episode 5

Aku menatap pantulan bayanganku di cermin. Menghela nafas sejenak, lalu menyambar tas selempang berwarna hitam, senada dengan dress yang aku kenakan malam ini. 

Sore tadi Ayah pulang lebih awal dari biasanya, tiba-tiba saja dia mengajakku makan malam dengan kolega bisnis nya jam delapan malam ini. Aku tidak bisa menolak, lagipula ini bukan pertama kalinya aku di ajak Ayah menghadiri acara-acara bisnisnya. 

Masih jelas teringat kejadian sore tadi, ketika tiba-tiba Faro ada di depan rumah. Siang tadi aku mengajak bi Iyah keluar rumah, mencari abang penjual rujak yang biasa berkeliling komplek. Cuaca panas membuatku menginginkan makanan asam dan pedas. 

Bi Iyah menyarankan membuat sendiri rujak di rumah, tapi rasa nya akan berbeda dengan yang dijual Abang-abang. Setengah memaksa aku mengajak bi Iyah keluar rumah siang hari, dan matahari masih terasa begitu terik membakar kulit. Baru aku membuka pintu gerbang, aku dikejutkan dengan kedatangan seseorang yang sama sekali tidak pernah aku duga.

Alfaro berada tak jauh dari gerbang rumah, tengah duduk di atas motornya. Matanya menunduk melihat layar ponsel yang berada di tangannya dan begitu mendengar decitan pintu gerbang, dia menoleh. Rasanya aku ingin melonjak kegirangan begitu melihat nya, tapi masih aku tahan. 

Entah angin apa yang membuatnya bisa datang ke rumahku, padahal hari ini tidak ada bimbingan belajar. Kebahagiaan tidak hanya sampai disitu saja, ternyata dia datang hanya untuk meminta maaf,karena hari itu dia pergi sebelum jam bimbingan selesai. Faro berjanji akan mengganti waktunya esok, tapi aku justru meminta nya mengajariku mengendarai sepeda motor sebagai gantinya dan tanpa aku duga dia justru menyetujui nya. 

Katakanlah aku kurang waras karena meminta nya mengajariku ,padahal sebenarnya aku sudah pandai membawa sepeda motor berkat mang Ujang yang selalu sabar mengajariku setiap sore. Tapi tak apa, tidak ada alasan lain hanya saja aku ingin. 

Aku tau ini salah, tapi aku menyukai keberadaan Faro di dekatku meski harus menggunakan cara konyol seperti ini. 

Tanpa sadar aku masih tersenyum sendiri mengingat hal konyol yang aku lakukan tadi siang.

"Ehem." Deheman Ayah membuyarkan senyumku. 

"Apa ada hal menarik terjadi hari ini. Dari tadi kok, putri Ayah senyum-senyum sendiri." 

"Ya?"

"Ada apa, kayaknya seneng banget. Ayah perhatikan dari tadi kamu senyum-senyum." Aku tersipu malu begitu Ayah menyadari kekonyolanku, tersenyum sendiri dari tadi.

"Nggak ada ko, Yah. Oh iya, kita mau kemana?" Aku mengalihkan pembicaraan, semoga Ayah tidak menyadarinya.

"Ada acara makan malam bersama rekan bisnis Ayah, Emil. Kamu belum pernah bertemu dengan nya, dia rekan bisnis Ayah sejak lama. Tapi kita sama-sama sibuk, dan baru bisa bertemu sekarang." 

Yess,,,aku berhasil mengalihkan pembicaraan, gumamku.

"Oh,, teman baik Ayah?"

"Iya, hari ini dia juga ajak anaknya."

"Perempuan?"

"Iya." 

Aku bersyukur jika teman Ayah itu  membawa anak nya juga, setidaknya aku tidak akan merasa seperti patung di tengah-tengah obrolan para orang tua. 

Akhirnya aku dan Ayah sampai di tempat tujuan, di sebuah Restoran mewah di kawasan Kuningan. Seorang pelayan langsung mengantar ke tempat tujuan dan kali ini Restoran prancis menjadi pilihannya. 

Aku dan Ayah sampai terlebih dulu , kami duduk di meja yang sudah terlebih dulu direservasi oleh sekretaris Ayah.

"Mereka sebentar lagi datang." Ucap Ayah. Dan benar saja tidak berselang lama datang dua orang laki-laki memakai jas hitam menghampiri meja tempatku berada. 

Lelaki paruh baya itu hampir seumuran dengan Ayah, terlihat jelas keakraban di antara mereka berdua dan keduanya langsung saling merangkul satu sama lain. 

Sedangkan lelaki muda berjas coklat hanya menyalami Ayah, menjabat tangan lalu Ayah menepuk pundaknya. Pantas saja Ayah menyebut anak Om Emil perempuan, ternyata meski dia berjenis kemin lelaki, tapi dia seperti perempuan,mengenakan anting di kedua telinganya.

"Sayang, kenalkan ini Om Emil, teman Ayah. Dan ini Jupiter,anak Om Emil." Aku mengulurkan tanganku memperkenalkan diri.

"Kara ,Om" 

"Emil. Kamu cantik sekali, Nak." Om Emil meraih tanganku dengan antusias. Beralih pada lelaki di sebelah nya,aku pun mengulurkan tangan.

"Kara"

"Jupiter." 

Baiklah aku akan pura-pura amnesia untuk hari ini. Jujur saja begitu Om Emil datang dengan anak nya,aku berharap itu seorang perempuan. Namun justru malah seorang lelaki, aku bahkan mengenal lelaki jangkung yang duduk persis di hadapanku ini. Dia adalah Jupiter, lelaki populer di sekolah yang pernah Nadira bahas tempo hari.

Ingin rasanya aku menenggelamkan diri, atau berpura-pura sakit perut agar aku bisa keluar dari situasi tidak menyenangkan ini. Jupiter tak henti-hentinya menatap tajam ke arahku, aku tidak tahu apa yang dilihatnya. 

Sesekali aku memperhatikan penampilanku, mungkin saja ada yang salah dengan riasanku atau mungkin aku memakai lip tint terlalu mencolok, sehingga Jupiter menatapku seperti itu. 

Tatapan Jupiter yang membuatku merasa tak nyaman dan akhirnya aku memberanikan diri,balik menatapnya. Aku dan Jupiter sama-sama saling menatap, seolah saling mengejek satu sama lain hingga Jupiter menyunggingkan senyum, sambil menarik sebelah alisnya. Senyum yang sangat menjengkelkan. 

Aku meneguk ocha dingin hingga tandas. Membuang muka, menatap ke arah lain. Tanpa aku lihat pun,aku tau Jupiter masih menatap tajam ke arahku. 

Entah apa yang dibicarakan para orang tua,aku tidak tertarik sedikitpun. Bahkan rasa lapar yang sejak tadi aku tahan,hilang begitu saja. 

"Sayang, bukannya kalian satu sekolah?" Tanya Ayah.

"Betul, Om." Aku melirik tajam Jupiter. Ayah bertanya padaku,tapi dia yang menjawab.

"Satu kelas?" Kini giliran Om Emil yang bertanya. 

"Enggak,Om." Seakan tak mau kalah, aku terlebih dulu menjawab. 

"Berarti kalian sudah saling kenal?" 

"Enggak"

"Iya." 

Aku dan Jupiter serempak menjawab,dengan jawaban berbeda. Kedua Ayah saling bertatapan, sedetik kemudian mereka saling tertawa.

"Bukankah mereka sangat lucu?" Suara tawa Om Emil semakin kencang. 

Apanya yang lucu, lagipula aku memang tidak mengenal Jupiter. 

"Om, saya mau ajak Kara keluar sebentar, di sekitar sini. Jadi Om dan Ayah bisa leluasa ngobrol." Aku menatap tajam Jupiter, memberinya isyarat jika aku tidak setuju dengan usulnya.

Seakan tidak peduli dengan tatapan ancaman dariku, Jupiter justru menarik tanganku begitu mendapat ijin Ayah. 

Jupiter menarik tanganku, atau lebih tepatnya menyeretku keluar dari Restoran menuju halaman depan hotel. 

"Lepas!" Aku menarik tanganku dari genggamannya.

"Apa-apaan sih,!" Aku sungguh dibuat kesal dengan tingkahnya. 

"Gue cuman nolongin lo,ngajak keluar. Daripada lo di sana kaya orang bego." Aku mendelik menatapnya. Dia sungguh menyebalkan. 

"Kita ga kenal! Jadi ga usah so akrab."

"Serius lo ga kenal gue?" Ejeknya, bahkan dia melipat kedua tangannya di dada, seolah meyakinkan jika aku berbohong.

"Kenapa juga aku harus kenal?" Balasku

Jupiter kembali menarik tanganku, menjabat tangan layaknya orang berkenalan.

"Oke, kita ulang. Gue Jupiter . Salam kenal." Jupiter mengguncang-guncangkan tanganku.

"Yaaaaa! Sakit!!" Aku berteriak, menarik tanganku dengan satu hentakan.

Jupiter justru terkekeh melihatku. Jika saja aku tadi berpura-pura banyak tugas sekolah atau aku sakit perut, mungkin aku tidak akan berada di sini bersama lelaki aneh bin nyebelin seperti Jupiter. 

"Sory,,,sory.Lo lucu sih." 

"Aku bukan badut." Aku berdecak sambil duduk di kursi taman, melepaskan sepatu hak tinggi yang terasa menjepit jemari kaki,akibat Jupiter yang menyeret ku ke tempat ini.

"Sakit?" Tanyanya, 

"Menurut kamu?" Aku masih memegangi jari kaki yang terasa perih karena ada goresan lecet di sekitar jemari kaki. 

Jupiter menunduk, menekuk satu lututnya memeriksa luka di kakiku. 

"Ini sakit." Tanya jupiter, jemari tangannya mengelus luka memar yang ada di sekitaran jemari kaki.

"Awwww, jangan di tekan. Sakit?"

"Gue ga sengaja. Ga usah di pake aja sepatu kaya gitu,bikin sakit."

"Kamu yang narik aku, jalan nya ga pelan-pelan. Jadi lecet." Gerutuku,

"Kaki lo pendek sih, padahal gue jalan biasa aja." Jupiter sungguh sangat menyebalkan. Aku menghela nafas lelah, tidak mungkin aku bisa menang adu mulut dari orang seperti Jupiter. 

Untungnya tidak berselang lama seorang pelayan datang memintaku kembali ke dalam  Restoran,tempat Ayah dan Om Emil berada.

"Bisa jalan?" Tanya Jupiter, begitu aku memakai kembali sepatu yang sempat aku lepas.

Aku hanya menggumam sebagai jawaban. 

"Lo masih punya utang sama gue, jadi jangan bersikap seolah lo ga kenal gue di sekolah."

"Utang? Utang apa?" Aku tidak mengerti maksud Jupiter.

"Gue udah nyelametin lo dari acara makan malam ngebosenin tadi,terus bawa lo kesini." Ucapnya antusias, seolah dia amat berjasa.

"Aku ga minta kamu nyelametin aku, justru kamu yang bawa paksa aku kesini." Aku membela diri 

"Intinya, sekarang lo punya utang sama gue." 

Aku terperangah,menatap horor Jupiter dan sial nya dia justru tertawa. 

"Nama lo lucu kaya bumbu rendang, santan Kara." Ucapnya sambil mengacak-acak rambutku, lalu berjalan terlebih dulu meninggalkanku di belakangnya. 

Sampai dirumah, aku masih kesal bertemu dengan Jupiter malam ini. Bahkan selama perjalanan pulang, aku tidak menyimak obrolan Ayah dan memilih diam sambil sesekali menanggapi ceritanya.

Setelah membersihkan diri dan berganti pakaian, kini aku tengah mengobati luka di kaki akibat ulah Jupiter tadi. Aku sangat berharap tidak lagi bertemu dengannya di manapun. Bahkan aku sudah memantapkan diri untuk selalu menghindar jika tidak sengaja aku bertemu dengannya di sekolah. 

Sebelum tidur aku menyempatkan membuka ponsel dan ada beberapa pesan masuk. Satu persatu aku membuka pesan, ada Nadira yang selalu mengirimiku pesan tidak jelas, meski setiap hari aku bertemu dengannya. Selebihnya pesan dari operator dan chat grup kelas, tapi ada dua pesan masuk dari nomor yang berbeda. Dua-duanya nomor baru.

Salah satu pesannya bertuliskan "Rendang Kara," satu kata yang mampu mewakili semua rasa kesalku hari ini,aku tau  siapa orang yang mengirim pesan tersebut, itu pasti Jupiter. Aku tidak berniat membalas, aku memilih menghindar dan mengabaikan nya,itu sudah jadi pilihan tepat. 

Beralih ke nomor yang satunya , pesannya singkat yang mampu menjungkir balikan hatiku.

"Besok bimbingan belajar, dan juga bayar utang." 

Aku menutup mulutku, menahan pekikan agar tidak terdengar orang rumah. Ingin rasanya aku berjingkrak-jingkrak meluapkan rasa bahagiaku. 

Meskipun hari ini aku di buat kesal dengan kelakuan Jupiter, tapi rasa kesal itu hilang begitu aku mendapat pesan dari Faro. 

Terpopuler

Comments

Just Rara

Just Rara

kurang asem bgt si jupiter,kirim pesan isinya rendang kara😄😄😄

2022-03-13

0

istri taehyung

istri taehyung

bagus koq alur ceritany..kata2 ny jg enak ga bkin bingung yg baca..

2020-03-03

1

Ama Lorina Raju

Ama Lorina Raju

akhirnua aku tekan tombol ♥️ buat mu thor

2020-02-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!