"Kemana Maya?" Dirga menguap. Ia benar - benar sangat lelah. Begitu banyak pasir yang ia naikkan dan turunkan tadi. Sebenarnya Tikno melarangnya melakukan pekerjaan itu tapi Dirga memaksa. Ia ingin membantu,
"Biar cepat selesai." katanya. Tikno tau Dirga sangat membutuhkan uang tapi tidak ingin menerimanya dengan cuma - cuma. Oleh karena itu akhirnya Tikno membiarkannya.
"Jangan terlalu capek, Bro! Jaga kesehatan!" teriaknya. Dirga mengacungkan jempolnya sebelum kembali bekerja bersama yang lain.
Dirga keluar dari kamar dan menuju ruang makan. Ia heran melihat Maya yang sedang berjalan mondar mandir sambil menyumpah serapah.
"Kamu lagi apa, May?"
Prang!
Gelas di tangan Maya jatuh dan pecah. Maya menjatuhkannya karena terkejut.
"Nggak papa. Kamu, sih." katanya menyalahkan Dirga. Tanpa mengabaikan pecahan gelas, Maya kembali ke kamar dan naik ke tempat tidurnya.
"Bagaimana ini?" keluh Dirga. Terpaksa ia yang membereskan kekacauan yang dibuat Maya.
"Lama - lama jadi gila, ya." gerutu Dirga. Maya tidak khawatir sama sekali kalau pecahan gelas itu akan melukai Raka atau Rania.
Maya memang semakin menggila. Ia semakin mengabaikan anak - anak.
"Kamu dari mana aja, May?" sengat Dirga murka. Ia pulang setelah isya dan menemukan anak - anaknya menangis karena lapar.
"Memang Mama kemana?" tanya Dirga.
"Dari Kita pulang sekolah juga nggak ada, Pa." hati Dirga sesak, ia segera membawa anak - anaknya ke warteg terdekat.
Maya pulang hampir jam 11 malam dan Dirga tak tahan untuk langsung mendampratnya.
"Aku usaha! Apa urusanmu?"
"Anak - anak Kita nggak makan dari siang, May! Kamu kok tega banget, sih?"
"Kan ada si Bibik?"
"Nggak ada! Hari ini Dia nggak datang!"
"Mana kutahu?"
"Masa' Kamu nggak tau, sih? Memang si Bibik kalau datang jam berapa?"
"Bisa jam 7, atau jam 8. Tapi Aku kan tadi udah jalan dari jam setengah 7. Bareng sama anak - anak."
"Mereka udah sarapan?"
"Udah Aku kasih duitnya!" Dirga melengak kaget.
"May, anak - anak itu butuh makan, bukan uangnya. Kalau mereka di kasih uangnya pasti mereka pakai buat jajan."
"Sama aja, 'kan?" jawab Maya cuek.
Maya melemparkan tas selempangnya dan masuk ke kamar mandi.
"May! Kita belum selesai ngomong!" Dirga menggedor pintu kamar mandi.
Brakk! Brakk! Brakk!
Maya menyalakan shower dan keran sekaligus, mengabaikan gedoran pada pintu.
"May!"
"Berisik!" Dirga menghentikan gedorannya pada pintu kamar mandi.
Dirga menghela nafas dan menghembuskannya kuat - kuat. Banyak yang masih ingin ia tanyakan pada istrinya ini.
"May? Keluar dulu, ya? Aku masih pengen ngomong."
"Ngomong apaan, sih? Nggak nyambung, tau?" ucapan Maya membuat darah Dirga kembali meluap.
Brakk!
"May, Aku ini suamimu!"
"Iya! Suami payah! Suami nggak berguna!"
Deg!
Jantung Dirga serasa berhenti sejenak sebelum ia kembali menggedor pintu.
Brakk! Brakk! Brakk! Brakk!
"Kamu keterlaluan, May. Kamu itu istri durhaka!"
Maya berdiri di bawah shower, mendinginkan tubuhnya sementara hatinya mulai meletup - letup menahan marah.
"May?! Kamu udah nggak ngehargain Aku?"
Maya mulai menaiki bathtubnya yang sudah terisi setengah dan membiarkan air tetap menyala dari shower. Dituangnya sabun ke dalam bathtub.
******************
"Aroma therapynya habis." Ia menggumam.
"May?!" masih terdengar teriakan Dirga. Tapi ia tak perduli.
Dirga menyerah. Ia ke luar kamar menuju kamar anak - anak untuk memastikan mereka tidak terbangun.
Dirga terkejut melihat Raka tidak ada di kamarnya. Ia bergegas ke kamar Rania. Apa yang dilihatnya membuat hatinya teriris.
Dirga bersimpuh di depan kedua anaknya yang berpelukan sambil menangis.
"Maafin Papa, Sayang.." airmata Dirga mengalir deras. Kedua buah hatinya telah menjadi korban perseteruan mereka.
"Papa, Raka takut.." pasti ia mendengar teriakan Dirga dan suara gedoran di pintu kamar mandi.
"Papa di sini. Jangan takut, Sayang.."
"Papa, Nia nggak mau di sini. Nia mau ke rumah Eyang."
"Raka juga. Raka takut, Pa.."
'Ya Allah, Ya Ghofur, ampuni Aku. Aku sudah menyakiti anak - anakku.'
Dirga mengangguk dan berusaha menguakkan senyumnya.
"Besok Papa anterin ke sana, ya?"
Raka menggeleng.
"Sekarang, Pa. Sekarang." sekarang? Dirga tertegun dan menatap Rania. Gadis kecilnya itu mengangguk.
"Baiklah. Ayo Kita siap - siap. Kita ke rumah Eyang sekarang." Dirga membantu Raka dan Rania membereskan buku - bukunya, baju seragamnya dan 2 stel baju ganti.
"Sementara Kalian tinggal di rumah Eyang. Iya?"
Mereka mengangguk dengan bersemangat. Terutama Raka. Ia bukan lagi kesayangan sang Mama karena kerap kali Maya membentaknya untuk masalah kecil.
Dirga kembai ke kamar untuk mengambil kunci motor dan melihat pintu kamar mandi masih dalam keadaan tertutup.
"Ayok, nanti di sana langsung tidur, ya. Udah malam banget, nih." Raka dan Rania mengangguk.
Motor melaju perlahan membawa 3 jiwa yang terluka.
*********************
Maya mendengar lamat - lamat suara motor melaju menjauh.
"Dirga kemana, ya? Ah, bodo amat! Ada di rumah juga bikin emosi aja." ketusnya sambil memejamkan matanya menikmati air dingin dan wangi sabun yang merendam tubuhnya.
Dirga mencopot pemanas air di kamar mandinya dengan alasan,
"Bayar listriknya mahal." huh!
"Biarin, lah. Nanti kalau Aku udah menikah sama Gerry juga semuanya akan kembali normal." Maya tersenyum dan keluar dari bathtub karena mulai mengantuk. Masa' mau tidur di kamar mandi, sih?
Maya membaringkan tubuhnya dan kembali menghadap tembok. Ia berpikir Dirga pasti akan pulang sebentar lagi dan melupakan amarahnya. Biasanya begitu. Iapun langsung tertidur dengan perasaan nyaman.
Juwita membuka pintu setelah mengenali wajah Dirga dari balik tirai.
"Ada apa, Nak? Malam - malam kok.., Rania? Raka?" ia terkejut melihat wajah - wajah kecil keluar dari balik tubuh Dirga.
"Eyang??" ucap Rania takut - takut.
"Mereka mau menginap di sini, Bu. Boleh?" mata Juwita langsung berkaca - kaca seraya membuka kedua tangannya.
"Sini, Sayang.." Raka dan Rania menghambur dalam pelukannya.
"Boleh, Eyang?" tanya Raka.
"Tentu saja, bolleeehh..!" suara Juwita serak karena menahan keharuan yang menyesak dalam dadanya. Pasti ada yang terjadi di rumah mereka.
"Ayok, tidur. Udah malam." Dirga segera mengingatkan mereka. Raka dan Rania mengangguk.
Juwita membantu membawakan barang bawaan mereka.
"Aku pulang, Bu." pamit Dirga setelah memastikan anak - anaknya sudah tertidur.
"Kok pulang, sih? Kalian mau ngelanjutin berantemnya?" Dirga tertegun. Tanpa diberitahupun Juwita sudah dapat menebak.
"Bu.."
"Temani anak - anak. Kamu juga harus istirahat setelah seharian berusaha, kan?"
Juwita mendorong Dirga untuk berbaring di samping anak - anaknya.
"Bu," panggil Dirga melihat Juwita yang akan menutup pintu kamar setelah menyalakan Ac. Juwita menatapnya bertanya,
"Makasih." ucap Dirga. Juwita mengangguk dan menutup pintu.
Pagi harinya,
Maya menarik ponselnya dari atas kepalanya dan melihat waktu yang tertera,
"Jam 7!" ia terkejut dan langsung turun dari tempat tidur. Tujuannya adalah kamar anak - anak. Ia harus membangunkan mereka dan bersiap untuk berangkat sekolah.
****************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments