The Sniper

The Sniper

First Impression (One)

            “Hey, lihatlah sasaran kita dengan benar. Jika kau gagal malam ini, kita tidak akan bisa berpesta dengan wanita cantik.”

            “Ii iya kapten.”

            Pria muda itu kembali mengintai buruannya dengan serius, sambil sesekali menggeser letak topinya yang miring. Mengincar seseorang di tengah padang gersang yang kering, sungguh itu sebuah tantangan yang luar biasa. Apalagi mereka harus menyatu dengan alam menggunakan berbagai macam atribut penyamaran yang terasa sangat tidak nyaman di tubuh mereka. Namun hal itu tidak membuat goyah para sniper handal dari berbagai dunia yang saat ini sedang ditugaskan di perbatasan Iran, untuk membantu kaum sekutu membasmi musuh-musuh mereka.

            “Kau, minggir! Aku yang akan mengeksekusi target kita, kau benar-benar lambat.”

            Aiden membuang puntung rokoknya kasar, dan segera menendang jauh anak buahnya yang tidak bisa bekerja dengan benar. Padahal ia telah menunggu Ryuki untuk menyelesaikan tugasnya sejak satu jam yang lalu sambil menghabiskan tiga batang rokok yang ia dapatkan dari tenda miliknya di sisi timur tempatnya mengintai.

            “Tapi kapten, saya...”

Dor

            “Belum sempat Ryuki menyerukan suaranya pada Aiden, pria itu telah terlebihdahulu menarik pelatuk pistol laras panjangnya, disusul dengan suara debum nyaring dan suara teriakan heboh dari orang-orang yang baru saja melihat salah satu rekannya tewas di depan mereka.

            “Huh, kau benar-benar payah. Kembalilah ke Jepang malam ini juga, aku tidak butuh pecundang sepertimu.” Ucap Aiden sinis sambil mengelus pistol laras panjang kesayangannya yang telah menemani sepuluh tahun kehidupannya sebagai seorang sniper kebanggaan Korea.

            “Kapten, tolong jangan pulangkan aku ke Jepang. Aku akan berusaha sekali lagi.” Mohon Ryuki memelas. Ia tidak bisa kembali begitu saja ke tanah kelahirannya dengan cara yang tidak terhormat seperti ini, karena itu sama saja bunuh diri. Setidaknya jika ingin kembali, ia harus menorehkan satu prestasi yang membanggakan untuk negaranya.

            “Cepat, tanpa belas kasihan, dan keji adalah semboyanku. Kau jelas-jelas tidak memiliki ketiga hal itu dalam dirimu, lalu apa yang ingin kau pertahankan di sini? Aku tidak mau bekerja dengan seorang pecundang sepertimu. Sekarang bereskan semua kekacauan itu, dan segera pulanglah ke Jepang.”

            Setelah itu Aiden segera melangkah pergi meninggalkan Ryuki dengan wajah kecewa dan pundak terkulai yang tampak menyedihkan. Pulang dalam keadaan menjadi pecundang itu sangat memalukan. Apalagi di negara yang terkenal dengan loyalitasnya yang tinggi seperti Jepang. Ryuki harus benar-benar bersiap untuk menjadi

gelandangan yang tak terhormat setelah ini karena kegagalannya dalam menyelesaikan misi sore ini.

            Sementara Ryuki sedang membereskan semua atribut mengintainya, Aiden telah terlebihdulu melompat kedalam mobil jeep merahnya untuk pergi ke sebuah perkemahan milik penduduk asli yang kini telah berubah menjadi tempat pemuas nafsu bagi para tentara dan juga sniper seperti Aiden. Kemiskinan dan kelaparan membuat para wanita di perkemahan itu rela menjual tubuh mereka untuk dapat bertahan hidup dari keadaan yang mencekik mereka. Kesempatan itu tentu disambut baik oleh pria-pria bejat sekelas Aiden yang hanya membutuhkan wanita untuk melayani nafsu sesaat mereka, tanpa benar-benar ingin berkomitmen.

            “Hannah, seperti biasa.”

            Aiden berseru pelan pada seorang wanita cantik berambut ikal kecoklatan yang sedang duduk termenung di depan gubuk kayunya. Dengan senyum tipis yang terukir di wajahnya, Hannah segera masuk kedalam gubugnya untuk mempersiapkan segala yang hal yang diinginkan Aiden. Pria itu biasanya selalu suka dengan wanita seksi, dengan gaun malam terbuka dan segelas anggur kelas tinggi yang selalu ia dapatkan dari seorang penyelundup bernama Qudsy.

            “Tuan Aiden telah datang?”

            “Hmm, begitulah. Malam ini kau tidak memiliki tamu?” Tanya Hannah sambil memoles lipstik merah di bibir penuhnya. Rania, sang adik yang sedang mengamati sang kakak dari atas ranjang tempat tidurnya hanya menggeleng pelan. Dari raut wajahnya terlihat jika Rania sedang menyembunyikan sesuatu, namun ia ragu untuk mengatakannya pada sang kakak.

            “Ada apa? Aku melihatmu terus gelisah sejak tadi?”

            “Kenapa kita harus menjadi seperti ini? Bukankah kau tahu jika ayah dan ibu meninggal di tangan seniper-sniper itu? Tapi kenapa kita justru menjadi pemuas nafsu mereka?” Tanya Rania getir. Rasanya ia benar-benar tak terima dengan keadaan yang tidak pernah berpihak padanya itu. Ia benci dengan penguasa negaranya yang sangat lemah, sehingga mereka dapat diinjak-injak oleh orang lain dengan mudah. Bahkan mereka harus menjadi wanita serendah ini hanya untuk setitik udara yang dapat masuk kedalam paru-paru mereka. Kehidupan mereka selama ini sangat tidak aman. Sedikit melakukan kesalahan, maka tentara-tentara itu atau para sniper itu akan mengakhiri hidup mereka saat ini juga. Namun hidup dalam keadaan seperti ini lebih lama juga tidak ada gunanya. Hanya menjadi pemuas nafsu bagi para tentara dan sniper, lalu saat mereka tua, mereka juga akan ditinggalkan dan hanya dijadikan sebagai budak untuk membersihkan kotoran hewan-hewan ternak di negara musuh.

            “Rania, dengarkan aku. Saat ini mungkin kita memang hanya budak seks untuk mereka, tapi nanti kita pasti bisa segera keluar dari tempat ini. Aiden menjanjikan padaku sebuah kebebasan setelah ia berhasil memenangkan pertarungan dengan negara musuh, jadi bersabarlah untuk sementara. Aku juga tidak mau terus hidup seperti ini.” Ucap Hannah sungguh-sungguh sambil *** pundak adiknya pelan. Rania akhirnya hanya dapat mengangguk pasrah sambil membiarkan kakaknya pergi untuk menemui Aiden. Pria itu sejak awal memang sepertinya baik pada mereka. Ia tidak pernah mengecewakan kakaknya, dan terkadang memberikan makanan lezat untuk mereka. Namun ia tetap saja tidak bisa mempercayai Aiden begitu saja, karena ia tidak pernah tahu asal usul Aiden. Bisa saja semua itu hanya permainan Aiden untuk menjebak kakaknya, dan kemudian mencampakan kakaknya dengan seluruh janji-janji palsu yang berhasil ia buat.

Duarr!

Blaaarrr!!

            “Astaga! Suara apa itu?”

            Rania langsung berlari keluar dari gubugnya untuk mencaritahu apa yang baru saja terjadi. Sudah lama perkemahan milik sukunya tidak pernah diusik oleh suara yang sangat menggelegar seperti itu. Meskipun terkadang mereka masih dapat mendengar suara ledakan-ledakan dari balik bukit saat para tentara itu sedang

berperang. Namun kali ini suara ledakan itu sangat dahsyat, dan ia tahu jika sumber dari suara ledakan itu letaknya tak jauh dari tempatnya tinggal.

            “Rania, cepat selamatkan diri!”

            “Hannah, apa yang terjadi?” Tanya Rania bingung. Ia berusaha berlari menjangkau kakaknya yang sedang berdiri di sebelah Aiden. Namun beberapa kali ia sempat terjatuh karena ia menabrak orang-orang di perkemahannya yang sedang berlari kesana kemari dengan panik.

            “Musuh melakukan serangan dan menghentikan waktu gencatan senjata lebih cepat dari perjanjian yang telah disepakati. Kalian cepat selamatkan diri.”

            “Tapi kemana? Aiden, aku dan adikku pasti hanya akan menjadi budak bila tertangkap. Aku tidak mau pergi kemanapun.” Ucap Hannah tegas sambil mencengkeram lengan kekar Aiden yang berada di sampingnya. Aiden yang melihat sikap keras kepala Hannah hanya mampu berdecak kesal sambil melepas kasar cengkeraman Hannah di pundaknya.

            “Kau tidak akan selamat di sini, pergilah! Jika kau tertangkap, aku akan menyelamatkanmu dan adikmu, bagaimanapun caranya.” Janji Aiden terdengar meyakinkan. Namun Hannah seperti tidak percaya dan hanya terus bergeming di tempatnya hingga suara ledakan kembali terdengar di sekitar mereka.

            “Perkemahan kalian akan segera hancur, kau dan adikmu harus pergi ke bukit untuk menyelamatkan diri. Setelah semua ini berakhir, aku akan segera menemui kalian.”

            “Kau janji? Aku tidak mempercayaimu tuan Aiden, karena kau sering mengecewakan kakakku.”

            Tiba-tiba Rania berseru keras sambil menatap Aiden tajam. Masih teringat dengan jelas diingatannya bagaimana selama ini Aiden selalu mempermainkan kakaknya. Meskipun Aiden baik, namun terkadang pria itu juga mempermainkan kakaknya. Membuat kakaknya terus menunggu sepanjang malam hingga pernah kakaknya jatuh sakit, tapi ternyata pria itu justru sedang mabuk-mabukan bersama para penari perut dan beberapa jalang lain yang terlihat menjijikan.

            “Sudahlah Rania, aku tidak apa-apa.”

            “Pria ini harus tahu jika kau mencitainya.”

            “Rania!”

            Hannah membentak adiknya keras sambil menggelengkan kepalanya pada Aiden untuk menyangkal semua kata-kata adiknya. Meskipun sebenarnya ia memang mencintai Aiden, namun ia tidak mau pria itu tahu. Sejak awal mereka sudah sepakat jika hubungan mereka hanya sebatas teman tidur. Sayangnya perasaan laknat itu

benar-benar tidak bisa ia hindari dan justru terus tumbuh dengan subur di hatinya. Apalagi Aiden juga selalu memberikan janji-janji manis yang sangat menggiurkan untuk masa depannya, membuat perasaan itu semakin enggan untuk hilang dari hatinya.

            “Bukankah sejak awal aku telah memperingatkanmu untuk jangan mencintaiku. Kau hanya jalang yang kugunakan untuk bersenang-senang.”

            “Iiya aku tahu.” Jawab Hannah getir. Tak pernah terbayangkan sebelumnya jika Aiden akan mengucapkan kata-kata yang sangat kasar seperti itu di depannya. Terlebih dalam keadaan yang sangat kacau seperti ini. Ia pikir dulu ia mampu mengubah kepribadian kaku Aiden dan membuat pria itu perlahan-lahan berbalik mencintainya. Tapi ternyata, semua itu tidak pernah berhasil. Sikapnya yang lembut sama sekali tidak bekerja untuk Aiden.

            “Sekarang pergilah bersama adikmu, di sini terlalu berbahaya.” Ucap Aiden dingin tanpa

melihat kearah Hannah. Wanita itu lantas mengangguk pelan sambil berbalik pergi dengan perasaan hancur yang teramat sakit. Harapannya mungkin selama ini terlalu tinggi. Ia lupa jika Aiden bukanlah pria berkomitmen seperti pria-pria yang sering ia temui di sukunya.

            “Lihatlah, kau bodoh jika menganggap Aiden selama ini peduli padamu. Aiden hanya menginginkan tubuhmu.” Bentak Rania kesal. Ia dengan sadisnya terus menyalahkan kebodohan kakaknya di saat sang kakak sedang merasakan sakit yang luar biasa di hatinya.

            “Ya, aku memang bodoh.” Jawab Hannah terluka dengan air mata yang sebentar lagi akan menetes dari sudut matanya. Semua yang terjadi rasanya benar-benar tak teduga. Penyerangan ini, perasaanya, dan Aiden. Semuanya tiba-tiba meledak menjadi satu di hadapannya, dan meluluh lantahkan hatinya begitu saja hingga hancur berkeping-keping.

            “Aku... mengkhawatirkan Aiden.”

            Hannah tiba-tiba berhenti berjalan sambil menengok ke arah gubug kecilnya yang telah hancur oleh serbuan bom dari pihak musuh.

            “Hannah, jangan pedulikan pria itu. Dia bisa menjaga dirinya sendiri.” Ucap Rania gusar sambil menarik tangan sang kakak agar segera pergi menuju bukit. Namun tiba-tiba Hannah justru menyentak tangan Rania dari pergelangan tangannya, dan ia justru berlari dengan langkah lebar-lebar menuju kearah perkemahannya yang telah rata dengan tanah. Ia ingin menemani Aiden. Dan ia ingin memastikan jika pria itu baik-baik saja.

            “Hannah! Apa yang kau lakukan, itu terlalu berbahaya.”

            Rania dengan cepat segera menyusul kakaknya sambil menatap ngeri pemandangan perkemahannya yang telah rata dengan tanah. Api, asap, dan sisa puing-puing gubuk mereka terlihat hangus di sana sini dengan beberapa manusia yang ikut menjadi korban dari keganasan musuh mereka. Namun semua pemandangan mengerikan itu terpaksa ia abaikan demi menyeret Hannah agar menjauh dari perkemahan mereka. Saat ini pihak musuh masih melancarkan serangan-serangan bom kearah perkemahan mereka, bila Hannah tetap nekat ingin mencari Aiden diantara puing-puing gubugnya yang telah hancur, bisa-bisa Hannah mati konyol hanya untuk seorang pria yang sama sekali tidak pantas mendapatkan cinta tulus Hannah.

            “Hannah, jangan bodoh! Pikirkan nyawamu sendiri.”

            “Aku tidak peduli. Aku hanya ingin memastikan keadaan Aiden. Pergilah ke bukit, aku

akan menyusul setelah aku yakin jika Aiden baik-baik saja.”

            Rania memutar bola matanya jengah sambil terus mengikuti laju lari Hannah yang sangat cepat. Rasanya memang percuma jika ia ingin menghentikan kakaknya yang sedang dibutakan oleh cintanya untuk Aiden.

            “Hannah awas!”

            Rania berteriak heboh sambil menatap miris sebuah balok kayu yang hampir saja jatuh menimpa kakaknya. Banyaknya bom dan ledakan yang terjadi di sekitar mereka, membuat banyak material berbahaya yang terlempar kesana kemari seperti sebuah debu yang tampak ringan.

            “Hannah, ayolah. Ini sangat berbahaya.” Bujuk Rania setengah memohon. Saat ini ia sudah tidak berlari lagi, melainkan sedang berjalan menyusuri area perkemahannya sambil sesekali bersembunyi diantara reruntuhan bangunan-bangunan yang cukup besar untuk menghindari serangan peluru dari pihak musuh yang sedang melakukan serangan membabibuta.

            “Aku harus menemukan Aiden dan memastikan ia baik-baik saja untuk yang terakhir kalinya. Setelah ini aku janji akan melupakan Aiden, dan tidak lagi mencintai pria itu.”

            “Tapi ini berbahaya. Lihatlah apa yang terjadi di sekitarmu, kita sedang berada di medan perang Hannah.” Ucap Rania gemas. Entah bagaimana caranya menyadarkan Hannah jika posisi mereka saat ini sangat berbahaya. Sedikit saja mereka terlihat oleh pihak musuh, mereka pasti akan segera habis saat ini juga.

            “Kalau begitu diamlah, jangan sampai pihak musuh mengetahui keberadaan kita. Sekarang ayo bergerak.” Ucap Hannah keras kepala dan terus berjalan mengendap-endap diantara puing-puing bangunan yang masih cukup layak untuk melindungi tubuh mereka.

            Dari kejauhan samar-samar Hannah melihat siluet tubuh Aiden yang sedang bersembunyi dibalik reruntuhan bangunan sambil sesekali menembakkan beberapa peluru kearah musuhnya. Melihat itu Hannah rasanya benar-benar bersyukur karena ternyata Tuhan masih melindungi Aiden. Pria itu meskipun kejam, namun pria itu yang telah membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama. Ia bersumpah selamanya hanya akan ada Aiden di hatinya. Ia tidak akan pernah memberikan posisi pria itu pada pria lain di hatinya meskipun pada akhirnya ia akan hidup bersama seorang pria yang benar-benar mencintainya.

            “Ayo kita pergi, aku sudah puas melihat Aiden untuk yang terakhir kalinya.”

           Dengan senyum lega, Rania segera menggandeng tangan sang kakak untuk berbalik meninggalkan perkemahan mereka yang kacau balau. Namun baru beberapa langkah mereka berjalan, tiba-tiba Rania merasakan genggaman tangan Hannah mengendur, disusul dengan suara debum yang tersamarkan oleh suara bom yang saling bersahut-sahutan.

            “Hannah!”

            Rania berterika histeris saat ia melihat kakaknya telah jatuh dan bersimah darah di sebelah kakinya. Ia pun segera mengguncang tubuh Hannah dengan pilu sambil meminta pertolongan pada siapapun, yang sekiranya peduli pada mereka. Sayangnya tidak ada siapapun yang peduli pada mereka, pada nyawa kakaknya yang telah berada di ujung tenggorokan.

            “Hannah...”

            “Ra...rania, mma maafkan aku.”

            “Hannah, jangan pergi. Kenapa kau tidak mendengarkanku? Karena pria bodoh itu, sekarang kau justru sekarat! Seharusnya kau tidak perlu menghampirinya seperti ini.” Isak Rania pilu dibalik reruntuhan sebuah tembok yang cukup besar. Telapak tangannya terus menggenggam telapak tangan Hannah yang perlahan-lahan mulai terasa dingin. Ia tahu sebentar lagi Hannah pasti akan pergi meninggalkannya. Tapi ia masih tidak terima jika Hannah harus pergi dengan cara seperti ini.

            “Tti tidak apa-apa... Akk akku mencintainya. Aaaidenn...”

            Tiba-tiba Rania melihat Hannah menyunggingkan seulas senyum tipis  pada seseorang yang sedang berdiri di belakangnya. Dan saat ia berbalik, betapa terkejutnya Rania saat ia melihat Aiden justru sedang menodongkan pistol laras panjangnya kearah tubuh sekarat Hannah.

            “Apa yang akan kau lakukan pada Hannah? Dia sekarat! Cepat bawa Hannah ke tempat yang aman sebelum ia...”

Dor!

            Ranita tercekat kaget sambil menatap kaku pada kejadian tak teduga yang baru saja terjadi. Aiden... membunuh kakaknya tepat di depan matanya. Pria itu telah melenyapkan nyawa seorang wanita polos yang selama ini telah mencintainya dengan tulus.

            “Aapp apa yang kau lakukan pada kakaku? Apa yang kau lakukan brengsek!”

            Rania berteriak histeris sambil mendorong dada Aiden menjauh. Namun pria itu hanya bergeming di tempatnya sambil melepaskan masker yang menutup sebagian wajahnya untuk menghalau debu yang berterbangan disekitarnya.

            “Tidak ada harapan untuknya hidup. Lebih baik kau segera pergi, atau kau akan bernasib

sama dengan kakakmu.”

            Setelah itu Aiden segera berjalan pergi meninggalkan Rania dengan segala kebencian yang membumbung tinggi di kepalanya.

            “Sialan kau Aiden! Kau, suatu saat aku pasti akan membalas kematian kakaku.” Teriak Rania sekuat tenaga. Sayangnya Aiden tidak akan mungkin mendengarkan suara teriakannya karena semua sumpah serapahnya telah hilang, teredam oleh suara desing peluru yang saling bersahut-sahutan di udara.

Terpopuler

Comments

Aryhanifah

Aryhanifah

bingung baca ringkasannya..
sebenarnya yg di jaga presiden ato gadis anaknya mak pia ??? 🙄🤔

2023-04-17

0

Faathir Muhammad

Faathir Muhammad

Enak banget kalo punya Sniper yak, ngeselin dikit tinggal, Dor! 😎😎😎

2021-05-07

1

Nanas Nakak

Nanas Nakak

semu yang sdh menyepakati org dan gk punyak hati
dan sdh merapas HK org Laen anda sdh melanggar
UUD 1945

2020-10-27

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!