Start From Here (Four)

Krieett

            Suara pintu yang dibuka perlahan itu membuat lamunan Calistha seketika buyar. Wanita itu lantas mendongak sambil memberikan senyuman tipisnya kearah Aiden.

            “Kau belum makan sejak tadi.”

            Aiden melirik kesal sekotak pizza yang ia sediakan untuk Calistha masih terlihat utuh di samping wanita itu. Padahal ia telah berbaik hati memberikan wanita itu makanan yang layak, namun Calistha terlalu angkuh untuk menerima apa yang diberikan oleh orang lain padanya.

            “Aku tidak lapar. Aku ingin melihat ayahku. Apa ayahku telah dimakamkan?”

            “Sudah. Ikut aku.”

            Dengan gerakan kepala, Aiden meminta Calistha untuk turun ke ruang tamu. Ia ingin membicarakan masalah kotak misterius yang diberikan presiden Moon padanya.

            “Ada apa?”

            “Kau kenal kotak itu?”

            Calistha menggeleng kecil sambil melihat kotak itu lekat-lekat. Ini adalah kali pertama ia melihat kotak dengan ukiran serta warna yang cukup pekat seperti itu.

            “Itu milik ayahmu, ia ingin kau membukanya.”

            “Ayahku? Kau bertemu dengannya?” tanya Calistha berubah ribut sambil mengguncang pundak Aiden keras. Namun pria itu langsung menepis tangan Calistha dari pundaknya dan mendorong wanita itu hingga jatuh terduduk di atas sofa.

            “Ayahmu menitipkannya pada presiden Moon. Aku bekerja pada presiden Moon untuk melindungimu.”

            “Presiden Moon Hye Sin? Apa ia mengenal ayahku?”

            “Mungkin. Jadi presiden ingin aku melindungimu dan menemukan harta curian yang disembunyikan oleh ayahmu di suatu tempat. Apa ayahmu pernah bercerita mengenai sebuah harta yang ia sembunyikan darimu?”

            Calistha lagi-lagi menggeleng sambil mengamati kotak itu lekat-lekat. Ia kemudian mengambilnya dan sedikit mengocoknya perlahan untuk mengetahui apa yang tersembunyi di dalamnya.

            “Bukalah. Aku juga ingin tahu apa isinya.”

            “Bagaimana caranya?” Tanya Calistha polos. Aiden tiba-tiba teringat jika presiden memberikan kotak itu tanpa kunci. Jadi wanita itu jelas tak bisa membukanya jika ia tidak memiliki kuncinya.

            “Kau pikirkan saja bagaimana cara membukanya.”

            Calistha langsung mengernyit kesal sambil memutar-mutar kotak itu untuk menemukan tombol pembuka yang mungkin saja tersembunyi diantara ukiran-ukiran yang terlihat cukup rumit di permukaan kotak itu.

            “Tidak ada tombol apapun untuk membukanya. Kau seharusnya meminta kunci pada presiden Moon.”

            Calistha hampir saja membanting kotak hitam itu ke atas meja sebelum bandul dari gelang

pemberian ayahnya tertarik dan menempel sempurna di sebuah lubang yang terlihat seperti lubang kunci.

            “Aiden...”

            Calistha tampak takjub sambil cepat-cepat memutar bandul gelangnya untuk membuka kotak hitam misterius itu. Tak berapa lama mereka berdua sama-sama mendengar bunyi klik pelan yang disusul dengan terbukanya kotak hitam itu.

            “Berhasil! Ya Tuhan, aku tidak tahu jika ayah memberikan gelang dengan fungsi seperti ini.”

            “Apa isinya?”

            Aiden tampak tak mempedulikan kegirangan Calistha dan hanya fokus pada benda yang disembunyikan oleh Im Seulong di dalam kotak misterius itu.

            “Selembar foto?”

            Calistha mengangkat benda lusuh yang sedikit kumal itu tinggi-tinggi sambil menunjukannya pada Aiden. Ia lalu mengecek isi kotak itu sekali lagi untuk meyakinkan dirinya jika ia benar-benar tidak melewatkan apapun.

            “Ya, hanya foto. Aiden, sebenarnya apa yang telah terjadi? Aku benar-benar tidak mengerti dengan semua ini.”

            “Aku juga tidak tahu. Aku hanya menjalankan tugasku untuk menjagamu dan mencari harta curian milik ayahmu.”

            “Ayahku mencuri? Untuk apa? Ayahku adalah seorang pengusaha, bukan pencuri!”

            “Ayahmu adalah seorang mafia, kau harus ingat itu. Terserah kau ingin percaya atau tidak, tapi memang itu kenyataanya. Ia telah mencuri sesuatu yang saat ini sedang dicari oleh orang-orang yang membenci ayahmu.”

            “Aku tidak percaya.” Gumam Calistha pelan. Sulit baginya untuk mempercayai kata-kata Aiden, sedangkan selama ini ayahnya selalu terlihat baik-baik saja. Atau setidaknya itu yang terlihat di depannya, namun di belakangnya ia tidak pernah tahu apa yang terjadi sebenarnya.

            “Apa ayahku melakukan tindakan ilegal di luar sana?”

            “Menurutmu? Sebenarnya kemana saja kau selama ini? Kau seperti bukan bagian dari Im Seulong karena kau tidak pernah tahu apapun.”

            Calistha tampak diam sambil menatap nanar lantai kayu yang ia pijak. Perasaanya saat ini benar-benar tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Sedih, terluka, dan terkejut, itulah yang saat ini ia rasakan. Sosok ayah yang selalu ia idolakan, ternyata menyimpan rahasia besar yang sangat mengerikan. Pantas saja selama ini ia tidak pernah bisa tinggal terlalu lama bersama ayahnya. Selalu saja ada hal-hal buruk yang mengikuti kehidupannya dan ayahnya. Apakah selama ini ayahnya menanggung beban seberat itu? Apakah ayahnya selalu hidup dalam bayang-bayang kematian yang mengerikan?

            “Aku ingin istirahat, tolong jangan ganggu aku.”

            Aiden menatap kepergian Calistha dalam diam sambil memperhatikan Calistha yang sedikit tertatih-tatih menaiki tangga. Wanita memang selalu seperti itu, lemah! Mereka selalu melibatkan emosi dalam setiap masalah hingga membuat semuanya justru semakin rumit. Sekarang ia tidak dapat memaksa Calistha untuk memecahkan teka teki yang ditinggalkan ayahnya hingga keadaan wanita itu berubah membaik. Aiden lalu melirik kearah foto yang tergeletak begitu saja di atas meja. Disana terlihat potret seorang wanita tua dan seorang pria yang terlihat sedang tersenyum bahagia melihat kearah kamera. Aiden kemudian mengangkat foto itu dan membaliknya sambil mengernyit dalam.

            Dol Hareubang?

-00-

Tokk tokk tokk

            “Keluarlah! Aku telah memberimu waktu dua hari untuk meratapi kesedihanmu, jadi jangan buang-buang waktu lagi. Cepatlah keluar Calistha!”

            Calistha menghembuskan napasnya berat sambil melirik pintu coklat yang berjarak dua meter di depannya dengan malas. Dalam sekejap ia merasa kehidupannya seperti dijungkir balikan seratus delapan puluh derajat oleh Tuhan. Padahal selama ini ia selalu terbiasa dikelilingi oleh kemewahan, pelayan-pelayan yang selalu siap melayaninya dua puluh empat jam, dan harta yang bergelimang. Namun sekarang, ia tiba-tiba berubah menjadi seorang tuna wisma yang tak memiliki apapun. Kehidupannya sekarang hanya bergantung pada Aiden. Semua harta yang dimiliki oleh ayahnya benar-benar tidak dapat menolongnya karena ia tidak bisa menggunakannya sepeserpun. Ia diculik oleh Aiden tanpa membawa sepeserpun uang di dalam kantongnya. Ia tidak pernah berpikir jika sesuatu yang buruk akan terjadi pada keluarganya, lalu semuanya menjadi buruk seperti ini.

Brakk

            Calistha menoleh cepat kearah pintu dan langsung bertatapan dengan wajah datar Aiden yang menyiratkan kejengkelan padanya.

            “Keluar!”

            “Bisakah kau memberikanku waktu lebih lama, aku....”

            “Kau telah membuang banyak waktu untuk kesedihan bodohmu itu Calistha. Sebanyak apapun air mata yang akan kau tumpahkan pada ayahmu, itu tidak akan membawanya kembali. Kau hanya akan membuat musuh-musuh ayahmu di luar sana semakin bergerak lebih jauh untuk menguasai seluruh harta milik ayahmu.”

            “Aku tidak peduli.” Jawab Calistha ketus. Ia sudah terlalu lelah dengan kehidupannya yang sangat rumit ini. Terlebih lagi kakinya juga masih sakit akibat pisau sialan Aiden, dan sekarang telah berubah menjadi bengkak. Ia merasa telah kehilangan seluruh semangat hidupnya dan hanya ingin pergi menyusul keluarganya di surga.

            “Kau sniper bukan? Tembak aku. Aku ingin mati.”

Plakk

            Aiden tiba-tiba menampar Calistha dan membuat wanita itu seketika jatuh tersungkur ke atas ranjang.

            “Kau pikir berapa banyak orang di luar sana yang menginginkan kehidupan? Dan kau justru menginginkan kematian? Bodoh!”

            Calistha memejamkan matanya pedih sambil memegangi pipinya yang terasa panas akibat tamparan Aiden. Pria itu benar, ia terlalu frustrasi dengan kehidupannya hingga tak bisa berpikir jernih selain memikirkan kematian. Tapi ia benar-benar merasa sudah tak memiliki siapapun lagi di dunia ini. Jika ia mencari harta-harta peninggalan ayahnya, semuanya hanya akan berakhir sia-sia. Ia tidak akan bisa mengelola semuanya, dan ia justru akan mempersulit hidupnya sendiri yang suram.

            “Ini, apa kau mengenal orang-orang yang berada di dalam foto itu?”

            Calistha meraih selembar foto yang diberikan oleh Aiden sambil mengerutkan alisnya dalam. Ia sepertinya mengenal mereka berdua.

            “Ini.... sepertinya aku mengenal mereka.”

            “Bagus, karena kita harus menemukan orang-orang itu untuk mengetahui apa maksud dari teka teki yang ditinggalkan oleh ayahmu. Dibalik foto ini aku menemukan tulisan Dol Hareubang.”

            “Bukankah itu berada di Jeju? Patung kakek tua? Ya, aku ingat sekarang. Ini adalah bibi Ahn Jina, dan suaminya. Mereka dulu bekerja di rumah nenekku sebagai pelayan dan tukang kebun. Tapi....”

            “Tapi apa?” Tanya Aiden tidak sabar. Caslitha tampak memberikan kode pada Aiden untuk menunggu karena ia sedang berusaha menggali ingatan masa kecilnya yang tampak kabur di dalam kepalanya.

            “Paman Ahn telah meninggal.... seingatku paman telah meninggal, lalu bibi Ahn memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya di Jeju. Ya, bibi Ahn memang tinggal di Jeju. Tapi itu sudah lama sekali, saat aku berusia enam tahun. Apa kau pikir bibi Ahn masih berada di sana?”

            “Kita tidak tahu hingga kita mencarinya sendiri ke sana. Kita harus segera ke Jeju.” Putus Aiden mantap. Caslitha tiba-tiba menyela pria itu sambil menunjukan wajah memelasnya yang sama sekali tidak mempan untuk Aiden. Namun kali ini Aiden berusaha menghargai wanita itu dengan mendengarkan setiap kata-kata yang diucapkan Calistha di depannya.

            “Antarkan aku ke makam ayahku, aku ingin meminta maaf dan mendoakannya agar tenang di surga. Lalu, tolong antarkan aku ke rumah, ada beberapa barang yang perlu kuambil. Sekaligus aku ingin mengecek ruang kerja ayahku. Malam itu sebenarnya ayahku ingin mengatakan sesuatu padaku, tapi karena aku sedikit kesal padanya, aku memutuskan untuk mendinginkan kepalaku di taman belakang. Dan setelah itu semuanya berakhir buruk.” Ucap Calistha panjang lebar. Aiden cukup paham jika wanita manja seperti Calistha pasti memerlukan waktu lebih lama untuk beradaptasi dengan semua ini. Terlebih lagi semuanya datang disaat ia belum siap untuk menerima semua kenyataan pahit ini.

            “Kita akan pergi malam ini. Kuharap orang-orang jahat itu belum menjarah rumahmu dan mengobrak-abrik ruang kerja ayahmu.”

            “Aku... sempat menonton televisi, dan rumahku saat ini dijaga ketat oleh polisi.”

            “Huh, kalau begitu tugas kita akan lebih tidak mudah. Kau bisa menembak?” Tanya Aiden sambil menatap matanya hingga Calistha merasa salah tingkah dan malu karena ditatap terlalu intens oleh Aiden.

            “Aku tidak yakin. Sebelumnya aku tinggal di Oxford, lalu ayahku memintaku untuk kembali ke Korea. Di sini aku harus menjalani pelatihan beladiri dan menembak, tapi aku baru mempelajarinya satu kali, karena setelah itu.... yah, kau pasti tahu jika rumahku dihancurkan oleh orang-orang bertopeng itu.”

            “Ikut aku, kita berlatih hari ini juga.”

-00-

            “Aiden, banyak garis polisi, tapi kenapa sangat sepi di sana?”

            Calistha terlihat resah sambil memandangi rumahnya yang tampak gelap dari kejauhan. Saat ini mereka sedang mengintai dari jauh untuk memastikan jika rumah itu aman untuk dimasuki. Namun Aiden merasa sedikit aneh dengann keadaan rumah Calistha yang tampak sepi, padahal seharusnya banyak polisi yang berjaga untuk mengamankan benda-benda yang masih tertinggal di dalam.

            “Kita bergerak sekarang. Simpan ini untuk berjaga-jaga. Ingat pelajaran menembak yang telah kuajarkan padamu tadi siang.”

            “Aiden, ttu tunggu.”

            Calistha tiba-tiba mencengkeram pundak Aiden saat pria itu hendak melangkah keluar dari dalam

mobilnya. Dengan lirikan tajam Aiden memberi kode pada Calistha agar wanita itu segera menurunkan tangannya dari pundaknya.

            “Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi di dalam sana? Kakiku masih sakit, aku tidak bisa berlari kencang.”

            “Lakukan apapun sebisamu. Jika kau gagal, kau akan mati.” jawab Aiden datar dan langsung melangkah turun dari mobilnya. Calistha berdecak kesal di tempat duduknya sambil menyelipkan pistol kecilnya di belakang tubuhnya. Pria itu benar-benar memiliki kepribadian yang berubah-ubah. Terkadang Aiden terlihat baik, namun

pria itu lebih banyak menunjukan sisi menyebalkannya yang dingin dan tak tersentuh.

            “Kita akan masuk melalui pintu belakang.”

            “Kau sepertinya sangat tahu seluk beluk rumahku. Bahkan aku sendiri tidak hafal karena aku sudah lama tidak tinggal di sini.”

            “Ssshhh...”

            Aiden tiba-tiba memberikan kode pada Calistha agar menutup mulut cerewetnya. Pria itu kemudian menarik Calistha diantara semak-semak ketika beberapa orang dengan seragam polisi melintas, tak jauh dari tempat mereka bersembunyi.

            “Mereka ternyata masih berada di sekitar sini, kita harus hati-hati.”

            “Kapan kita akan masuk?” Bisik Calistha gugup. Jantungnya saat ini sedang berdegup ribut dengan irama yang tak beraturan. Bahkan seluruh tangannya tiba-tiba terasa dingin dan gemetar.

            “Kau takut?”

            Calistha mengangguk kecil di sebelah Aiden dengan wajah gugup yang berubah pucat. Aiden seketika berdecak kesal sambil mendorong Calistha keluar dari persembunyian karena polisi-polisi itu telah pergi dari sana.

            “Tenanglah, tidak akan terjadi apapun di dalam sana. Kegugupanmu justru akan memperumit segalanya. Ayo masuk.”

            Aiden akhirnya berjalan pergi meninggalkan Calistha tanpa mempedulikan kegugupan wanita itu. Ia sungguh benci membawa seorang wanita dalam rencananya seperti ini, karena mereka hanya akan merepotkannya. Bahkan dua hari ini ia telah menghabiskan waktunya dengan sia-sia hanya demi menunggu Calistha siap. Setelah ini ia tidak akan memberikan kelonggaran lagi pada Calistha, dan membiarkan wanita itu untuk beradaptasi dengan kehidupan barunya yang kejam.

            “Cepatlah, waktu kita tidak banyak.”

            Aiden berseru gusar saat Calistha terlalu lama menerobos celah kecil yang mereka gunakan untuk menyelinap. Celah itu Aiden temukan saat ia pertama kali datang ke rumah Calistha untuk mengintai wanita itu tiga hari yang lalu. Untungnya polisi tidak mencurigai celah kecil itu sebagai akses masuk bagi penyusup, sehingga kali ini mereka dapat masuk kedalam rumah Calistha dengan mudah.

            “Sekarang apa yang ingin kau lakukan?”

            “Kita ke kamarku, di sana.” Calistha menujuk kearah lantai dua yang jendelanya sedikit terbuka. Aiden mengangguk kecil, lalu memberikan kode pada Calistha agar berjalan lebihdulu dan ia akan mengikutinya dari belakang untuk melindungi wanita itu jika sesuatu yang buruk terjadi pada mereka.

            “Apa kau tidak apa-apa?”

            “Apa maksudmu dengan tidak apa-apa? Aku takut, aku gugup, jantungku sedang berdetak ribut sekarang. Tapi aku tidak memiliki pilihan lain karena aku harus mengambil pakaianku, uang dan beberapa hal yang mungkin kita perlukan.”

            “Kita?” tanya Aiden tidak mengerti. Calistha tampak menyeringai kecil sambil berjalan pelan meraba-raba tembok. Rasanya menyenangkan membuat Aiden sedikit penasaran seperti ini. Itu adalah sesuatu yang akan jarang ia lihat dari diri seorang Aiden.

            “Kau akan tahu nanti. Ngomong-ngomong, kenapa kau memutuskan untuk menjadi sniper?”

            “Perhatikan saja langkahmu, kita sedang menaiki tangga.” balas Aiden ketus. Calistha langsung mencebikan bibirnya kesal sambil melangkah hati-hati menaiki tangga. Suasana rumahnya yang sangat gelap benar-benar membuat mereka tidak bisa leluasa untuk bergerak. Namun di sisi lain mereka juga diuntungkan, karena pergerakan mereka menjadi tidak terbaca. Polisi-polisi itu tidak akan bisa menemukan mereka dengan mudah dalam kondisi gelap gulita seperti ini.

            “Aiden, apa yang kau tahu tentang ayahku?”

            “Dia seorang mafia. Ayahmu cukup terkenal di dunia hitam, dan aku terkejut karena ternyata putrinya sama sekali tidak tahu apapun tentang ayahnya.”

            “Aku memang putri yang buruk. Kupikir kehidupan kami sangat monoton, tapi ternyata ayah menyembunyikan banyak hal dariku. Itulah sebabnya ayah memintaku untuk belajar menembak dan bela diri, ia ingin aku dapat melindungi diriku sendiri.”

            “Apa itu kamarmu?”

            Tiba-tiba Aiden mengalihkan kesedihan Calistha dengan memaksa wanita itu untuk fokus pada

tujuan awal mereka datang ke sana. Berkubang dalam kesedihan memang tidak akan ada habisnya, dan Aiden tidak mau waktunya hanya digunakan untuk meratapi sesuatu yang jelas-jelas telah terjadi.

            “Ya, itu kamarku. Semoga saja mereka tidak mengambil barang-barang berharga milikku.” Ucap Calistha was-was sambil berjalan cepat kearah pintu kamarnya yang terlihat sedikit terbuka.

            Perlahan-lahan mereka masuk kedalam kamar bernuansa putih itu sambil memindai setiap sudut kamar yang masih terlihat rapi. Tampaknya para penyerang itu memang tidak mengincar harta benda yang berada di rumah itu, karena sejak mereka melangkah masuk kedalam rumah, tidak ada satupun benda-benda yang hilang. Justru sebagian pajangan rumah rusak karena insiden tembak menembak yang terjadi di dalam rumah.

            “Mereka tidak menyentuh barang-barangku!” Teriak Calistha girang. Refleks Aiden langsung membungkam bibir Calistha sambil menatap wanita itu tajam.

            “Kecilkan suaramu, mereka masih di luar sana.”

            “Mma maaf.”

            “Sekarang cepat ambil barang-barang yang kau butuhkan, waktu kita tidak banyak.”

            Calistha mengangguk kecil dan segera berlari menuju lemari pakaiannya untuk mengambil beberapa pakaian yang ia butuhkan. Ia lalu memasukan dompet dan juga kartu ATMnya untuk mengambil semua uangnya besok. Dan ketika ia sedang sibuk memasukan barang-barang miliknya kedalam tas berukuran sedang, Aiden tiba-tiba menarik tangannya dan memaksanya untuk segera bersembunyi di bawah kolong tempat tidur yang sempit.

            “Ada seseorang di luar.”

            Aiden membungkam bibir Calistha di bawah tempat tidur sambil memperhatikan pintu kamar Calistha yang mulai tersorot oleh cahaya dari lampu senter. Sejak tadi ia telah mendengar suara sol sepatu yang perlahan-lahan mulai berjalan mendekati kamar Calistha. Mungkin orang-orang itu telah mencurigai keberadaan mereka, atau mereka ingin mencari sesuatu di dalam rumah besar ini.

            “Aku sudah mengecek seluruh isi rumah ini, tapi aku tidak menemukan petunjuk apapun mengenai harta curian itu. Kira-kira dimana Seulong menyembunyikannya?”

            mmpffhhh.....

            Aiden memberikan kode pada Calistha agar membungkam bibirnya sambil mendengarkan percakapan dua

orang pria misterius di luar sana.

            “Aku tidak tahu. Pria licik sepertinya pasti telah menyembunyikan harta itu dengan aman di suatu tempat. Mungkin jika kita dapat menemukan putrinya, kita akan tahu dimana Seulong menyembunyikan harta-hartanya yang berhara itu.”

            “Lalu dimana putrinya sekarang?”

            “Entahlah, wanita itu menghilang di hari penyerangan terjadi. Padahal bos besar sangat menginginkan harta curian yang menurut rumor sangat berharga itu. Ayo kita cari petunjuk lain di rumah ini, mungkin kita melewatkan sesuatu.”

            “Bagaimana jika di ruangan itu, kita belum mengeceknya sejak kemarin.”

            Tak berapa lama Calistha dan Aiden dapat melihat sepasang kaki sedang berdiri tak jauh dari ranjang tempat mereka bersembunyi. Pria itu tampak berdiri lama di sana dan seperti sedang mengamati sesuatu hingga membuat jantung Calistha semakin bergemuruh.

            “Apa kau juga berpikiran sama denganku? Sepertinya seseorang baru saja masuk kedalam kamar ini.”

            Hmpp...

            Keringat dingin mulai mengucur turun dari pelipis Calistha ketika sepasang kaki itu mulai mendekat kearah ranjangnya dan mulai terlihat menekukan kakinya untuk membungkuk. Aiden yang melihat itu segera menyiapkan pistolnya untuk berjaga-jaga jika pada akhirnya mereka ketahuan karena posisi mereka saat ini sudah benar-benar terdesak.

            “Hey, apa yang kau lakukan di sana?”

            Pria yang sebelumnya hendak membungkuk itu langsung mendongak sambil berjalan menyusul rekannya yang telah pergi terlebih dahulu dari kamar Calistha. Seketika Calistha menghembuskan napasnya lega sambil merangkak keluar dari kolong ranjangnya yang sempit. Hampir saja ia terkena serangan jantung saat

pria itu hampir melihat tempat persembunyian mereka. Untung saja kali ini keburuntungan masih memihak padanya hingga mereka tidak perlu mengeluarkan senjata untuk membunuh dua orang mencurigakan itu.

            “Kau dengar apa yang mereka katakan? Mereka mencari harta yang kau sebut-sebut sejak kemarin. Sebenarnya apa sih yang telah disembunyikan ayahku?” bisik Calistha gusar. Sekarang ia merasa kesal pada ayahnya karena telah menempatkannya pada posisi yang sangat tidak menguntungkan ini.

            “Andai kau tidak terlalu lama merenung, kita pasti sudah mengetahuinya sejak kemarin.”

sindir Aiden tajam. Calistha lagi-lagi hanya mampu mencebikan bibirnya untuk

menghalau rasa kesalnya pada Aiden.

            “Akunperlu waktu untuk menyesuaikan diri dengan semua ini. Oya, aku jadi semakin penasaran dengan harta yang selama ini kalian maksud. Kenapa semua orang berpikiran jika aku mengetahui sesuatu? Padahal aku sama sekali tidak tahunapa-apa. Aku hanya gadis manja yang selalu bersembunyi dibalik kekuasaan

ayahku. Aku....”

           “Ssshh... bisakah kau diam? Mereka masih berada di luar sana. Suaramu yang berisik hanya akan membawa mereka kembali ke sini. Cepatlah, apa kau sudah selesai?”

            “Sudah. Sekarang kita harus ke kamar ayahku, mungkin saja ada petunjuk yang ditinggalkan ayahku di sana.”

            Mereka berdua lantas segera menuju kamar lain di lantai dua untuk mencari petunjuk lain terkait harta curian yang selama ini disembunyikan Im Seulong dari semua orang. Sayangnya Calistha harus menelan pil pahit saat kamar itu telah berubah menjadi sebuah tempat yang tak berbentuk karena seluruh isinya telah dihancurkan oleh orang-orang yang mungkin sedang mencari harta curian yang disembunyikan oleh ayahnya.

            “Kita tidak akan mendapatkan apa-apa di sini.”

            “Tunggu sebentar, aku ingin berada di sini lebih lama.”

            “Waktu kita tidak banyak. Besok pagi kita masih harus pergi ke Jeju untuk memecahkan teka teki yang ditinggalkan ayahmu. Kita harus pergi sekarang.”

            Dengan berat, Calistha segera berjalan pergi meninggalkan kamar milik ayahnya dengan berbagai perasaan sedih yang berkecamuk di hatinya. Di kamar itu ia memiliki banyak kenangan bersama ayahnya, salah satunya adalah ketika ia sakit sepuluh tahun yang lalu. Ia yang saat itu masih berusia remaja selalu mencari-cari perhatian ayahnya dengan merengek-rengek manja dengan suara kekanakan yang sangat berisik. Dan jika ia sedang sakit, maka ia akan semakin kekanakan dengan sering mengganggu istirahat ayahnya untuk meminta ini dan itu.

Brukk

            “Ssshhh...”

            Calistha tanpa sadar menabrak punggung tegap Aiden ketika pria itu tiba-tiba berhenti di depannya. Pria itu lalu memberikan tatapan tajam sambil mengarahkan pandangannya pada dua orang misterius yang sedang mengitari sudut-sudut ruang kerja ayahnya.

            “Mereka di sana?” bisik Calistha pelan. Rasanya ia benar-benar kesal pada pria-pria itu dan ingin segera menendang mereka keluar dari ruang kerja milik ayahnya saat ini juga.

            “Tunggu hingga mereka keluar.”

            Akhirnya Calistha memilih untuk bersandar pada tembok penyekat ruang kerja ayahnya dengan ruang keluarga sambil menatap seluruh sudut rumahnya penuh kesedihan. Ia seperti baru kemarin menginjakan kaki di rumah ini bersama ayahnya dengan segala kemarahannya yang terlihat kekanakan dan menyebalkan. Lalu keesokan malamnya hampir semua penghuni rumah ini telah mati karena berusaha melindunginya dan juga ayahnya. Ia seharusnya memang tidak boleh berpikiran pendek dengan berusaha untuk mati karena mereka semua telah mempertaruhkan nyawa mereka demi keselamatannya. Sekarang ia harus mencari harta peninggalan ayahnya satu persatu dan suatu saat nanti mengumumkan pada dunia dengan bangga jika ia adalah penerus keluarga Im yang selama ini telah dicari-cari.

            “Mereka sudah pergi.”

            Aiden segera bergerak masuk kedalam ruang kerja tuan Im yang terlihat sangat berantakan dengan berbagai pecahan barang yang berserakan di atas lantai. Di tempat tuan Im tertembak, polisi memberikan garis kuning agar orang-orang tidak mendekat dan merusak bukti otentik tempat korban ditemukan meninggal. Rasanya

Calistha sangat sedih saat melihat garis kuning itu sambil mengingat bagaimana wajah ayahnya yang selalu terlihat letih saat sedang duduk di atas kursi kulitnya yang sangat empuk itu. Bisa dikatakan ruangan ini adalah kamar ke dua ayahnya yang benar-benar sering didatangi oleh ayahnya untuk menyelesaikan seluruh urusan pekerjaan yang tak pernah ia mengerti.

            “Lihat ini.”

            Calistha langsung mendongakan wajahnya kearah tembok yang ternyata telah penuh dengan gambaran-gambaran seperti peta dan juga simbol-simbol yang tidak ia mengerti. Aiden kemudian mengeluarkan senternya dan juga ponselnya untuk memotret gambar itu karena mungkin saja gambar-gambar itu memiliki maksud tersembunyi yang dapat mengantarkannya pada harta curian Im Seulong.

            “Aiden, kenapa pulau Jeju diberi tanda dengan warna biru? Lalu beberapa kota lain di seluruh dunia juga. Ini sepertinya tempat-tempat dimana ayahku membangun kerajaan bisnisnya.”

            “Sepertinya begitu. Ayahmu menggambarkan tempat persebaran propertinya dengan jelas di sini. Tapi orang-orang serakah itu tidak bisa mengambilnya jika mereka tidak memiliki sertifikat dari setiap properti yang dimiliki oleh ayahmu, dan mereka mengira jika sertifikat dari semua properti itu telah disembunyikan di suatu tempat di daerah Kuba.”

            “Kuba memang ditandai dengan warna yang paling berbeda oleh ayahku, warna kuning. Itu adalah warna favorit ibuku.” Ucap Calistha menerawang. Sejak dulu ia tidak pernah bertemu dengan ibunya. Semua orang seperti merahasiakan kematian ibunya darinya hingga ia pernah marah pada neneknya dan juga ayahnya karena mereka menghalang-halanginya untuk mengenang ibunya sendiri. Tapi, mungkin memang ada sesuatu dibalik kematian ibunya yang tidak bisa diceritakan padanya. Atau mungkin hal itu akan melukai perasaan ayahnya yang sangat mencintai ibunya. Entahlah, Calistha benar-benar bingung dengan teka teki kehidupannya. Dan satu persatu teka- teki itu akan terbongkar dengan sendirinya.

            “Ayo kita pergi Aiden, tidak ada hal penting yang tersisa di sini, semua telah hancur.”

            “Kau yakin?”

            “Aku tidak ingin di sini terlalu lama, terlalu menyakitkan. Ayo kita pergi ke makam ayahku.”

            Mereka akhirnya memutuskan untuk segera keluar dari rumah mewah itu dan melanjutkan perjalanan mereka yang masih sangat panjang. Teka teki yang ditinggalkan oleh Im Seulong meninggalkan banyak misteri untuk Calistha. Bersama dengan Aiden, Calistha telah bertekad untuk memecahkan semua teka teki itu satu persatu, dan mencoba menata kehidupannya kembali yang terlanjur rusak oleh masa lalu ayahnya yang tidak pernah ia ketahui.

Terpopuler

Comments

Erni Zulkarnain

Erni Zulkarnain

semangat baca nya thor,, aq suka ceritanya ngak bertele2.. 🤭🤭

2020-09-11

0

Kustri

Kustri

apa kbr rania?

2020-08-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!