Dimana ini...?
Mata indah Nisha yang kecoklatan tampak menyipit memandang heran pada sebuah rumah yang lumayan besar dan terlihat gelap.
Pagar nya yang tinggi tampak terkunci dari luar, menunjukan tak ada penghuni di dalamnya.
Suasana malam yang mulai merambat pelan selepas magrib membuat rumah itu terlihat agak kelam tanpa cahaya lampu yang menerangi.
Perasaannya mulai was-was tatkala Ridwan terlihat turun dari mobilnya dan berjalan mendekati pagar rumah itu.
Derit pintu pagar terbuka terdengar saat Ridwan mendorong pagar rumah dengan lebar.
Kemudian, pria itu tampak berjalan kembali mendekati mobil yang masih menyala sedari tadi.
Ia segera masuk ke dalam mobil dan memutar stir mobilnya.
Nisha menatap pria itu dengan hati penuh tanda tanya.
"Rumah siapa ini...?" tanya Nisha tampak bingung.
Gadis itu terpaksa membuka mulutnya setelah sedari tadi ia cuma diam mendengarkan hinaan dan makian yang di lontarkan Ridwan sepanjang perjalanan.
"Rumah ku." sahut Ridwan datar.
Jawaban yang terlalu singkat dari bibir Ridwan membuat Nisha makin penasaran dan merasa cemas.
"Mau apa Abang membawaku ke rumahmu?" tanya Nisha cemas.
Tatapan Nisha penuh curiga menatap pria setengah baya yang masih terlihat marah dengan sikap Ridwan yang tampak acuh tak acuh bicara dengannya.
Kesabaran Ridwan habis sudah. Sebagai pebisnis, ia tak mau rugi. Ia sudah menghabiskan uang begitu banyak untuk ber investasi di keluarga Nisha. Saatnya gadis itu membayar hutangnya.
"Aku ingin mengganti pakaian kerjaku sebelum mengantarmu pulang kerumah." ujar nya ketus.
Ridwan berbohong pada gadis cantik yang polos dan lugu itu dengan hati dongkol dan marah.
Nisha terdiam. Tak ada lagi komentar dan pertanyaan. Ia tak ingin bicara banyak dengan pria yang tampak sangar dan bermulut kasar itu.
"Ayo turun!" Hardik Ridwan.
Suara pria itu terdengar mengejutkan Nisha yang masih mematung didalam mobil.
Ridwan sudah memarkir mobilnya di pekarangan rumahnya yang tak begitu luas.
Pria itu tampak mengunci kembali pintu pagar rumahnya dan berjalan menuju pintu rumah yang masih gelap tanpa cahaya lampu.
Nisha perlahan turun dari mobil dan menutup pintu mobil dengan pelan.
Sejenak langkahnya terlihat ragu-ragu mengikuti sosok Ridwan yang sudah masuk ke dalam rumah dan menyalakan lampu.
"Masuklah!" kata Ridwan.
Pria itu menyuruh Nisha masuk tanpa menoleh sama sekali ke arah gadis itu.
Sejenak Nisha melirik ke arah dalam rumah. Ada sedikit kelegaan di hati Nisha melihat suasana rumah yang tampak rapi dan bersih menunjukan rumah itu cukup terawat oleh pemiliknya.
Sepertinya Ridwan adalah pria yang cukup peduli dengan kebersihan. Buktinya, tak ada debu apalagi sampah yang berserakan di lantai rumah itu. Lantainya mengkilap seakan rumah itu selalu dibersihkan.
"Tutup kembali pintunya. Aku tak mau ada kucing atau hewan lain yang masuk ke dalam rumah." ucap Ridwan lagi.
Suara Ridwan terdengar memerintah dari tempat yang tak terlihat oleh Nisha yang masih berdiri terpaku di ambang pintu.
Perlahan tangan Nisha bergerak menutup pintu rumah Ridwan yang masih terbuka.
Matanya pun berpendar menatap sekeliling ruang tamu yang terlihat apik dengan deretan patung keramik yang tertata rapi dalam sebuah lemari kaca. Ia pun sangat tertarik memandangi aneka patung yang berbagai rupa itu.
"Nisha! Bisa bantu aku sebentar?" Teriak Ridwan lagi dari dalam ruangan yang tak tampak dari ruang tamu.
Gadis itu sejenak terpaku berpikir panjang.
"Tolong bawakan handuk yang di depan pintu kamarku, aku lupa membawanya ke kamar mandi!" Suara teriakan Ridwan makin keras meminta bantuan.
Dengan hati ragu dan agak bingung, Nisha masuk ke dalam ruangan yang ternyata ruang santai untuk keluarga.
Ruangan itu terlihat besar dengan tangga berputar ke lantai atas. Matanya pun berputar mencari ruangan yang merupakan kamar Ridwan. Hanya ada satu kamar di lantai bawah. Tak ada tempat gantungan handuk yang ia lihat. Hanya saja pintu kamar itu terlihat sedikit terbuka.
Mungkin saja pria itu lupa kalau tempat handuknya ada didalam kamar! Pikir Nisha dalam hati.
Dengan langkah kaki penuh keraguan, Nisha mendekati pintu kamar itu dan mendorongnya pelan. Ia mengintip ke dalam kamar yang berukuran besar itu dan melihat ada gantungan handuk disana.
Perlahan Nisha masuk ke dalam kamar dan berniat mengambil handuk ke tempat gantungan yang ada disana.
Ceklek!
Suara pintu terkunci dari dalam terdengar dari depan rumah Ridwan.
Nisha kaget dan berbalik hendak melihat ke arah pintu keluar. Namun langkahnya terhenti di depan pintu kamar tatkala tubuh Ridwan yang berperawakan besar telah menghadang langkahnya di ambang pintu kamar.
"Kenapa pintunya Abang kunci?" tanya Nisha takut.
Mata gadis itu terlihat melotot dengan wajah yang pucat pasi.
Hatinya mulai diliputi rasa cemas dan was-was saat tatapan mata Ridwan tampak berubah nyalang memandangi dirinya.
Pria setengah baya itu tampak bertelanjang dada dan hanya mengenakan boxer sebagai penutup bagian bawah nya.
Nisha buru-buru memalingkan wajahnya dan berusaha menutupi mukanya dengan kedua telapak tangannya. Ia berniat untuk keluar dari kamar itu dengan menerobos dari samping tubuh Ridwan yang ia rasa cukup untuk ia lewati. Namun tangan kekar Ridwan sangat cepat menahan tubuhnya, hingga ia tak bisa pergi.
Pria itu dengan kasar mendorongnya masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu kamar dengan cepat.
"Apa yang ingin Abang lakukan?" Jerit Nisha mulai panik.
Pria itu tampak tersenyum sinis, dengan wajah menyeringai menatap Nisha yang berdiri dengan lutut tampak gemetar.
"Aku ingin kau membayar semuanya." Ucap Ridwan dengan wajah berubah garang dan menakutkan.
Sorot mata Nisha tampak cemas dan ketakutan. Benaknya langsung terpikir barang-barang pemberian Ridwan yang kini di pakai Pamela tanpa seizinnya.
Nisha tak punya sedikitpun uang untuk membayar hutang keluarganya pada Ridwan. Apalagi mengembalikan barang-barang pemberian Ridwan. Semuanya sudah jadi barang bekas yang di gunakan Pamela hampir setiap hari.
Nisha mengutuk dirinya dalam hati. Dari awal, dia sudah curiga dengan kebaikan sikap Ridwan yang sangat berlebihan pada dirinya dan keluarganya. Namun, Bu Salma ibunya sudah terlanjur menghabiskan uang yang puluhan juta dari Ridwan untuk membayar hutang-hutangnya yang ada dimana-mana.
"A-aku akan menyicilnya. Izinkan aku membayarnya sedikit demi sedikit dengan gajiku." ucap Nisha menggigil ketakutan.
Hanya itu yang bisa Nisha katakan saat ini untuk membujuk Ridwan.
Barangkali pria setengah baya itu akan berubah simpati dan bersedia uangnya di cicil tiap bulan dari gajinya sebagai pelayan kedai minuman.
Pria itu tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Nisha yang terdengar menggelikan baginya.
"Apa kamu pikir aku yayasan amal? Butuh sekian tahun untuk kamu dan ibumu melunasi hutang-hutang itu." jawab Ridwan jengkel.
Ridwan tampak tersenyum sinis seolah mengejek Nisha yang langsung tertunduk lemas mendengar ucapan Ridwan.
"Jika yang Abang inginkan adalah menikah denganku. Aku akan menerima pernikahan itu, asalkan hutang ku dan hutang ibuku lunas." Nisha berkata dengan lidah yang terasa kelu dan berat.
Walau hati gadis itu tak terima, tapi Nisha tak punya jalan lain selain bernegosiasi dengan pria itu. Pikir gadis itu, Ridwan tak kan menolak tawaran yang ia rasa sangat diinginkan pria itu.
Pria setengah baya itu terdiam. Ia menatap Nisha dengan tajam. Entah apa yang ada di benaknya. Tubuhnya perlahan mulai mendekati Nisha yang berjalan mundur ke arah dinding kamar.
Apakah Ridwan mau menerima tawaran dari Nisha ?
.
.
.
Yuuk,, kepoin ceritanya ya 🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments