Episode-6

Nadira berjalan menghampiri juragan Danu. Ia duduk didekat pria tersebut. Selama ini sang juragan dikenal begitu sangat pelit akan uang. Ia masih mengingat saat dimana kehidupannya masih sangat susah dan kesulitan uang karena Rama yang sangat pemalas tidak.mau bekerja, mengharuskan ia bekerja pada pria itu dengan mengumpulkan buah sawit yang rontok dari janjangan nya dan kembali dijual pada pemilk Ram tersebut.

Akan tetapi, saat ia ingin mengambil upahnya, pria itu justru ingin melecehkan dan menunda pembayarannya. Sepertinya ini adalah saat balas dendam terbaik saat ia menjadikannya sukses.

"Ini uangnya, Dan," ucap Nadira sembari memberikan uang jual beli tersebut"

"Wah, sudah tidak memanggil juragan lagi, ya?" sindir pria itu, sembari memberikan nota pembayaran dan juga berkas-berkas kepemilikannya.

"Lho, sekarang status kita sudah sama, bahkan saya memiliki aset yang lebih banyak dari juragan," jawab Sumi. Ia tak mau direndahkan pria itu lagi.

"Hehehehe," pria itu terkekeh. Lalu perjanjian selesasi dibuat. "Sepertinya saya ingin berjalan keluar kota bersama kamu. Kapan kamu ada waktu silahkan hubungi saya," Danu mencoba menawarkan dirinya.

Nadira melirik pria dihadapannya. Jika dilihat-lihat, tentu saja Danu lebih tampan daripada Rama, dan ia mencoba mempertimbangkan tawaran pria itu.

"Baiklah. Nanti kira atur saja waktunya," sahut Nadira. Lalu berpamitan pergi.

Kabar Nadira membeli kebun kelapa sawit milik juragan Danu tersebar ke seluruh desa.

Hal ini membuat ELi, Santi, dan juga Lia yang dulu pernah merendahkannya membuat mereka tercengang dan juga penasaran.

Ketiganya berkumpul dirumah Eli. Mereka memulai ghibahan yang saat ini sangat  sedang hangat-hangatnya.

"Eh, denger gak, sih? Kabar yang sedang hoot saat ini," ujar Eli membuka ghibahannya.

"Apaan? Kamu ini signalnya bagus banget jika tentang gosip terhangat," sahut Santi, sembari mencomot pisang rebus yang disajikan oleh Eli, sebagai camilan mereka untuk memulai ghibahannya.

Lia masih dalam mode mendengarkan, sebab mulutnya masih sibuk menyeruput teh manis hangat yang menjadi teman si pisang rebus.

"Si Nadira. Dia membeli kebun kelapa sawit milik juragan Danu. Bukan tanggung-tanggung, 20 hektar, bayangin berapa banyak uangnya?" Eli terlihat semakin menggebu dengan bahan ghibahannya.

"Masa, sih? Banyak bener tuh uangnya." Sahut Lia yang saat ini terlihat mulai tertarik dengan gosip yang disebarkan oleh rekan ghibahnya.

"Nah, itu yang sekarang jadi pertanyaan. Bahkan warung nasinya semakin ramai dan pekerjanya juga semakin bertambah," Santi menimpali.

Ketiganya saling pandang. Mereka mulai menebak-nebak praduga yang ada dibenak mereka.

"Kalau dia cuma simpanan orang kaya, gak mungkin juga secepat itu kayanya. Pasti sesuatunya butuh proses," Eli mulai buka suara.

Kedua rekan gosipnya manggut-manggut. Mereka ingin membenarkan apa yang menjadi spekulasi Eli.

"Apa mungkin dia pakai pesugihan?" ujar Juli.

Seketika mereka saling pandang. "Bagaimana kamu bisa berpendapat seperti itu?" tanya Santi tak sabar.

"Aura wajah Nadira kini berbeda. Ia terlihat sedikit menyeramkan, dan coba deh kalian dekat dengannya, ada aroma bau bangkai," Santi menimpali ucapannya.

Kedua sahabat ghibahnya terperangah mendengar penjelasan Santi. "Tapi itu kan tidak dapat dijadikan patokan untuk seseorang melakukan pesugihan," Eli menyela.

"Kemungkinan benar juga. Tidak ada seseorang yang dapat menjadi kaya secara instan dan anehnya setiap saat kekayaannya terus bertambah," Lia mencoba membenarkan ucapan Santi.

Ketiganya kembali saling tatap dan ini semakin membuat gosip mereka semakin panas.

"Ingat gak, sebulan sebelum ia berangkat pergi ke kota? Dia kan hidupnya melarat bener. Bahkan untuk makan saja ia harus mengutang diwarung, mana suaminya si Rama itu pemalas, lagi," Lia semakin membuat bumbu ghibahan mereka semakin gurih.

Saat bersamaan, Nadira melintas dari depan rumah para tetangganya yang kini sedang menghibahnya. Ia menatap ketiganya, lalu sengaja menghentikan mobil mewah miliknya didepan ketiga wanita tersebut.

Seketika mereka menghentikan ghibahannya. Nadira turun dari mobil dengan gaya yang begitu angkuh.

Kemudian berjalan menghampiri ketiganya. "Emmmm, sedang apa kalian disini ngumpul? Mau ghibahin saya, ya, hah!" ucap Nadira dengan nada sinis.

Tatapan matanya tajam memandangi ketiga wanita yang dulu selalu mencibirnya. "Ingat, ya. Saya bukanlah Nadira yang dulu hidup melarat. Saya kini sudah berubah menjadi Nadira yang kaya raya. Kalau diantara kalian ada yang kesulitan ekonomi dan ingin pekerjaan, saya masih menampung pekerja, ya..., sebagai tukang pel dirumah dan diwarung saya," ucap wanita itu dengan nada merendahkan.

Ia masih mengingat masa itu, saat ia kehabisan beras dirumahnya. Ia meminta bekerja kepada Eli yang merupakan salah satu tetangganya yang perekonomiannya sedikit baik dari mereka disekitarnya. Ia ingin membersihkan rumah Eli dan dibayar dengan sekilo beras saja, tetapi Eli tak menerimanya, bahkan wanita itu menghardiknya dengan kata-kata kasar. Nadira terpaksa keluar dari rumah Eli dengan hati yang sangat sakit.

Begitu juga dengan Santi, ia mencoba meminjam uang untuk membeli beras, tetapi karena seringnya meminjam dan tidak juga terbayar, akhirnya Santi menolaknya dengan caci maki.

Kekecewaan dan rasa sakit yang membuatnya hidup dalam kemelaratan, membawanya pada sebuah kesesatan yang menjerumuskannya dalam kubangan dosa dan Syirik qubro.

"Gak usah sombong-lah, kamu, Nadira!. Paling kamu pelihara pesugihan untuk dapat kaya mendadak," ucap Eli dengan penuh amarah.

Seketika raut wajah Nadira berubah menjadi memerah. Ia terlihat sangat tak suka dengan mulut Eli yang terdengar sangat pedas pada setiap ucapannya.

"Hemmm, begitu, ya," sahut Nadira dengan nada sinis. Senyum yang tersungging dibibirnya penuh misterius.

"Tolong dikondisikan mulut anda, ya. Karena saya akan membuat perhitungan dengan kamu, Eli!. Saya bisa saja melaporkan kamu atas pasal tindakan tidak menyenangkan dan juga pencemaran nama baik," Nadira menimpali ucapannya dengan nada ancaman, sembari memutar-mutar kunci mobil yang dipegangnya.

Eli terlihat gugup. Bibirnya gemetar, dan wajahnya memucat saat Nadira mengancamnya akan menuntutnya ke kantor polisi.

"Maaf, Nad, maaafin saya. Ini tidak akan pernah terulang lagi," ucap Eli dengan nada takut.

Nadira menatap wanita itu penuh kelicikan. "Maaf saja tidak cukup bagiku. Kau harus merangkak dan menci-um telapak kakiku untuk membuatku membatalkan niat agar tak melaporkanmu," wanita itu semakin menakuti Eli.

"Hah, apa kamu gila? Bagaimana mungkin aku harus merangkak dan menci-um telapak kakimu," Eli mencoba membantah.

Nadira tersenyum sinis. "Terserah!" wanita itu memutar tubuhnya dan akan beranjak memasuki mobilnya.

"Tunggu," panggil Eli, ia sepertinya harus memikirkan dirinya agar selamat dari jerat hukum, apalagi saat ini Nadira memiliki banyak uang dan bisa saja ia membayar untuk hanya memasukkannya ke dalam penjara.

wanita angkuh itu mengehentikan langkahnya, tanpa menoleh ke arah wanita yang dahulu pernah membuatnya begitu sangat sakit hati.

"Jangan laporkan aku, baiklah, aku akan meminta maaf sesuai yang kau inginkan," ucap Eli dengan berat.

Sekita Nadira tersenyum sumringah. Ia merasa pu-as, karena mampu membalaskan dendamnya. Sedangkan Lia dan juga Santi tampak bengong melihat Eli yang benar-benar merangkak dan mengecup telapak sepatu yang dikenakan wanita sombong yang tampak kotor.

Para tetangga lainnya ikut melihat kejadian memalukan itu, dan diantaranya merasa kesal dan bertambah benci dengan sikap pongah dan congkak yang kini melekat dalam diri Nadira.

Setelah berhasil membalaskan dendamnya, Nadira memasuki mobilnya. Namun itu semua tak membuatnya merasakan benar-benar pu-as. "Awas saja, Kau!" guman Nadira dengan penuh dendam, kemudian mengemudikan mobilnya dan meninggalkan rumah Eli.

Setelah kepergian Nadira. Terdengar suara burung gagak yang berteriak dengan lantang.

Kwaaak... kwaaak... kwaaaak

Burung hitam itu bertengger diatas atap  rumah Eli. Seketika ketega-ngan terjadi. Hinggapnya burung gagak hitam disekitar rumah adalah pertanda buruk bagi sang pemilik rumah  dan tentunya hal semacam ini masih dianut oleh kepercayaan orang-orang yang tinggal dipedesaan.

"Kenapa tiba-tiba ada burung gagak hitam hinggap diatas atap rumahmu, Li,?" tanya Santi sembari menatap ngeri pada unggas yang dipercaya mitos pembawa kabar kemati-an.

"Sudahlah, jangan terlalu diambil hati, anggap saja ia numpang bertengger, Lia mencoba menenangkan, meski sebenarnya ia juga merasa tak nyaman. Kemudian mereka membubarkan diri.

Terpopuler

Comments

Leona Night

Leona Night

nadira jadi lupa daratan.

2024-09-09

0

Bunda Silvia

Bunda Silvia

mungkin sumi nama asli nadira 🤣🤣🤣🤭

2024-08-21

0

✪⃟𝔄ʀ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶ☕☕☕

✪⃟𝔄ʀ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶ☕☕☕

hayo
kwnapalah sllu saja begini dan sllu jd smbong jd lupa diri dan lg mati hatinya mati setalh berkhir akhirnya metong

2024-08-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!