Bab 15

"Memang Papa nggak tau?" Kirana menyipitkan matanya. Tikno menjadi semakin penasaran.

Pulang dari Depo bangunan tadi ia langsung bertanya pada istrinya tentang Maya. Ia langsung menarik istrinya ke dalam kamar dan 'menginterogasinya'.

"Aku nggak tau makanya tanya sama Kamu." katanya gusar.

Kirana mendekatkan mulutnya pada telinga suaminya. Seolah ia takut ada telinga lain yang akan mendengarnya padahal tidak ada orang lain di kamar mereka ini.

"Maya jadi rentenir, Pa." bisiknya. Tapi terdengar seperti petasan yang meledak di telinga Tikno.

"Apa?!" Kirana menjebik.

"Itu sudah jadi rahasia umum. Papa ketinggalan berita. Itu udah jadi trend topik setahun belakangan ini."

"Setahun?" mata Tikno membulat sempurna. Kemana telinganya selama ini? Maksudnya, kenapa ia tidak mengetahuinya sama sekali?

"Itu jadi omongan di mana - mana. Di tukang sayur, di acara arisan, bahkan sampai di majelis taklim."

"Kalian bukannya ngaji malah ngegibah." Tikno menggeleng - gelengkan kepalanya. Kirana ikut menggeleng - gelengkan kepalanya.

"Aku nggak ikutan ngegibah, lho. Aku cuma dengerin."

"Sama aja, Sayang." Tikno tertawa.

"Sebenarnya.." Kirana menelan salivanya. Ia ingin menceritakan sesuatu, tapi ia mengurungkannya.

"Sebenarnya apa?" desak Tikno. Kirana menggeleng.

"Lupain aja. Nggak penting banget, kok."

"Ma, jangan gitu, dong."

"Nanti Aku dibilang ngegibah, lagi." Kirana mengerucutkan bibirnya.

"Kalau sama suami sendiri sih, enggak."

"Kok bisa begitu?"

"Ma, Ayo, dong? Tadi Mama mau ngomong apa? Jangan bikin Papa penasaran, dong?" Tikno merajuk.

"Ih! Papa kepo!" Tikno mencubit bibir Kirana dengan gemas.

"Aduh!" Kirana mengaduh seraya tertawa.

"Ma?" Kirana mendekatkan lagi mulutnya ke telinga Tikno dan berbisik,

"Aku pernah ditawarin sama Maya buat pinjam uangnya." Dirga membelalak.

"Kamu ambil?" matanya melotot. Kini Kirana yang merajuk,

"Papa kok melotot gitu, sih?"

Dirga mencengkeram tangan istrinya itu.

"Kamu ambil?" ulangnya lagi.

Kirana menggeleng seraya berusaha melepaskan tangannya.

"Buat apa?" ucapannya membuat Tikno lega. Spontan ia memeluk istrinya.

"Jangan ya, Ma. Yang meminjam dan yang meminjamkan sama berdosanya."

Kirana mengangguk.

"Aku tau, Pa." Tikno menghela nafas lega.

"Lagian," Kirana mengerutkan dahinya.

"Lagian apa lagi?"

"Pinjam sejuta ngembaliinnya satu juta dua ratus dalam tempo sebulan aja. Kok ada yang mau ya, Pa? Orang pinjam itu karena terdesak, butuh uang, tapi cuma dalam tempo sebulan. Aku mah nggak sanggup."

"Kalau sanggup, Kamu mau?"

Ganti Kirana yang memelototi suaminya.

"Buat apa? Aku Nggak kekurangan uang. Kamu sudah nyukupin Aku." diam - diam Tikno merasa lega, tapi ia ingin menggoda istri kecilnya ini.

"Kalau Aku nggak bisa nyukupin Kamu, apa Kamu..?"

"Papa, ih!" Kirana cemberut.

"Papa cuma ingin tau, Sayang?" Tikno menatap istrinya dengan intens.

"Kalau Papa belum bisa nyukupin Aku, Aku akan bekerja seperti waktu belum menikah dulu. Atau dagang nasi uduk?" Tikno melepas tawanya. Sedang dalam hatinya ia berjanji akan selalu bekerja keras demi membahagiakan istrinya ini.

"Nanti warung nasi udukmu jadi tempat berkumpul Ibu - Ibu yang suka ngegibah." candanya.

"Aku jadi moderatornya." Kirana tertawa melihat suaminya mendelik.

"Udah, ah. Ngegibah mulu. Aku bikinin kopi, ya?" Kirana bangun dan beranjak keluar kamar meninggalkan suaminya yang menatapnya dengan penuh cinta.

"Nggak akan Aku biarkan Kamu Jualan nasi uduk!" teriaknya meningkahi tawa lepas Kirana.

***************

Dirga pulang ke rumahnya tapi mendapati rumah dalam keadaan terkunci.

"Kemana lagi itu orang!" Dirga menyesal sudah pulang ke rumahnya.

Ia langsung menghubungi Maya.

Berdering..

Maya meraih ponsel yang ia letakkan di atas kepalanya.

"Siapa, May?" Gerry bertanya dengan nafas terengah. Mereka sedang berada di dalam kamar hotel untuk kembali melakukan perbuatan laknat itu.

"Suamiku." Maya meletakkan kembali ponselnya dengan malas.

"Kamu masih menyebutnya suamimu?" dengan ganas Gerry menggigit puncak dada kekasih gelapnya ini.

"Aahh!" Maya mendesah, tapi ia mendorong kepala Gerry. Ponsel Maya berdering lagi,

"Diam dulu. Aku mau menjawab telephon dulu." katanya dengan nafas memburu.

"Nggak usah diangkat, May?" pinta Gerry yang hampir tidak mampu mengendalikan hasratnya. Ia kembali menyerang leher Maya. Menghadiahinya dengan gigitan - gigitan kecil.

"Gerr..!" Maya kembali mendorong Gerry. Kali ini dengan sekuat tenaganya,

Brukk!

Gerry sukses mendarat di lantai.

"May?!" protes Gerry.

"Nakal, sih!" Maya tertawa seraya menekan tombol menjawab,

"Hallo!"

"Lama banget sih, May! Kamu ada di mana? Aku nggak bisa masuk rumah, nih!" Dirga langsung memberondongnya dengan umpatan.

"Kamu sama anak - anak?" alih - alih menanggapi pertanyaan Dirga ia justru balik bertanya.

"Aku baru pulang. Aku belum ke rumah Ibu."

"Ngapain Kamu pulang kalau nggak sama anak - anak?"

"May! Ini rumahku, lho!" bentak Dirga. Rumah ini dibelinya sebelum menikahi Maya.

"Aku lupa, tuh!" Maya tertawa lepas mentertawakan Dirga. Bagaimana ceritanya yang punya rumah tidak bisa memasuki rumahnya sendiri?

Gerry naik ke tempat tidur dan mulai aktif mencumbu punggung Maya yang terbuka. Otomatis desahan lolos dari bibir Maya tanpa ia sadari.

Dirga merasa bulu kuduknya kontan meremang,

"May? Kamu lagi apa, sih?" Maya langsung memutus panggilan sekaligus mematikan ponselnya.

"May?! May?! Kok diputus, sih?" Dirga mulai merasakan sesuatu yang ganjil. Suara desahan itu membuat harga dirinya terluka.

Di dalam kamar hotel yang dibooking oleh Gerry, dua insan durjana ini kembali melampiaskan hasratnya tanpa mempedulikan apapun lagi.

Waktu terus bergulir. Kamar hotel menjadi saksi bisu perselingkuhan mereka.

Gerry terkapar di sisi Maya setelah puncak tertinggi kenikmatan mereka dapati.

Maya nampak tersenyum puas. Gerry sangat perkasa dan mampu meluluh lantakkan semua persendiannya.

"May," panggil Gerry setelah beberapa saat. Ia menahan selimut yang Maya tarik untuk menutupi tubuh polos mereka.

"Biarkan begini. Aku nggak pernah bosan memandang tubuh molekmu." ucap Gerry.

"Tapi tanganmu itu nggak berpendidikan." ceplos Maya sambil menyingkirkan tangan Gerry dari atas dadanya.

Gerry tertawa tapi hanya sebentar. Ia duduk menghadap Maya dengan tatapan yang serius.

"May, Aku dengar Kamu tadi ngomongin anak - anak."

"Iya?" Maya mengangguk dengan tatapan bertanya.

"May, bagaimana kalau anak - anak sama Bapaknya aja?" Maya melengak kaget.

"Apa maksudmu? Aku harus ninggalin anak - anakku, gitu?"

"Dari ceritamu tadi, Kamu nggak punya waktu buat mereka kan, May? Apalagi kalau Kita.." Maya tidak sabar mendengar cara bicara Gerry yang terdengar bertele - tele.

"Kalau Kita apa?"

"Kalau Kita punya anak sendiri." mulut Maya terbuka membentuk bulatan.

"Aku ingin punya anak darimu." tegas Gerry.

"Tapi, Ger.."

"Ayok Kita menikah." Maya terdiam. Ia ingin menikahi Ceo tampan ini secepatnya, tapi Dirga terus menerus menolak untuk menceraikannya.

"Kamu mau, 'kan?" tanya Gerry lagi. Ia sudah mengantongi restu dari Nara untuk menikah lagi. Restu yang diberikan begitu ia tahu perselingkuhan suami yang tidak pernah dicintainya.

***************

Terpopuler

Comments

Ma Em

Ma Em

Gery menikahlah kamu dgn Maya tapi nanti hidup mu pasti jadi pengangguran karena kala ketahuan mertuamu kamu pasti dipecat jadi menantu, Gery hidup kamu saja numpang sama mertua tapi belagu.

2024-09-09

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!