Bab 9

Maya menghabiskan malam minggunya di puncak sedang Dirga tetap bangun pagi demi menjemput rezeki.

"Aku titip anak - anak ya, Bu?" pamit Dirga.

"Memang Maya masih belum pulang?"

"Habis subuh tadi Aku pulang ke rumah. Maya nggak ada, Bu."

"Kemana itu anak?"Juwita menggeleng - geleng.

"Kamu hari ini nggak usah kerja dulu. Temani anak - anak."

"Tapi Aku harus cari uang, Bu. Aku nggak mau anak - anak makan dari uang haram." Juwita tersenyum.

"Ibu bersyukur Kamu masih punya pemikiran begitu, Ga."

"Aku tetap berusaha mencukupi kebutuhan makan mereka, Bu. Aku melarang Maya menggunakan uangnya untuk makan anak - anak."

Juwita mengangguk.

Dirga berlalu setelah mencium punggung tangan Juwita.

Raka dan Rania merasa sedih setelah tau Papa mereka sudah berangkat lagi.

"Rania pulang aja ya, Eyang?"

Juwita terkejut.

"Eh, jangan. Mau ngapain pulang juga, Sayang?"

"Rania ingin di kamar Rania." Rania sangat menyukai kamar yang di desain oleh Dirga menjadi kamar yang cantik seperti kamar seorang Putri. Ia merasa menjadi seorang Putri bila berada di kamarnya.

"Rania memang seorang putri yang cantik dari Dirgantara Hermawan." begitu ucapan sang Papa pada waktu itu.

Memang, Rania adalah kesayangan sang Papa sedang Raka adalah kesayangan Mamanya.

"Di rumah nggak ada siapa - siapa, Sayang. Rania di sini aja, ya?" bujuk Juwita. Ia juga tidak tau kapan Maya akan pulang.

Rania mengangguk dengan perasaan terpaksa.

"Eyang mau belanja ke pasar. Rania mau ikut? Rania bisa milih mau masak apa nanti buat makan siang."

"Masak?"

"Iya. Mau kan bantuin Eyang masak?" Rania mengangguk dengan penuh semangat. Dulu ia sering membantu bibik memasak. Tapi setelah bibik berhenti Maya tidak ingin bila Rania ikut turun ke dapur.

"Mama malah jadi ribet, Nia!"

"Tapi Nia bisa bantuin Mama ulek - ulek bumbu." pinta Rania.

"Ngapain diulek? Mama pakai blender, kok!"

"Tapi kalau diulek masakan lebih sedap, Ma."

"Kata siapa?"

"Bibik."

"Alah! Bibik nggak ngerti cara pakai blender!" Maya menjebik. Ia tetap menyuruh Rania meninggalkan dapur karena ia tidak mau diganggu.

"Nah, gitu. Senyum. Jadi tambah cantik, deh." pujian Juwita membuatnya tersipu.

"Raka ikut juga, Eyang?" pinta Raka.

"Bolleeeh..! Nanti bantuin bawa belanjaannya, ya?"

"Siap, Eyang!" dengan bersemangat Raka memegang tangan Juwita dan menuntunnya memasuki mobil yang sudah menyala.

Dedi menunggu dengan senyum dikulum.

"Sudah siap, pasukan dapur?" tanyanya menggoda.

"Siaaapp!" mereka menjawab serempak seraya tertawa.

Malam sebelumnya di puncak,

"Dingin banget, sih." Yuli mengeluh kedinginan. Selimut hanya memberi efek sedikit buatnya. Lama kelamaan ia tak tahan dan membangunkan Maya.

"Mmmh?" igau Maya yang merasa sangat mengantuk.

"May, Kita keluar, yuk. Nyari yang hangat - hangat." Maya tidak merespon karena ia kembali tertidur.

"May! May?!" Yuli mengguncang tubuh Maya.

"Apa sih, Yul? Aku ngantuk banget, nih.." Maya menguap tanpa membuka matanya.

"Kita keluar, yuk? Aku kedinginan nih."

"Apalagi di luar. Tambah dingin, kan?"

"Kita keluar. Cari yang hangat - hangat." pinta Yuli.

"Nggak mau." Maya justru merapatkan selimutnya.

Yuli meraih ponselnya dan menelpon suaminya, Rangga. Tidak lama telepon tersambung,

"Pa, Aku kedinginan." Rangga langsung duduk.

"Aku ke sana, ya?"

"Iya. Cepet, ya." Rangga langsung turun dari tempat tidur.

"Hei, mau kemana?" tanya Gerry yang terbangun karena merasa tempat tidurnya bergoyang.

"Yuli kedinginan."

"Terus?"

"Ya Aku mau kesana, lah."

"Eh!" Gerry langsung duduk.

"Di sana kan ada Maya?"

"Emang Kita mau ngapain?" gerutu Rangga.

Yuli yang merasa Rangga terlalu lama segera turun dari tempat tidurnya.

***************

"Kok Mama malah ke sini?" Rangga merangkul Yuli yang menggigil kedinginan.

"Papa lama banget! Aku keburu mati membeku!"

"Nggak sampai begitu, kali." Rangga tertawa.

"Nyari yang hangat - hangat yuk, Pa?"

"Keluar?" Yuli mengangguk.

"Iya. Cari angkringan yang jualan wedang jahe."

Pintu kamar sebelah terbuka. Dewi dan suaminya keluar.

"Lah, Kalian mau keluar juga?" tanya Rangga.

"Iya. Dewi kelaparan. Tadi sore cuma makan sedikit."

"Perasaan waktu Kita bakar jagung tadi Dia habis 2." ledek Rangga.

"Jagung nggak nendang!" sungut Dewi.

"Bilang aja gembul."

"Bodo!"

"Udah! Omong - omong, Angkringannya masih ada yang buka nggak, ya?"

"Pasti masih. Di puncak gini yang jualan bukanya sampai pagi."

"Ya udah. Cabut!" ajak Rangga yang kasihan melihat Yuli terus menggigil padahal ia sudah memberikan jaketnya pada Yuli.

Gerry turun dari tempat tidur,

"Aku bangunin Maya dulu." katanya sambil bergegas ke kamar sebelah.

"Percuma. Tadi juga Aku ajak nggak mau!" ketus Yuli.

Gerry masuk ke dalam kamar yang Maya tempati. Semula ia ingin membangunkan Maya tapi syaithon masuk ke dalam otaknya.

'Ini kesempatanmu. Mumpung yang lain ingin keluar!'

Gerry segera keluar dari kamar untuk memberitahu yang lain.

"Maya nggak mau. Katanya ngantuk banget." bohongnya.

"Tuh, kan. Apa kubilang." Yuli merasa ia tidak salah.

"Terus bagaimana? Masa' Kita tinggalin Dia sendirian?" tanya Dewi.

"Kalian jalan duluan aja. Nanti Aku coba bangunin lagi. Kita nyusul, deh." ujar Gerry dengan wajah dibuat menyesal.

"Beneran, nih?" tanya Yuli tidak percaya.

Gerry mengangguk.

Setelah yakin semua sudah berjalan keluar, Gerry kembali memasuki kamar Maya dan tidur di sampingnya.

Ia menatap wajah ayu dihadapannya dengan hati bergetar. Tangannya mulai meraba wajah Maya. Membelainya dengan lembut.

Maya benar - benar pulas. Ia tidak bergeming. Bahkan saat Gerry menyingkap selimutnya, ia tetap tidak bergeming. Maya hanya mengenakan baju tidur berbahan kaos yang melekat erat di tubuhnya.

"Dia kok nggak kedinginan, ya?"

Gerry menelan salivanya melihat lekuk tubuh sempurna di hadapannya padahal Maya sudah mempunyai dua anak.

Dari wajah tangan Gerry turun ke leher, membelainya dengan hasrat yang mulai menyala. Tak tahan, ia memagut leher bening Maya.

"Eemmh.." suara lenguhan lepas dari bibir Maya sedangkan ia masih tertidur. Dirga mulai tidak dapat menahan dirinya. Tangannya terus ke bawah dan sampai pada bukit yang masih kencang dan Gerry langsung meremasnya,

"Eemmhhh.." lagi lenguhan lepas dari bibir Maya. Kali ini matanya terbuka. Ia merasa aneh dengan bayangan di atas tubuhnya.

"Yul? Kamu kok.." matanya kini membulat sempurna. Ia kini benar - benar terjaga.

"Gerry? Apa yang..mmmff.." Gerry membungkamnya dengan lumatan yang panas. Sedang tangannya terus meremas bukit kembar milik Maya. Meremas dan memilin.

Tubuh Maya menggeliat liar. Bibirnya membalas lebih panas dan bergairah.

Tidak ada penolakan dari Maya karena ia langsung terbakar dengan apa yang dilakukan Gerry. Apalagi sudah lama ia tidak melakukannya bersama sang suami, Dirga.

Tubuhnya meliuk ke kanan dan ke kiri.

"Oouuh.. Gerry,.. Jangan.." tapi tangannya menahan kepala Gerry yang berada di atas dadanya. Gerry melahap habis apa yang ia miliki dengan begitu bergairah. Baju tidurnya sudah terbuka di bagian atas.

"Maya.. Maya.."

***************

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!