CAMELIA
"Kara, perkenalkan ini Alfaro. Dia yang akan menjadi guru pembimbing kamu yang baru, pengganti saya." Ucap tante Rosaline, begitu selesai mengajar les seperti biasa.
Kulirik sekilas lelaki jangkung berkaos hitam dan celana jeans biru tua. Dia nampak masih sangat muda, mungkin umurnya tidak akan terlalu jauh berbeda denganku.
"Alfaro." Ucapnya, memperkenalkan diri.
"Kara." Jawabku, membalas jabat tangannya.
Aku masih menatap bingung ke arah tante Rosaline. Seakan menyadari tatapanku, tante Rosaline tersenyum dan mengelus lenganku.
" Faro , anaknya pintar. Dia bakalan gantiin tante, kamu ga perlu hawatir tante sudah lama mengenalnya dengan baik."
Kembali kulirik Faro, raut wajahnya datar tanpa expresi. Terlihat kaku, bahkan tatapannya tajam nampak kurang bersahabat.
"Kenapa mendadak?" Aku berbalik menatap tante Rosalin
"Tante sudah bilang sejak minggu kemarin. Tante harus pulang ke Bandung, sodara tante sakit keras."
Sebenarnya aku tau tante Rosaline akan mengundurkan diri, tapi aku tidak menyangka akan secepat ini. Bahkan awal nya aku sempat mengira guru pembimbingku yang baru adalah seorang perempuan, sebaya tante Rosaline. Tapi justru malah lelaki muda bahkan hampir seumuran denganku.
Aku dan tante Rosaline sudah cukup lama saling mengenal, bahkan aku masih ingat pertama kali dia menjadi guru pembimbingku sejak aku kelas empat SD dan bisa bertahan sampai sekarang aku kelas tiga SMA.
Akan terasa aneh jika kini posisi tante Rosaline di gantikan oleh sosok baru yang sama sekali belum aku kenal. Aku tau sebelum memperkenalkan Faro padaku, tante Rosaline terlebih dulu memperkenalkan nya pada Ayah, seakan percaya dengan orang yang di pilih tante Rosaline, Ayah langsung menyetujui dan mengijinkan Faro menjadi penggantinya.
Satu minggu berlalu setelah tante Rosaline resign, setiap pulang sekolah Faro akan datang ke rumah tepat waktu. Tidak ada pembicaraan selama belajar dan akupun malas berbicara dengannya. Dia hanya akan menjawab iya dan tidak ,setiap kali aku bertanya di luar mata pelajaran. Faro irit sekali berbicara bahkan aku pernah mencoba pura-pura tidak mengerti dengan materi yang ia berikan, dan dengan sigap dia akan berbicara panjang lebar dan cepat menjelaskan sedetail mungkin. Itu sangat lucu , membuatku tak henti-hentinya tersenyum sepanjang pelajaran.
"Bagaimana guru pembimbing kamu yang baru?" Ayah datang, mengelus rambutku dan duduk di meja makan bersama. Sarapan bersama menjadi agenda wajib setiap pagi, sebelum memulai aktifitas masing-masing.
"Baik, Yah." Ayah mengangguk samar, menyesap kopi hitam miliknya.
"Habiskan sarapannya, setelah itu Ayah antar ke sekolah,"
"Iya," Kuhabiskan roti bakar isi selai kacang dan satu gelas susu coklat hangat hingga habis. Lalu bergegas menyusul Ayah yang sudah terlebih dulu berjalan menuju mobil.
"Ibu belum pulang,Yah?"
"Belum." Sekilas Ayah melirik ke arahku, membagi fokus dengan jalanan yang sedikit macet.
"Kenapa? Kangen Ibu?" Aku menggeleng samar, terlalu berlebihan rasanya jika aku mengatakan itu. Pada kenyataan nya sejak kecil aku memang lebih sering menghabiskan waktu dengan pengasuh atau asisten rumah tangga, jarang sekali Ibu menemaniku meski hanya untuk sekedar melihat pentas seni ataupun nilai sekolahku.
Ibu lebih sering menghabiskan waktu di luar rumah, di kantor atau bahkan di luar negri. Ibu dan Ayah sama-sama menjadi direktur utama di perusahaan besar yang berbeda. Aku tidak pernah kekurangan materi semua kebutuhanku di fasilitasi dengan sangat baik. Tapi bukan itu yang aku butuh, aku sangat merindukan hangatnya sebuah keluarga yang tak pernah aku rasakan sejak kecil. Mereka terlalu sibuk dengan urusan masing- masing , bahkan aku sempat bertanya bagaimana aku bisa hadir di antara mereka berdua, sedangkan Ayah dan Ibu jarang sekali menghabiskan waktu bersama.
Mereka berdua sama-sama sibuk, tapi Ayah masih sering menyempatkan waktu luang nya untuk mengantarku berangkat sekolah. Aku lebih dekat dengan Ayah, aku merasa Ayah jauh lebih menginginkan kehadiranku dibandingkan Ibu.
"Sekolah yang rajin ya, nanti siang di jemput pak Rahmat." Ayah mengecup dahiku, sebelum aku turun di gerbang sekolah. Perlahan mobil Ayah melaju meninggalkan sekolah, hingga tak terlihat lagi di balik tikungan jalan.
"Karaaa," Teriak seseorang . Aku menoleh mendapati Nadira berlari kecil menghampiriku.
"Sarapan belom? Gue bawa bekal banyak nih. Mau?" Nadira menggandeng tanganku.
Nadira satu-satunya teman yang aku punya, aku mengenalnya sejak SMP, sewaktu Ayah membawaku ke acara ulang tahun perusahaan Om Dito, Ayahnya Nadira. Dan sejak itu aku menjadi dekat dengan Nadira , karena kebetulan setelah masuk SMA kita satu sekolah yang sama, sebelum nya Nadira sekolah di Surabaya di kota kelahiran Ibunya, tante Marva.
Mencari teman di lingkungan sekolah seperti ini sangat sulit, kebanyakan dari mereka hanya berteman karena orang tuanya satu rekan bisnis atau mereka hanya akan mengaku sebagai teman jika ada perlunya saja. Tapi berbeda dengan Nadira, dia pengecualian dari orang-orang yang aku maksud tadi.
"Sarapan yo,,, nih liat gue bawa nasi goreng favorit lo." Ucap Nadira, memperlihatkan isi tas nya yang berisi satu kotak pink berisi nasi goreng.
"Gue udah sarapan, Nad."
"Yah..." Nadira memasang wajah kecewa, menggembungkan pipinya.
"Eh lihat, " Nadira mendadak menghentikan langkahnya, membuatku ikut berhenti.
" Kenapa sih, berhenti mendadak kaya angkot aja." Gumamku.
"Lihat tuh si Ayu, di anterin pacar barunya." Aku melirik ke arah yang di maksud Nadira. Terlihat Ayu, siswa paling cantik di sekolah ini turun dari sebuah mobil mewah berwarna merah menyala. Itu bukan hal baru yang perlu ditanggapi berlebihan, karena satu sekolah ini pun tau siapa Ayu dan lelaki yang membawa mobil sport itu.
Aku melengos meninggalkan Nadira yang masih setia memperhatikan dua sejoli itu.
"Ih,,, Tungguin gue, lo ko malah pergi gitu aja." Gerutu Naria, berlari mengimbangi langkah kakiku.
"Ngapain sih liatin orang pacaran?"
"Lo belom pernah pacaran sih, jadi lo ga tau sensasi di anterin pacar sekolah itu kaya apa." Nadira tersenyum jahil menatapku.
"Dan lo tau kan si Jupiter itu ganteng maksimal?" Lanjutnya.
Aku menatap jengah ke arah Nadira. Temanku ini paling antusias jika tentang lelaki tampan, tentu saja tampan menurutnya.
" Lo kenal kan Jupiter, jangan bilang lo ga tau." Nadira masih berceloteh hingga kini kita sama- sama masuk kelas.
"Gue ga kenal."
"Sumpah ?! Gila lo . Masa gak kenal sih. Bokap lo pernah kan di undang ke acara perusahaan milik Jupiter?"
Aku mengangkat bahuku, membuat Nadira semakin gemas dan justru aku tertawa melihatnya kesal.
"Gue ke sekolah mau belajar, jadi gue kudet banget soal gituan. Nadira Ku sayang,,,," Aku mencolek dagu Nadira. Menggoda nya menjadi hal menyenangkan untukku, karena Nadira mudah marah jika aku tidak merespon ucapannya.
"Ck,, lo jadul banget sih Kar, ngapain lo susah-susah belajar. Lo udah kaya, perusahaan bonyok lo di mana-mana, ga mungkin lo miskin gara-gara nilai pelajaran lo jelek." Decak Nadira.
"Gue cuman pengen jadi anak kebanggan Ibu."
"Dan Ibu lo ga peduli soal itu. Mending lo nikmatin hidup lo seperti gue." Nadira menaik turunkan alisnya.
"Jika aja gue bisa." Lirihku
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Just Rara
aku mampir kesini thor,krn penasaran sm cerita masa kecil aksa da elea😁😁
2022-03-12
0
ayue
msh nyimak
2021-07-03
0
ayuku 11
Karena Kanaya dan Elea aku disini 🤣🤣
2021-02-20
0