Langit Jingga

Langit Jingga

CHAPTER 1

SMA MERAH PUTIH

2008

*****

Kringggg krriinnggg

"Waduuhh... metong deh gue. Telat ini... yakali upacara di depan orang-orang." Ujar Jingga yang tengah berlari masuk ke sekolah.

"Pak Kardi, Pak Kardi, tunggu, tunggu, huft..." Ucap Jingga yang berlari cepat menghampiri pagar sekolah.

"Kamu nih, Ngga... hobi banget telat. Udah, buruan masuk sana. Daripada disuruh baris sama Mak Lampir. Hahaha..." Ujar Pak Kardi yang baik betul dengan Jingga.

Karena sesekali Jingga suka kasih kue, rokok, atau cangcimen ke doi. Buat di bukain pagar terus pas telat. Hahaha...

"Makasih Pak... the best." Ucap Jingga yang menunjukkan ibu jarinya kepada Pak Kardi.

Lalu Pak Kardi membalasnya dengan acungan ibu jari pula. Jingga masuk ke barisan kelasnya paling belakang.

"Ngga, Ngga... hobi banget telat dah luh." Ucap Nabila sang sahabat.

"Hehehe... gue gak bawa motor soalnya." Ujar Jingga.

"Lha, ngapa lu gak bawa motor?" Tanya Chika.

"Dipake sama Bapake. Motor doi dibengkelin." Ucap Jingga.

"Nah, ntuh lu bisa bareng sama si curut?" Ujar Mala.

Sahabatnya Jingga ini gak ada yang kenal malu. Udah gak punya malah urat malu. Udah disemayamkan itu yang namanya malu. Hahahaha....

"Mobilnya doi masuk bengkel katanya. Mogok. Jadi naik bus. Gak sengaja ketemu." Ujar Jingga.

"Sst... kalau mau ghibah nanti aja di masjid. Jangan disini." Ucap Tika.

"Lhaa... makin pe'a." Ujar Mala.

*****

Saat upacara guru mengumumkan juara-juara umum dari kelas 1 - 3. Untuk kelas 2 saingan ketat nih.

"Juara umum 1 yaitu Ananda Cakrawala Langit Brawijaya, dipersilahkan maju kedepan." Panggil Pak Tyo Guru Matematika.

"Lang, dipanggil tuh." Ucap Anto yang berbari bersebelahan dengan Langit.

Langit hanya diam tak bergeming. Dia berdiri dan masih asyik dengan games di handphonenya.

"Cakrawala Langit Brawijaya, masuk hari ini?" Panggil Pak Tyo untuk yang kedua kalinya.

"Hett... nih bocah. Maju kupret." Ucap Juna sang teman sepermainan sejak SMP.

"Cakrawala Langit Brawijaya, ada?" Panggil Pak Tyo yang ketiga kalinya.

"Maju." Ucap Jingga yang menepuk lengan Langit.

"Ngapain?" Tanya Langit yang sejak tadi asyik dengan games-nya

"Mau di kasih duit. Udah buruan." Ucap Jingga asal yang mendorong punggung Langit untuk maju kedepan.

"Lo punya pelet apaan sih, Ngga? Nurut banget tuh anak sama lo. Haha..." Ujar Bimo.

Jingga tak menanggapi dan hanya kembali ke barisannya. Bimo itu sudah lama suka dengan Jingga.

Tapi tak pernah sekalipun Jingga ladeni. Kasar orangnya. Jingga gak suka.

Sedingin-dinginnya Langit, tapi doi masih tau cara menghormati dan menghargai perempuan.

Back to the story

"Selanjutnya, juara umum ke 2. Ananda Aruna Jingga Maharani, silahkan maju kedepan." Panggil Pak Tyo.

Jingga segera maju dan berlari kecil di tengah lapangan seluas itu. Ia berdiri di sebelah Langit. Yang seperti galah tingginya.

"Juara umum 3 Ananda Dewangga Haribowo. Silahkan maju kedepan." Panggil Pak Tyo.

"Wuiidihh... kelas kita semua ini? Jan kasih kendor broo..." Ujar si kribo.

Nama aslinya Chiro. Tapi dipanggil kribo karena rambutnya yang seperti Edi Brokoli.

"Eh, iya ya. Langit, Jingga, Angga. Kok berasa cinta segitiga, ya?" Ucap Vira yang hobi berdandan. Tapi baik hati bukan main.

"Lo kalo ngomong jujur banget sih." Ucap Doni. Laki-laki yang disukai Vira dari kelas 1 SMA.

Vira hanya melihat baris sebelahnya. Laki-laki yang begitu dingin dan cuek kepadanya sekarang menanggapi ucapannya.

Berbunga-bunga sekali hatinya. Rona merah pipinya membuat Doni meliriknya. Membuatnya gemas ingin mencubitnya.

Sang juara menerima piagam dan piala penghargaan atas juara umumnya. Setelahnya mereka kembali ke barisan dan masuk kelas.

*****

"Ibu bangga sekali dengan kalian, Nak. Terima kasih sudah mengharumkan nama kelas kita." Ujar Bu Arini sang wali kelas.

Guru tersabar dan terbaik di sekolah. Paling cantik pula. Suaminya tampan kan maen...

"Iya, Bu. Kami juga mengucapkan terima kasih." Ucap Jingga yang mewakili kedua laki-laki disebelahnya.

Setelah dari ruang guru, mereka kembali ke kelas. Sampai di kelas 2 IPA 2 dan mereka mendapat sorakan serta hujan kertas dari teman-temannya.

Kalau ada yang bilang kelas IPA itu isinya anak pinter, iya benar. Tapi kalau ada yang bilang anak IPA itu pada hobi belajar. Salah. Nih, buktinya.

"Hari ini kita makan-makan... tiga orang sekaligus cuyy... Hahaha..." Ucap Ncek. Namanya Koko. Tapi karena matanya sipit, dipanggilnya Ncek.

"Titip." Ucap Langit kepada Jingga yang menaruh piala dan piagamnya di meja Jingga. Dan seenaknya doi ngeloyor pergi.

Jingga yang hanya melihat Langit keluar kelas dengan tatapan bingungnya.

"Kok ada laki seenak jidatnya gitu." Batinnya.

"Lang, jan lupa. Traktiran kali." Teriak kribo.

Langit hanya mengacungkan ibu jarinya tanda setuju.

*****

"Pasti disini." Ujar Jingga yang menemukan Langit di atap gedung sekolah.

Langit yang sedang berbaring di bangku segera bangun karena Jingga datang.

"Ngapain?" Tanyanya.

"Roti." Ucap Jingga yang memberikan roti cokelat dan air mineral kepada Langit. Karena ia tau Langit belum sarapan pagi itu.

"Lo jadi pergi sama Angga?" Tanyanya buka suara.

"Pergi? Kemana?" Tanya Jingga bingung.

"Itu yang nyari buku." Jawab Langit.

"Ohh... gak sama Angga doang. Sama temen-temen yang lain juga." Terang Jingga.

Langit yang menatap Jingga dengan mata elangnya membuat Jingga salah tingkah.

"Mau kemana?" Tanya Langit yang menyergah Jingga dengan menggenggam pergelangan tangan Jingga.

"Turun lah. Udah mau abis jam istirahat. Masuk aja yuk." Ucap Jingga sambil melepas genggaman Langit.

Langit yang berdiri malas akhirnya mengikuti ajakan Jingga. Merek turun dari atap gedung menuju kelas.

Maksud Jingga sebenarnya ingin mengajak Langit untuk masuk di mata pelajaran Matematika karena ia tak paham dengan pelajaran yang satu itu.

Butuh Langit. Jingga lebih paham jika Langit yang menjelaskan. Langitpun meng-iyakan ajakan Jingga karena ia tau. Jingga butuh dirinya.

"Jadi, lo pergi nyari buku sama Angga gak?" Tanya Langit yang masih menuruni tangga.

"Hahaha... yaampun Langiitt... lo masih mikirin itu???" Tanya Jingga dengan tawanya.

"Tawa lagi."

"Hahaha... habis lo lucu. Tinggal bilang gak usah pergi, Ngga. Gitu aja susah bener." Ujar Jingga.

"Apaan sih?" Ucap Langit dengan sungutannya.

"Jieehh... ngambek. Hahaa..." Ledek Jingga.

Tidak banyak bicara, Langit langsung mengalungkan lengannya di tengkuk Jingga dan mengapit kepala Jingga di ketiaknya.

Tawa riang mereka dilihat oleh genkgesnya tim Cuantikzz. Yang dikepalai oleh Angel. Tinggi, cantik, bohai aduhai. Digilai lelaki di SMA Merah Putih.

"Hai... Langit..." Sapa Angel dengan suara manis manjanya.

Jingga yang mengetahuinya langsung mejauhkan diri dari Langit dan melepas rengkuhan tangan kekar Langit.

Karena Jingga tau, jika sudah ada Angel, Jingga harus pergi. Langit tak banyak berkata. Ia pun ikut melengos pergi.

"Lha, lo ngapain ngikutin gue?" Tanya Jingga.

"Suka-suka gue." Jawabnya singkat.

Tuh, laki dinginnya ngalahin kutub utara-kutub selatan. Bener-bener deh. Tapi herannya masih ada aja cewek yang suka sama dia.

"Jingga itu siapanya Langit sih? Sok cantik banget dia!" Ujar Angel dengan ketus.

"Katanya sih, info yang gue tau, Jingga sama Langit itu udah temenan dari SMP, Ngel. Makanya deket." Ujar Tania yang gak kalah cantik dari Angel.

"Mau lu apain tuh si Jingga, Ngel?" Kompor banget si Clara.

"Liat aja. Gue gak akan biarin dia betah deket-deket sama Langit. Biar Langit betahnya sama gue." Ucapnya dengan senyum sinis

"Tapi, Ngel, Jingga itu bukan lawan yang gampang." Ujar Tania.

"Terus maksud lo, gue gak bisa gitu naklukin dia?!!" Tanya Angel dengan wajah memerah karena emosi.

"Enggak... bukan gitu. Gue yakin lo bisa kok." Ujar Tania yang meralat kembali ucapannya karena takut terkena amuk Angel.

*****

Jam pulang sekolah.

"Ayok" Ajak Langit yang menggandeng saja tangan Jingga.

"Eh, lo mau ngapain? Gue masih mau ngomongin soal mading. Langit!" Ucap Jingga dengan tegas.

"Sakit tauk." Ujar Jingga yang mengelus pergelangan tangannya yang merah karena genggaman tangan kokoh Langit.

"Maaf." Ucapnya sambil mengelus puncak kepala Jingga.

Tentu itu bukan hal biasa yang didengar oleh teman-teman kelasnya.

"Dimaafin. Lo mau ngapain deh? Narik-narik tangan orang gitu." Tanya Jingga yang masih mengelus pergelangan tangannya.

"Gue tunggu di bawah. Jangan lama-lama." Ucap Langit dengan ketus dan pergi meninggalkan kelas.

"Wuuiidihh... Langit minta maaf. Mabok doi semalam? Ckckck... Jinggaaa... lo pake pelet apaan itu." Ujar Chika yang terheran-heran dengan sikap Langit kepada Jingga.

"Mabok oncom." Jawab Jingga asal yang justru membuat teman-temannya tertawa geli.

*****

"Lama banget sih!" Ucap Langit dengan ketus.

"Kok nyebelin sih." Ujar Jingga yang kesal dengan sikap ketus Langit.

"Lo lama." Ucapnya yang kemudian merendahkan nada bicaranya.

Jingga tak berkata apa-apa. Ia hanya diam. Tapi Langit tau bahwa Jingga sedang berusaha sabar dengannya.

"Iya. Maaf."

"Udah, ayo pulang."

Mereka pulang dengan motor Ninja berwarna blacknya dan melesat dari sekolahnya.

Langit tak langsung mengajak Jingga untuk pulang. Mereka singgah di semacam tempat kongko yang ala-ala garden cafe gitu.

"Mau ngapain kesini?" Tanya Jingga bingung.

"Laper." Ujar Langit.

Mereka duduk lesehan di gazebo, di taman dekat kolam ikan. Asri sekali pemandangannya.

Suara gemericik kolam ikan tersebut membuat mereka saling pandang, saling tatap.

"Lucu." Ujar Langit.

"Apaan yang lucu?" Tanya Jingga.

"Ini nih..." Ucap Langit yang sambil mencubit pipi imutnya Jingga.

"Iihh... Langit! Nyebelin banget sih!" Ujar Jingga dengan sungutan bibirnya.

"Jangan kayak gitu." Ucap Jingga dengan memonyongkan bibirnya.

"Kenapa?" Tanya Langit yang berdiri dan mengambil kotak makanan ikan.

"Nanti gue makin sayang sama lo." Ujar Jingga yang sambil lalu mengambil sedotan di mejanya.

Langit yang mendengar sungguh terkejut. Tak percaya bahwa ia kecolongan start untuk bilang kepada Jingga.

"Udah, sini makan buruan. Ntar keburu dingin nasi gorengnya nih." Ucap Jingga dengan santai.

Langit heran sekali dengan perempuan ini. Begitu santainya ia mengungkapkan perasaannya dan sesantai itu ia bicara setelah mengungkapkan perasaan.

"Gue gak jadi pergi nyari buku yang ada Angga nya." Ucapnya sambil menyuap sop buahnya.

"Karena?"

"Karena gue maunya lo yang anterin gue." Ujar Jingga yang seketika membuat Langit bingung harus menyembunyikan rona merah pipinya.

"Kenapa?"

"Karena gue sukanya sama lo."

Sukses sudah Jingga membuat Langit hari itu merona tak ada habisnya.

"Jangan jatuh cinta balik." Ujar Jingga.

"Kenapa?"

"Nih, gue kasih tau ya. Mencintai seseorang dengan sebelah pihak, itu gak enak. Makanya, udah gue aja. Lo gak usah." Ucap Jingga dengan santainya kepada Langit.

"Kapan lo berangkat ke New York?" Tanya Jingga.

"Tau dari mana?" Langit heran. Perempuan ini tau semua tentangnya.

"Tau dong... Jingga gitu loh..."

"Lo gak kangen nanti sama gue?" Ledeknya.

"Emang boleh ya di kangenin? Hahaha..." Ucap Jingga yang mengundang senyum manis di bibir Langit.

"Jangan senyum." Ucap Jingga.

"Why?"

"Makin sayang." Ujar Jingga yang sukses membuat Langit mengacak rambut pendek Jingga.

"Udah, yuk pulang." Ajak Jingga yang melihat jam tangannya sudah menunjukkan pukul 16:00.

"Lang, lain kali kalo bawa motor yang beneran dikit dong. Motor Ninja gini kan menang banyak di elu." Ujar Jingga dengan memonyongkan bibirnya.

"Lo kalo diajak naik mobil gak mau. Gue bawa motor ini juga lu masih ngoceh aja." Ucap Langit.

"Ya... Maap dah. Biasa bawa bebek, di kasih naik bison ya butuh adaptasi. Hehehe." Ujar Jingga yang mengundang senyum pasta giginya sang Langit.

*****

"Gak masuk dulu?" Tanya Jingga yang sudah sampai di depan rumah Jingga.

"Ada Ibu?" Tanya Langit.

"Ada kayaknya."

"Assalamualaikum" Sapa Jingga dan Langit.

"Waalaikumsalam." Jawab Bu Ratih Ibunda Jingga.

"Bu, sehat?" Tanya Langit dengan sopan.

"Eehh... Langiiitt... Alhamdulillah sehat. Kamu kemana aja. Udah lama Ibu gak ketemu." Ujar Bu Ratih yang heboh bertemu dengan Langit.

Langit sama Bu Ratih itu dekat banget. Sudah seperti anak sendiri buat Bu Ratih. Makanya Langit senang jika main ke rumah Jingga. Bukan ngobrol sama Jingga tapi ngobrol sama Bu Ratih yang buat dia betah.

"Bapak belum pulang kerja Bu?" Tanya Langit.

"Bapak lagi tugas keluar kota. Lagi di Yogya. Tugas kantor. Biasa..."

"Oh, yaudah kalau gitu. Langit pulang dulu ya, Bu." Ujarnya.

"Kok buru-buru? Gak makan dulu? Belum selesai ngobrol juga." Ucap Bu Ratih.

"Makan mah udah Bu. Lain kali kita ngobrol lagi deh. Pamit, ya Bu. Assalamualaikum." Ujar Langit.

"Iya. Hati-hati ya Langit." Ucap Bu Ratih.

Jingga yang sejak tadi berdiri di teras depan untuk menyimpan sepatunya, menemani Langit hingga garasi depan rumah.

"Gue balik ya."

"Yooo... thank you."

Langit menjawab dengan lambaian tangannya.

*****

"Pi, harus banget Langit kuliah di New York?" Tanya Langit.

"Kamu gak usah yang aneh-aneh. Papi sudah urus semua. Kamu tinggal berangkat setelah ujian nasional nanti." Ujar Papi.

Haris Fusena Brawijaya atau biasa dipanggil Papi Haris dan Harini Gantari yang biasa dipanggil Mami Rini.

"Kalian selalu seperti itu. Tidak pernah mendengarkan pendapatku!!" Ujar Langit dengan emosi. Marah dan kesal campur aduk.

Langit masuk ke kamar, dan membantingkan dirinya di tempat tidur luasnya.

"Jinggaaa... gue harus gimana?" Ucapnya lirih di bibir Langitnya.

*****

Terpopuler

Comments

Fifi Dwi Purtranti

Fifi Dwi Purtranti

seru kyaknya

2020-06-19

0

NetizenSokTau

NetizenSokTau

mantap lanjut thor,,,,,,,endingnya Langit dan Jingga,,,,,,,kyknya lucu itu pasangan,,,,,,,,blom pacaran aja kek orang pacaran,,,,apalagi klo dh halal...
heheheeheheh😁😂

2019-12-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!