bagian 2

Alfaro kenan

" Woy ! Mau kemana lo?" Rony menepuk pundakku begitu dia menghampiri di parkiran yang di sediakan kampus. 

" Mau cabut." Jawabku

" Masih siang gini? Ga nongkrong bareng anak-anak dulu?"

" Engga. Gue ada kerjaan baru."

Kutepuk balik pundak Rony, bergegas memakai helm dan pergi meninggalkan area parkir husus motor. 

Hari ini aku memang sengaja pulang lebih awal dari biasanya, mengendarai motor kecintaanku menuju tempat kerja. 

Perlu kalian tau, aku memang kuliah sambil kerja. Mengingat kondisi keuangan keluargaku yang hanya cukup untuk kebutuhan sehari- hari, jadi aku harus memutar otak mencari pekerjaan sampingan selain sekedar menjadi seorang mahasiswa.

Aku tinggal dengan Ibu dan seorang adik perempuan berusia sepuluh tahun. Soal dimana Ayahku, akupun tidak tau . Karena Ibu tidak pernah membahas apapun tentang siapa Ayahku dan juga aku tidak terlalu tertarik dengan segala sesuatu yang sudah menjadi bagian dari masa lalu. Buatku masa lalu hanya kisah lama yang harus di lupakan.

Tidak ada keahlian yang aku miliki selain otakku yang sedikit lebih encer dari teman- temanku yang lain, dan karena otakku juga yang menjadi alasan aku bisa menerima beasiswa di Universitas ternama Ibu Kota. 

Akhirnya aku memilih menjadi guru pembimbing, dan hampir satu tahun ini aku menjadi guru privat seorang anak lelaki berusia delapan tahun bernama, David. 

Berawal dari menjadi guru pembimbing juga akhirnya aku bertemu dengan wanita cantik yang kini menjadi kekasihku, Dea. Karena Dea dan David kakak beradik akhirnya aku menjadi dekat dan kebetulan juga kita satu Universitas. 

Menjadi guru pembimbing untuk anak seumur David, tidak terlalu merepotkan dan juga David anak pintar dan penurut, aku tidak membutuhkan waktu lama untuk mengajarinya. 

Penghasilan yang aku dapat dari kerja sampingan menjadi guru pembimbing tidak terlalu besar, hanya cukup untuk memenuhi keperluanku dan sedikit membantu keperluan Alma. Aku tidak ingin terus menerus menggantungkan diri pada Ibu yang hanya bekerja sebagai tukang jahit. Sebenarnya bisa saja aku mencari pekerjaan sampingan yang lainnya, hanya saja setiap kali aku mencoba tidak ada yang cocok dengan jadwal kuliah. 

Untuk saat ini aku memang membutuhkan pekerjaan tambahan, mengingat adikku Alma, yang di diagnosis Dokter mengidap gagal ginjal semenjak satu tahun terakhir ini. 

Alma, gadis periang dan banyak bicara. Tapi kini berubah menjadi gadis pendiam dan sulit sekali melihat senyum di wajahnya. Keceriaan nya hilang, bahkan sekarang Alma lebih sering mengurung diri di kamar. Sulit berinteraksi dengannya, bahkan dia tidak ingin bertemu dengan siapapun kecuali denganku, Ibu dan Dea. Di usia nya yang masih sangat muda seharusnya Alma menikmati masa- masa menyenangkan bersekolah, belajar dan bermain. Tapi tiga bulan terakhir aku dan Ibu memutuskan menghentikan kegiatan Alma di sekolah, karena Alma akan kesakitan jika terlalu banyak gerak dan mudah lelah. 

Aku pikir keputusanku memilih Alma di rumah adalah keputusan tepat. Ternyata sebaliknya, Alma justru lebih sering mengasingkan diri di kamar dan hanya akan keluar kamar di waktu tertentu. Dan yang paling membuatku tak tega, dua hari lalu tidak sengaja aku lewat di depan kamarnya, dan mendengar isak tangisnya begitu pilu dan menyayat hati. Aku tau dia pasti merasa sedih, terkurung di dalam rumah tanpa batas waktu yang pasti.

Biaya menjadi kendala terbesar dalam pengobatan Alma, dia harus melakukan donor ginjal dan itu memerlukan biaya ratusan juta. Sedangkan penghasilanku dan juga Ibu tidak bisa mencukupinya. Aku sempat berfikir untuk berhenti kuliah dan memilih mencari pekerjaan , fokus mencari uang untuk pengobatan Alma.

Tangisan Alma hari itu menjadi pemicu untuk terus berusaha mencari uang tambahan. Salah satu teman Dea, menawariku bekerja di salah satu minimarket milik orang tuanya. Aku tak mungkin menolak, setelah selesai menjadi guru pembimbing aku langsung bergegas menuju minimarket tempat keduaku bekerja. 

Lokasi mini market yang tidak terlalu jauh dari tempat tinggalku menjadi lebih flexibel dalam membagi waktu. Meski bekerja sampai malam hari aku bisa cepat sampai ke rumah, yang hanya berjarak beberapa ratus meter. Bekerja di minimarket tidak seburuk yang aku pikir, di sela-sela waktu luang menunggu pelanggan datang, aku bisa menggunakan waktu untuk mengerjakan beberapa tugas kuliah. 

"Permisi, saya mau bayar." Suara seorang wanita membuyarkan konsentrasiku.

"Ah,, maaf," aku segera memasukan beberapa buku secara asal kedalam tas dan segera menscan belanjaan wanita tadi.

"Sedang belajar?" Matanya melirik ke arah tas yang aku taruh asal di bawah meja kasir.

"Iya." 

"Kuliah sambil kerja?" Aku mengangguk menanggapi pertanyaan wanita paruh baya di depanku. Dia tampak seumuran dengan Ibu, hanya saja dia terlihat lebih segar dan modis.

" Saya mau menawarkan pekerjaan sampingan. Kalau minat bisa hubungi saya." Wanita paruh baya itu menyodorkan kartu namanya. Dia bernama Rosaline.

" Ibu seorang guru pembimbing?" Dia tersenyum dan mengangguk. 

"Betul, saya guru pembimbing. Kamu terlihat pandai dan juga rajin, bahkan masih menyempatkan waktu untuk belajar. " 

"Itu,saya lagi buru-buru harus mengerjakan tugas. Jadi terpaksa saya kerjakan di sini."

" Saya punya satu murid bimbingan dan kebetulan saya tidak bisa lagi mengajar, karena saya harus mengurus keluarga saya yang sedang sakit." Aku mendengarkan penjelasannya, meski sebenarnya aku masih bingung dengan tawarannya yang begitu mendadak.

"Kalau boleh saya tau, anak bimbing nya umur berapa?" Tanyaku, aku malas harus membimbing anak di atas dua belas tahun. Selain semakin sulit pelajaran yang akan aku berikan, mereka juga akan semakin sulit untuk diajak belajar mengingat anak jaman sekarang lebih tertarik bermain gadget dibanding belajar. 

"Dia sudah besar. Sudah kelas tiga SMA." Aku tersenyum mendengarnya.

"Saya tidak bisa mengajar anak di atas dua belas tahun. Saya belum berpengalaman." Tolakku

"Yakin? Tidak ingin mencoba terlebih dulu?" Ibu Rosaline mencoba meyakinkanku. Dia pasti tau tampang seperti aku, terlihat jelas di raut wajah butuh uang. Tapi aku tidak bisa menerimanya, menjadi pembimbing anak sebesar itu, bahkan mungkin usia nya tidak akan terlalu jauh berbeda denganku. 

"Maaf, saya tidak bisa." Aku menolaknya dengan halus.

"Gajinya besar"

" Maa__,"

" Tujuh juta ,satu bulan."

" Maaf. Berapa?!" 

Aku tidak mungkin salah dengar bukan? 

Itu lebih besar dari penghasilanku mengajar David digabung dengan bekerja sebagai kasir mini market. 

"Tapi,,, itu,,,,. Bagaimana ya." Aku menggaruk kepalaku, bingung sendiri.

"Kamu tidak perlu khawatir, dia anak baik dan penurut. Kalau kamu berminat , kamu bisa langsung menghubungi nomor saya yang ada di kertas tadi." Kulihat nomor yang tertera di kertas. Aku ragu tapi tawarannya sungguh menggiurkan.

****

Setelah dua hari berlalu, akhirnya aku memutuskan menghubungi Ibu Rosaline, menerima tawarannya. Hari ini aku berjanji bertemu dengannya di salah satu cafe terkenal di jakarta pusat. 

Bu Rosaline mengajakku bertemu guna membahas pekerjaan dan juga dia meminta beberapa biodata diri. Tapi kali ini tidak hanya ada Bu Rosaline, dia juga mengajak bertemu dengan orang tua calon murid baruku. 

Kini di hadapanku ada Bu Rosaline dan seorang lelaki paruh baya bertubuh tinggi, kekar dan berwibawa. Berpakaian lengkap dan rapi khas pengusaha kaya. Aku tidak mungkin salah lagi, calon muridku ini anak seorang pengusaha kaya raya, pantas saja mereka mau membayar mahal.

"Ini guru pembimbing baru," suara Bu Rosaline memulai pembicaraan. Tatapan lelaki paruh baya di hadapanku ini meneliti penampilan dari ujung kaki hingga ujung kepala. 

"Saya Alfaro." Aku mengulurkan tangan

"Fathur." Jabatan tangannya begitu mencengkram di tanganku, dan terkesan ingin mengatakan jika dia mengawasiku. 

"Umur kamu berapa?" 

"Sembilan belas, Pak." Dia mengangguk, memperhatikan biodataku di kertas yang aku bawa.

"Aku sudah kenal lama dengan nya. Jadi kamu ga perlu khawatir. Percaya sama Faro, dia bisa mengajari Kara dengan baik." Aku cukup terkejut dengan ucapan Bu Rosaline begitu menyebut nama anak yang akan menjadi muridku. 

Namanya Kara ? 

Jadi dia perempuan? 

Salahkan diriku yang tidak teliti bertanya terlebih dulu. Pantas saja jabatan tangan Pak Fathur terasa begitu mencengkram. Ternyata aku akan menjadi guru pembimbing anak gadisnya. 

Tapi tunggu dulu, tadi Bu Rosaline mengatakan jika kita sudah lama saling kenal dengan baik, padahal kita baru bertemu dua hari yang lalu. Aku tidak sempat berkata apapun karena pembicaraan di dominasi Bu Rosaline dan Pak Fathur. Sepertinya mereka cukup dekat dilihat dari cara mereka berinteraksi,mereka seperti berbicara layaknya teman. Bukan seperti bawahan dan atasan. 

Tidak berselang lama Pak Fathur undur diri,menyisakan aku dan Bu Rosaline.

"Hari ini jika kuliahmu sudah selesai, kamu temui saya di alamat ini. Kita akan bertemu langsung dengan Kara." Ucapnya memberi secarik kertas bertulisan alamat rumah.

Aku segera pamit, mengingat ada dua mata kuliah yang harus aku hadiri.

Kupandang rumah besar dan megah yang kini ada di hadapanku, sekarang aku berada di depan rumah Kara yang menjadi tempat janji bertemu dengan Bu Rosaline. Rumah besar berlantai tiga, bergaya eropa modern dengan pagar besi menjulang tinggi mengelilingi seluruh rumah. Aku hanya berdiri di samping motorku dekat pos security, tidak berselang lama Bu Rosaline muncul dari balik pintu besar berwarna putih.

"Baru sampai? Apa sudah lama? 

"Baru sampai." Aku memang sempat mengirim pesan kepada Bu Rosaline, karena aku tertahan di pos security. Mereka tidak membiarkan aku masuk sebelum menjelaskan tujuan dan identitasku. 

"Motornya bisa di simpan di sana." Bu Rosaline menunjuk lahan luas di sebelah pos security, dekat patung anak kecil yang menyemburkan air dari mulutnya. 

Aku mengekori Bu Rosaline, menyusuri rumah yang jauh lebih mewah dari perkiraanku. Aku dibawanya menaiki tangga menuju lantai dua, menghampiri seorang gadis yang masih fokus menatap layar laptop di hadapan nya. 

"Kara, perkenalkan ini Alfaro. Guru pembimbing kamu yang baru." Gadis berambut panjang itu melirik ke arahku, menatap bingung ke arahku dan Bu Rosaline. 

Dia berdiri,tubuhnya kecil dan sedikit kurus. Dia terlihat bingung sekaligus terkejut , sebenarnya aku pun tak kalah terkejutnya. Aku sempat berfikir , aku akan menjadi guru pembimbing dari seorang gadis gaul khas Ibu Kota. Tapi begitu aku melihatnya secara langsung, dia justru berbeda. Penampilannya sederhana, tatapannya tenang meski terlihat canggung, rambutnya hitam asli tanpa ada warna, dan wajahnya putih merona. 

Cara berpakaiannya yang cukup biasa untuk gadis sekaya dirinya, Kara hanya mengenakan celana bahan panjang dan kaos besar berwarna putih. Aku tau bagaimana penampilan anak-anak kaya. Karena kekasihku Dea, berasal dari keluarga kaya dan Dea cukup modis dengan segala kemewahan yang ia miliki ,meski hanya sekedar di rumah pun Dea akan berpenampilan modis. 

"Kara"

"Alfaro." Aku menerima jabat tangannya. 

Hari ini aku menerima dua jabat tangan dari dua orang berbeda dan rasanya pun berbeda. Jabatan tangan Pak Fathur yang terkesan memperingatkan dan jabatan tangan dari putrinya Kara, yang terasa lembut dan hangat. Aku bersikap setenang mungkin, bahkan aku tidak banyak bicara hanya sesekali melirik ke arah Kara yang nampak salah tingkah. Dia lucu dan cantik. 

Hari ini hanya perkenalan singkat dan akan mulai bimbingan esok harinya. Aku berharap Kara bisa bekerja sama dengan baik, dan dia benar- benar baik seperti yang diceritakan Bu Rosaline. 

Begitu aku keluar dari pekarangan rumah mewah milik Kar, ponselku berdering.

Dea calling.....

"Iya, De." 

"Kamu dimana, Far. Anak-anak bilang kamu langsing cabut begitu kelas bubar." Suara Dea dari seberang sana.

"Iya, aku lagi ada urusan." 

"Cari pekerjaan lagi? " Dea sudah paham dengan konisi kehidupanku. 

"Iya."

"Kenapa berhenti dari minimarket milik bokapnya Tari?"

Dea sempat protes karena aku membatalkan kerja di minimarket milik orang tuanya Tari, sahabat Dea.

"Aku ga mau ngerepotin kamu terus." Jujur saja selama ini Dea sudah banyak membantu. Jadi kali ini aku tidak ingin terus-menerus melibatkan nya. 

"Kamu dimana sekarang?"

"OTW pulang."

"Oke, aku tunggu di rumah kamu ya?" 

"Mmm," Aku memutus sambungan, bergegas memakai helm dan pulang. Dea memang sudah dekat dengan Ibu dan juga Alma, jadi tidak heran jika dia akan kerumah begitu dia tidak menemukan keberadaanku dimanapun. 

Terpopuler

Comments

Just Rara

Just Rara

ooohh jadi ibu ran ayahnya aksa tu teman kuliah ternyata

2022-03-12

0

Dewi Purnama

Dewi Purnama

s.cek

2021-06-30

0

yayank muzayyanah

yayank muzayyanah

ini cerita ibunya aksara yah,

2021-02-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!