"Hah, itu tadi apaan sih, Sil?" tanya Susi dengan wajah pucat dan degub jantungnya yang memburu.
"Entahlah, yang jelas ini sangat aneh dan mencurigakan," guman Silvi dengan lirih.
"Maksudmu?" tanya gadis itu cepat.
Silvi menggelengkan kepalanya dan ia tak ingin memperpanjang praduganya. Ia ingin menyelidiki ini sendiri.
"Silvi, Susi, Ratu, Buruan, keluar! Ini hari ada banyak daging untuk dibuat sate dan rendang!" teriak Nadira dari arah luar kamar.
Ketiganya saling berpandangan."Iya, Bu...," sahut mereka bersamaan. Kemudian keluar dari kamar menuju dapur untuk membuat adonan sate dan rendang yang menjadi menu andalan.
Rindu tampak celingukan didapur. "Kamu lagi cari apa, Rin?" tegur Silvi, yang saat ini mengambil bangku pendek, lalu menghadap wadah baskom berukuran jumbo yang berisi potongan daging.
"Tini tidak terlihat dari tadi. Kemana dia?" tanya gadis dengan rasa penasaran.
"Kami sudah mencarinya, tetapi tidak ketemu," Susi menyahut.
"Masa sih?" kini Ratu yang ikut penasaran.
"Iya, kami sudah dari subuh tadi mencarinya, tapi tidak ketemu, apakah ia bernasib sama dengan Rosa dan juga Ranti, menghilang secara misterius?" Silvi menyela. Seketika ketiganya merasa bergidik.
Saat bersamaan, Nadira mendengar obrolan mereka. "Kalau kerja jangan ngobrol!" hardiknya dengan penuh amarah.
Keempat gadis itu tersentak.kaget karena Nadira tiba-tiba muncul diambang pintu.
Mereka hanya tertunduk dan mengerjakan tugasnya.
******
Siang ini Nadira tampak senang dengan kedatangan mobil barunya yang tentunya akan menambah jumlah koleksinya.
Didesa tempatnya tinggal. Memiliki satu mobil adalah sebuah impian setiap orang. Dalam kehidupan didesa, orang akan disebut kaya jika memiliki mobil, lalu bagaimana dengan Nadira? Wanita itu bukan hanya saja memiliki satu mobil, tetapi lima sekaligus.
Kini Nadira menjelma menjadi wanita yang sangat kaya raya dan orang-orang yang dulunya menghina dan merendahkannya, satu persatu berdatangan kepadanya untuk meminta pekerjaan ataupun meminjam uang.
Nadira akan merasa sangat senang jika ada warga yang meminjam uang kepadanya, sebab ini akan menjadi ajang balas dendam yang menyenangkan.
Seperti halnya siang ini. Lia yang dulu selalu mengolok-oloknya, bahkan menghina kemiskinannya, kini datang dengan wajah kusut dan menghiba. Suaminya terkena stroke dan tidak dapat bekerja, sehingga perekonomian mereka harus morat-marit.
Lia yang tidak pernah bekerja dan hanya bertadah tangan pada suaminya, harus terkejut dengan semua yang ada, dimana suaminya divonis lumpuh permanen.
Ia datang kepada Nadira dengan wajah menghiba. Ia menggendong anaknya yang masih kecil.
"Nad, tolong pinjamkan uang, sudah dua hari kami tidak makam karena tidak ada yang bisa dimasak," ucap Lia dengan nada menghiba. Saat ini Nadira masih sedang melihat-lihat mobil barunya yang tampak begitu mengkilat digarasi yang baru saja ia perluas.
"Apa?" tanya Nadira seolah-olah merasa tuli.
"Saya mau pinjam uang dengan Mbak Nadira, sudah dua hari kami tidak makan," Lia mengulangi kembali ucapannya.
"Hahaha," Nadira tertawa geli. "Gak salah denger?" Nadira mengorek telinganya dengan menggunakan jemari kelingkingnya dan seolah ia sedang mengejek wanita dihadapannya.
"Bukannya dahulu kamu ngatain aku wanita paling miskin didesa ini? Bahkan kamu pernah menghardikku dengan kasar saat aku meminjam uang padamu, apakah Kau lupa akan hal itu?" tanya Nadira dengan nada penuh penekanan.
Lia tergagap. Ia tentu saja mengingatnya, bahkan itu sekitar 5 bulan yang lalu, dimana Nadira meminjam uang sebesar lima puluh ribu rupiah dan berjanji akan ia ganti setelah berhasil bekerja dijuragan Danu.
Akan tetapi, Lia justru mencemoohnya, dan mengatakan jika meminjaminya uang, sama halnya meminjamkan dengan hewan, karena tidak mungkin akan dikembalikan, sebab suaminya pemalas dan mereka hidup sangat miskin.
"Aku rasa kamu tidak melupakan ucapanmu yang sangat begitu menyakitkan. Sepertinya kamu harus mengingat dengan sebuah kata-kata mutiara "Jangan meletakkan duri dijalanku, sebab suatu hari kau akan berjalan menuju rumahku tanpa alas kaki," (kutipan dari berbagai artikel dan tidak tau siapa pencetus kata bijak tersebut'.
"Lihatlah. Sekarang Kau datang padaku, berjalan kaki tanpa alas, dan meminta bantuan padaku," cibir Nadira dengan begitu keangkuhan.
Ia menatap wanita yang dahulu begitu sangat sombong, kini datang dengan merundukkan kepala padanya.
"Tolonglah, Nad, Maafkan semua kekhilafanku,, dan lupakanlah semuanya," pinta Lia dengan berharap belas kasih dari wanita dihadapannya.
Nadira merasa sangat congkak. Dengan harta dan uang melimpah, maka kini warga desa akan menghormati dan menghamba padanya. Ia sangat menyukai pembalasan dendamnya, dan ini adalah waktunya.
"Baiklah. Aku tidak mungkin sekejam kalian. Tetapi sebelum aku memberikan pinjaman uang. Bersihkan dulu alas kakiku dengan menggunakan lidahmu," ucapnya dengan angkuh.
Seketika Lia tercengang. Bagaimana mungkin Nadira melakukan hal gila tersebut padanya, sedangkan ia sedang bersama puterinya yang masih sangat kecil. Apa jadinya jika.sang anak justru akan mempertanyakan hal tersebut dan ini akan sangat memalukan.
Lia menjadi dilema. Tetapi ia sangat membutuhkan uang tersebut.
Dengan rasa terpaksa ia bersujud dikaki Nadira dan merendahkan harga dirinya demi mendapatkan pinjaman tersebut. Sebab ia sudah melakukan pinjaman kesana kemari dan tidak ada satupun yang meminjamkan uang padanya. Bahkan sahabatnya yang dahulu begitu dekat perlahan mulai menjauhinya, dan tidak lagi berlaku kata bestie disaat kita telah kehilangan semuanya.
Nadira tak ingin kehilangan kesempatan yang sangat ditunggu-tunggunya, ia segera merekam semua itu dengan iphone miliknya sembari menekankan sendal yang menjadi alas kakinya tepat didepan wajah wanita yang kini sudah sangat pasrah atas segala perbuatannya yang menjadi penguasa saat ini.
Setelah merasa terbalaskan segala yang diinginkannya, ia meraih dompetnya, lalu mengambil lima lembaran uang ratusan ribu dan melemparkannya dengan kasar dihadapan Lia.
"Ambillah," ucapnya dengan sinis.
Meskipun sakit hati, dengan cekatan ia mengambil uang tersebut dan menyeka air matanya yang jatuh membasahi pipinya.
"Makasih, Mbak," ucap wanita itu dengan lirih.
"Eiiiits, tunggu dulu. Tidak semudah itu ferguso! Kamu harus membayar bunganya sebesa 100 persen dari pokoknya setiap bulan. Maka jika kau membayarnya bulan esok, harus kau kembalikan sebesar satu juta rupiah. Jika belum dapat membayarnya, maka kau harus membayarnya dua kali lipat!"
Nadira merasa jika dengan uang dan kekayaannya ia akan dengan mudah menjadi senjata baginya untuk menindas mereka yang dahulu pernah merendahkannya.
Lia hanya bisa tercengang mendengar bunga pinjaman yang terbilang mence-kik. Ia merasa tersudutkan. Ia tak tau lagi untuk meminjam uang kemana.
"Hah, mengapa bunganya terlalu tinggi?" Lia tampak keberatan.
"Jika kamu tidak setuju, maka aku akan mengambilnya kembali!" Nadira menarik uang itu dari genggaman tangan Lia yang tampak ingin protes.
Wanita itu tampak bingung, tetapi ia juga butuh uang tersebut, ia tak memiliki pilihan dan terpaksa harus mengambilnya. "Baiklah, aku akan bayar bunganya," jawab lia dengan nada yang tak reka. Lalu berpamitan pergi.
Setelah Lia meninggalkan kediamannya. Nadira tertawa bahagia, kemudian pergi menggunakan mobilnya dan pergi entah kemana. Ia tampaknya begitu sibuk akhir-akhir ini, dan sering berpergian keluar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Leona Night
kasihan lia
2024-09-09
0
FiaNasa
kenapa Lia sampai serendah itu,,Rizki itu datangnya dari yang maha kuasa,,mintalah padanya pasti akan diberi jalan untuk mendapatkannya,,meminta dg sesama manusia itu percuma
2024-08-24
0
Bunda Silvia
itulah hokum alam
2024-08-22
0