Nisha...!
Lagi-lagi suara teriakan Ikbal saudara lelakinya terdengar memanggil dari luar rumah membuat dirinya yang baru saja hendak rebahan terpaksa bangun dari sofa. Dengan kesal, ia membuka pintu rumah yang telah di kunci ibunya sedari tadi.
Sosok Ikbal yang melipat kedua tangannya kedinginan terlihat berdiri di luar rumah. Hujan belum juga reda. Pemuda berambut ikal dengan tubuh kurus ceking itu buru-buru masuk tanpa membuka sepatunya yang terlihat kotor menginjak lantai rumah seenaknya.
"Abang...! Sepatu mu itu kotor, baju mu juga basah! Kamu bisa di marahin ibuk karna lantai nya jadi kotor...!" Jerit Nisha dongkol.
Matanya melotot ke arah Ikbal yang melengos tak peduli terus melangkah dengan tubuh sempoyongan ke arah kamar belakang.
Nisha memandang kakak lelakinya geram. Berulang kali ia membuang nafas kasar, mencoba menahan dirinya yang mulai tersulut emosi karna kelakuan kakaknya yang berbuat sesuka hati.
Apalagi melihat langkah kaki Ikbal yang sempoyongan. Ia sudah bisa menilai kakaknya itu habis mabuk-mabukan lagi dengan teman-temannya di luar sana.
"Dasar tak berguna!" Umpat Nisha dengan nada teramat jengkel.
Sambil menggerutu tak menentu. Ia mengambil kain lap dan membersihkan lantai yang kotor karna ulah Ikbal. Perutnya yang terasa lapar kembali berbunyi membuat dirinya makin kesal dan marah.
Nisha membanting kain lap dengan kasar dan merunduk sambil duduk meratapi nasibnya.
"Ya Allah, andai aku boleh meminta. Aku ingin jadi orang kaya. Biar ibu ku senang, biar hidupku tak sengsara seperti ini." Batin Nisha merintih pilu meratapi buruk nasibnya.
Sayangnya, dia bukan gadis yang terlahir dari keluarga yang ahli agama. Dia cuma bisa berdoa sesuka hatinya tanpa ada yang bisa ataupun mau mengajarkannya.
Tak lama kemudian, Nisha perlahan bangkit kembali meneruskan membersihkan lantai hingga bersih. Setelah bersih, ia pun berbaring kembali di sofa mencoba untuk memejamkan matanya.
Hingga pagi menjelang.
Nisha terbangun pagi-pagi sekali saat Kokok ayam baru saja berbunyi. Ia buru-buru mandi dengan memakai pakaian apa adanya. Ia pun membangunkan adiknya Pamela yang sedang tidur dengan nyenyak nya di balik selimut tebal.
"Bangun! apa kau tidak sekolah hari ini?" Tegur Nisha pada Pamela yang membuka matanya dengan malas-malasan.
"Iya... ntar lagi, masih terlalu pagi juga." Jawab Pamela dongkol karna dibangunkan.
Nisha menutup mulutnya rapat. Ia mencoba untuk sabar menghadapi sikap adik nya yang keras kepala.
"Bilang sama ibuk, aku pergi melamar kerja." Ucapnya pada Pamela yang masih tidur diatas kasur sebelum dirinya keluar meninggalkan kamar.
Sejenak, Nisha menarik nafas berat sebelum kakinya melangkah perlahan meninggalkan rumahnya di pagi itu.
Suasana jalanan masih terlihat sepi dan lembab dengan titik embun yang terlihat jatuh menetes dari dedaunan pepohonan. Kicauan burung-burung terdengar seperti kidung yang menemani langkah kaki Nisha yang berjalan gontai tanpa arah tujuan.
Dingin, ia buru-buru melipat kedua tangannya di dada, mencoba menghangatkan tubuhnya yang menggigil dari dinginnya udara pagi yang merasuk ke tubuhnya.
"Aduh!" Jerit gadis itu tiba-tiba mengaduh kesakitan.
Langkahnya terhenti dan merunduk ke bawah menatap bebatuan yang tak sengaja tertendang ujung jarinya.
"Mata tak berguna! Batu sebesar itu saja kau tak bisa melihat!" Gerutunya marah, menyalahkan mata minusnya yang sulit untuk melihat dari jarak jauh.
Ia pun mengelus ujung jempolnya yang terasa ngilu sebentar dan melanjutkan perjalanannya kembali.
Setengah jam kemudian.
Langkah kaki Nisha akhirnya sampai ke pasar di pusat kota. Suasana riuh di pasar membuat gadis itu langsung bersemangat. Ia pun berputar-putar mengitari pasar.
Matanya berpendar mencari-cari sebuah kedai penjual minuman segar yang pernah di katakan Bu Salma ibunya. Kata Ibunya, kedai itu sedang membutuhkan pekerja sebagai pelayan minuman.
Tak selang beberapa menit.
Senyumannya mengembang ceria menemukan kedai minuman segar yang ia cari. Kedai itu terlihat lumayan ramai dengan pengunjung. Sorot matanya yang indah langsung tertuju pada si ibuk pemilik kedai yang sedang asyik menghitung hasil jualannya.
Awalnya, ada keraguan yang menyelimuti hatinya. Namun saat membayangkan wajah ibunya yang sering kali ber keluh kesah, timbul lah keberanian di hati Nisha.
"Permisi buk... Apa saya boleh kerja disini buk? Jadi pelayan atau tukang cuci gelas dan piring kotor juga boleh." Nisha coba menawarkan diri untuk bekerja di kedai itu.
Si ibuk pemilik kedai menatap Nisha dengan heran. Ia melihat gadis itu dari ujung rambut hingga ujung kakinya. Pakaian lusuh dan sandal jepit yang dikenakannya tak sebanding dengan paras nya yang cantik namun tak terawat seperti kebanyakan gadis-gadis lainnya.
Rasa iba dan kasihan sejenak menyelinap di hati si ibuk pemilik kedai.
"Ya udah, sana, kamu bantu cuci gelas di belakang!" Ucap si ibuk dengan lantang.
Nisha langsung tersenyum dengan hati girang.
"Baik buk, makasih ya buk!" Gadis itu buru-buru meninggalkan si ibuk hendak ke belakang kedai.
"Hei...! namamu siapa?" Teriak si ibuk tiba-tiba memanggilnya.
Nisha berbalik menoleh ke arah si ibuk pemilik kedai sambil melemparkan senyuman.
"Nisha buk...!" Teriaknya seraya menghilang di pintu belakang.
"Nisha, Nama yang bagus." Pikir ibuk pemilik kedai dalam hati seraya melanjutkan menghitung uang.
Tak terasa waktu berlalu cepat.
Hari hampir lewat pukul 5 sore. Beberapa pekerja lelaki mulai ber angsur menutup kedai. Ibuk pemilik kedai mengintip Nisha yang masih sibuk mencuci gelas kotor di belakang.
"Nisha! Kalau sudah beres, kamu temui ibuk dulu sebelum pulang ya!" Ucap si ibuk yang tersenyum senang melihat Nisha yang terlihat rajin dan cekatan dalam bekerja.
"Iya buk...!" Jawab Nisha sambil terus melanjutkan pekerjaan nya mencuci gelas.
Setelah semua beres. Ia pun segera menghampiri si ibuk yang telah menunggu nya sedari tadi.
"Duduklah!" Si ibuk menyuruh Nisha duduk di hadapannya.
"Kamu tinggal dimana Nisha?" Tanya ibuk pemilik kedai seraya menatap gadis cantik yang telah duduk di hadapannya dengan sorot mata kasihan.
"Saya tinggal di desa anggrek buk!" Jawab Nisha sopan.
Ibuk pemilik kedai tercenung. Dahinya berkerut tajam mencoba memikirkan.
"Desa Anggrek? Siapa nama ibumu? Jangan-jangan ibuk mengenalnya. Ibuk kan aslinya dari Desa Anggrek. Mana tau kamu anak dari salah satu temannya ibuk?" Tanya ibuk pemilik kedai penasaran.
"Iya buk, kata ibuk saya, beliau berteman dengan ibuk Ratna. Itu nama ibuk kan? Ibu saya namanya Salma." Ujar Nisha sambil tersenyum sumringah.
Ibuk pemilik kedai yang sudah di ketahui Nisha dari awal bernama Ratna itu pun terbelalak.
"Oalah, anak nya Salma ya?" Jerit Buk Ratna penuh suka cita.
"Trus, emangnya kamu gak sekolah? Kok bisa-bisanya ngelamar kerjaan ke sini?" Tanya Buk Ratna dengan penuh perhatian.
"Baru lulus SMA buk. Udah 3 bulan nganggur dirumah terus. Kasihan ibuk saya, gak ada yang bantuin cari makan." Gadis itu bicara jujur seraya menunduk kan kepalanya malu.
Tapi harus bagaimana lagi. Dia memang tak bisa bohong. Keluarga nya memang hidup dengan kesusahan.
Buk Ratna ikut prihatin dengan keadaan Nisha dan keluarganya.
"Kamu gak mau kuliah?" Tanya Buk Ratna dengan rasa iba yang menyelimuti hatinya.
"Mau buk, tapi gimana mau bayar kuliah, buat makan aja susah." Ucap Nisha dengan wajah tertunduk sedih.
Buk Ratna manggut-manggut seakan memahami keadaan gadis cantik yang lugu itu.
"Ini, ada sedikit uang hasil kerja mu hari ini. Kalau kamu bisa nabung, tabungkan sedikit untuk bekal kuliah mu nanti. Mulai besok kamu boleh kerja disini bantu ibuk jadi pelayan atau cuci gelas. Asal kamu gak gengsi, Ibuk yakin, tahun depan kamu bisa kuliah dengan biaya sendiri." Ujar Buk Ratna sembari menyodorkan beberapa helai uang kertas ke tangan Nisha.
Gadis itu pun menerima uang hasil jerih payah nya dengan titik airmata yang seketika jatuh di pelupuk matanya yang kecoklatan.
"Terimakasih buk, Ini gaji pertama saya semenjak saya lulus sekolah." Nisha menatap uang hasil keringatnya dengan hati senang dan penuh haru.
"Alhamdulillah ya Allah, semoga Rezki yang ku dapat hari ini berkah." Ia pun berdoa dengan tulus dalam hati.
Buk Ratna ikut terharu melihat raut wajah Nisha yang terlihat menangis terharu.
Nisha pun segera berdiri setelah menerima gajinya dari Buk Ratna seraya menyusut air matanya dengan cepat.
"Nisha pamit dulu ya buk." Buk Ratna mengangguk, saat Nisha berpamitan dengan buru-buru.
"Iya, cepatlah pulang, hari hampir magrib, jangan sampai pulang kemalaman." Ucap Ibuk pemilik kedai menyuruh gadis itu cepat pulang.
Nisha mengangguk sopan.
"Iya buk, permisi." pamit Nisha.
Nisha pun bergegas beranjak pergi meninggalkan kedai minuman tempat ia pertama kali bekerja dengan hati riang. Diiringi pandangan Buk Ratna yang memandangi kepergiannya dengan suka cita.
"Aw!" Lagi-lagi kaki nya tersandung batu.
Tubuh mungilnya limbung seketika, hampir saja ia jatuh tersungkur andai tak ada yang memeganginya dari belakang.
Darah Nisha terkesiap saat menyadari siapa yang telah menangkap tubuhnya saat dirinya hampir terjatuh.
"Kau?"
Bersambung 🤗
Kira-kira siapa yang telah menolong Nisha ?
Kepoin terus ceritanya 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Mr.Arez-Jr
kasihan kamu nisha
2024-11-22
0
Ceriwis (Kurogane Haruka)
jangan bilang kalo begal kak..
2024-09-12
2