KUYANG
JAKARTA, JANUARI 1999, MINGGU PERTAMA
”Jadi bagaimana? A’a betah disana?” Siska bertanya.
Yudi mengurungkan niat buat menyendokkan makanan ke mulutnya, tak tahan untuk tak memandang balik pacarnya yang menatap mesra. Diturunkannya sendok disertai anggukan, ”Betah nggak betah, harus dibetah-betahin.”
”Jawabannya bikin bingung,” Siska menanggapi disertai senyum geli. ”Kalau betah ya bilang betah! Kalau nggak bilang nggak!”
”A’a...bilang betah soalnya gajinya gede, semua fasilitas juga tersedia, jadi duitnya bisa ditabung. Tapi mau dibilang betah ya nggak betah, kadang-kadang bosen juga karena disana sepi banget.”
”Memangnya disana A’a nggak punya teman?"
”Banyak, lah! Tapi sepi karena inget sama kamu terus.”
”Idih, gombal,” ujar Siska mengernyit sebal lalu tertawa geli, matanya berkilat jengah menyatakan ketersanjungan mendengar ucapan itu. ”Tapi aku senang A’a bisa dapet kepastian itu akhirnya. Jadi karyawan tetap di Kaltim Persada Coal itu nggak gampang.”
”Memang, apalagi ekonomi lagi lesu. Banyak karyawan lama dirumahkan, untung A’a bisa diangkat jadi pegawai baru sebelum manajemen berubah pikiran, tapi ya itu...harus kerja rodi, ngerjain tugasnya dua-tiga orang sekaligus...”
”Itu artinya berkah dari Allah,” Siska menimpali.
”Kapan kamu mau pindah kesana?” tanya Yudi mengerling.
Siska tersenyum lalu mencubit lengan pacarnya, ”Apaan sih? Bisa digantung aku sama ayah. Kawinin aku dulu,baru boleh memboyong aku kesana.”
”Kalau begitu kamu siap ku lamar? Disana aku bisa punya tempat yang lebih mapan kalau berubah status,” Yudi berkata penuh harap.
Siska mengkeret, ”Aku kan udah bilang aku kepingin ngerasain kerja dulu. Kayaknya nggak worth it udah capek-capek sekolah tapi nggak bisa mempraktekkan ilmu.”
”Kamu selalu bilang begitu tapi sampai sekarang kamu belum kerja juga.”
”Aku baru lulus lima bulan lalu, wajar dong kalau masih nunggu panggilan sana-sini. Seperti A’a bilang, nyari kerjaan kan susahnya minta ampun,” jawab Siska lugas.
”Jadi sampai kapan aku harus nunggu?” tanya Yudi pura-pura kesal.
”Bukannya ini juga enak buat A’a? Tanpa aku disana A’a bisa lebih konsentrasi kerja.”
”A’a kok malah yakin kalau konsentrasi A’a tambah kenceng bila ada kamu disana.”
”Kayaknya lebih enak aku pindah kesana kalau A’a udah jadi Manager.”
”Itu masih tiga atau lima tahun lagi. A’a udah keburu lumutan berteman sama monyet dan kijang di hutan,” erang Yudi yang ditimpali tawa Siska. Setelah tawa gadis itu mereda Yudi menambahkan dengan penekanan nada yang mencuri perhatian Siska, ”Jadi bagaimana? A’a serius, nih...”
”Memangnya A’a sendiri sudah siap?” Siska bertanya dengan pandangan yang bagai menusukkan duri ke seluruh tubuh Yudi, dia tahu apa yang dimaksud pacarnya.
Tiga tahun berhubungan dengannya bukan waktu sebentar untuk mengenal sifat Siska luar-dalam. Sejauh ini dia menyukai semua hal yang ada pada gadis ini, bahkan sampai ke hal terjelek seperti sifat judesnya, dan banyak hal yang dulu didapatinya dengan terkaget-kaget kini bisa ditanggapi dengan wajar. Mereka cocok sebagai kekasih, hanya saja ada satu masalah yang jadi penghambat hubungan mereka untuk melangkah lebih jauh....perbedaan keyakinan...
Meski keduanya bukan fanatik, pun tak juga tekun dengan agamanya, Yudi enggan membicarakan kemungkinan mendirikan keluarga dengan landasan sebuah budaya yang kaku seperti agama. Baginya yang seperti itu seharusnya tidak terlalu dipermasalahkan lagi di jaman modern seperti sekarang. Manusia seharusnya punya hak luhur untuk memadu cinta dengan rasa saling menghormati tanpa perlu memasukkan dirinya dalam pengkotak-kotakan yang kerdil. Kebutuhan manusia untuk berhubungan dengan orang lain itu bagai laut luas yang seharusnya tidak perlu dibendung-bendung seperti anak sungai yang tertahan oleh bendungan.
Sayangnya,itu bukan cara pikir dari sisi Siska...lebih tepatnya dari sisi orangtua gadis itu. Meski Siska tidak pernah mempermasalahkan soal perbedaan keyakinan diantara mereka tetapi hubungan ini tidak bisa berjalan mulus begitu saja sebab orangtua Siska melarang dirinya pacaran dengan Yudi karena masalah yang satu itu. Orangtua Siska memang agak kolot dan mereka susah sekali diyakinkan bahwa perkawinan tidak bisa jalan hanya dengan landasan cinta. Bagi mereka, sebuah perkawinan seharusnya dilandasi keyakinan yang sama, seperti halnya sebuah negara dilandasi oleh hukum yang sama sehingga ada kesamaan dalil dalam membina hubungan. Dan hal itu yang bikin pusing Yudi selama dua tahun belakangan ini...
Yudi mengangkat alis, ”Siap nggak siap, ya harus disiap-siapin, dong!”
”Tuh, kan! Gitu lagi ngomongnya. Bikin bingung!” Siska mengernyit.
”Kalau nggak siap sekarang, kapan lagi?” tanya Yudi. ”Ntar kematengan keburu basi...”
”Nggak lah, yang namanya cinta mana ada yang basi?” sanggah Siska.
"Supaya kamu tahu, A’a udah nyisain duit cukup banyak buat tabungan kita nikah nanti. Dan A’a juga sudah buka asuransi pendidikan anak, meski nama pewarisnya masih kosong tapi siap diisi kalau kita nikah nanti,” kata Yudi. “Itu bukti A’a serius sama kamu.”
Siska mengaduk-aduk es krimnya dengan sendok, ”Gini, deh. Kasih waktu setahun lagi. Kalau sampai setelah itu aku belum dapet kerjaan juga, aku akan langsung menerima begitu A’a ngelamar.”
”Benar,nih? Serius ya?”
”Serius atau nggak serius, itu kan harus diserius-seriusin,” Siska menirukan gaya bicara Yudi yang menyebalkan.
”Nah, kalau itu nggak nyambung,” timpal Yudi dan keduanya pun tertawa renyah. ”Mau tambah es krim?”
”Nggak, ah. Bisa gendut nanti,” Siska menggeleng.
”Justru kamu terlalu kurus,” goda Yudi.
”Biarin,deh. Yang penting ada yang suka,” kilah Siska. Semenit kemudian gadis itu mendesah.”Nggak terasa ya besok A’a sudah harus balik. Padahal baru Senin lalu ketemuan.”
”Aku kan bisa pulang tiga bulan lagi,” hibur Yudi.
”Itu akan jadi tiga bulan yang lama,” Siska menanggapi seraya menyambut genggaman jemari tangan Yudi.
”Kalau begitu kita puas-puasin malam ini,” kata Yudi. ”Ada ide kemana setelah ini?”
”Firestone?”
Mata Yudi membelalak, ”Kukira kamu tidak akan pernah mau kesana?”
”Pengecualian,lah. Aku tahu A’a kepingin banget ngajak aku kesana. Karena kita baru akan ketemu enam bulan lagi kupikir nggak ada salahnya sekali-kali mengabulkan apa yang A’a mau.”
***
Setengah jam kemudian keduanya telah berada di dalam ruangan besar temaram yang dipenuhi lampu beraneka warna, musik hingar-bingar, sementara segerombolan muda-mudi berjingkrakan di lantai dansa yang memakai pakaian seronok. Yudi melihat Siska merasa jengah, pacarnya itu memang belum pernah ke tempat seperti ini, namun disinilah dirinya sekarang berada, dan Yudi bertekad untuk memberikan suasana senyaman mungkin kepada gadis itu.
”Nari yok...” Yudi menggandeng tangan pacarnya.
Siska menggeleng, tetapi Yudi tetap menariknya hingga mau tak mau Siska pun mengikuti, tak sampai sepuluh menit gadis itu tenggelam dalam ketukan musik yang mengalun seiring debaran jantung. Kedua tangannya memeluk leher Yudi sementara pinggangnya melenggak-lenggok lincah bagai cacing kepanasan. Tanpa terasa satu jam keduanya menari, menyatu dalam kerumunan pasangan-pasangan yang juga terhanyut dalam musik dan diri mereka sendiri, Siska tersenyum dan mengelap peluhnya, ”Udahan dulu, ya...”
”Tanggung, masih asyik nih...” kata Yudi yang masih asyik melenggak-lenggok.
”Aku haus, nih,” kata Siska lalu menarik lengan pacarnya menuju bartender.
”Mau minum apa?” Bartender menyapa disertai senyuman yang tak lepas dari bibir meskipun saat itu dia sedang sibuk beratraksi dengan melempar botol di udara.
”Dua red label,” Yudi menjawab.
”Oke...” kata sang bartender kembali ke rak-rak botol untuk mengambil pesanan Yudi.
”Kok pesan itu? Aku kan nggak minum yang begituan!” kata Siska manyun.
”Kalau kamu pesan air mineral nanti kamu...” dia menengok sebentar ke bertender yang sedang berdiri membelakangi, suaranya berubah nyaris berbisik, ”......dikasih ekstasi.”
”Yang obat terlarang itu?”mata Siska terbelalak.
”Iya. Itu kode disini,” kata Yudi.
”Kok A’a tahu? Sering makai juga, ya?”
”Ya, ampun! Nggak, lah,” Yudi berbohong. Dia memang pernah mengonsumsi ekstasi, tapi itu hanya bila sedang bersantai bersama teman-temannya di kampus dulu.
”Silakan!” sang bartender kembali kepada mereka beberapa saat kemudian dengan gelas pesanan.
”Rasanya apa nih?” tanya Siska kebingungan.
”Udah,coba aja. Kalau nggak suka nanti aku saja yang habisin.”
Siska mengernyitkan hidung lalu menenggakan bibir gelas ke bibirnya. Cairan berwarna merah tua kental beraroma keras itu menerjang kerongkongannya, memainkan lidahnya dengan rasa tajam nan menggelitik. Dia tertawa cekikikan, “Agak pahit tapi enak setelahnya... perut jadi hangat...”
Dan dia menurut ketika Yudi mengajaknya minum beberapa gelas berikutnya, pacarnya itu kelihatannya sedang ingin memanjakannya dengan simpanan uangnya yang kini melimpah, lagipula tegukan itu tak terhitung lagi sejak band naik ke panggung membawakan deretan top forty yang enak didengar.
”Ya,ampun...jam setengah dua belas. Pulang,yuk...” kata Siska yang setengah teler.
”Ayo, deh. Keadaan kamu gawat,” Yudi ketawa.
Walau meminum jumlah gelas yang sama dengan Siska, Yudi masih memiliki kesadaran dan pengendalian kewarasan yang baik, mungkin itu karena dia sudah biasa meminum minuman seperti itu. Pemuda itu memapah tubuh Siska ke mobil kemudian melarikan kendaraan itu ke Graha Kencana, komplek rumah Siska, dengan kecepatan tak masuk akal, yan menghantarkan mereka menempuh jarak lima belas kilometer dalam waktu tiga perempat jam saja. Sesampainya di depan rumah Siska, dia tak bisa membiarkan Siska yang sedang teler berat masuk sendirian, akhirnya dipapahnya gadis itu masuk.
”Kunci pintunya A’..kalau nggak ntar aku masuk angin...” kata Siska lalu meletupkan sendawa yang sungguh sangat memalukan jika dilakukannya sebagai Siska yang biasanya, Siska yang anggun dan terhormat.
”Kamu benar-benar mabok,ya...” Yudi ketawa.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Yuli Eka Puji R
woalahhh itu ceritanya lg ketemuan semangat othor kiarin lg tlp apa gimna
2022-10-08
0
Yuli Eka Puji R
kok bs ya bikin asuransi pendidikan anak, persyaratannya pke apa anakku juga sy ikutin asuransi pendidikan hehehe mungkin aq nya yg ketinggalan berita 😁😁
2022-10-08
0
Yuli Eka Puji R
kok jd bingung di awal nanyanya betah di sana berarti mereka berjahuan tp kok ini bs cubit lengan pacarnya lewat apa ya blutut apa lewat apa ya 😁😁
2022-10-08
0