"Berapa mbak?"
Sebuah dompet kulit berwarna hitam dikeluarkan Ridwan dari saku celana yang ia kenakan. Pria itu membayar cash semua barang yang ia belikan untuk Nisha dengan tanpa ragu-ragu. Ia sengaja tak mengambil struk belanjaan dan menyuruh Nisha untuk menerima struk yang disodorkan oleh kasir kepadanya.
Gadis itu tertegun membaca total belanja yang tertera di struk. Ia memandangi kantong-kantong yang berisikan sepasang sandal, beberapa helai baju, rok, celana, tas dan aneka produk kecantikan yang ada di kedua tangannya dengan hati nelangsa. Beban yang ada didalam tumpukan kantong-kantong itu tidak lah berat. Yang teramat berat adalah hutang budi yang makin bertambah banyak kepada Ridwan.
Tak ada kegembiraan yang terpancarkan di wajah cantiknya saat menenteng belanjaan yang sedemikian banyak. Sementara diluar sana, banyak gadis yang tergila-gila dan berebutan ingin di belanjakan pria-pria tajir. Nisha justru sebaliknya, ia semakin ketakutan dan merasa tak tenang. Kebebasan dan kehidupannya seakan terikat dan di kendalikan oleh Ridwan. Pria itu menguasai dirinya dengan uang.
"Handphone yang kemarin ku belikan untuk mu kamu taruh di mana?" Tiba-tiba Ridwan bertanya tentang benda kecil unik berwarna merah yang kemarin ia berikan pada gadis itu.
Otak Nisha langsung berputar mencari jawaban yang tepat.
"Ada, aku simpan di lemari." Bibirnya terdengar bergetar mengucapkan sepenggal kalimat singkat penuh kebohongan.
Pria itu langsung menghentikan langkah kakinya dan menahan bahu Nisha untuk ikut berhenti berjalan.
"Jangan belajar bohong, aku tahu kau bukan seorang pembohong." Ridwan menatap mata gadis lugu di samping nya itu dengan sorot mata yang tajam.
"Aku tadi menghubungimu via handphone dan yang mengangkatnya adalah adikmu sendiri, Pamela." Ungkap Ridwan menguak kebohongan yang di lakukan gadis itu tanpa basa basi.
Wajah Nisha berubah pucat dan tertunduk takut, ia memang tak ahli dalam ber bohong. Rasa gugup dan salah tingkah karna ketahuan berbohong membuat dirinya jadi malu sendiri.
"Heran, kakak dan adik beda selera. Sepertinya adikmu lebih pintar dari mu. Ia punya selera tinggi, tidak seperti mu yang asal-asalan." Sindir Ridwan.
Kalimat yang di ucapkan Ridwan memang terdengar menghina, namun tidak dengan ekspresi wajah yang ia tunjukan. Ia seolah tidak senang dengan sikap Pamela yang lancang memakai pemberiannya yang seharusnya di pakai untuk keperluan Nisha.
"Apa kau punya kaca di rumahmu?" tanya Ridwan lagi.
Pria setengah baya itu memandang gadis didepannya dengan raut wajah terlihat jengkel.
Nisha jadi bingung dengan pertanyaan Ridwan yang terasa aneh di hatinya. Dengan pelan ia menganggukkan kepala dan terkejut saat pria itu mendadak menarik tangannya ke suatu tempat.
"Berdiri disini. Perhatikan kaca itu baik-baik!" Ridwan memaksa gadis itu berdiri di depan sebuah butik pakaian.
"Lihat kesini, lihat dirimu baik-baik!" Ridwan pun menunjuk sebuah kaca besar yang terletak di luar butik seraya mengetuk-ngetuk kaca itu dengan ujung jari telunjuknya.
Perlahan gadis desa itu pun mengangkat kepalanya dan menatap kaca yang di tunjuk Ridwan dengan seksama.
Pantulan dirinya yang yang berpenampilan biasa, jauh dari kata sederhana dengan wajah tanpa polesan bedak dan lipstik serta outfit yang jelek dan kampungan membuat Nisha mengutuk dirinya dalam hati.
Ada rasa malu bercampur sedih karna dirinya merasa dipermalukan oleh Ridwan di tempat umum yang ramai oleh orang ber lalu lalang. Ingin rasanya Nisha menangis. Kemiskinan dirinya begitu terlihat di kaca itu.
"Kenapa kau menangis? Ikut aku! Biar kau tau, berapa nilai mu sebagai perempuan." Lagi-lagi Ridwan menarik tangan gadis itu mengajaknya berkeliling dan turun naik dari lantai bawah, ke lantai atas.
Nisha tak berkutik sama sekali dia sudah semakin pasrah di ajak pria itu menyusuri mall yang hampir tutup.
"Sepertinya, tak ada yang cocok untuk mu." Gumam pria itu pelan.
Ridwan menoleh ke arah Nisha yang terlihat menunjukan rasa lelah dan capek karna belum istirahat sedari tadi. Apalagi mengikuti diri nya yang mengajak gadis itu naik turun lantai dengan membawa barang belanjaan yang segitu banyak di kedua tangannya.
Ada rasa iba menyelinap di hati Ridwan melihat gadis itu. Tangannya pun terulur mengambil barang belanjaan dari tangan Nisha dengan sedikit kasar.
"Kita ke mobil saja. Aku akan membawamu ke tempat yang lebih bagus." Ucapnya seraya masuk ke dalam lift.
Nisha tersentak, Ia belum pernah masuk ke dalam benda yang seperti peti berjalan naik turun itu. Ia hendak melangkah masuk mengikuti Ridwan namun pintunya hampir tertutup membuat ia tak bisa masuk, sesaat terbuka lagi dengan teriakan Ridwan yang memerintahnya agar cepat masuk.
Tubuh mungilnya segera menghambur ke dalam lift dan sedikit terguncang saat lift bergerak turun dan berhenti di lantai basement.
Nisha bergegas keluar dari benda menakutkan yang seolah ingin menelan nya hidup-hidup itu. Wajahnya terlihat tegang dan pucat pasi.
Ada rasa geli bercampur kesal di hati Ridwan saat melihat tingkah Nisha yang norak dan kampungan. Tapi ia tak ingin berkomentar banyak, gadis itu benar-benar sangat lugu dan tak mengerti apapun.
Sejenak ia teringat Pamela adiknya Nisha yang sepertinya sangat berbeda sekali dengan Nisha. Jika dipikir-pikir, Pamela bukan gadis desa biasa. Dia pemain, terka Ridwan dalam hati menilai kepribadian Pamela.
Setelah menaruh barang belanjaan mereka ke atas mobil, Ridwan pun tak lupa membantu Nisha untuk membuka pintu mobil. Bukan keinginan Ridwan untuk membuat nya seperti ratu, tapi karna wajah gadis itu yang terlihat bingung saat tangannya tak berhasil membuka pintu.
Tak lama kemudian, mobil yang dikemudikan Ridwan berjalan cepat meninggalkan basement.
Hanya selang beberapa menit, mobil yang dikemudikan Ridwan mulai memasuki sebuah kawasan elite. Dia memarkir mobilnya di depan sebuah salon yang besar dan megah.
"Ayo turun!" Kata Ridwan segera menyuruh Nisha agar cepat turun.
Gadis itu perlahan turun dari mobil mengikuti langkah kaki Ridwan yang berjalan cepat memasuki pintu salon. Bola matanya berpendar menatap berbagai poster gadis-gadis cantik dengan aneka model rambut.
"Ada yang bisa kita bantu om?" tegur suara lelaki yang di bikin kemayu.
Seorang perempuan cantik seperti foto model terlihat menyambut kedatangan mereka berdua dengan senyum ramah di bibirnya yang berhiaskan lipstik tebal berwarna merah maroon.
Ridwan menarik tangan Nisha agar mendekat dan menekan bahunya agar duduk diatas kursi yang berhadapan dengan kaca salon.
"Permak dia secantik mungkin!" Pinta Ridwan pada si perempuan menor yang suaranya terdengar ngebass tidak seperti perempuan kebanyakan.
"Duh, ini mah gampang om. Wajah nya udah cantik alami. Permak dikit saja udah kayak artis sinetron Nabila Syakieb." Puji perempuan jadi- jadian itu seraya menyentuh rambut Nisha dan memandangi penampilan gadis itu dengan dahi berkerut.
"Sekalian, kita punya butik yang bisa atur style nya. Di jamin, om pasti kaget liat nya." ucap perempuan setengah lelaki itu mengerling ke arah Ridwan dengan sikapnya yang terkesan genit dengan jemari melentik.
Ridwan menghentakkan pantatnya duduk di sofa tamu bersikap acuh tak acuh seraya mengibaskan tangannya.
"Terserah, berikan yang paling terbaik untuk nya!" ucap Ridwan masa bodoh.
Pria setengah baya itu kemudian asyik membaca surat kabar yang terletak di atas meja tamu tanpa melihat ke arah Nisha yang makin tertekan dengan pemberian nya yang makin tak terhitung jumlahnya.
Gadis itu hanya bisa menarik nafas berat dan pasrah menerima perlakuan dari perempuan yang ternyata pria jadi-jadian pada rambutnya yang hitam dan panjang.
Apa yang terjadi pada Nisha selanjutnya ?
Cuss kepoin terus ceritanya 🤗
Jangan lupa ❤️⭐🌹👣 agar author tetap semangat nulisnya 🙏
BERSAMBUNG !!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Mr.Arez-Jr
cantik dong nisha
2024-11-28
1