Episode 4

Tidak ada pilihan bagi Yudi selain pulang ke mess karyawan. Jarak bangunan itu sekitar lima kilometer dari kantor utama, berada agak lebih ke dalam dekat pusat kota. Dengan luas seribu lima ratus meter persegi dan bentuk bangunan bertingkat tiga, tempat itu sanggup menampung hingga dua sampai tiga ratus lebih karyawan yang seluruhnya pria dan berasal dari luar daerah. Sementara untuk mess karyawan wanita berada di gedung berbeda meskipun masih dalam area yang sama.

Seperti pegawai pendatang yang lain, Yudi memilih tinggal di mess itu sebab biayanya jauh lebih murah daripada menerima tawaran perusahaan untuk memberi rumah kontrakan, karena pada kenyataannya sewa bulanan rumah kontrak memotong gaji secara berkala. Selain potongan gaji, rumah kontrakan tidak memiliki fasilitas selengkap mess, dimana karyawan tidak perlu pusing dengan masalah listrik, air, atau perawatan bangunan yang sepenuhnya jadi tanggungan pengelola mess. Asalkan tidak keberatan mandi di toilet yang berada diluar kamar dan tanpa makan malam, mess karyawan KPU adalah tempat yang cukup menyenangkan buat ditinggali.

Bangunan itu sepintas mirip rumah kos, dan bukannya barak karyawan. Kamar Yudi berada di lantai dua, di kamar 26 tepatnya, yang terletak menyudut di sayap kanan bangunan. Karena terletak di ujung lorong kamar itu hanya punya satu ruangan sebagai tetangga, yang berada di samping kiri kamarnya. Kamar itu dihuni seorang pegawai senior yang bekerja di zona B. Biasanya orang itu pulang larut malam hingga Yudi bisa puas menyetel televisi dengan volume keras-keras sampai sebelum tengah malam.

Dia masuk kamar mandi, membasuh diri dengan air dingin yang menyegarkan, setelah itu meloncat ke atas kasur dan menyalakan televisi. Tidak ada berita yang menarik sehingga dia memutuskan untuk membuka internetnya dan mulai mencari kalau-kalau ada email dari Siska. Ternyata cuma spam promosi produk obat kesehatan atau asuransi menjengkelkan yang memenuhi akunnya, kiriman yang tak pernah dia tahu dari mana asalnya dan tak pernah ingin dibaca, juga kerap dihapusnya begitu saja. Nyatanya tak satupun kiriman email dari Siska muncul.

Kebisuan ini menggelisahkan Yudi. Apalagi sudah seminggu SMS-nya tidak dibalas oleh pacarnya itu. Mungkinkah Siska menyadari perbuatannya dan sekarang marah dengan cara mendiamkannya?

Siska pernah melakukan hal itu ketika Yudi lupa memberi ucapan di hari ulang tahunnya dengan tidak sengaja di awal-awal masa pacaran mereka, jadi Yudi paham bagaimana didiamkan macam itu sungguh tidak enak.

Hasutan konyol lain yang muncul dari pikirannya mengatakan mungkin saja Siska sudah punya kekasih baru dan saat ini gadis itu sibuk dengan kekasihnya selama Yudi berada di kota ini, di Bontang. Kalau dirinya nyaris punya pikiran berselingkuh dengan Mirna, yang sepertinya juga ingin ‘bermain api’ dengannya, bukan tidak mungkin bila Siska juga dapat melakukan hal yang sama...

Saat itu terdengar pintu diketuk, “Mas Yudi?”

Itu suara Pak Agus, penjaga mess karyawan ini, dan kalau pak tua itu sampai mengetuk kamar penghuni mess maka hanya ada dua hal alasannya, yang pertama ada tamu yang datang menemui penghuni yang tinggal disitu dan yang kedua ada telepon mencari penghuni mess. Dan pria itu melanjutkan tanpa merasa perlu mendapat jawaban dari Yudi sebab mereka berpapasan saat Yudi masuk ke mess beberapa menit lalu, “Ada telepon dari Jakarta.”

Yudi membuka pintu dan bertanya pada si pengurus mess yang masih setia berdiri di depan pintunya, “Siapa, pak?”

“Katanya dari non Siska...”

Benar-benar panjang umur tuh cewek, pikir Yudi, baru saja mikirin dia...

Yudi tidak menunggu dua kali dan langsung berlari ke bilik telepon, Pemuda itu meraih telepon dan mendekatkannya ke telinga, “Malam, sayang...apa kabar?”

“Halo A’a. Kabar baik. Selamat ulang tahun yang termanis dariku buat A’a...” sahut Siska dengan nada ceria dari sambungan telepon..

“Makasih. Senang ada yang masih ingat ulang tahunku.”

“Siska pasti ingat, dong! Makanya nelepon sekarang,” gadis itu terkikik geli. “Teman-teman A’a ada yang ingat nggak kalau A’a ulang tahun hari ini?”

“Danu yang ingat. Untung ada dia, jadi yang lain pada ngeh,” jawab Yudi.

“Wah, senangnya punya sahabat seperti dia. Bagaimana kabar istrinya? Sudah berapa bulan kehamilannya, ya?”

“Kayaknya tiga bulan,” kata Yudi. Jujur saja, dia jarang membicarakan soal itu dengan Danu karena rasanya aneh saja bertanya-tanya tentang usia kehamilan istri sahabatnya itu meski dia juga mengenal istri Danu.

Gadis itu sibuk menyerocos tentang dirinya dan kesibukannya, membuat Yudi bertanya-tanya apakah pacarnya itu sungguh belum menyadari apa yang terjadi dengannya di malam sebelum Yudi pergi dari Jakarta. Ada beberapa kesempatan dari ucapan Siska yang sebenarnya mengusik Yudi untuk menanyakan hal itu, seperti saat Siska bercerita mengenai sepupunya yang putus dengan pacarnya gara-gara si pacar ketahuan menghamili gadis lain, tetapi Yudi membatalkan keinginannya sebab tidak ingin merusak suasana.

Siska jelas sedang gembira, ditambah dengan hari ini merupakan hari istimewanya hingga sudah jelas gadis itu ingin menciptakan suasana gembira bagi dirinya. Jadi Yudi tidak melihat alasan untuk menghancurkan momen perbincangan yang selalu ditunggu-tunggunya ini. Namun fokusnya yang beralih ke hal lain membuat pria itu gelagepan waktu Siska bertanya ke pokok persoalan, “Kita udah ngomong panjang-lebar kok A’a tidak komen soal kadoku?”

“Kadomu...” Yudi baru menyadari ketololannya, dia belum membuka kado pacarnya itu. Dia hanya menyimpannya begitu saja di lokernya dan perhatiannya teralih gara-gara Mirna memberinya tart coklat dan menagih traktiran. Kado Siska masih teronggok di dalam loker di kantornya yang jauh dari tempat ini. Dia berusaha mencari-cari kalimat netral untuk menjawab. “...ya, aku suka kadomu...makasih ya...”

“Beneran A’a suka?” Siska bertanya balik. “Aku pusing lho nyarinya.”

“Karena harganya mahal?” Yudi berusaha bercanda seraya berkelit dari topik utama.

“Aku nggak yakin A’a suka baunya.”

“Baunya?” Yudi mengerutkan kening. “Memangnya kenapa baunya?”

“Itu kan bukan yang A’a biasa pakai. Jadi A’a suka yang aku belikan itu?”

“Siapa yang nggak suka?” Yudi menyahut.

“Ternyata A’a bisa berubah pendirian juga, ya,” ujar Siska. “Aku kira A’a keras kepala.”

“Tergantung,” Yudi menanggapi. “Kalau ternyata itu menguntungkan buatku.”

“Jadi karena dapetnya gratis, dibilang menguntungkan?” Siska berkata cepat.

“Siapa yang nggak suka dapat kado?” Yudi membalas sementara dirinya berharap gadis itu memberitahu gerangan tentang kadonya sebab dia tidak ingin Siska menyadari kalau Yudi sama sekali belum melihat kadonya.

“Iya...siapa yang nggak suka...” ucap Siska. “Semua orang suka dapet kejutan. Aku juga suka lho kalau dapat kejutan telepon dari A’a.”

Yudi terdiam sesaat, bukan karena ucapan Siska mengejutkannya tetapi dia sepertinya merasakan sosok bayangan melintas di belakangnya. Pemuda itu berbalik dan sempat menangkap sosok gadis berambut panjang melintas cepat di gang yang menuju dapur. Dalam hati dia bertanya-tanya, gadis mana yang datang ke mess karyawan yang dikhususkan buat pria ini di tengah malam buta. Jangan-jangan ada salah satu penghuni mess yang mulai nekad memasukkan cewek ke tempat ini...

“A’a?” Siska memanggil balik karena tidak mendapati balasan dari Yudi.

Pemuda itu menjawab dengan helaan nafas panjang, “Di sini telepon dibatasi kalau mau bikin sambungan keluar, apalagi mau interlokal. Lagian aku sudah beberapa kali kirim kabar lewat email untuk mengurangi kangen sama kamu.”

“Iih, A’a ini…sudah berapa kali aku bilang meski A’a buatin email aku pasti jarang buka. Lebih enak interlokal dong, bisa denger suara langsung dari pada baca tulisan aja,” gadis itu menyahut dengan suara setengah merajuk.

“Memang sih,” Yudi mengalah. “Ya sudah, nanti A’a usahakan menelepon lebih sering.”

“Nah gitu dong,” ucap Siska. “Eh, pintu kamar orangtuaku membuka. Udahan dulu ya...”

Gadis itu serta merta menutup telepon, meninggalkan Yudi bersama dengung panjang. Yudi cuma tersenyum menggeleng, dasar kelakuan, dia pasti mencuri-curi kesempatan meneleponnya dari telepon rumah, padahal bulan lalu Siska baru kena marah orangtuanya gara-gara bayaran telepon yang membengkak setelah meneleponnya beberapa kali, entah apalagi yang akan jadi alasannya bila bayaran telepon tak kunjung berkurang.

Yang jelas Yudi merasa lega, keceriaan Siska yang tidak berkurang menandakan bahwa gadis itu sama sekali tak mengetahui perbuatan dirinya kepada sang pacar. Untunglah kalau begitu, meskipun Yudi yakin Siska juga tidak keberatan bila tahu Yudi berhubungan badan dengannya, paling gadis itu hanya kesal karena itu dilakukan ketika Siska dalam keadaan tidak sadar, tapi Yudi berusaha menghindari hal-hal yang tidak diinginkan sebelum waktunya. Dan dia jelas sudah menghindari hal yang tak diinginkan itu dengan mengeluarkannya di luar tubuh Siska malam itu. Jadi, syukurlah kalau semuanya aman...

Pemuda itu kembali ke kamarnya seraya bertanya-tanya kado apa yang diberikan kekasihnya itu kepadanya. Bodoh sekali dirinya sampai lupa membuka kado Siska, nyaris saja gadis itu memergoki kesalahannya, dan kalau sampai mengetahui itu Siska pasti mengamuk. Yudi memutuskan buat membuka kado Siska besok. Itulah hal pertama yang akan dilakukannya begitu tiba di kantor.

Ngomong-ngomong soal kado Siska, dia juga belum sempat menyentuh hadiah dari Mirna. Begitu Mirna pulang, dia kehilangan selera makan dan ikut pergi dari restauran tanpa menyentuh makanannya secuil pun. Kini tiba-tiba perutnya terasa keroncongan dan sepotong tart coklat buatan rumah sepertinya sesuatu yang menarik. Jadi Yudi berbelok arah ke dapur. Sebelum masuk ke kamar beberapa jam lalu dia sempat memasukkan tart Mirna ke kulkas supaya tetap fresh bila hendak dimakan dan tampaknya sekarang merupakan saat yang tepat itu.

Ternyata Abas, penghuni mess yang juga karyawan KPC di bagian HRD, ada di dapur itu, tengah menikmati secangkir susu. Pria itu mengangkat alis keheranan sebab Yudi jarang dilihatnya di dapur di waktu seperti ini, berbeda darinya yang rutin membuat susu di dapur demi mendapat kantuk. Yudi menyadari pandangannya lalu menjawab,“Dapat telepon dari Jakarta. Dari pacarku.”

“Oh, itu tadi kamu yang telepon?”

Yudi teringat perempuan yang sepintas dilihatnya, “Tadi lihat ada cewek lewat di sini?”

“Cewek? Cewek apa?” Abas mengerutkan kening kebingungan.

“Nggak ada, tuh.”

Ganti Yudi yang kebingungan, “Masa sih? Seharusnya dia melintas di dapur.”

“Kalau dia ada pasti gue melihatnya karena gue sudah disini sejak elu terima telepon.”

Yudi terdiam sejenak, “Oh, gitu. Mungkin gue salah lihat...”

***

Terpopuler

Comments

Nona Muda

Nona Muda

paling kado'ny parfume

2021-06-04

0

nobita

nobita

bayangan cewek??? siapa ya???

2021-05-27

0

Hadi Ghorib

Hadi Ghorib

like 500

2021-05-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!