[Breaking
News]
Telah terjadi penyerangan di kediaman Im Seulong hingga menewaskan banyak korban, termasuk sang pengusaha sendiri. Saat ini polisi sedang mengevakuasi jasad korban meninggal di rumah Im Seulong, yang diduga sebagian besar adalah anak buah Im Seulong dan beberapa pelayan yang bekerja di rumah pengusaha sukses itu. Namun hingga detik ini polisi belum menemukan jasad dari putri Im Seulong yang menurut kesaksian dari salah satu pelayan yang berhasil melarikan diri, saat penyerangan berlangsung putri Im Seulong sedang bersembunyi di taman belakang.
Klik
Aiden menekan remot televisinya kasar sambil melirik wanita muda yang masih memejamkan matanya dengan damai di atas ranjang coklatnya. Akhirnya hari ini pekerjaan barunya resmi dimulai. Tapi ia tidak tahu apakah pekerjaanya kali ini akan mudah atau sulit, karena ia masih membutuhkan banyak informasi terkait keluarga Im di luar informasi sepihak yang diberikan oleh presiden Moon. Apalagi ia juga merasa aneh dengan pria tua itu. Seperti ada sesuatu yang janggal dari sorot matanya, namun ia belum dapat memastikan apa tepatnya kejanggalan itu.
“Enghhh... Ayah....”
Aiden menatap datar pergerakan Calistha di atas ranjangnya sambil mengantisipasi hal-hal berikutnya yang akan terjadi. Setidaknya wanita itu pasti akan berteriak untuk pertama kali saat mengetahui jika sekarang ia berada di suatu tempat yang asing untuknya. Setelah itu ia akan berteriak-teriak untuk meminta dilepaskan, atau yang paling parah ia akan menyerangnya dengan serangan membabi buta khas wanita. Ck, Aiden sudah terlalu hafal bagaimana reaksi-reaksi para wanita. Kehidupan liarnya yang tidak pernah lepas dari wanita membuatnya banyak belajar dari makhluk dengan perasaan lembut yang terlampau sensitif dan naif itu.
“Apa kau salah satu anak buah ayahku?”
Calistha berseru pelan kearah Aiden sambil sesekali memijit pelipisnya yang terasa pening. Sementara itu, Aiden tampak heran melihat reaksi tenang yang ditunjukan oleh Calistha sambil menghampiri wanita itu dengan langkah tenangnya.
“Bukan.”
“Lalu? Kau salah satu orang-orang yang menyerang rumahku semalam?” Tanya Calistha mulai waspada. Seketika mata coklatnya membulat, dan ia langsung beringsut mundur untuk menjauhi tubuh Aiden yang tampak mendominasi di hadapannya.
“Bukan. Aku lebih dari itu.”
“Kenapa kau membawaku ke sini? Aku ingin pulang.” ucap Calistha pelan dengan nada getir. Kesadarannya perlahan-lahan mulai terkumpul sempurna, dan sekarang ia mengingat semua kejadian mengerikan yang terjadi di rumahnya semalam. Suara kaca pecah, letusan senjata api, suara manusia-manusia yang saling beradu fisik, lalu suara teriakan. Semua itu sekarang mulai berputar-putar di otaknya hingga menciptakan sebuah ketakutan yang luar biasa di hatinya.
“Kemana? Apa menurutmu kau masih memiliki tempat tinggal setelah apa yang terjadi semalam?”
Aiden tiba-tiba meraih remot televisinya dan menyalakan benda persegi itu hingga tak berapa lama Calistha dapat melihat sekumpulan gambar-gambar yang mulai menayangkan proses evakuasi korban meninggal di rumahnya. Di sana, ia melihat rumahnya penuh dengan garis polisi dan orang-orang berseragam yang sedang sibuk membawa begitu banyak kantong yang ia perkirakan berisi jasad anak buah ayahnya. Seketika Calistha melompat turun dari ranjang coklat milik Aiden ketika televisi itu menayangkan gambar jasad ayahnya yang telah dimasukan kedalam kantong terpal berwarna kuning.
“Ayah! Katakan padaku jika semua yang kulihat saat ini bohong!” teriak Calistha menangis pilu. Ia tak menyangka jika kebersamaannya dengan sang ayah yang sangat singkat itu akan berakhir seperti ini. Bahkan semalam ia belum datang ke ruang kerja ayahnya untuk membicarakan sebuah hal penting yang ingin dikatan ayahnya. Penyesalan memang selalu datang di akhir. Itulah emosi yang saat ini sedang dialami Calistha hingga ia sangat membenci dirinya sendiri. Seharusnya ia tidak melawan ayahnya, seharusnya ia menemui ayahnya, dan seharusnya ia tidak terus menerus merasa kesal pada ayahnya karena sesuatu yang jelas-jelas untuk kebaikannya sendiri. Sejak ayahnya memberikan jadwal pelatihan dan menghentikan kuliahnya secara sepihak, ia tak henti-hentinya menyalahkan sang ayah, membenci sang ayah yang terlalu banyak membawa kerumitan di hidupnya. Namun jika akhirnya seperti ini, ia bersumpah tidak akan pernah membenci ayahnya dan akan melakukan apapun yang diminta ayahnya, asalkan sang ayah tetap berada di sisinya untuk mendampinginya menjadi penerus keluarga Im.
“Apa kau sudah selesai menangisi kematian ayahmu? Sudahlah, ia juga tidak akan kembali.” ucap Aiden datar tanpa perasaan. Baginya kematian adalah sesuatu yang sangat biasa, dan sering terjadi di dalam hidupnya. Kematian, adalah sesuatu yang selalu datang dan pergi seperti musim, selalu pasti, namun tidak dapat diprediksi bagaimana prosesnya, bahkan akhirnya.
“Aku ingin melihat ayahku. Antarkan aku pada ayahku.” ucap Calistha dengan tangis pilu. Wanita itu memilih untuk memeluk lututnya sendiri di depan televisi hitam milik Aiden yang tidak lagi menayangkan berita kematian ayahnya.
“Kau tidak bisa pergi kemanapun. Saat ini hanya di sinilah tempat yang aman.”
“Aku tidak peduli. Lebih baik aku mati dan menyusul ayahku.”
“Hah...”
Aiden tergelak kecil mendengar kata-kata penuh nada frustrasi dan juga emosi yang baru saja terucap dari bibir bergetar Calistha. Ia pikir hidupnya akan berakhir dengan mudah jika ia menampakan dirinya sendiri saat ini juga? Sungguh itu adalah pikiran paling konyol yang pernah didengar Aiden. Calistha pasti tidak tahu berapa banyak orang di luar sana yang lebih menginginkannya tetap hidup daripada mati.
“Kau pikir kau akan mati dengan mudah? Cih, jangan harap. Jika mereka menemukanmu, kau hanya akan menjadi wanita rendahan yang dipaksa untuk memberitahu rahasia besar milik ayahmu. Dunia ini lebih kejam dari apa yang kau pikirkan.”
“Aku tidak tahu apapun tentang rahasia ayahku. Ia bahkan telah pergi sebelum memberitahukan seluruh rahasianya padaku.” jawab Calistha terseguk-seguk di tempatnya. Saat ini pikirannya benar-benar buntu karena semua hal yang dikatakan Aiden menjadi masuk akal untuk pikirannya. Sekarang ia pasti sedang dicari oleh banyak orang karena ia adalah satu-satunya pewaris ayahnya. Tapi sumpah demi apapun, ia bahkan tidak tahu apa-apa mengenai aset-aset milik ayahnya selain stasiun televisi yang telah ia inginkan sejak lama.
“Kalau begitu kau harus mencari tahu, karena posisimu saat ini benar-benar sangat sulit. Mau tidak mau kau harus tetap mencari harta-harta yang selama ini disembunyikan oleh ayahmu. Dan oh... apa kau tahu jika ayahmu adalah seorang mafia?”
Aiden tersenyum mengejek saat ia melihat ekspresi wajah Calistha yang menyiratkan sebuah keterkejutan yang begitu pekat. Sudah ia duga jika wanita manja seperti Calistha pasti tidak pernah tahu apapun mengenai kehidupan gelap ayahnya. Yah, itu wajar terjadi karena semua ayah pasti hanya menginginkan putrinya bahagia. Tapi jika ternyata takdir yang mendorongnya untuk mengetahui semuanya, untuk apa semua kehidupan mewah itu? Justru semua hal yang didapatkan Calistha selama ini hanya akan menjadi omong kosong yang akan menyengsarakan kehidupan Calistha sendiri kedepannya. Seperti saat ini, Calistha sama sekali tidak siap dan
justru terlihat seperti wanita idiot setelah ayahnya pergi dengan sangat tragis tanpa memberi tahu kehidupan gelapnya yang sesungguhnya.
“Ayahku.... mafia? Tidak mungkin! Ayahku adalah seorang pengusaha dengan berbagai macam properti di seluruh dunia. Kau jangan coba-coba membohongiku! Apa kau menginginkan harta ayahku juga? Aku pasti akan memberikan sebagian dari harta ayahku padamu, tapi lepaskan aku. Antarkan aku pada ayahku.”
“Yah, itu cukup menggiurkan, tapi tidak sebanding dengan resiko yang harus kudapatkan. Kau tidak akan pernah pergi kemanapun Calistha, karena di luar sana kau tidak akan pernah aman.”
“Tolong lepaskan aku. Kumohon. Aku tidak mau di sini, aku ingin melihat ayahku.” mohon Calistha dengan wajah memelas. Setelah ia sedikit tenang dan dapat mengendalikan emosinya, ia mencoba bernegosiasi dengan Aiden agar melepaskannya. Namun sepertinya hal itu tidak mudah karena Aiden jelas-jelas tidak akan melepaskannya. Aiden harus menjalankan pekerjaanya sebagai penjaga Calistha, sekaligus mencari tahu tempat tempat yang digunakan Im Seulong untuk menyembunyikan seluruh harta curiannya yang berharga itu. Namun jika melihat bagaimana kondisi Calistha yang sesungguhnya, ia menjadi tidak yakin. Bagaimana mungkin wanita itu akan mengantarkannya pada seluruh harta-harta milik ayahnya jika identitas gelap ayahnya sendiri saja ia tidak tahu. Setelah ini ia harus menemui presiden Moon dan mengatakan hal ini langsung pada pria tua itu agar ia tidak didorong untuk terus menerus berurusan dengan wanita merepotkan seperti Calistha.
“Untuk saat ini tempatmu hanya di sini, kau tidak bisa pergi kemanapun. Lebih baik kau makan, atau membersihkan diri jika kau mau. Aku harus pergi.”
Aiden melirik sekilas sekotak pizza yang ia letakan di atas nakas ranjangnya. Ia berharap Calistha bukanlah wanita manja dengan banyak permintaan seputar makanan karena ia tidak mungkin menyediakan menu makanan mewah seperti apa yang didapatkan wanita itu selama ini. Setidaknya sekotak pizza jauh lebih baik daripada ia
memberikan makanan-makanan murahan yang biasanya ia berikan pada tawanannya. Well, tapi Calistha memang bukantawanannya. Wanita itu adalah tanggungjawabnya sekarang.
-00-
Dengan kecepatan sedang Aiden menjalankan mobilnya membelah jalanan lenggang kota
Seoul. Setelah menempuh perjalanan sekitar tiga puluh menit dari rumah terpencilnya, akhirnya ia telah tiba di pusat kota Seoul untuk bertemu presiden Moon. Ia harus segera menanyakan rencana selanjutnya pria itu setelah ia berhasil mengamankan Calistha dari orang-orang bertopeng yang semalam membobol rumahnya. Namun jika dipikir-pikir, semalam adalah peristiwa penyerangan yang cukup mengerikan. Sebelum menerima misi ini ia tidak pernah menyangka jika ia menyusup di tengah-tengah sebuah peperangan yang sedang terjadi di rumah Im Seulong. Terlebih lagi semalam ia benar-benar tidak menggunakan senjata apapun. Ia hanya sebatas mengawasi Calistha dari kejauhan, dan setelah melihat Calistha mulai bergetar ketakutan, ia segera menyeret wanita itu keluar dari rumahnya yang kacau setelah ia berhasil membius Calistha dengan obat racikannya. Itu adalah pengalaman pertama yang luar biasa. Adrenalinnya menjadi benar-benar tertantang untuk melakukan tugas selanjutnya dari presiden Moon.
Setibanya di rumah pribadi presiden Moon, Aiden segera mengeluarkan kartu pengenalnya untuk ditunjukan pada dua orang penjaga pintu. Rasanya itu sungguh merepotkan karena ia harus berurusan dengan dua orang cerwet yang terlihat terus mencurigainya sejak tadi.
“Aku adalah kapten pasukan pengamanan presiden saat ini.”
“Benarkah? Apa presiden Moon telah memberhentikan Kang JinHyung?”
Aiden rasanya tidak ingin berada di depan pos keamanan itu lebih lama lagi. Segera
setelah pintu hitam itu terbuka, Aiden langsung menginjak pedal gasnya kuat-kuat hingga menimbulkan asap tipis yang berhasil membuat dua penjaga itu terbatuk-batuk. Melihat itu, Aiden tersenyum puas dari kaca spionnya dan segera membawa mobilnya menuju tempat parkir yang telah disediakan.
“Anda telah ditunggu oleh tuan Moon di ruang kerjanya.”
Aiden mengangguk tipis pada pria paruh baya itu, dan segera mengikuti langkah lebarnya yang akan membawanya menuju ruangan presiden Moon.
“Halo Aiden, bagaimana perasaanmu saat ini?”
“Sepertinya kau sudah menduga jika aku akan segera datang setelah apa yang terjadi kemarin.
Apa itu adalah salah satu rencanamu? Membunuh Im Seulong dan anak buahnya?” Tebak Aiden dengan wajah menyeringai. Presiden Moon tampak tersenyum tenang di depannya sambil menggeleng pelan.
“Bukan. Kau salah jika mengira itu aku. Aku sama sekali tidak menginginkan kematiannya karena Im Seulong adalah salah satu kolega bisnisku. Bisnis keluarga, kau pasti tahu jika aku tidak hanya menjadi presiden. Tapi sebelum ini Im Seulong memberitahuku jika suatu saat pasti akan ada orang-orang yang berbuat kekacauan
di rumahnya. Jadi aku sengaja menyewamu untuk melindungi putrinya. Apa putrinya aman bersamamu?”
“Ya, dia aman. Tanpa luka dan cacat sedikitpun. Sejak ia sadar dari pingsannya ia terus menangis sambil memanggil-manggil nama ayahnya. Apa selama ini Im Seulong memang tidak pernah memberitahu putrinya mengenai kehidupan hitamnya?”
Presiden Moon menggeleng pelan sebagai jawaban. Ia lalu mengisyaratkan Aiden agar duduk di salah satu sofa berwarna cream di ruangannya karena ia akan sedikit menceritakan sebuah dongeng pada Aiden.
“Meskipun ia seorang mafia, tapi ia sangat menyayangi putrinya. Ia tidak ingin putrinya mengetahui kehidupan hitamnya dan seluruh hal-hal kejam yang terjadi di dunia itu. Bertahun-tahun ia menyembunyikan itu dari Calistha dan ia berusaha mendirikan bisnis legalnya agar kelak ia dapat hidup normal bersama putrinya dengan
tenang. Namun kau tahu jika dunia hitam itu kejam, ia tidak akan membiarkan siapapun keluar dari sana dengan mudah. Hal itulah yang akhir-akhir ini dialami Seulong. Saat ia ingin meninggalkan dunia hitam itu, banyak orang yang menentangnya. Terlebih lagi ia memegang banyak rahasia kotor milik orang-orang penting. Jika Seulong keluar, maka mereka semua akan terancam. Namun tekadnya sudah benar-benar bulat. Ia ingin meninggalkan dunia itu dan hidup dengan putrinya. Dan dua bulan lalu ia mulai menerima teror-teror mengerikan dari rivalnya atau dari orang-orang yang ingin menjatuhkannya, entahlah aku juga tidak tahu. Banyak hal yang terjadi padanya hingga ia sempat mengalami luka serius di kakinya karena kecelakaan mobil yang terjadi di luar nalar. Tapi ia tidak pernah memberi tahu putrinya. Ia sengaja menjauhkan Calistha dari Seoul agar putrinya dapat hidup tenang di luar negeri. Namun akhirnya ia menyerah dan memilih untuk menarik Calistha ke sini. Ia ingin memberitahu putrinya semua rahasia yang selama ini ia simpan. Tapi dari apa yang kau ceritakan, sepertinya Seulong belum berhasil melakukan itu. Kemungkinan ada orang dalam yang bekerja untuk musuh Seulong, sehingga ia langsung bertindak sebelum semua rahasia itu terbongkar. Apa kau bisa melindungi putrinya dengan baik dan mencari harta berharga milik Seulong yang ditinggalkan untuk putrinya? Ini, semua yang kau butuhkan ada di dalam sini.”
Tiba-tiba presiden Moon memberikan sebuah kotak hitam yang penuh dengan ukiran-ukiran aneh pada Aiden. Dengan dahi berkerut pria itu mengelus permukaan kasar kotak hitam itu sambil menimang-nimang kotak hitam itu sejenak sebelum akhirnya diberikan pada Aiden.
“Berikan ini pada Calistha, Seulong berpesan padaku agar memberikan ini pada Calistha setelah ia pergi.”
“Apa isinya?” Tanya Aiden ingin tahu. Ia tidak mau mengambil resiko berbahaya dengan
hal-hal yang diperintahkan presiden Moon tanpa kejelasan seperti kemarin.
“Aku tidak tahu. Seulong tidak memberitahuku. Tapi jika ia sampai menyiapkan hal itu untuk putrinya, pasti di dalamnya tersimpan sesuatu yang berharga. Jika kau ingin mengetahuinya, maka kau harus segera memberikan itu pada putrinya.” Jawabpresiden Moon tenang. Aiden mengernyit heran kearah kotak hitam itu, namun akhirnya ia membawa kotak itu bersamanya sambil menatap wajah presiden Moon sungguh-sungguh.
“Apa yang harus kulakukan setelah ini?”
“Cari harta yang selama ini menjadi incaran orang-orang serakah di luar sana. Beberapa saat yang lalu pengacaranya baru saja dibunuh oleh orang-orang yang diduga adalah penyerang yang sama dengan yang terjadi di rumah Seulong, tapi mereka tidak mendapatkan apapun dari pengacara itu. Saat ini dalang dibalik penyerangan itu sedang mencari putrinya untuk mencari aset-aset yang dimiliki oleh Seulong selama ini.”
“Bagaimana dengan rumahnya?” Tanya Aiden sambil memainkan kotak hitam di tangannya. Ia
memutar-mutarnya sekali menggunakan tangannya sambil menerka-nerka isi dari kotak hitam misterius di tangannya.
“Tidak ada apapun di dalam sana, hanya sedikit uang dan barang-barang tak berguna yang telah rusak karena penyerangan semalam. Kau sebaiknya segera memberikan kotak itu pada Calistha dan mencari semua harta milik Seulong yang diwariskan untuk Calistha. Wanita itu adalah kunci dari semua harta warisan Seulong, jadi kau benar-benar harus melindunginya agar ia tidak menjadi incaran orang-orang yang menginginkan harta ayahnya.”
“Hmm, aku tahu. Aku akan segera menyelesaikan misi ini secepatnya.”
Setelah itu Aiden langsung pergi tanpa menghiraukan presiden Moon yang sedang menatapnya penuh kelicikan. Entah apa yang disembunyikan oleh pria itu, namun sorot matanya perlahan-lahan mulai menunjukan sorot kelicikan yang begitu pekat dengan berbagai rencana yang mulai tersusun dengan apik di dalam kepalanya.
“Luca... kau harus menyiapkan semuanya, dia mulai bergerak, dan kemungkinan akan ada banyak kerikil yang mengganggu jalan kita.”
-00-
Aiden memasuki rumahnya yang sepi dan segera meletakan kotak hitam pemberian presiden Moon di atas meja. Dua jam yang lalu ia meninggalkan wanita itu sendiri di rumahnya dengan seluruh pintu yang telah ia kunci agar wanita itu tidak kabur untuk melihat ayahnya. Jadi jika wanita itu tidak nekat, saat ini ia pasti masih berada di kamarnya.
Brughh
Tiba-tiba Aiden mendengar suara benda jatuh dari belakang rumahnya. Dengan gerakan sigap, Aiden segera berlari menuju halaman belakangnya untuk mengecek apa yang terjadi. Dugaanya, kemungkinan wanita itu sedang mencoba kabur dengan melompat dari jendela kamarnya di lantai dua.
“Calistha!”
“Aaakkhh...”
Calistha berteriak panik dan segera berlari tak tentu arah untuk menghindari Aiden. Baru saja ia berhasil turun dari jendela kamar Aiden yang sangat tinggi di lantai dua. Tapi sialnya Aiden justru memergoki aksi kaburnya dengan cepat, sehingga sekarang ia harus berlari menghindari pria gila itu untuk segera kabur dari rumahnya yang aneh ini.
“Berhenti! Kubilang berhenti Calistha!”
“Tidak, aku ingin melihat ayahku. Kau pria gila psychopath, aku tahu siapa dirimu.”
“Kalau begitu seharusnya kau takut padaku karena aku tidak akan segan-segan untuk melukaimu.” Ancam Aiden geram. Ia mulai mengeluarkan sesuatu dari saku bajunya dan sedikit menggeram kesal karena ia benar-benar tak memiliki pilihan lain selain melakukan hal ini.
Srett
“Akhh....”
Calistha tiba-tiba jatuh terduduk sambil memegangi betisnya yang terasa hangat. Darah
tiba-tiba merembes dari kakinya hingga membuat Calistha meringis sakit sambil mencoba mencabut pisau kecil yang baru saja menancap di kakinya.
“Sudah kukatakan untuk berhenti Calistha, apa kau sengaja menantangku?”
“Kau pria sakit jiwa gila, aku ingin pergi dari sini!” teriak Calistha frustrasi sambil menekan lukanya yang mengucurkan darah di kakinya. Rasanya telah selamat dari penyerangan yang terjadi di rumahnya tidak ada gunanya jika ia justru bertemu dengan pria sakit jiwa seperti Aiden yang memiliki banyak koleksi senjata di dalam lemarinya. Andai ia tidak berinisiatif untuk mencari selimut di dalam lemari Aiden, ia tidak akan tahu jika pria itu memiliki berbagai macam senjata yang tersembunyi dibalik lemari kayu coklatnya.
“Aku memang pria sakit jiwa karena aku adalah sniper. Jika aku pria normal, aku tidak akan mungkin menjadi sniper. Sekarang bangunlah.”
Dengan kasar Aiden segera menarik tangan Calistha dan menyeret langkah Calistha yang tertatih-tatih menuju rumahnya. Jika saja ia tidak dibayar untuk melindungi Calistha, mungkin ia akan menghabisi wanita itu saat ini juga, sama seperti Hannah yang mati mengenaskan di medan perang.
“Apa yang akan kau lakukan padaku? Kenapa kau mengurungku di sini?”
“Duduklah, kau nanti juga akan tahu.”
“Aku tidak akan tahu jika kau tidak pernah memberitahu apapun padaku. Bahkan kau juga tidak memberitahu namamu padaku.” Ucap Calistha pelan di akhir kalimatnya. Seluruh tenaganya seperti telah terkuras habis untuk menahan rasa perih yang menjalar di kakinya hingga sekarang telah menjalar ke seluruh tubuhnya. Pria itu benar-benar tidak pandang bulu dalam memperlakukan korbannya. Sekali melawan, maka Aiden tidak akan segan-segan untuk menggunakan kekerasan. Meskipun Calistha adalah orang yang seharusnya ia lindungi.
“Gigit ini.”
Tiba-tiba Aiden menyumpalkan sebuah kain kearah Calistha yang membuat wanita itu langsung
meronta pelan, mencoba untuk membuang kain itu dari mulutnya. Namun akhirnya Calistha terpaksa menggigit kain putih itu karena Aiden terus memaksanya dan membuatnya hampir tersedak karena terus melawan.
“Gigit dan jangan lepaskan.”
“Aaammppffff....”
Aiden mencabut kasar pisau kecilnya dari betis Calistha, dan langsung mengguyur luka itu menggunakan sebotol alkohol. Calistha yang melihat itu hanya mampu menggigit kain putihnya kuat-kuat sambil memejamkan matanya yang mulai berair.
“Pegang ini, aku akan menjahit lukamu.”
“Ammpff... kau bukan dokter!” Teriak Calistha ketika Aiden mulai mengambil peralatan medisnya dari kotak p3k. Namun pria itu seperti tidak peduli, dan tetap membawa peralatan menjahitnya di hadapan Calistha.
“Kau akan kehabisan darah jika menungguku membawamu ke dokter. Ini akan sakit karena aku tidak menggunakan obat bius, jadi gigit lagi kainnya.”
Aiden menyumpalkan lagi kain putih itu kedalam mulut Calistha dan mulai menyiapkan jarum khususnya untuk menjahit kulit. Pengalamannya sebagai seorang sniper memaksanya untuk dapat menjahit lukanya sendiri, apapun kondisinya. Saat di medan perang tentu ia tidak dapat mengandalkan dokter, atau relawan medis yang akan menolongnya karena di sana ada terlalu banyak prajurit yang membutuhkan pertolongan. Mau tidak mau ia harus mampu menjahit lukanya sendiri dengan alat-alat yang dapat ditemukan di sekitarnya. Bahkan ia pernah menjahit lukanya menggunakan jarum tanpa disterilkan menggunakan alkohol, dan hanya membakar jarum itu seadanya karena posisinya yang benar-benar sedang di tengah hutan, tanpa alat-alat yang dapat ia gunakan untuk mengobati lukanya. Untung saja hingga detik ini ia masih baik-baik saja dengan segala keterbatasan yang selama ini mengelilinginya.
Takk
Suara gunting yang diletakan kasar di atas meja menjadi sebuah tanda bagi Calistha jika siksaannya telah berakhir. Setidaknya Aiden telah menyelesaikan serangkaian proses menusuk kulitnya menggunakan jarum kecil berukuran dua belas mili meter yang terasa benar-benar seperti neraka untuknya. Ia belum pernah sekalipun menjalankan sebuah pengobatan yang begitu sembarangan, berisiko, dan sangat tidak steril seperti ini. Bahkan saat ia mengalami luka lecet karena terjatuh dari sepedapun, ia mendapatkan pengobatan yang sangat steril dari dokter pribadinya. Jadi bila setelah ini ia mengalami hal-hal buruk karena terkontaminasi bakteri, pria sialan itu yang harus bertanggungjawab.
“Sakit!” Ucap Calistha penuh penekanan sambil melihat pemandangan mengerikan di kakinya. Ceceran darah, sisa alkohol yang tumpah di lantai, dan bentuk betisnya yang menjadi tidak cantik karena bekas-bekas jahitan yang dilakukan oleh Aiden membuat Calistha tiba-tiba menjadi horor. Ia takut setelah ini tidak dapat
berjalan dengan lancar karena luka-luka yang bersarang di kakinya.
“Kau akan sembuh dalam dua hingga tiga hari.”
“Aku tidak yakin. Jadi siapa namamu?”
“Aiden.” jawab pria itu singkat sambil membereskan alat-alat medisnya yang bercecer.
Setelah itu ia meninggalkan Calistha sendiri di ruang tamu dengan terlebih dulu mengunci pintu utama di rumahnya agar Calistha tidak coba-coba untuk melarikan diri lagi darinya.
“Aiden....”
Aiden menghentikan langkahnya sejenak sambil menunggu Calistha melanjutkan kata-katanya. Ia tahu, bukan tanpa alasan wanita itu memanggilnya. Pasti ada masalah penting yang ingin dikatakan wanita itu padanya.
“Terimakasih.”
Aiden hanya meresponnya wajah datar sambil berlalu pergi meninggalkan Calistha pergi tanpa kata. Wanita itu mungkin terlalu dini mengucapkan terimakasih padanya disaat ia tidak tahu bagaimana nasibnya setelah
ini. Di masa depan, mungkin saja Calistha akan berbalik membencinya dan memberikan kata-kata sumpah serapah yang kasar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Udiyah Ani
awal dr dtng nya benih benih cinta thor n jngan di lupakan yh visual nya thor aq tunggu yh
2020-08-17
1
Kustri
calista lama² jatuh cinta ma aiden..
2020-08-10
1
🥀Novie🥀
curiga sama pak moon...🙄🙄🙄
2020-05-08
5