“Hey, kembalikan padaku. Dasar menyebalkan! Emily! Kembalikan paperku.”
Emiliy tertawa terbahak-bahak, berlari di sepanjang lorong universitas Oxford yang panjang. Hari ini adalah hari terakhir di bulan Juni, itu berarti ini adalah hari terakhir untuk mengumpulkan tugas paper sebelum liburan musim panas resmi dimulai besok pagi. Sialnya Emily justru bermain-main dengannya, dan membawa lari tugas papernya yang seharusnya sudah dikumpulkan sejak lima belas menit yang lalu.
“Emily please, tuan Joseph akan mengurangi waktu liburan musim panasku jika aku terlambat mengumpulkan papernya.” Teriak Calistha memelas. Tatapan aneh dari berbagai mahasiswa yang sedang berlalu lalang disekitarnya ia abaikan begitu saja. Saat ini fokus matanya hanya tertuju pada Emily yang sedang sibuk menertawakannya di ujung lorong.
“Aku hanya ingin membuatmu berolahraga Cals. Kemarilah, ini kukembalikan papermu.”
Calistha mendengus gusar di tempatnya sambil berjalan cepat kearah Emily. Dadanya seperti sedang diterpa gempa bumi berskala tinggi karena gemuruhnya yang menggila. Emily sialan itu benar-benar menyebalkan.
“Terimakasih.”
Emily sengaja menggoda Calistha saat gadis itu hanya merampas papernya tanpa mengucapkan sepatah katapun. Namun tentu saja hal itu wajar dilakukan oleh Calistha. Manusia mana yang akan berterimakasih untuk papernya yang baru saja dibawa kabur oleh seseorang yang sangat jahil?
“Semoga saja tuan Joseph masih menerima paperku.” desah Calistha frustrasi. Semalam ia telah bekerja keras untuk menyelesaikan papernya agar siang ini ia tidak terlambat mengumpulkannya di meja tuan Joseph. Namun pengganggu itu justru mempersulit semuanya, dan membuat seluruh rencananya kacau.
“Tuan Joseph tidak mungkin akan menolakmu, bukankah ia sangat menyukaimu.” Ucap Emily ringan sambil merangkul pundak Calistha. Mereka berdua tampak berjalan beriringan menuju ruangan tuan Joseph yang berada di lantai satu sambil bersenandung ringan. Sebenarnya hanya Emily yang bersenandung, sedangkan Calistha, ia masih dilingkupi oleh awan mendung karena ulah Emily beberapa saat yang
lalu.
“Entahlah, aku tidak yakin. Apa kau pikir nama besar ayahku akan berpengaruh padanya?”
“Tentu saja. Bahkan sebenarnya kau tidak perlu bersusah payah untuk mengerjakan paper itu karena kau adalah putri dari Jacob Im, seorang pengusaha super kaya dari Korea Selatan, dengan berbagai macam aset, dan bla bla bla...” Ucap Emily keras hingga beberapa mahasiswa sedikit menoleh kearahnya. Namun Calistha memilih
untuk mengabaikannya dan tetap berjalan menuju ruangan tuan Joseph di lantai satu. Gadis di sebelahnya ini memang cukup ajaib. Bahkan ia tak pernah menyangka jika ia akan memiliki seorang sahabat seperti Emily. Tapi setidaknya gadis itu memiliki hati yang baik, disamping sikapnya yang menyebalkan dan juga ajaib. Gadis itu tidak mendekati Calistha hanya karena Calistha adalah putri dari Jacob Im. Gadis itu berteman dengan Calistha karena mereka berdua memang cocok sebagai sahabat. Kepribadian Calistha yang sedikit tertutup dan juga pendiam sangat cocok dengan kepribadian Emily yang sangat blak-blakan dan juga berisik. Namun meskipun mereka telah bersahabat selama lebih dari tiga tahun, Calistha tetap tidak bisa membuka seluruh kehidupannya pada Emily. Hingga sejauh ini Emily hanya mengetahui setitik kecil dari seluruh kehidupannya yang luar biasa. Tapi bagi Calistha hal itu sudah jauh lebih dari cukup, karena ia tidak pernah mau menyeret sahabat baiknya kedalam kehidupannya yang sangat rumit.
“Cals, apa kau ingin bergabung bersamaku dan adikku untuk berlibur ke pedesaan Skotlandia? Rencananya kami akan menghabiskan dua minggu liburan musim panas kami di rumah kakek dan nenek sambil membantu mereka memanen anggur. Apa kau ingat dengan ceritaku mengenai kakek dan nenekku yang memiliki perkebunan anggur seluas satu hektar?”
“Ya, aku ingat.” Jawab Calistha pendek. Tentu saja ia akan selalu mengingat hal itu
karena setiap hari Emily tidak pernah berhenti menceritakan kesuksesan kakek dan neneknya yang berhasil merintis usaha perkebunan anggur dan juga wine terbaik di Skotlandia. Sayangnya kali ini ia harus menolak ajakan Emily lagi karena ayahnya jelas tidak akan mengijinkannya untuk pergi kemanapun selama liburan musim panas.
“Jadi? Apa kau ingin bergabung bersama kami?”
“Maafkan aku Emily, aku...”
“Yayaya... aku tahu. Kau pasti akan menolakku lagi. Aku sudah hafal dengan jawabanmu Cals. Kau sudah menolakku sebanyak tiga kali, ini yang ke empat.” Ucap Emily cemberut. Calistha tampak merasa bersalah pada Emily sambil mengatupkan kedua telapak tangannya di depan dada, meminta maaf. Ia memang tidak akan pernah bisa pergi kemanapun selama liburan musim panas karena ayahnya terlalu khawatir dengan keadaanya yang jauh dari jangkauan yang sang ayah.
“Maafkan aku Emily, ayahku tidak memperbolehkanku untuk pergi terlalu jauh. Dan musim panas ini mungkin aku akan pulang ke Seoul, atau entahlah, aku tidak tahu. Sejujurnya aku juga bosan dengan kehidupanku Emily.”
Emiliy menepuk bahu Calistha pelan sambil menunjukan wajah prihatin pada teman baiknya itu. Menjadi putri dari seorang pria kaya raya terkadang memang tidak selalu menyenangkan, karena Calistha adalah salah satu contoh nyata yang justru merasa tidak bahagia dengan kekayaan yang ia miliki. Itu semua terjadi karena ayah
Calistha terlalu protektif dan selalu menempatkan bodyguard dimanapun putrinya berada. Bahkan diantara lalu lalang mahasiswa di kampus Oxford saat ini, tersembunyi berbagai macam bodyguard yang selalu mengawasi Calistha selama dua puluh empat jam penuh. Kebanyakan dari mereka memilih untuk menyamar menjadi penghuni kampus atau mahasiswa agar Calistha tidak risih dengan keberadaan mereka. Tapi tetap saja Calistha tahu jika sebagian besar mahasiswa di kampus Oxford bukanlah mahasiswa yang sesungguhnya.
“Mungkin lain kali kita dapat menghabiskan liburan musim panas bersama. Nah sekarang cepatlah masuk, tuan Joseph pasti telah menunggumu dengan perasaan berdebar-debar di dalam sana.” Goda Emily jahil sambil mengerlingkan matanya nakal. Namun Calistha memilih untuk mengabaikan candaan Emily dan segera menghilang dibalik pintu kayu coklat bertuliskan “Mr Joseph Ph.D”. Siang ini juga ia harus segera menyelesaikan urusannya dengan dosen muda itu, atau pria itu akan mencari-cari alasan untuk membuatnya mengulang kelasnya tahun depan agar ia dapat bersikap genit di depannya seperti biasa.
-00-
Calistha menatap datar rumah mewah di depannya sambil melangkah malas-malasan kedalam teras rumahnya. Di Oxford ia merasa sangat kesepian. Padahal dulu kehidupannya jauh lebih menyenangkan saat ia tinggal bersama neneknya di Seoul. Sayangnya neneknya meninggal saat ia berusia akhir lima belas tahun, sehingga ia harus kembali pada ayahnya untuk menjalani kehidupan yang sangat membosankan dan serba monoton seperti ini.
“Nona, tuan Jacob ingin berbicara dengan anda.”
“Apa? Ayahku ada di sini?” Tanya Calistha tak percaya di ujung pintu. Sudah lama ayahnya tidak datang ke Oxford untuk mengunjunginya yang sedang kesepian di sini. Sepertinya terakhir kali ayahnya datang adalah saat hari natal tahun lalu. Itupun ayahnya hanya tinggal selama dua hari untuk melakukan makan malam ala kadarnya dan memberikan kado sebuah gelang cantik yang saat ini sedang melingkar indah di pergelangan tangannya.
“Ya, tuan Jacob baru saja tiba sepuluh menit yang lalu.”
“Ayah!”
Tanpa menghiraukan suara pelayannya, Calistha segera berjalan masuk sambil memanggil ayahnya. Ia mungkin memang kekanakan dengan berteriak-teriak seperti itu. Tapi kau akan tahu bagaimana rasanya jika kau menjalani kehidupan seperti Calistha.
“Ayah di sini. Kenapa kau berteriak-teriak seperti itu.” Ucap sang ayah tenang sambil melipat korannya. Calistha langsung menghambur kedalam pelukan ayahnya begitu ia menemukan sang ayah sedang duduk dengan tenang di ruang tamu rumahnya yang biasanya selalu kosong.
“Ayah sudah lama tidak datang ke Oxford, kukira ayah sudah lupa padaku.”
“Maafkan ayah, akhir-akhir ini banyak masalah yang terjadi di perusahaan.”
“Baiklah ayah, masalah itu aku sangat paham. Lebih baik kita membicarakan hal yang lain
saja, karena aku tidak mau menyia-nyiakan waktu ayah di sini hanya untuk membicarakan masalah perusahaan.”
Calistha kemudian duduk dengan tenang di samping ayahnya sambil menunggu ayahnya mengatakan sesuatu. Ia merasa ada yang berbeda dari ayahnya siang ini. Seperti ada sesuatu yang ingin disampaikan oleh ayahnya, dan itu sangat penting.
“Hari ini kau ikut ayah pulang ke Seoul.”
“Apa ayah serius? Apa di sana sudah aman?” Tanya Calistha sambil mengerutkan alisnya. Ia masih ingat bagaimana mengerikannya Seoul tiga tahun yang lalu, sebelum ia dipindahkan ayahnya ke Oxford. Malam itu sekelompok pria bertopeng membobol rumahnya dan hampir membunuhnya dan juga ayahnya. Untung saja orang-orang kepercayaan ayahnya segera bertindak cepat melindunginya dan juga sang ayah sebelum hal-hal buruk sempat terjadi padanya. Namun tetap saja ia trauma. Terkadang ia tidak bisa tidur jika dalam sehari ayahnya tidak menghubunginya sedikitpun. Meskipun ayahnya sangat-sangat sibuk, dengan segudang pekerjaan yang sangat gila, tapi pria tua itu masih mencoba menyempatkan diri untuk menghubungi putri cantiknya. Setidaknya hanya itulah yang bisa ia lakukan pada putrinya untuk menunjukan jika ia sangat menyayangi putrinya.
“Untuk saat ini cukup aman. Di sana ayah ingin mengenalkan beberapa relasi ayah dan menunjukan padamu apa saja bisnis ayah selama ini. Bukankah pada akhirnya kau juga akan menjadi pewaris ayah?”
“Hahh...”
Calistha tanpa sadar menghembuskan napasnya berat sambil menatap ayahnya sendu. Berbicara mengenai warisan, harta, dan tanggungjawabnya di masa depan selalu membuat Calistha resah. Entah kenapa ia tidak pernah menginginkan semua itu. Rasanya itu terlalu banyak untuk dihabiskan seorang diri. Jika boleh, ia hanya menginginkan sedikit properti milik ayahnya yang berhubungan dengan jurusan perkuliahannya saat ini, komunikasi. Suatu saat ia ingin mengembangkan perusahaan stasiun televisi milik ayahnya dan menjadikan perusahaan itu sebagai satu-satunya bidang usaha yang akan menjadi fokus perhatiannya.
“Ayah, bisakah aku hanya memiliki perusahaan stasiun televisi milik ayah? Kurasa aku tidak akan pernah bisa menjalankan perusahaan ayah yang lain karena sejak dulu aku hanya tertarik pada bidang komunikasi.”
“Sebagai putri ayah kau tidak bisa hanya memegang satu perusahaan Calistha, kau harus memimpin banyak perusahaan milik ayah.”
“Tapi ayah, aku tidak bisa.” Ucap Caalistha frustrasi sambil mengacak rambutnya. Ia benar-benar kesal karena pertemuannya dengan sang ayah yang sangat jarang terjadi justru harus berakhir seperti ini. Seharusnya ia bisa memanfaatkannya dengan baik, dengan mengajak ayahnya pergi menonton ke bioskop, atau pergi ke London Eyes, seperti apa yang teman-temannya lakukan lima tahun yang lalu. Yah, memang itu sangat-sangat terlambat. Tapi sesekali ia ingin merasakan bagaimana rasanya pergi bersenang-senang bersama ayahnya seperti seorang anak normal.
“Kau pasti bisa karena kau adalah putri ayah. Dulu ayah juga tidak bisa, merasa tidak mampu menjalankan semua masalah yang ditinggalkan oleh kakekmu.”
Bahkan ayahnya sendiri menganggap semua tanggungjawab itu sebagai masalah. Lalu bagaimana dengan dirinya? Ia menganggapnya sebagai bencana!
“Baiklah, jadi berapa lama aku akan tinggal di Seoul? Apakah selama libur musim panas?”
“Ayah sebenarnya berencana untuk membawamu menetap di Seoul untuk selamanya.”
“Maksud ayah?” Tanya Calistha tak mengerti sambil mencondongkan tubuhnya lebih dekat kearah sang ayah. Kali ini ia benar-benar berharap sang ayah tidak membuatnya harus berhenti berkuliah ditengah-tengah masa studinya yang hampir selesai.
“Kau tidak akan kembali lagi ke Oxford.”
“Lalu bagaimana dengan kuliahku?” Tanya Calistha setengah berteriak. Ia sepertinya harus melupakan semua angan-angan manisnya tentang menghabiskan satu hari yang indah bersama ayahnya, karena pada kenyataanya mereka justru berakhir seperti ini.
“Kau tidak perlu melanjutkannya lagi. Ilmu yang telah kau dapatkan tiga tahun ini sudah lebih dari cukup untuk memegang kendali perusahaan ayah. Ada hal lain yang lebih penting yang harus kau pelajari. Dan itu tidak bisa kau pelajari di sini.”
“Apa? Apa lagi yang harus kupelajari ayah? Aku ingin hidup normal.” Ucap Calistha setengah berbisik. Rasanya benar-benar sesak dan sakit saat ia tahu jika sebentar lagi kehidupannya akan berubah menjadi lebih mengerikan daripada semua kehidupan yang pernah ia rasakan selama ini.
“Kau akan segera mengetahuinya setelah kau tiba di Seoul. Dan soal kehidupan normal, maafkan ayah karena kau tidak akan pernah mendapatkannya Calistha.” Ucap sang ayah tegas sebelum akhirnya meninggalkan Calistha sendiri dengan seluruh kesedihan yang berkecamuk di hatinya.
-00-
“Siapa yang bertanggungjawab atas semua ini?”
“Saya.”
“Kau mengecewakanku kapten Aiden Lee, cepatlah berkemas dan segeralah kembali ke Seoul.”
Aiden menatap datar Jenderal Sadev yang telah melenggang pergi meninggalkannya dengan seluruh harga diri yang terinjak-injak. Bagaimana bisa pria itu menghentikannya dengan tidak terhormat di depan seluruh anak buahnya dan beberapa pasukan elit dari negara lain yang bertugas di perbatasan Iran. Tapi ini memang salahnya.
Penembakan yang ia lakukan kemarin justru memicu serangan bom yang tidak pernah diduga oleh pihaknya, sehingga banyak nyawa yang mati sia-sia karena peristiwa tak terduga kemarin. Ditambah lagi mereka baru saja menghancurkan satu perkampungan milik warga sipil yang tidak pernah ikut campur dalam urusan mereka. Dosanya kali ini mungkin jauh lebih berat dari dosa-dosanya yang lain karena menyebabkan banyak orang yang tak berdosa mati sia-sia dalam insiden penyerangan kemarin malam.
“Kapten kita akan berada di dalam satu helikopter.”
Sial! Maki Aiden dalam hati. Kemarin ia yang menyuruh Ryuki untuk pulang ke negaranya. Dan sekarang justru dipulangkan dalam keadaan tidak terhormat oleh Jenderal Sadev, benar-benar memalukan.
“Minggir! Jangan halangi jalanku Ryuki.” ucap Aiden gusar. Pria bermata sipit itu benar-benar menjengkelkan dan juga mengganggu sejak mereka ditempatkan di divisi yang sama. Sayangnya ia tidak bisa menghindari pria itu karena sejujurnya kemampuan Ryuki dalam menembak juga bagus. Bahkan pria itu dapat dimanfaatkan untuk menyamar di tengah-tengah penduduk sipil karena wajahnya yang terlalu normal. Ryuki memiliki wajah sempurna, dengan lesung pipit manis yang membuat orang-orang tidak akan menyangka jika ia adalah seorang sniper. Berbeda dengannya yang memiliki wajah dingin dan tak bersahabat yang selama ini banyak ditakuti oleh orang-orang. Ditambah lagi luka baret yang melintang disekitar pelipisnya membuatnya tampak seperti seorang berandal yang benar-benar menakuti dan harus segera dijauhi. Tapi wajah tentu saja bukan halangan untuk menjalankan pekerjaanya sebagai seorang sniper, karena selama lima tahun ia menjalankan pelatihan di camp khusus milik tentara rahasia pemerintah Amerika Serikat, ia telah dibekali banyak ilmu untuk menyamar dan menjadi mata-mata. Tentu saja selain menjadi seorang sniper, ia juga harus pintar mendekati korbannya agar ia dapat mengeksekusi korbannya dengan lancar.
“Selamat jalan bung, semoga kita dapat bertemu lagi lain waktu.”
Charles, seorang tentara asal Jerman menepuk pundak Aiden pelan saat ia melihat Aiden sedang memasukan beberapa barang-barangnya kedalam tas ransel hitam miliknya di dalam tenda.
“Hmm, kuharap juga begitu. Tapi bukan dalam suasana peperangan seperti ini, sesekali aku ingin melihatmu bersantai di pinggir pantai.”
Charles memukul bahu Aiden pelan sambil tergelak konyol dengan candaan Aiden. Memang, menjadi tentara atau ahli tembak seperti mereka tidak akan pernah bisa memiliki angan-angan untuk berlibur. Jangankan berlibur, bahkan untuk bertemu dengan anggota keluargapun sangat sulit. Jadi kebanyakan para tentara ataupun sniper yang ditugaskan di daerah-daerah berkonflik adalah orang-orang sebatang kara, yang memiliki kepribadian rusak tanpa jiwa, karena mereka dituntut untuk menghilangkan rasa kemanusiaan mereka saat bertugas.
“Semoga kita memang dapat bertemu di momen-momen langka seperti itu. Ngomong-ngomong, apa yang akan terjadi padamu saat kau kembali nanti?”
“Entahlah. Mungkin menjadi tentara bayaran seperti biasanya, atau pembunuh bayaran untuk menghilangkan nyawa-nyawa busuk yang tak berguna.” Jawab Aiden acuh tak acuh. Pengalamannya sebagai seorang sniper selama sepuluh tahun telah membuatnya cukup berpengalamana di dunia hitam pembunuhan yang selama ini telah membesarkannya.
“Kudengar dari pembicaraan Jenderal Sadev, kau akan ditarik untuk menjadi pasukan elit pengawal presiden Korea, bagaimana menurutmu?”
“Terlalu mudah dan kurang menantang menurutku, tapi layak dicoba. Aku belum pernah mengambil pekerjaan yang sangat santai seperti itu. Mungkin dengan begitu aku dapat menjalani kehidupanku seperti manusia normal pada umumnya.”
“Yah, kehidupan kita memang terlalu tidak normal. Bahkan aku lupa kapan terakhir kali aku menangis. Dan aku juga lupa kapan terakhir kali aku bertemu dengan putraku.”
Ada nada getir yang tersamarkan dari ucapan Charles, dan Aiden hanya mengedikan bahunya pelan sebagai jawaban karena ia juga tidak bisa berkomentar banyak jika itu menyangkut sebuah keluarga.
“Kalau begitu aku pergi, semoga beruntung.”
Aiden menepuk bahu Charles pelan dan segera berjalan pergi meninggalkan tenda kumal miliknya yang telah menjadi tempatnya berteduh sejak delapan bulan terakhir. Tentunya disamping menghabiskan waktunya di gubug sederhana milik Hannah, tenda itu adalah satu-satunya tempat yang paling nyaman untuk mengistirahatkan jiwa dan raganya yang lelah selepas menghabisi ratusan nyawa bersalah, tapi mungkin juga tidak. Entahlah, Aiden tidak pernah pandang bulu dalam menghabisi musuhnya. Salah atau tidak, ia hanya sekedar menjalankan perintah tanpa pernah benar-benar berpikir jika orang itu memang pantas untuk mati.
-00-
Aiden melirik sinis jajaran pasukan elit pengawal presiden yang sedang berbaris rapi di depannya. Setelah tiba kemarin sore dengan selamat di champ militer Korea Selatan, hari ini Aiden resmi bertugas sebagai kapten pasukan elit pengawal presiden. Namun di hari pertama ia bertugas, ia merasa benar-benar tidak nyaman dengan mereka semua. Ia merasa orang-orang itu jauh lebih buruk daripada Ryuki dan Ken, dua sniper paling buruk menurutnya di champ perbatasan Iran. Tapi ia jelas tidak bisa mengelak dari tugas ini, karena sementara reputasinya sedang buruk akibat insiden penyerangan dua hari yang lalu. Menjadi pemimpin pasukan elit pengawal presiden benar-benar akan menjadi pekerjaan selingan untuk mengembalikan reputasinya yang sempat jatuh di perbatasan Iran.
“Selamat datang Aiden, senang akhirnya bisa bekerjasama denganmu.”
Aiden tersenyum sinis menanggapi sapaan ramah dari tuan presiden yang saat ini sedang duduk di depannya.
“Jadi tugasku adalah melindungi anda?”
“Ya, secara tertulis, tapi sebenarnya bukan.”
Aiden melirik sekilas kertas kontrak yang baru saja ia tanda tangani. Ada perasaan curiga yang tiba-tiba terbersit di hatinya, namun sebisa mungkin ia tetap berusaha tenang hingga tuan presiden itu menjelaskan maksud dan tujuannya menempatkannya di sini. Jika ia bukan ditugaskan untuk menjaga pria tua itu, lalu ia harus menjaga siapa?
“Aku menyewamu dengan harga tinggi bukan semata-mata untuk melindungiku, tapi untuk melindungi Calistha Im. Kau pasti sudah tahu siapa wanita itu.”
Presiden Moon tiba-tiba melemparkan setumpuk foto-foto seorang wanita dengan berbagai ekspresi di depannya. Sekilas Aiden merasa pernah melihat wanita itu, namun ia lupa dimana tepatnya ia pernah bertemu dengan wanita bernama Calistha Im itu.
“Ia adalah putri dari Jacob Im, atau Im Seulong, kau mengenalnya?”
“Ya, dia adalah salah satu mafia yang cukup berpengaruh di dunia. Tiga tahun yang lalu ia dikabarkan sedang menyembunyikan sebuah harta yang sangat berharga di suatu tempat yang sangat tersembunyi di Kuba. Apa kau salah satu pihak yang mencari harta itu tuan presiden?” Tanya Aiden dengan seringaian licik. Sekarang
ia merasa akan menyukai pekerjaan barunya karena ia akan berurusan dengan salah satu mafia yang sangat terkenal di dunia hitam.
“Tidak, tapi aku hanya penasaran dengan harta curiannya yang menurut rumor adalah sesuatu yang sangat berharga. Menurutmu apa yang benar-benar paling berharga di dunia ini?” Tanya presiden Moon sambil mengernyitkan dahinya bingung. Aiden hanya menatap satu persatu potret wajah Calistha dalam diam sambil menerka-nerka jenis pekerjaannya setelah ini.
“Tidak ada. Tidak ada yang benar-benar berharga di dunia ini, tuan Moon Hye Sin.” jawab Aiden lambat-lambat. Untuk ukuran pria sebatang kara sepertinya, tidak ada yang benar-benar berharga di dunia ini, bahkan nyawanya sekalipun juga sangat tidak berharga karena ia tidak pernah memiliki siapapun yang akan mempedulikan kehidupannya.
“Tentu saja ada, meskipun hanya satu.” jawab presiden Moon datar. Pria tua itu seperti
sedang memikirkan sesuatu yang sulit di dalam kepalanya, namun Aiden enggan mencampuri urusan pria tua itu. Biarkan saja semua orang dengan masalahnya, dan ia juga akan tenggelam dengan masalahnya sendiri.
“Ah, tapi itu tidak penting. Tugasmu sekarang adalah menjaga putri Im Seulong dari orang-orang yang mengincar harta curian ayahnya, sekaligus mencari tahu mengenai harta itu. Bagaimanapun Im Seulong selama ini telah merugikan negara dengan barang-barang ilegalnya yang dijual di pasar gelap. Meskipun di sisi lain ia juga memberikan keuntungan negara dengan menjalankan bisnis properti dan bisnis-bisnis lainnya yang legal.”
“Tapi tuan Moon, aku heran, mengapa Im Seulong masih menjalankan bisnis ilegal disaat ia telah memiliki banyak bisnis legal?”
“Semua bisnis legalnya dibangun dari bisnis ilegal yang dulu dimiliki oleh ayahnya. Semuanya terlalu rumit untuk dijelaskan, yang jelas kau harus menjalankan tugasmu dengan sebaik-baiknya karena sekarang kau bekerja padaku.” ucap presiden Moon tegas. Aiden menyeringai kecil kearah presiden Moon sambil meletakan salah satu foto Calistha yang baru saja ia lihat. Ia kemudian berjalan pelan menghampiri presiden Moon, dan berdiri tepat di depan pria itu dengan smirk licik andalannya.
“Jika anda menyewaku, maka kesepakatannya anda harus memberikan separuh dari
bayaranku di awal. Anda pasti tahu jika pekerjaan ini sangat berisiko, jadi aku ingin anda segera memberikan uangku saat ini juga presiden Moon.”
“Huh, kau tidak perlu khawatir soal itu. Aku telah menyiapkan bayaranmu di sana.”
Presiden Moon menunjuk tiga kopor hitam yang telah ia sediakan di atas meja kecil di samping meja kerjanya. Pria itu kemudian mempersilahkan Aiden untuk melihat sendiri isi koper-koper itu dan menyelesaikan kesepakatan mereka secepatnya.
“Baiklah, saya tidak akan mengecewakan anda tuan Moon, senang berbisnis dengan anda.” Ucap Aiden ringan disertai senyuman licik yang tercetak jelas di wajahnya.
Untuk ukuran seorang sniper handal sepertinya, Aiden mungkin terlalu meremehkan tugas yang diberikan oleh presiden Moon, karena kenyataanya mungkin semua itu tidak akan mudah. Pekerjaanya kali ini akan sangat berbeda dengan misi-misi rahasia yang selama ini berhasil ia jalankan dengan baik. Dan seharusnya sejak awal Aiden harus berhati-hati pada semua orang yang terlibat padanya, dimulai dari presiden Moon.
-00-
Calistha
mengaduk-aduk pastanya kesal sambil melirik ayahnya yang sedang melahap menu
makan malamnya dengan tenang. Rasanya ia benar-benar muak dengan semua
pelatihan yang telah dijadwalkan ayahnya sejak kemarin. Bahkan pagi tadi ia
telah resmi menjalani pelatihan menembak dan pelatihan bela diri di sebuah
ruangan khusus di rumahnya yang selama ini tidak pernah ia ketahui. Ia merasa
ayahnya benar-benar terlalu banyak menyembunyikan rahasia besar darinya. Bahkan
hingga detik ini ayahnya tidak pernah memberitahunya alasan dibalik kematian
ibunya.
“Ayah, sebenarnya berapa banyak rahasia yang ayah sembunyikan dariku?”
“Tidak sopan berbicara saat makan Calistha.” ucap Im Seulong tanpa mengalihkan tatapan
matanya pada Calistha. Entah kenapa pria itu saat ini sedang tidak ingin membicarakan apapun mengenai rahasia karena ia suatu saat pasti akan memberitahukan semuanya pada Calistha, satu persatu.
“Aku ingin mengetahuinya ayah. Lalu untuk apa semua pelatihan yang telah kujalani hari ini? Menembak? Beladiri? Untuk apa semua itu? Aku tidak membutuhkannya ayah, aku telah memiliki banyak penjaga yang akan melindungiku selama dua puluh empat jam.” ucap Calistha dengan suara nyaring. Im Seulong tampak mencoba
bersabar dari mejanya sambil tetap memakan supnya dengan tenang. Calistha benar-benar mewarisi sifat keras kepalanya yang sangat menyebalkan. Bahkan ia dulu juga melakukan hal yang sama pada ayahnya saat ia dihadapkan pada berbagai macam hal-hal janggal yang selama ini tidak pernah diketahuinya. Namun Calistha mungkin memang terlalu terlambat untuk mengetahui semuanya karena saat ia seusia Calistha, ia telah menjalankan sebagian besar bisnis milik ayahnya dan telah mahir menggunakan senjata.
“Suatu saat kau pasti akan memerlukannya. Sekarang habiskan makananmu dan temui ayah di ruang kerja.” tututp Im Seulong tegas sebelum beranjak pergi dari ruang makan. Calistha tampak bersungut-sungut menyaksikan kepergian sang ayah sambil melemparkan garpu emasnya kasar hingga terdengar bunyi dentingan yang cukup nyaring dari piringnya. Namun ia benar-benar tak peduli jika piring keramik mahal itu akan pecah karena sekarang ia sedang merasa kesal pada ayahnya. Ia perlu sesuatu untuk melampiaskannya atau ia perlu pergi menjauhi ayahnya dan tidak pergi ke ruang kerja ayahnya seperti permintaan sang ayah beberapa saat yang lalu.
“Aku sudah kenyang, kalian boleh membereskannya.”
Calistha berseru pelan pada pelayan-pelayannya dan segera melangkah pergi menuju taman belakang. Sebelum ia menemui sang ayah di ruang kerjanya, ia perlu mendinginkan kepalanya terlebihdahulu di taman belakang sambil menikmati pemandangan langit Seoul yang indah malam ini. Namun tiba-tiba Calistha menghentikan langkahnya saat ia melihat ada sesuatu yang aneh di sekitar semak-semak yang tumbuh dengan subur di taman belakang rumahnya. Ia kemudian mengamati lalu lalang penjaga rumahnya dan juga beberapa pelayan yang berjalan disekitar taman belakang. Mereka tampaknya tidak merasakan ada sesuatu yang aneh di sana, sehingga Calistha memutuskan untuk melupakannya dan segera melangkah menuju gazebo yang berjarak sepuluh meter dari tempatnya berdiri.
“Jun, tolong katakan pada ayah jika aku akan pergi ke ruangannya saat aku telah siap. Aku ingin mendinginkan kepalaku dulu di sini.”
Prangg
“Apa itu?”
Calistha langsung menoleh waspada ketika ia mendengar suara pecahan kaca yang cukup nyaring dari ruang utama. Jun dan beberapa penjaga yang sebelumnya sedang berada di taman belakang, langsung berbondong-bondong pergi menuju sumber suara untuk memastikan apa yang sedang terjadi. Namun untuk beberapa saat Calistha masih terpaku di tempat, hingga kemudian ia mendengar suara letusan senjata api yang saling bersahut-sahutan dari dalam rumahnya.
“Apa yang sedang terjadi?” Tanya Calistha panik pada salah satu pelayan yang juga tampak panik.
“Aa ada penyusup nona. Mereka menggunakan senjata, dan ada banyak darah di dalam. Nona sebaiknya segera bersembunyi, di dalam sangat tidak aman. Nona saya permisi.”
Setelah mengatakan apa yang ia tahu, pelayan itu langsung lari terburu-buru menuju pintu belakang untuk melarikan diri. Semua orang pasti akan berpikir untuk menyelamatkan diri saat keadaan mengerikan seperti ini terjadi. Namun Calistha, ia justru hanya mematung di tempat sambil melihat satu persatu pelayan milik ayahnya mati mengenaskan di dalam rumahnya. Ia kemudian segera tersadar saat sekelompok pria bertopeng mulai melihat kearahnya dan mulai mengincarnya untuk dibunuh.
“Itu putri Im Seulong, tangkap dia!”
Calistha benar-benar merasa panik dan segera berlari tak tentu arah untuk bersembunyi. Suara letusan, teriakan, dan benda-benda pecah mulai membuat kaki Calistha semakin gemetar hingga akhirnya ia hanya mampu bersembunyi di balik semak-semak sambil menangis dalam diam dengan perasaan ketakutan.
“Ayah... aku takut. Tuhan, tolong selam mpfhhh... tol... mpfhhh...”
Ditengah kepanikan dan kekalutan yang tengah melanda Calistha, tiba-tiba seseorang membungkam
mulut Calistha, dan menyeret Calistha sekuat tenaga dari tempat persembunyiannya sambil menyiapkan sebuah benda mengkilap yang tampak mengerikan saat tertimpa cahaya bulan dari kejauhan. Sayangnya sebelum Calistha sempat berteriak dan melarikan diri dari pria misterius itu, tiba-tiba saja kesadarannya hilang. Ia baru saja disuntik obat bius oleh seorang pria dengan tato anjing hitam yang tercetak jelas di pergelangan tangannya yang kekar.
Siapa kau?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Kustri
hrs extra nyimak ini mah!
lanjuuut
2020-08-10
1
iisdaryani
kalo gak di katakan di awal keburu mati ayahnya gak sempat kasih tau putrinya
2020-05-23
2
Mami Mara
sejauh ini oke 😊
2020-01-04
1