meledak di depan rumahnya pun ia tidak akan terbangun.

Sambil berkacak pinggang mengamati mobil BMW berpintu dua serta mobil Audi yang menutupi akses keluar mobilnya sementara pagi itu ia harus ke kantor. Dengan berderap kesal Dee melangkahkan kaki ke arah pintu tetangganya.

Ia berusaha mengetuk dari mode pelan, kemudian mode tidak sabaran, hingga menggedor namun tidak ada satu pun yang membukakan pintu. Dee akhirnya menyerah setelah melihat jam di tangannya menunjukkan pukul 7.15 pagi, ia lalu memesan kendaraan melalui aplikasi di ponsel.

Sembari menunggu ojek online, kendaraan yang paling cepat membawanya ke kantor secara on time, Dee menyempatkan diri menuliskan di kertas putih lalu menaruh pada wiper kedua mobil mewah tersebut.

"Dear Bapak/Ibu Blok A123,

Mobil anda menghalangi akses keluar kendaraan saya, hingga saya ke kantor menggunakan ojek online. Semoga menjadi pembelajaran agar tidak terulang kembali"

Blok A.4

...

Dee bisa pulang cepat hari itu, jam 6 sore kurang dia sudah di depan pintu rumahnya dan tidak ada lagi dua mobil mewah tadi pagi. Jalanan bloknya sudah lengang, hanya dua mobil mewah terparkir di car pot tetangganya.

"Heiiii....."

Suara mengagetkan yang membuat Dee hampir menabrakkan wajahnya pada kusen pintu rumah, ia langsung berbalik mencari asal suara husky berat yang berteriak. Seorang pria tinggi kurus dengan rambut acak-acakan namun seksi berjalan tergesa ke arahnya.

"Haiii.. halo.... Aku tetangga barumu, Liam," kata pria pemilik tubuh kutilang - kurus tinggi langsing - mata sipit, gaya necis urakan, senyum tipis, wangi maskulin sedikit manis-sepertinya wangi parfum mahal jenis baru.

"Ini sebagai salam perkenalan," kata Liam mengulurkan kantongan dengan logo bakery terkenal di ibukota "Dan ini tanda maaf sudah menghalangi jalan keluar mobilmu. Aku janji tidak akan terulang lagi,"

Dee menerima kedua kantongan putih itu dengan keadaan linglung, dia seperti terpesona dengan tetangganya. Eh tunggu dulu! kenapa ia terkesan segampang itu.

"Heii..... Namamu siapa? Kamu tidak bisu kan?" tanya Liam lagi yang sekarang sudah berani menepuk lengan Dee walau dengan pelan, pria itu membungkukkan badan dan menatap intens kedua iris matanya

"Aku Dee.... Tidak bisu," sahut Dee pelan.

"Dee yang tidak bisu... Kita akan sering bertemu.. kamu tinggal sendiri?? Karena tadi siang aku mengetuk pintu rumahmu tapi tidak ada yang menjawab,"

"Iya saya tinggal sendiri, keluarga di Bandung," ucap jujur Dee yang tertunduk menatap sepatunya dan sepatu boot Liam yang iia pastikan harganya sebesar setahun gajinya.

"Umurmu berapa Dee? Aku 33 tahun,"

"Huh?" Ucap kaget Dee mendongakkan kepala, belum pula 10 menit bertemu pria dengan tinggi mendominasi ini namun Liam telah berani menanyakan umurnya, apa nanti akan menanyakan berat badan? Walau badannya proposional tapi bukankah itu hal tabu ditanyakan pada saat pertemuan pertama?

"27?" Tebak Liam sambil mengamati wajah Dee.

"Apa aku bermuka tua? 24 tahun... Aku baru 24 tahun," ralat Dee dengan jutek.

"Hahaha.. tidak, aku hanya menebak.. dan ternyata masih sangat muda, panggil aku kakak kalau begitu. Yah sudah, selamat dinikmati kuenya yah dek... Someday aku traktir karena mobil-mobil temanku tadi pagi," ujar Liam tetap dengan ramah luar biasa.

"Hah... Tidak usah kak, ini sudah lebih dari cukup," sahut Dee menatap Liam sudah berdiri tegak di depannya

"Tidak apa-apa, aku juga tinggal sendiri. Jika aku butuh teman makan, jangan marah jika aku mengetuk pintumu. Bye adek cantik," kata Liam mengacak rambut Dee sebelum akhirnya berbalik dengan setengah berlari kembali ke rumah mewahnya. Tinggallah Dee Dawn yang kehilangan kekuatan pada kaki, tubuhnya berubah menjadi jelly dalam pakaian kantor.

###

Belviyah Dawn Ragala

Angga Karunasankara

Liam Iben Farubun

Liam dan Skandalnya

Butuh waktu dua hari bagi Dee untuk tahu dengan benar siapa Liam atau bisa dikatakan sadar bahwa tetangganya adalah seorang yang sangat sangat terkenal di dunia hiburan di negara ini.

Liam Iben Farubun adalah seorang sutradara, produser, forografer yang mengawali kariernya sebagai model di usia yang sangat belia yaitu 15 tahun. Pria kelahiran Kanada dan besar di negara itu, ibunya berkewarganegaraan Jepang dan ayah dari Maluku, Indonesia.

Menginjak usia 25 tahun pria itu mengurangi pekerjaan modelnya dan terjun di dunia fotografi. Padahal saat itu dia sedang berada di puncak karier sebagai supermodel.

Usia 27 tahun Liam membuat film pertamanya berjudul "Midnight Man" bercerita tentang pria yang mencintai sesama jenis dengan intrik yang membuat para penonton tersedu. Dan film tersebut mengantarkannya menjadi sutradara sekaligus produser terbaik.

Sejak saat itu semua film yang disutradarainya menjadi box office, Dee pun sempat menonton dua film garapan Liam -dengan Farah Dewi sahabatnya yang sekarang sedang sibuk dengan pekerjaan sebagai customer service di bank yang sama dengan papanya.

Kembali ke Liam, bisa dikatakan hampir semua penyanyi dan band kelas atas tanah air pembuatan video klipnya dibuat oleh tetangga depan rumah Dee. Dan tak jarang pula pria tersebut menghiasi sampul depan majalah-majalah mode luar negeri. Jadi wajarlah jika Liam mempunyai rumah mewah beserta teman berkelas atas tiada henti berkunjung. Pesta-pesta liar terus digelar tiap malam tanpa mempedulikan telinga tetangga.

Dengan kejayaan yang dimiliki Liam, membuat bersikapnya terkesan arogan mendominasi bahkan sekelas Dee yang notabene sebagai auditor yang biasa bersikap dingin menjadi tidak berdaya saat Liam di dekatnya. Pria itu bisa membuyarkan kewarasanmu.

...

Hari Sabtu pagi, setelah Dee melakukan yoga ringan selama sejam, ia kemudian memutuskan untuk membersihkan rumah, memasang handsfree di telinganya dan masker menutupi hidung dan mulut.

Rumah berdesign minimalis miliknya ini bertingkat dua dengan 3 kamar. 1 kamar berada di lantai bawah milik orang tuanya dan 2 kamar di lantai atas. Kamarnya sendiri berukuran 4x5 meter dengan jendela kaca yang sangat besar, Dee bisa melihat rumah Liam dengan jelas dari kamarnya.

Sama seperti sekarang, Dee bisa melihat mobil BMW M5 warna biru milik Liam barusan berhenti di depan rumah pria itu. Artinya semalam Liam tidak pulang, Sosok pria jangkung itu terlihat keluar dari pintu sebelah kanan kemudian diikuti oleh seorang pria lebih muda berpotongan rambut pendek yang membingkai wajahnya dengan kacamata hitam.

Mata Dee membelalak saat kedua pria itu saling bergenggaman tangan, mendadak kakinya lemas tanpa tulang, ia jatuh terduduk di atas karpet dengan tatapan mata tak melepaskan pandangan dari kedua pria yang sekarang saling berpelukan mesra lalu memegang rahang, lanjut berciuman dengan penuh gairah.

Air mata Dee jatuh mengalir di pipi mulusnya, entah sedih ataukah sedang syok, tapi ini pertama kali dalam hidupnya, ia melihat langsung pasangan gay berciuman. Tunggu bukankah pria yang satunya adalah Ricchi Maheswara? Sang aktor di film Midnight Man!

Mendadak bulu tangannya meremang, ini gila! Sebuah skandal besar disaksikan oleh mata telanjang Dee. Sang produser dan sang aktor ternyata mereka menjalin hubungan percintaan. Apalagi itu adalah Ricci Maheswara, aktor berusia 27 tahun merupakan aktor paling laris, paling terkenal, paling banyak penggemarnya di negara ini.

Jantung Dee berdegup kencang, hatinya sakit, segala hal yang membuatnya kagum kepada Liam sepertinya hilang dalam waktu 2 menit, Ricchi bukanlah aktor yang ia puja namun melihat adegan kemesraan tersebut membuatnya hilang rasa.

Sial!! Umpat Dee sambil menepuk dadanya. Aku membenci kalian, dan tidak mau berhubungan dengan kalian yang tidak normal itu!! Pekiknya dari dalam kamar.

...

Jam 6 pagi ketika gelap malam sudah berganti cahaya matahari yang masih manja, saat Dee memulai lari paginya. Sudah menjadi rutinitas Dee setiap hari minggu, ia akan menghabiskan paginya dengan berlari.

Ini dilakukannya demi performa fisiknya juga, pekerjaan sebagai auditor sangat menguras tenaga. Jika Dee tidak mengimbangi dengan olahraga, pastinya ia akan sering jatuh sakit dengan jam kerja lembur dan perjalanan dinas keluar kota.

Dee melirik jam sportnya menunjukkan sudah 8 kilometer jarak larinya, sisa 2 kilo lagi batinnya sambil menyeka peluh di dahinya

"Heiii adek Dee.!!!" Seru Liam yang berlari menyamai kecepatan gadis berbaju orange celana pendek biru dan sepatu lari nike berwarna senada.

Dee sempat hampir terjengkang ke belakang karena kaget, spontan tangannya di tahan oleh Liam.

"Kak..." Ucap Dee membeo yang otomatis berhenti.

"Ayo lari lag,i" kata Liam menarik tangan Dee untuk mengikutinya.

"Aku tidak tahu kalau kakak suka lari,"

"Demi kesehatan dek... Mau berapa kilo lagi?"

"2 kilo,"

"Sedikit lagi kalau begitu, rute ini 2 kilometer sampai depan perumahan,"

Dee mengangguk.

...

Berapa menit kemudian dengan keringat membanjiri badan keduanya, mereka berjalan santai memasuki area perumahan yang disambut oleh satpam yang sedang bertugas, Liam dan Dee hanya melambaikan tangan kepada bapak-bapak satpam berseragam hitam itu.

"Dapat berapa kilometer kak?"tanya Dee melirik sport watch Liam

"17 kilometer, lumayan. Tidak tahunya malah ketemu kamu,"

"Kakak kuat lari padahal kalau dilihat dari postur tubuh sepertinya jarang olahraga,"

"Heiii... Siapa bilang, kamu tidak lihat pelari sprint luar kurus-kurus dan tinggi," protes Liam sambil memberengut.

"Tapi kakak ketinggian, berapa? 2 meter?"

"Ihhh... Anak ini, kakak cuma 189 cm,"

Mulut Dee ber Oh panjang membuat Liam tertawa.

"Kamu juga tinggi,... 173 cm kan?"

"Kok kakak tahu?"

"Tahulah...sebagai model veteran,"

Dee kembali mengangguk.

"Aku bisa bikin sandwich enak, sarapan denganku yah?"

"Hah?"

"Ayohlah dek... Kamu tahu kan pekerjaan kakak seperti apa, tingkat stressnya tinggi. Bagaimana jika pas aku kesepian terus bunuh diri seperti artis-artis korea,"

"Kakkk ! Jangan bicara seperti itu. Iya aku temani sarapan,"

Senyum mengembang dari bibir Liam sembari merangkul bahu Dee.

"Jangan lepas, aku tidak bau kok" ujar Liam mengeratkan tangannya.

"Dilihat tetangga kak,"

"Tetangga tidak usah dipedulikan,"

"Baiklah aku tidak usah sarapan dengan kakak kalau begitu. Kan sama-sama tetangga jug,a" balas Dee dengan jutek

Liam tergelak tawa matanya menyipit dan langsung mencubit pipi Dee.

"Kamu lucu dek.. ayo masuk. Kopi atau jus?" Tanya Liam sembari mengambil kunci di bawah pot dekat pintu.

Dee membulatkan mata melihat itu.

"Ya ampun, kak. Kenapa kunci rumah semewah ini di taruh di bawah pot,"

"Terus disimpan di mana?"

"Dibawa..."

"Perumahan ini aman. Rumah juga ada cctvnya" sahut Liam acuh membuka pintu

Berikutnya Dee hanya bisa melongo melihat isi dalam rumah seorang produser ternama, jauh dibandingkan dengan isi rumahnya.

"Rumahnya bagus.... Ada pohonnya di tengah ruangan" ucap Dee dengan takjub.

"Thank you, konsepnya seperti ini Dee... Green House, biar aku betah dan tidak gampang stress,"

"Rawatnya gimana?" tanya Dee mengekori langkah Liam yang bahkan di dalam rumah, dia seperti berjalan di atas catwalk

"Ada asisten khusus mengurus rumah, kalau aku sendiri sudah tidak punya waktu," jawab Liam berjalan menuju dapur, melintasi sofa-sofa beledu nan empuk berwarna coklat susu.

"Kopi atau jus?"

"Kopi...."

"Kamu, aku dan papaku, kita semua pecinta kopi.... Kamu juga merokok? Aku kadang merokok saat bekerja. Itu yang belum bisa aku hentikan,"

Dee menggelengkan kepala, rokok baginya adalah racun perusak paru-paru.

"Tidak.. sejak bekerja baru mulai minum kopi, mau tidak mau kak, karena banyak lembur dan harus menahan kantuk,"

"Ceritakan tentang dirimu Dee, kerja di mana? Dulu kuliah di mana? Orang tua kerja apa? Saudara ada berapa?" Tanya Liam yang sedang sibuk menyalakan coffee makernya.

Dee duduk di kursi kitchen bar, memangku dagunya sambil bercerita tentang dirinya, seolah sedang menjalani interview pekerjaan, sementara Liam memamerkan kelihaiannya dalam membuat sandwich.

"Pacar? Apa adikku sudah punya pacar?" Tanya Liam saat mendengarkan penjelasan Dee telah berakhir.

"Belum kak... " jawab Dee spontan.

"Kenapa? Kapan terakhir pacaran?"

"Sibuk kerja.. terakhir pacaran saat kuliah, pas skripsi kami putus karena dia ingin terus ditemani sementara aku sedang fokus mengerjakan skripsi. Dia enak karena sudah bekerja saat itu.. "

"Arogan berarti... Harusnya bantu kamu, Dek," timpal Liam sambil menaruh piring berisi cheese sandwich beserta secangkir americano panas.

"Tipe pacar kamu seperti apa Dee?" Tanya Liam lagi bergabung di kursi sebelahnya, tak lupa membawa kopi dan sandwich punya pria itu.

"Aku tidak punya tipe, yang penting cocok saja. Karena yang pernah pacaran denganku tipenya beda-beda,"

"Playgirl nih.." sahut Liam menyeruput kopinya sembari melirik gadis kecil di sebelahnya.

"Baru 3 kali kak, SMP sekali, SMA sekali, kuliah sekali. Tapi sepertinya bukan cinta yang besar, karena tidak ada yang pernah ingin aku perjuangkan. Apalagi SMU ke bawah, sepertinya hanya gejolak anak sekolahan yang ingin mencoba namanya pacaran," jelas Dee.

Liam tertawa terbahak kembali matanya menghilang sambil memegang perutnya.

"Kakak pacarannya dengan Ricchi yah?" Tanya Dee yang tidak bisa menahan mulutnya, sungguh ia menyesali perkataannya barusan, terbukti raut wajah Liam berubah 180 derajat, sebentar lagi dirinya akan di usir oleh pria di sebelahnya yang masih terdiam memandangi gelas kopinya.

"Hmmm.... Mungkin sudah 2 tahun ini kami dekat," jawab Liam jujur, Dee tidak menyangka kalau pria ini akan mengakui bahwa dia adalah seorang gay.

"Maaf kak... Aku tidak sengaja melihat kakak dengan Ricci kemarin. Hati-hati kak, nanti ada yang lihat. Bisa jadi skandal besar di dunia hiburan. Untungnya rumah di sampingku itu kalau weekend mereka di Bekasi, dan yang rumah sudut pintunya menghadap ke utara,"

"Kamu seperti ibu-ibu nasehati anaknya... Ini pertama kali dalam hidupku ada yang berani bicara seperti ini. Jadi kamu bisa mengerti dengan pilihan hidupku?"

"Siapa saya kak, hanya tetangga kakak yang baru kenal selama 2 minggu. Bahkan ini pertemuan kita yang kedua. Jujur awalnya saya mau membenci kakak dan Ricci tapi semalaman saya berpikir setiap orang punya pilihan hidup masing-masing, walau menurut kebanyakan orang pikir apa yang kakak jalani itu salah. Tapi jika kakak bahagia, so what? Peduli apa dengan pemikiran orang lain?"

Liam menutup wajah dengan kedua tangannya, ada air mata jatuh saat menatap Dee.

"Kenapa kakak nangis?"

"Saat aku umur 14 tahun kakak perempuanku sudah menikah, usia 15 tahun aku sudah jadi model, dan sejak itu hubungan dengan keluarga mulai berkurang karena sudah disibukkan pemotretan dan sebagainya. Lulus high school aku pindah ke USA, agensi yang merekrut membawaku kesana dan bekerja secara full time sebagai model. Jadi peran keluarga sama sekali hilang, tidak ada menasehati.. Aku hidup bebas, sebebasnya__ Karena pergaulan juga aku jadi suka dengan pria, bukan wanita.. sejak itu hingga sekarang aku hidup semauku, berteman hanya demi kelas sosial saja. Tapi dengan Ricci dia berbeda, walau umurnya lebih muda tapi dia lebih bisa menenangkan aku yang masih meledak-ledak emosinya," ujar Liam sambil menyisir rambut dengan tangannya.

"Semangat Kak Liam! Jadi dewasa itu butuh proses... Bukan men-judge kakak kekanak-kanakan tapi mungkin masih ada sifat yang tidak baik harus di redam atau dirubah," kata Dee dengan bijaksana, ia memang seperti ini orangnya. Terlalu banyak berpikir hingga jarang melakukan kesalahan dalam hidupnya, hal itu membuatnya lebih cepat dewasa dibandingkan wanita sepantaran usianya.

"Thank you yah dek... Kamu mau jadi adikku beneran kan?"

"Eh... Kenapa kakak gampangan seperti ini.."

"Aku dari dulu ingin punya adik perempuan, saat pertama kali melihatmu sebagai tetangga A.4 yang menuliskan memo di wiper mobil temanku membuatku kaget ternyata seorang gadis kecil yang tadinya aku pikir ibu-ibu cerewet. Hahaha... Dan ekspresimu saat itu masih terekam jelas di kepalaku, menggemaskan," imbuh Liam tertawa kecil.

Dee memberengut pelan, terus memalingkan muka mengambil gelas dan menyesap kopinya

"Selain lari kamu suka olahraga apa?"

"Renang... Tapi sebulan ini belum berenang lagi, membershipnya di Qua Sport Center belum aku perpanjang lagi, kak" sahut Dee pelan

"Heii.. berenang di belakang saja... Kapanpun, daripada tidak ada yang pakai," seru Liam menyenggol lengan Dee.

"Kak... Jangan begini, aku tidak enak," tolak Dee halis.

"Tunggu...." Kata Liam menepuk bahu Dee sekali kemudian berjalan tergesa menuju tangga, Dee memilih menghabiskan sandwichnya sembari menunggu sang produser.

"Ini...." Kata Liam menaruh gantungan kunci di atas meja.

"Apa ini ?"

"Yang gede kuning ini kunci pintu depan, yang kuning satunya kunci pintu belakang dan yang putih ini kunci kamarku. Kamar tidur aku selalu kunci jika keluar, karena di dalam kamar tidur ada ruang kerja rahasia, yang tidak boleh orang lain tahu karena project-project aku kerjakan ada di situ semua,"

"Terus kenapa kakak kasih ke aku..."

"Karena kamu adikku, aku percaya... Dan pekerjaanmu membuatku yakin bahwa kamu orang terjujur yang pernah aku temui dalam hidupku.. dan janji kita akan terus saling mendukung selayaknya seorang saudara,"

"Kakkk...." Ucap Dee pelan "Jangan terlalu gampang begini, gimana kalau aku berbuat tidak-tidak,"

"Hmmmm... Sepertinya tidak mungkin.. surat berharga dan perhiasan aku simpan di bank... Just in case, aku butuh sesuatu saat di luar dan kamu bisa langsung masuk ke sini dan mengambilkannya,"

Dee langsung membalikkan kepalanya dan mendelik tajam ke arah Liam, yang disambut tawa yang terbahak dari pria di sebelahnya.

###

Finally I Meet Ricchi

"Thank you dinner -nya" ucap Dee menguraikan senyuman manis ke arah Angga yang memberikannya tumpangan sekaligus mengajaknya makan malam sepulang kantor. Terpaksa tadi pagi ia kembali menggunakan ojek online ke kantor disebabkan aki mobilnya rusak, seperti biasa Dee lupa mengisi air aki.

"Ini belum termasuk jalan yang aku maksud saat di Bandung" jelas Angga yang bersandar pada mobilnya, merk yang sama dengan mobil Liam tapi dengan tipe yang berbeda.

"Seandainya akhir pekan ini tidak ada acara keluarga, aku sudah membuat janji denganmu Dee... Tapi sepertinya semesta belum mendukung," imbuh Angga tersenyum tipis

Dee tertawa ringan sembari tertunduk sebentar kemudian ia kembali menatap ke arah Angga, pria yang tampan dan sopan, ternyata Angga tidak sependiam yang Dee pikirkan selama ini. Sepanjang makan malam dan di perjalanan pulang, teman kantornya inilah yang menguasai percakapan mereka.

"Ohh iya, air akinya," Kata Angga sambil mengambil kantongan berisi botol air aki "Biar aku bantu isi, mana kunci mobilmu," lanjutnya mengulurkan tangan.

Dee langsung memberikan kunci mobilnya dan membuka pintu garasi mobil, Angga dengan cekatan mengisi aki mobil buatan Jepang miliknya yang ia dapatkan saat berulang tahun ke 19 tahun, berarti sudah 5 tahun lamanya mobil itu menemaninl mengukur jalanan ibukota.

"Harus rutin service, cek air aki, balancing dan spooring juga, Dee."

"Kadang aku lupa jadwalnya, Mas."

"Biasalah cewek."

"Kerja, karena sibuk kerja. Bukan karena aku cewek," protes Dee yang dibalas Angga sebuah senyuman simpul.

Begitu melihat Angga menyelesaikan pekerjaannya, Dee langsung masuk ke dalam rumah, mengambil minuman dingin dari kulkas dan membawanya ke garasi. Sesampainya di depan mobilnya telah menyala, kembali sehat seperti semula.

"Terima kasih Mas Angga," seru Kila sambil menyodorkan teh kotak ke arah pria di depannya.

"Anytime Dee." Ucap Angga tersenyum penuh arti.

Dee membalas senyuman tersebut, mungkin sedikit tersipu. Sudah dua minggu sejak percakapannya dengan Liam, Dee sudah memutuskan untuk mengubur perasaan suka kepada pria tersebut. Jika ada yang bertanya kapan Dee mulai punya rasa kepada tetangganya tersebut?

Pastinya sejak pertemuan pertama mereka, bagaimana ia tidak bisa menguasai diri saat berdekatan dengan Liam.

Apalagi saat mendengar penuturan Liam tentang perasaannya terhadap Ricci, dari situlah ia benar-benar sadar diri dan harus melepaskan perasaannya sebelum dirinya terjebak perasaan yang tidak semestinya.

Andai saingannya seorang wanita mungkin ia bisa menunjukkan pesonanya, tapi ini adalah seorang pria sekaligus aktor papan atas. Lebih baik Dee berteman baik saja dengan Liam, dan ia tetap dengan kehidupannya. Lagi pula ada pria yang sedang melakukan pendekatan, yang tak lain Angga Karunasankara, pria yang sedari tadi terus mencuri pandang ke arahnya.

"Sudah jam 10, Dee. Waktu tidak kerasa saat bersamamu." kekeh Angga sambil berdiri dari kursi rotan di beranda "Aku pulang yah." Lanjutnya berjalan ke mobilnya, ada Dee mengikut di belakang pria tersebut.

"Hati-hati di jalan ya, sampai ketemu di kantor, Mas" ucap Dee melambaikan tangan ke Angga yang kemudian mobil mewah itu menghilang di belokan rumah Pak Surya.

Dee berdiri menatap lurus ke arah rumah Liam, agak lama. Entah kemana pria itu, sejak berapa hari terakhir seperti tidak ada kehidupan dari rumah mewah di depannya.

Dari kegelapan kamarnya Liam melihat semua kejadian dari awal sejak kedatangan Dee dengan pria berkemeja putih yang kemudian membantu gadis itu mengisi air aki, melihat kedua orang yang saling tersenyum dan tersipu memandang satu sama lain.

Entah kenapa ada rasa kesal di hatinya melihat Dee dekat dengan pria selain dirinya.

...

Dee baru saja selesai mandi di hari jumat malam sepulang dari kantor dan ia pun mendengar bunyi bel pintu di pencet berulang kali dengan tidak sabaran.

"Tunggu!" Teriak Dee dengan buru-buru memakai baju dan melepas handuknya walau dengan keadaan rambutnya yang masih dalam keadaan basah. Ia lalu berlari turun ke lantai bawah dan membuka lebar pintu rumahnya.

Sesosok pria jangkung dengan dibalut sweater abu dan jeans hitam sempat termenung sejenak menatap Dee.

"Pizza!" seru Liam mengacungkan dua box pizza.

"Ya ampun kak. Aku pikir siapa pencet bel tanpa undang-undang," gerutu Dee memajukan bibirnya.

"Memangnya pencet bel ada undang-undangnya? yah ini aku tetanggamu terganteng yang tidak tahu kalau di negara ini ada aturan soal pencet bel yang baik. Belum makan, kan?" celoteh Liam langsung menarik tangan Dee tapi sebelum itu ia menutup pintu dan menguncinya.

"Ohh seperti ini rumah adikku. Simpel dan nyaman." ucap Liam lagi sembari menghempaskan tubuhnya di sofa depan televisi.

Dee memilih membuka box pizza dan membiarkan mata Liam menyapu dan menilai rumahnya.

"Kakak sibuk yah? Berapa hari ini tidak kelihatan." kata Dee sambil menggigit potongan pizza pertamanya.

"Editing foto. Aku ada di rumah tapi lupa jam kalau sudah kerja," sahut Liam mengikuti Dee mengambil sepotong pizza lalu menyalakan televisi.

"Aku pikir sedang kemana." Gumam Dee menatap datar ke layar lebar depannya yang sedang menayangkan channel fashion show.

"Dee, kamu mau tidak aku foto? Tanya Liam tiba-tiba.

"Foto?"

"Foto profesional, macam foto model!" ucapny antusias.

Dee tergelak tawa sambil menutup bibirnya.

"Aku tidak pernah di foto, dan aku juga jarang berfoto apalagi selfie. Bukan aku banget, kak!"

"Hah?" pekik tertahan Liam, Ia kaget karena untuk pertama kali ada orang menolak untuk di foto olehnya, kebanyakan pemotretan majalah-majalah fashion terkemuka malah mengemis meminta dirinya menjadi fotografer mereka, walau hanya untuk satu project.

Dee mengangguk.

"Nanti aku ajar berpose, yang penting kamu mau dulu dek. Wajah dan tubuhmu bagus, kakak yakin hasilnya pasti keren" bujuk Liam sembari mengangguk meminta persetujuan.

"Aku tidak bisa kak, adanya grogi depan kamera."

"Tenang saja. minggu depan yah, weekend !" kata Liam sudah memberi keputusan yang tidak dapat di ganggu gugat.

Dee hanya terdiam, ia lalu beranjak ke dapur mengambil coke dari lemari pendingin. Pizza lebih enak dengan minuman bersoda.

"Dee.. besok ada rencana apa?"

"Tidur seharian."

"Sore kita keluar yah... Ricci ajak makan bersama. Dia mau ketemu kamu, Dek"

Deg !

Dee kemudian menghela napas panjang, akhirnya ia akan bertemu dengan Ricchi Maheswara, rivalnya.

...

Dee harus membongkar isi lemarinya dan berulang berkali-kali mencoba pakaian yang akan dipakainya untuk nanti sore. Tidak ada satu pun yang layak pakai, koleksi pakaiannya hanya seputar pakaian kantor, pakaian kasual, koleksi dress tapi dress batik yang dipakai setiap hari Kamis.

Arrggghhh! pekik Dee, melemparkan baju yang baru dicobanya.

Ia melayangkan pandangan ke jam dinding kamarnya yang menunjukkan pukul 11 pagi, sepertinya masih punya waktu jika dirinya ke pusat perbelanjaan terdekat untuk berbelanja.

Tanpa berpikir panjang lagu Dee langsung meraih kunci mobilnya, dan melajukan HRV hitamnya menuju mall yang berjarak 5 kilometer dari kompleksnya.

Pilihannya jatuh kepada Zara Store, ia sering membeli pakaian di sini namun kembali pada pakaian kantor atau casual. Dee tidak memikirkan toko selain tempat ini.

"Mbak, tolong.. aku butuh dress untuk dipakai makan malam bersama dua pria yang sangat tampan," kata Dee tidak bisa menyembunyikan gusar dan kegalauannya

Pegawai toko itu tersenyum lebar.

"Kakak mau yang gimana?" Tanya pegawai toko yang umurnya sekitaran 21 tahun.

"Apa saja yang cocok denganku, Mbak,"

"Badan kakak bagus, apa saja cocok," puji pegawai toko memerhatikan postur tinggi Dee.

Tidak pernah dalam sejarah hidup Belviyah Dawn Ragala membeli 5 dress beserta beberapa pasang sandal dan heels, walau tidak mengeruk tabungannya tapi ia sedikit menyesal menatap kantongan belanja yang teronggok di jok belakang.

Sebelum sampai di perumahan Dee singgah di warung kecil di pinggran jalan dan membeli sabun cuci, walau jelas ia tidak membutuhkannya. Dee sebenarnya membutuhkan kantongan hitam untuk barang yang dibelinya. Dee tidak mau terlihat oleh Liam bahwa dirinya habis belanja untuk makan bersama nanti malam.

Setelah memastikan tidak ada Liam yang akan muncul dengan tiba-tiba, baru Dee turun dari mobil dengan membawa sebanyak 2 kantongan hitam. ia pun masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu rapat-rapat.

"Ah." suara Dee dengan helaan napas lega "Aku seperti pencuri yang harus sembunyi-sembunyi," lanjutnya bergerutu.

Ia kemudian berjingkat naik ke lantai dua, untuk melakukan perawatan wajah dan rambut untuk hasil yang maksimal. Setidaknya ia tidak nampak memalukan di depan kedua pria tersebut. Dee gugup, sangat!

...

Liam terpana melihat tampilan Dee yang keluar dari daun pintu rumahnya, gadis kecilnya menggunakan dress floral merah dengan sepatu model mary-janes berwarna hitam senada swing bag-nya.

"Kamu cantik Dee. Aku tidak akan pernah memberikanmu kepada pria lain,."

Deg!!

Jantung Dee berdebar kencang dengan ucapan spontan Liam yang sore itu terlihat menawan dengan kemeja hitam, dengan celana berbahan kain bermodel slim tak lupa dengan boot senada.

"Ayo dek, Ricchi juga sudah dalam perjalanan," kata Liam lalu meraih jemari Dee dalam genggamannya

Ibarat hati Dee diangkat ke awan kemudian dijatuhkan kembali ke tanah begitu mendengar nama 'Ricchi"

...

"Dee," Seru Ricchi langsung berdiri dari kursi begitu melihat dirinya berjalan dengan Liam yang menggamit lengannya.

"Hai Mas Ricchi, saya Dee" ucap Dee mengulurkan tangannya dan memberikan sebuah senyuman manis kepada pria tampan dengan piercing di telinganya.

Pria berwajah kecil dengan tubuh tinggi itu mengabaikan uluran tangan Dee, malah memegang kedua bahu gadis cantik yang terlihat gugup lalu mengecup pipi sebelah kanannya.

"Aku mendengar banyak tentangmu dari Abang," kata Ricchi separuh berbisik di telinganya yang menimbulkan rasa geli "Duduklah di dekatku," Lanjutnya menarikkan kursi untuk Dee.

Mereka lupa ada Liam yang menatap tajam melihat tingkah laku Ricchi.

"Ehemmmm." Suara Liam berdeham keras "Dee mau makan apa, Dek?" Tanyanya dengan manis.

"Aku ikut kakak saja, yang enak. Aku suka makan apa aja," jawab Dee menatap lurus kearah Liam, pria itu tertawa kecil, akhirnya.

"Kakak?Kamu memanggil Abang dengan Kakak? Dee kamu harus memanggilku kakak juga, bukan Mas!" Protes Ricchi dengan suara manja sembari mengerucutkan bibirnya.

Gila! pekik Dee dalam hati, di luar sana banyak fans sangat mengagumi sikap dingin seorang Ricchi, namun sikap yang barusan tidak pernah ditunjukkannya di layar lebar atau ke muka umum.

"Kita beda 3 tahun kan? Jadi panggil aku kakak!" tuntut Ricchi.

Dee hanya bisa mengangguk "iya Kak!" Ucapnya pelan.

"Asyik!" Pekik riang dari Ricchi "Aku punya adik cewek sekarang," pamer kepada Liam, pria di depan mereka hanya bisa meringis menaikkan bibirnya sebelah.

Ricchi adalah anak tunggal, lahir dan besar di ibukota. Kakek dari mamanya berasal dari Italy, dan dari situlah wajah rupawan dan postur tubuh tinggi 185 cm berasal.

"Kamu tahu Dee, Abang tiap saat bercerita tentang kamu. Aku pun jadi penasaran, seperti apa gadis yang mempesona seorang Liam Farubun. Tapi janji kalau dia macam-macam langsung lapor kepadaku,"

Dee menatap lurus ke arah Liam saat mendengar ucapan Ricchi, ia sungguh salah menerima ajakan makan malam ini.

"Hei, jangan serius begitu Dee__ karena aku kakakmu juga, jadi aku akan melindungimu. Ingat janjiku ini." imbuh Ricchi sambil mencubit pipi Dee dengan gemas.

"Hei, tangan!" Seru Liam melihat perbuatan Ricchi, entah mengapa ia tidak terima kekasihnya menyentuh Dee atau sebaliknya.

Selebihnya makan malam itu berlanjut dengan membosankan bagi Dee, karena keduanya terlibat pembicaraan tentang film yang sama sekali tidak dipahaminya. Dee hanya mengangguk mengiyakan saat dimintai pendapat, namun tidak bisa memberikan argumentasi.

"Mas tolong foto kami." ucap Ricchi saat seorang pelayan sedang melintas di dekat meja mereka, sang aktor itu pun kemudian mengulurkan telepon genggamnyam

Ketiganya sontak berpose dengan memasang senyum terbaik.

"Dee, apa akun sosial mediamu?" Tanya Ricchi sembari mengutak-atik ponselnya.

"Hah?"

"Instagram." jelas Ricchi.

"Aku tidak punya, kak." jawab Dee menatap datar ke arah Ricchi.

"Kamu tidak sedang bercanda, bukan?"

"Serius kak, aku tidak punya. Facebook juga tidak. Hanya Twitter,"

Ricchi dan Liam menatap penuh heran ke arah Dee.

"Kenapa kak? Aneh yah?"

Liam dan Ricchi mengangguk, bukannya seumuran Dee sedang berada di puncak kegilaan dengan dunia maya.

"Aku tidak butuh seperti itu, tidak ada yang perlu aku pamerkan ke semua orang. Lebih baik berinteraksi langsung dengan orang dibandingkan sekedar eksistensi yang tidak berguna di dunia maya. Jika ada yang ingin tahu kabar, teman atau keluarga bisa mengirimkan pesan atau telepon. Atau mengatur sebuah janji untuk bertemu dan kita menghabiskan hari dengan berbincang,"

Kedua pria sedang menatap Dee dengan kekaguman yang berbeda. Liam dan Ricchi mendengar setiap perkataan dari bibir gadis yang memberikan ketenangan di hati kosong mereka. Dee tidak tahu jika malam itu adalah awal dari kehidupan yang penuh drama menantinya di depan, drama yang diakibatkan dua pria tampan tersebut.

###

Ricchi Maheswara

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!