episode 4

Alfaro keenan

"Abang,,,! Bang Faro !" 

Aku terlonjak begitu David meneriaki namaku. 

" Ya? Kenapa,udah selesai?"

"Udah dari tari malahan." David memberiku kertas soal yang di isi nya. Aku mengamati jawabannya, hanya ada dua jawaban yang masih salah. 

"Ada dua soal yang masih salah." Aku menunjuk dua soal yang salah dengan jari telunjuk. David menunduk memperhatikan arah telunjuk, dia mengangguk dan kembali mengerjakan jawaban yang salah. 

Melihat bagaimana semangatnya nya David belajar,membuatku kembali teringat kondisi Alma. Setiap pagi aku hanya bisa melihat wajah muramnya, menyantap sarapan pagi tanpa minat. Jika saja dia tidak sakit, mungkin Alma akan seperti David yang selalu bersemangat jika sedang belajar. 

Orang tua David sangat disiplin dalam mendidik anak-anaknya, termasuk Dea. Orang tua Dea tidak melarang kegiatan modeling yang digelutinya,dengan syarat semua itu dilakukan di luar jam kuliah dan tidak mengganggu kegiatan belajar. 

"Udah beres." Seru David.Aku memeriksa lembar soal dan sudah benar semua jawabannya.

"Oke,sipp." Kuusap rambut ikalnya dan mengacungkan kedua ibu jariku. David tersenyum sumringah mendapat pujian dariku.

"Abang mau pulang, ga tunggu ka Dea pulang?" Tanya David.

"Iya, Abang mau langsung pulang. Ada urusan." Balasku. David mengangguk kemudian mengantarku hingga depan pintu. 

Aku hendak keluar dari gerbang rumah, tiba-tiba datang seorang pemuda memakai motor seperti milikku berwarna merah, berhenti persis di dekat motorku. Ia membuka kaca helm yang dikenakannya, tersenyum ramah seperti biasanya.

"Udah mau balik,Bang?". Tanya nya.

"Iya. Baru balik sekolah? Tumben masih siang udah sampe rumah." 

"Yoi, abis dari arena bentar. Disuruh balik sama bokap, ada acara katanya." Aku tersenyum mendengarnya.

"Oke, gue balik ya?" Jupiter mengangguk,

Pemuda bernama Jupiter Alfian itu adik kandung Dea. 

Dea memiliki dua adik lelaki, David dan juga Jupiter. Berbanding terbalik dengan David si anak baik dan penurut, sedangkan Jupiter si anak pemberontak dan sering membuat onar tapi sebenarnya dia pemuda baik. 

Jupiter memiliki hobi yang sedikit extreme,dia suka balapan liar. 

Seringkali aku memergoki Jupiter melakukan balapan liar di daerah jakarta selatan, bahkan Jupiter pernah beberapa kali masuk penjaringan polisi yang berpatroli mencari balapan liar.

Sebenarnya aku pun sama,menyukai olahraga menantang adrenalin seperti balapan, hanya saja aku masih sayang dengan nyawaku dan juga aku tidak seberuntung Jupiter, yang memiliki banyak uang untuk membebaskannya di kantor polisi. 

Tubuh tinggi Jupiter sekilas seperti bukan seorang pelajar, dia terlihat lebih pantas seperti anak kuliahan. Jika saja dia tidak memakai seragam sekolah, orang akan mengira dia seumuran denganku. Padahal kita berbeda hampir 4 tahun. 

Menyusuri jalanan Ibu kota, terik matahari di jam dua siang terasa begitu menyengat menembus jaket jeans yang aku kenakan. Hari ini tidak ada jadwal bimbingan dengan Kara, hanya saja entah mengapa semenjak malam di acara ulang tahun Nadia , aku jadi sering memikirkan Kara, si gadis bermata bulat itu.

Siang itu berulang kali Dea mengirimi aku pesan, agar aku tidak lupa mengantarnya mencari kado ulang tahun untuk sahabat baik nya, Nadia. Aku sempat menolak ajakan Dea pergi ke acara itu, tapi Dea terus memaksa hingga akhirnya aku menyetujui. 

Dea akan berubah menjadi perempuan penuntut jika keinginannya tidak terpenuhi. Berulang kali dia mengingatkan jika hari itu aku harus datang ke rumah nya dan berangkat ke acara ulang tahun tepat waktu. Tapi aku tidak ingin mengecewakan Kara, aku tidak mungkin mangkir dari tanggung jawabku sebagai guru pembimbing. Jadi sebelum berangkat ke acara ulang tahun Nadia, aku menyempatkan diri mengajar terlebih dulu di rumah Kara.

Selama bimbingan belajar, berkali-kali aku mengecek ponselku yang terus berdering, banyak pesan masuk dari Dea, sial nya Kara menyadari gerak gerikku. 

Kara langsung menyudahi pelajaran dan menyuruhku cepat pulang, aku merasa tak enak hati dan merasa kurang profesional dalam pekerjaan. Bagaimana pun juga orang tua nya Kara sudah membayar jasaku, lima puluh persen di awal dan aku sangat bersalah mencampuradukkan masalah pribadi dengan pekerjaan.

Meski tak enak hati akhirnya aku menyudahi bimbingan lebih cepat lima belas menit dari biasanya. Bergegas segera pulang mengganti pakaian dan langsung menuju rumah Dea. Aku menunggu Dea di ruang tamu, berulang kali aku mengecek ponsel berharap Kara menghubungiku meski hanya untuk sekedar bertanya soal pelajaran. Tapi nihil. Sampai Dea keluar dari kamarnya , Kara tidak sekalipun menghubungiku. 

Berangkat ke acara ulang tahun Nadia menggunakan mobil milik Dea, sedangkan motorku di simpan di halaman rumah Dea. Selama berpacaran denganku Dea jarang mau aku ajak menggunakan motor. Dia lebih suka menggunakan mobil miliknya ,untung saja aku bisa membawa mobil. Jadi meskipun memakai mobil milik Dea tetap aku yang mengemudikan nya. 

Komplek perumahan Nadia tidak jauh berbeda dengan komplek perumahan Dea, mereka sama-sama tinggal di daerah perumahan mewah. Aku sering di ajak Dea bertamu ke rumah Nadia, jadi aku sudah hafal alamat dan jalan menuju rumah Nadia. Lagipula kita sama-sama kuliah di universita yang sama,satu tongkrongan sama pula, bersyukurlah aku hidup dikelilingi orang-orang kaya yang tidak pernah membedakan soal status ekonomi. 

Sesampainya di rumah Nadia, aku dan Dea segera menuju tempat diselenggarakan nya acara yang berada di belakang rumah, di dekat kolam renang. Pesta dengan tema garden party yang sangat mewah dengan ornamen semua warna putih. 

Malam ini aku dan Dea sepakat mengenakan baju dengan warna senada. Awalnya aku menolak berpakaian rapi, karena aku lebih suka dandan casual, menurutku itu lebih nyaman dibanding harus mengenakan kemeja seperti malam ini. Tapi karena Dea terus memaksa , akhirnya aku menuruti keinginannya. 

Begitu Dea dan Nadia tengah asik bercengkrama, mataku menangkap sosok gadis yang tidak asing dimataku. Mengenakan dress pink, rambut hitam panjangnya terurai hingga sebatas pinggang. Kara sangat cantik, berbeda dari biasanya. 

Aku terkejut melihatnya berada di pesta ulang tahun Nadia. Namun begitu aku melihat orang di sampingnya,aku menyadari dia tengah duduk bersama adiknya Nadi, yang bernama Nadira. Matanya masih menatapku tajam, bahkan aku merasa seperti tengah di introgasi lewat tatapannya. Hingga Dea menarikku menuju teman-teman yang lain, aku tak lagi melihatnya. 

Selama acara berlangsung, aku masih mencuri pandang ke tempat Kara berada, hanya sebentar setelah itu dia beranjak dari tempatnya dan berjalan menjauh. Mataku masih mengikuti setiap gerakannya, hingga aku lihat dia memasuki mobil BMW putih miliknya, lalu sosok nya hilang. Dia pulang. 

"Kamu kenapa ko banyak bengong?" Keluh Dea begitu aku mengantarnya pulang.

"Aku cuman cape aja. Aku langsung balik ya?" Mengecup sekilas dahi Dea dan segera bergegas pulang. 

Sesampainya di rumah aku masih tetap memikirkan Kara, bahkan aku tak tau pasti apa alasannya, mengapa aku harus memikirkannya. 

Aku pikir setelah hari berlalu, aku bisa melenyapkan pikiran ku , tapi ternyata tidak. Berulang kali aku mencoba untuk menghubungi Kara, namun berulang kali juga aku mengurungkan niatku. Aku tidak tahu apa yang harus aku katakan, tapi aku semakin resah di buatnya.

Kebodohanku tidak cukup sampai di situ, bahkan aku tidak tau mengapa kini aku berada di sini,di depan gerbang rumah Kara tanpa tujuan jelas. Berdiam diri di atas motor sambil menatap layar ponsel yang aku hidup dan matikan sejak tadi. 

Pintu gerbang rumah Kara terbuka, aku hampir saja menyalakan mesin motor dan pergi secepatnya. Namun begitu aku melihat dua orang perempuan keluar dari gerbang aku kembali dibuat terdiam. Kara keluar dengan seorang perempuan paruh baya, yang aku yakini itu pasti asisten rumah tangganya. Bukan hanya aku yang terdiam, Kara pun tak kalah diam begitu menyadari kehadiranku. Ia nampak mengerjapkan mata nya berulang kali, memastikan penglihatannya tidak salah. 

"Non, itu mas Alfaro ya?" Tanya perempuan paruh baya itu. Kara hanya mengangguk, matanya masih menatap bingung ke arahku.

Tidak ada pilihan lain, akhirnya aku turun dari motor menghampirinya.

"Kara," 

"Ya, ada perlu apa kamu kesini. Hari ini ga ada bimbingan kan?" Aku menggaruk kepalaku meski tidak gatal.

"Iya, aki cuman mau minta maaf."

" Maaf? Buat apa?" Aku semakin bingung dengan pertanyaan Kara. Aku sendiri pun bingung, mengapa aku harus minta maaf.

"Bi Iyah boleh ambilin minum ga, buat Faro?" Kara menyuruh bi Iyah mengambil minum, meski sebenarnya bukan hanya rasa haus yang aku tahan.

"Kenapa ga masuk aja,malah nunggu disini?" 

"Cuman kebetulan lewat aja. Kamu mau kemana?" Tanyaku.

"Aku mau jalan-jalan sama bi Iyah. Bosen di rumah."

"Jalan kaki?"

"Iya." Aku semakin tidak mengerti dengan gadis satu ini. Bagaimana bisa dia berjalan kaki sedangkan ada banyak mobil berjejer rapi di garasi rumahnya. 

Tak lama bi Iyah datang membawa dua gelas minuman dingin. "Ini Non, bi Iyah mau kedalam dulu ya, mau angkatin jemuran sebentar, nanti kita jalan-jalan."

"Iya." Jawab Kara. Bi Iyah kembali masuk ke dalam rumah.

"Aku mau minta maaf kemarin buru-buru pulang, padahal jam bimbingan belum selesai." 

"Oh,, itu. Ga apa-apa, aku ngerti ko. Yang penting pacar kamu ga marah kan?" Aku tersenyum mendengar ucapan Kara. 

"Besok aku ganti kurang lima belas menit yang kemarin."

"Kalau aku minta di ganti pake yang lain,boleh?" Balas Kara

"Apa?" Aku berharap Kara tidak memintaku mengganti waktu nya dengan memintaku mentraktirnya makan ditempat mewah, karena aku pasti tidak akan sanggup.

"Aku mau belajar pake motor." Ucapnya ragu-ragu.

"Ha?" 

"Kalau ga boleh pake motor kamu, bisa pake motor yang ada di garasi. Aku belum bisa bawa , soal nya mang Ujang ga mau ngajarin." Kara terlihat malu-malu mengutarakan keinginan nya. 

"Ga mau ya?" Lanjut Kara, melihat expresiku yang masih diam.

"Boleh"

"Beneran?" Kara nampak antusias begitu aku menyetujui. 

"Lima belas menit, untuk lima kali belajar ya?" Kara kembali mengajukan tawaran nya.

"Oke" 

Untuk pertama kalinya aku melihat Kara tersenyum. Entah mengapa senyumnya terlihat begitu tulus dan manis. 

Selama aku menjadi guru pembimbingnya, aku tidak pernah berbicara selain untuk kepentingan belajar. Aku selalu membatasi diriku agar tidak terlalu dekat dengannya.Tapi kali ini entah dorongan dari mana , aku justru melewati satu langkah aturan yang aku buat sendiri. 

Terpopuler

Comments

Just Rara

Just Rara

sepertinya faro mulai tertarik dgn kara😁

2022-03-12

0

Mamiey Cakep

Mamiey Cakep

susuna kata2 nya q suka....jadi g bosen bacanya....the real novel ini mah....☺️☺️☺️

2021-05-04

1

Rin's

Rin's

apakah Faro mulai tertarik dg Kara?

2020-09-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!