Episode 5

“Di Jakarta baru jam sebelas, ya...” komentar Abas. “Wajar kalau pacar elu nelpon...kangen?.”

“Pastinya. Kami ngobrol cukup panjang, gue jadi laper.”

“Memangnya ada makanan?”

“Gue punya tart coklat kalau mas Abas mau.”

Abas menggeleng, “No, thanks! Susu untuk bikin ngantuk. Tambahan tart coklat malah akan bikin gemuk.”

Yudi mengangkat bahu, tidak masalah kalau Abas menolak, dia yang akan rugi sendiri karena melewatkan kue buatan gadis manis bernama Mirna. Diambilnya piring kecil dan garpu dari rak dapur lalu membuka kulkas. Begitu melihat apa yang ada di dalam sana Yudi spontan menjerit. Jeritannya bukan cuma mengagetkan Abas tapi juga tikus-tikus yang tengah menggerogoti kue tartnya, menyadari kehadiran manusia dan langsung mencelat keluar dari kulkas, binatang pengerat berkaki empat itu melesat kabur ke sudut yang berada di ujung kulkas.

“Gila! Bagaimana binatang-binatang busuk itu bisa masuk ke kulkas?” Abas berjongkok di tempat terakhir para tikus pergi. Sebuah lubang bersarang di sudut yang tertutup kulkas itu, nampaknya merupakan hasil karya para tikus dan meski ukurannya tidak terlalu besar itu cukup menjadi ruang bagi si binatang pengerat untuk masuk ke dapur yang penuh dengan harta karun makanan.

“Entahlah, seharusnya elu yang kasih tahu,” Yudi berseloroh. “Elu kan yang dari tadi ada di dapur.”

Yudi mencelos melihat pemberian Mirna hanya menjadi sebuah kotak dengan penutup terbuka sementara isinya tinggal remah-remah serta serbuk coklat. Tak ada yang tersisa, dan kalau pun ada yang disisakan oleh binatang-binatang keparat itu, tentu Yudi tidak berminat menyentuhnya. Dengan kesal diambilnya kotak tart untuk dibuang ke tempat sampah.

“Pasti ada yang ceroboh membiarkan pintu kulkas terbuka sehingga tikus-tikus itu bisa masuk,” Abas mengemukakan pendapatnya.

Hal itu mungkin bisa memberi penjelasan yang menentramkan buat orang lain, tapi tetap aneh bagi Yudi sebab dari sekian banyak bahan makanan milik pengelola mess, yang biasa digunakan untuk membuat sarapan bagi para penghuni mess dan disimpan di kulkas, hanya tartnya yang jadi korban. Pemuda itu mengangkat bahu dan berniat melupakannya, “Mungkin juga. Atau mungkin gue sedang sial aja.”

“Sial atau bukan, yang pasti ini harus dilaporkan ke pak Agus supaya bisa diurus besok.”

Di saat Yudi kembali ke kamarnya dengan perasaan kesal karena kesialan membuat dirinya gagal mengecap rasa tart buatan Mirna, di tempat lain tikus-tikus itu mendapat kesialan yang tak kalah menyesakkan dari yang dialami Yudi. Berhasil meloloskan diri dari dapur bukan berarti binatang-binatang pengerat berkaki empat itu bisa bernafas lega. Makluk mengerikan dengan sosok kepala serupa manusia menanti di udara, dan begitu para tikus keluar makluk itu segera menyergap dan menelan para pengerat berkaki empat tersebut dengan mulutnya yang lebar dan taringnya yang runcing.

Tikus terakhir mencicit putus asa, hewan itu nyaris berhasil meloloskan diri kalau saja kakinya tidak terpeselet selokan. Saat si tikus terguling-guling, makluk itu meraupnya dengan ganas dan seketika itu juga taringnya mengoyak tubuh malang si tikus yang segera lenyap ke dalam mulut makluk mengerikan itu dalam sekejap mata. Makluk aneh itu menggerak-gerakan mulutnya yang penuh lelehan darah disertai senyum kemenangan. Tak satupun dari tikus-tikus mengesalkan itu yang lolos darinya.

Beberapa detik kemudian makluk itu melayang ke udara dan diantara kegelapan malam menyusuri pemukiman penduduk di daratan. Cahaya lampu yang bersinar di bawahnya laksana kunang-kunang yang memberikan petunjuk yang menjadi tujuan selanjutnya. Makluk itu turun dengan gerakan ringan sambil menyembunyikan diri diantara dedaunan pohon trembesi yang tumbuh di sekitar rumah yang menjadi sasarannya.

Rumah itu tampak suram karena penghuninya hanya menyalakan beberapa lampu saja, hanya penerangan di teras dan di salah satu kamar di lantai dua saja yang menyala. Cahaya yang membias dari kamar yang menyala itu menampakkan pemandangan sepasang kekasih yang berada di kamar tidur. Seorang pria keturunan kaukasia dengan rambut pasir sedang merebahkan diri di kasur dengan piyama yang menandakan dirinya siap tidur tapi matanya masih sibuk menyapu koran di tangan, sementara yang wanita duduk di depan meja rias dan menyisir rambutnya seraya menatap cermin rias. Beberapa kali wanita itu mengelus perutnya yang buncit.

“I found a name for this baby today,” tegur si wanita.

Si suami menyahut dengan pandangan tetap tertuju pada koran, “Really? What’s that?”

“Malakhea....”

Pria itu menurunkan korannya, “Malakhea? Like Malakh, the angel, or Malaka, the border of Kalimantan?”

“Both, I guess...”

“Well, that’s a fine name. I liked the sound, Malakhea,” si suami menanggapi. “But it rather odd if we gave that name to a baby-girl, don’t you think?”

“We called him, Malky, if he’s a boy. Instead, we called her Khea, if she’s a girl.”

Si pria menatap wanita itu dengan tersenyum, “Sounds like you’ve already think of it perfectly. So, Malakhea it is...”

“Malakhea Felds,” si wanita tersenyum mengangguk. Dia mengelus perutnya beberapa kali sementara si pria kembali sibuk membaca korannya. Saat itu wanita itu menyadari gerakan aneh dari rimbunan daun pohon trembesi yang menghadap ke jendela kamarnya. Ada sesuatu yang sepertinya tengah mengintip dari sana.

Wanita itu bangun dari meja riasnya dan berjalan menuju jendela untuk melihat lebih dekat. Daun-daun pohon bergerak beberapa kali karena tiupan angin dari luar namun meskipun sudah berusaha memicingkan mata dirinya tidak mendapati sesuatu yang aneh.

Mungkin tadi hanya binatang malam yang lewat, semacam burung hantu atau kelelawar yang kebetulan terbang melintasi deretan pohon trembesi di tumbuh dekat rumah, binatang-binatang seperti itu masih banyak berkeliaran di kota ini dan itu bukan hal yang aneh, sama wajarnya ketika dirinya mendapati beberapa monyet bergelantungan di pepohonan di siang hari pada hari pertama kedatangannya disini. Sesuatu yang tak didapatinya di kota asalnya di Amerika.

“What’s a matter?” si pria menurunkan korannya dan bertanya, heran melihat wanita itu melongok ke jendela.

“Nothing,” perempuan itu menjawab. “I thought I heard something from outside.”

“There are plenty of sounds here,” si pria berkomentar. “The one that different from what you always heard on Chicago. You better get used to it if you want to move here.”

“I know! I will...”

“You’ve just tired. Why don’t you get sleep now,” kata si pria.

“Let me turn off the lights first,” sahut sang istri seraya menggeser tirai untuk menutup jendela. Cahaya di kamar pasangan asing itu padam, tapi itu tidak membuat sang makluk aneh pergi, dia tetap mengawasi dalam keheningan malam. Setelah memastikan keadaannya cukup aman, perlahan didekatinya rumah tersebut...

***

Terpopuler

Comments

Nona Muda

Nona Muda

tidak Semua'y mengerti bahasa Inggris Thor 😂

2021-06-04

0

Nur Ainisa

Nur Ainisa

merinding..bayangin🙈🙈

2021-05-29

0

Pepy Yulianti

Pepy Yulianti

kalau di Padang Sumatra barat,,nama nya palasik kuduang,, target nya jg ibu hamil,,bayi dan anak2,,

2021-05-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!