CHAPTER 4

KRIBO'S CAFE

"Wuiidihh... Bo. Gue gak tau kalo lo punya bisnis cafe." Ujar Ncek.

"Ini punya Kakak gue. Gue cuma bantuin doang." Ucap Kribo merendah.

"Ttsaah... ilaah... sok merendah lo, Bo. Hahaha..." Ujar Juna.

"Eh, seriusan ini gak apa? Kita di private room gini?" Tanya Akbar.

"Iya. Gak apa. Kalo malming gini penuh, rame. Kadang waiting list. Makanya gue kasih tempat disini." Jelas Kribo.

"Ohh... baiklah... kalo sudah resmi diizinkan. Ngomong-ngomong Langit Jingga kemana ya?" Tanya Daffa kepada teman-temannya.

"Kan ini masih sore. Langit Jingga masih disana tuh." Ucap Taqi sambil menunjuk langit.

"Idih, ngelawak. Ketawa yuk... Hahaha..." Ledek Ncek.

Mereka berbincang-bincang di sorenya hari. Bercengkrama dengan ditemani beberapa camilan dan minuman halal.

*Masih SMA yang halal aja dah

*Berarti yang gak halal setelah SMA boleh ya, thor?

*Kalo mau nyari dosa, jangan ngajak-ngajak 😄

*****

Langit dan Jingga tiba di pelataran parkiran motor. Langit menanggalkan helmnya di spion motor.

"Ini susah..." Ucap Jingga yang sedang terlihat berusaha melepas helmnya.

"Sini" Ujar Langit yang membantu Jingga membuka helmnya.

"Makasih..." Ucapnya dengan senyum manisnya.

Langit tidak menjawab. Ia hanya tersenyum lebar sambil mengacak-acak rambut pendeknya Jingga.

"Kribo punya cafe?" Tanya Langit yang kagum akan temannya itu.

"Eh, iya. Baru engeh pas sampe pintu cafe. Keren tuh Kribo." Ucap Jingga.

"Astagfirullah." Ujar Jingga yang menepuk keningnya.

"Apaan?" Tanya Langit datar.

"Tas !! Tas gue ketinggalan di motor, Lanngg... gue cantelin di stang motor tadi." Ujar Jingga.

"Tunggu disini. Gue ambilin." Ucap Langit yang langsung ke parkiran motor.

Tak lama, Langit datang bersama dengan sling bag hitamnya Jingga.

"Maaaciiwww..." Ucapnya sambil memonyongkan bibirnya.

Langit tak berbicara hanya tersenyum melihat tingkah Jingga yang begitu kekanak-kanakan. Ia hanya mengacak rambut Jingga.

"Nah... ntuh die dateng... kemane aja Om... lama benerr... sampe ane udah pipis di celana." Ucap Akbar.

"Sorry." Ujar Langit singkat.

"Set dah... gue nyapa udah panjang kayak baca puisi. Doi cuma bilang " Sorry". Bodoamat, Lang..." Ucap Akbar.

"Kan Langit emang gitu. Ngirit. Kayak batre handphone lagi buat ng-games. Kudu irit." Ujar Juna yang mengundang tawa teman-temannya.

"Eh, gue tadi telepon Doni. Gue ajak gabung kesini. Gak papa kan?" Tanya Ncek.

"Iyaa... seloo... ajaklah kesini. Yang banyak." Sahut Fahri.

"Doni tuh jadian ya sama Vira?" Tanya Aiko.

"Iya, Ai. Keren banget Vira. Bisa meluluhkan hati Doni yang sedingin batu es. Hahaha..." Ucap Chika.

"Kamu juga bisa kok meluluhkan hati Abang..." Ujar Juna yang jahil sekali. Tak luput dari tawa teman-temannya.

"Auw amat Jun." Jawab Chika melengos.

"Eh, Ngga. Lo kemana tadi sama Langit?" Tanya Aiko.

Jingga yang ditanya oleh Aiko jadi bingung dan gelagapan harus jawab apa.

"Habis dari makam." Jawab Langit dengan entengnya. Jingga terkejut bukan main.

"Tuh anak muncul dari mana sih." Batin Jingga.

"Hah?!! Makam??!!" Ucap mereka serempak.

"Makam siapa Lang?" Tanya Fahri.

"Makam temen gue. Hari bertepatan dia ulang tahun dan meninggalnya." Jawab Langit yang suaranya dibuat kuat.

Jingga mengetahui tentang itu. Tapi ia memegang tangan Langit untuk menguatkannya.

"Ohh..." Dan mereka pun hanya bisa ber oh saja.

Arjuna atau Juna tau tentang itu. Hanya ia tak ingin berkomentar. Yang jadi fokus Juna adalah Langit sudah mulai mau membuka hatinya untuk orang lain. Buktinya dia mengajak Jingga ke makam Intan.

Ketika itu makanan pun datang. Malam minggu malam yang panjang. Malamnya anak-anak muda. Obrolan mereka pun kian malam kian serius.

"Eh, cuy. Nanti lulus lo pada mau kuliah apa kerja?" Tanya Ncek.

"Dari siapa dulu nih?" Tanya Aiko.

"Dari kamu dulu deh, Yang." Ucap Ncek kepada Aiko yang duduk di sebelahnya.

"Kalau aku... mau kuliah dulu. Pengen banget ambil jurusan kebidanan. Hehehe..." Ujar Aiko.

"Kamu apa, Yang?" Tanya Aiko kepada Ncek.

"Aku mau kuliah juga. Tapi beda jurusan sama kamu. Aku mau ambil jurusan Ekonomi Bisnis." Jawab Ncek.

"Wiihh... keren." Ucap Aiko dengan tepuk tangan.

Setelah diinterogasi satu-persatu oleh Ncek mau kuliah atau kerja, jawaban mereka beragam. Ada yang mau kuliah dulu, ada yang mau kerja dulu baru kuliah, ada yang mau kuliah sambil kerja, ada yang mau kuliah di dalam negeri, ada yang mau kuliah di luar negeri, ada yang mau kerja di dalam negeri ada yang mau kerja di luar negeri, dan ada pula yang mau menjadi wirausaha, membuka lapangan pekerjaan. Keren nih...

"Kalo lo gimana Lang?" Tanya Taqi.

"Langit kuliah di New York." Jawab Juna yang sukses membuat semua terperangah.

"Beneran Lang?" Tanya Nabila agak shock.

"Iya." Jawabnya singkat dan melirik kepada Jingga yang masih asyik nyemil kentang goreng kesukaannya.

Nabila yang mendengar jawaban Langit langsung menengok ke Jingga. Sedangkan temannya malah sibuk dengan kentang goreng.

"Kalo lo, Ngga? Mau kuliah apa kerja?" Tanya Nabila.

"Kuliah." Jawab Jingga sambil mengunyak kentang goreng.

"Mau kuliah di dalam negeri atau di luar negeri?" Tanya Chika.

"Lo pada mau di mana?" Tanya Jingga bertanya kepada Nabila, Mala dan Chika.

"Dalam negeri" Jawab mereka serempak.

"Yaudah, gue di luar negeri kalo gitu. Hahaha..." Jawab Jingga meledek.

Membuat teman-temannya yang lain ikut tertawa.

"Emang kenapa? Kan seru bareng-bareng." Tanya Mala dengan wajah sendu.

"Mal, sesekali kita perlu jauh. Belajar berjarak supaya tau artinya merindukan." Jawab Jingga dengan puitis.

"Jarak juga bisa menguatkan hati yang sedang merindu untuk nantinya berjuang bersama." Sahut Langit.

"Waduhh... adu puisi nih? Gue mundur deh. Gak paham. Hahaha..." Ucap Fahri.

"Yaudah, kita main sambung ayat aja kalo gitu." Sahut Taqi.

"Itu lagi... dosanya tambah banyak kalau gak tau." Ujar Daffa.

"Emang. Onta Arab mah ada-ada aja." Sahut Akbar.

"Eh, eh, aku bisa gombal dong..." Ujar Chika.

"Idih, bisa gombal sih bangga." Ucap Nabila.

"Yee... dengerin dulu, dong..." Jawab Chika.

"Tapi siapa yang mau digombalin?" Tanya Chika.

"Taqi, tuh, Taqi." Ucap Kribo.

"Ok deh. Kak Taqi, siap ya..." Ucap Chika.

"Mau ngapain? Kok ditanya siap?" Tanya Taqi terkejut.

"Maksudnya siap tahan ketawa. Kalo ketawa berarti Kak Taqi harus bayarin minumannya Chika." Jelas Chika.

"Ohh... ok."

"Kak Taqi, Bapak kamu polisi ya?" Tanya Chika.

"Kakak jawab iya aja ya." Sambung Chika.

"Oh, ok. Iya." Jawab Taqi.

"Kenapa memang?" Tanyanya.

"Soalnya kamu sudah meringkus hatiku." Ucap Chika dengan ekspresi gemasnya.

Gombalan Chika sontak membuat teman-teman semuanya tertawa geli dan membuat Taqi jadi salting.

"Eh, gue juga bisa kalo gitu doang." Ujar Juna.

"Emm... ke siapa ya?" Sambung Juna.

"Ke Bila aja nih." Jawab Mala.

Nabila yang ditunjuk malah jadi salting. Gimana gak salting. Cowok yang disuka mau ngerayu dia. Cewek mana juga kesem-sem. 😅

"Ok. Siap Bil?" Tanya Juna. Langit hanya memperhatikan Juna dan Nabila.

Sebenarnya Langit juga tau kalao Nabila ada rasa dengan Juna. Tapi ia tak pernah menceritakannya kepada Juna. Karena Langit tau, Juna masih menyanyangi Eva. Cinta pertamanya.

"Bila, Bapak kamu Dokter ya?" Mulai menggombal Juna.

"Kok tau?" Jawab Bila sambil menunduk. Tapi justru malah dagu Bila dipegang oleh Juna dan mendongakkannya menghadap Juna.

"Woy, woy, tangan, tangan." Ujar Jingga.

"Makanya jangan nunduk dong. Lihat gue." Ucap Juna. Akhirnya Nabila pun melihat Juna.

"Iya tau. Soalnya kamu mampu mengobati luka hatiku." Ucap Juna yang sontak mendapat tepukan dari teman-temannya yang laki-laki.

"Eehh... gue juga bisa." Ucap Nabila.

"Ke gue?" Tanya Juna.

"Iya. Ke lo aja." Jawab Nabila.

"Jun, lo tau gak persamaannya lo sama duri?" Tanya Nabila.

"Waah... apaan?" Jawab Juna.

"Sama-sama menyakitkan." Ucap Nabila.

Langsung direspon oleh banyak teman-temannya.

"Dukung Bilaaa..." Ucap Mala dengan lantang.

"Bila, ungkapan hati banget." Ujar Jingga kepada Langit yang ikut tersenyum melihat teman-temannya yang hobi ngebanyol itu.

"Ngga, lo dong sekarang. Penulis masa gak bisa gombal." Ucap Juna kepada Jingga.

"Harus gue?" Tanya Jingga dengan menunjukkan telunjuknya ke dirinya sendiri.

"Iyee... udah elo aja." Jawab Nabila.

"Ke Langit aja, Ngga." Ujar Mala.

"Lang, siap Lang... ratunya gombal mau gombalin lo." Ujar Kribo yang di sambut tawa oleh teman-temannya.

"Apaan ya? Emm..." Ucap Jingg sambil melihat langit sambil menopang wajahnya dengan satu tangan di atas meja. Langit hanya melihat Jingga dengan tatapan lekatnya.

"Kok senyum?" Tanya Jingga kepada Langit.

"Kenapa? Gak boleh?" Tanya balik Langit.

"Jangan senyum." Ucap Jingga.

"Karena?" Tanya Langit.

"Senyummu candu. Aku takut jatuh cinta."

Ucap Jingga yang sontak membuat semua teman-temannya berdiri bertepuk tangan.

"Kok tepuk tangan? Kan gombalnya belum dimulai." Ujar Jingga yang membuat semua teman-temannya berhenti tertawa dan bertepuk tangan.

"Lah, yang tadi bukan gombalan emang?" Tanya Juna.

"Bukan." Jawab Jingga.

"Terus tadi apaan?" Tanya Taqi.

"Ngomong biasa aja." Jingga.

"Ya Allah... Lang, elo tiap hari kalo ngomong sama Jingga begini modelnya?" Tanya Taqi.

"Iya." Jawab Langit singkat.

"Bahagia benar hidup anda." Ucap Kribo.

"Yaudah, Ngga. Lo gombalin yang lain deh. Siapa kek. Langit kan udah sering." Ujar Ncek.

"Mau ke siapa?" Tanya Daffa.

"Emm... ke..." Ujar Jingga yang bingung.

"Ke gue aja." Jawab Langit.

"Kan lo tadi udah." Jawab Juna.

"Emang kenapa kalo gue lagi? Gak ada peraturannya kan?" Tanya Langit.

"Yaudah, yaudah, ke lo, cuma ke lo aja." Ucap Fahri.

"Mulai, Ngga." Sambung Fahri.

"Kamu tau perbedaan aku dan kamu?" Tanya Jingga kepada Langit yang memulai gombalannya.

"Apa?" Tanya Langit.

"Akunya rindu kamunya enggak." Ujar Jingga yang selesai menggombal.

Teman-temannya benar-benar berdecak kagum. Emang beda kalo penulis gombalannya.

"Lang, bales Lang." Ujar Kribo.

"Ayo, bales. Bales, bales, bales." Ucap Juna.

"Sini" Ucapnya kepada Jingga yang meminta Jingga untuk duduk di sebelahnya.

"Kenapa?" Tanya Jingga.

"Jangan jauh-jauh dari gue." Jawab Langit.

"Karena?" Tanya Jingga.

"Aku rindu." Jawab Langit yang sontak membuat Jingga terkejut.

Mereka mendapat sorakan riuh dari teman-temannya. Tepuk tangan dan sorak sorai dari kontestan adu gombal. 😂

Mereka terdiam ketika Jingga mulai bicara kembali kepada Langit. Sambil menopang kepalanya dengan tangan di atas meja.

"Jangan ucapkan rindu padaku." Ujar Jingga.

"Kenapa?" Tanya Langit lembut.

"Nanti aku cinta." Jawaban Jingga kembali mendapat suit-suitan dari teman-temannya.

Jingga hanya tersenyum dan tertawa melihat Langit. Langit mengacak-acak rambut Jingga.

"Jadian, jadian, jadian." Ujar Juna.

"Iyaa... udah jadian aja." Sahut Kribo.

"Ayolah... jangan gombal mulu. Buktikan !!" Ucap Fahri.

Langit dan Jingga hanya tersenyum saja. Saat itu Jingga izin ke toilet karena tertawa geli dengan respon teman-temannya.

"Yah... Lang... kok lo diem aja sih. Itu Jingga udah kasih kode keras juga." Ucap Akbar.

"Lo gak suka sama Jingga emang Lang?" Tanya Taqi.

"Kalo lo gak suka, buat gue aja sini." Ucap Juna yang sukses mendapat pukulan di kepalanya dengan buku menu.

Langit beranjak berdiri dari duduknya dan membiarkan teman-temannya berekspektasi sendiri tentangnya dan Jingga.

Ia menunggu Jingga keluar dari toilet dengan menyandarkan tubuhnya di dinding. Tak lama, Jingga pun keluar dari toilet. Ia terkejut bukan main ketika melihat Langit menunggunya di balik dinding.

"Punya hobi baru ya?" Tanya Jingga.

"Hobi? Apaan?" Tanya balik Langit.

"Tuh, hobi ngagetin orang." Jawab Jingga bersungut.

Langit hanya tersenyum mendengar ocehan Jingga sepanjang taman cafe tersebut.

Langit tiba-tiba menempelkan punggung tangannya di dahi Jingga. Untuk menguku suhu tubuh Jingga.

"Jangan gini dong, Lang..." Ucap Jingga.

"Jangan gini gimana maksudnya?" Tanya Langit.

"Jangan tiba-tiba kasih perhatian ke gue."

"Emang ini disebut perhatian ya?"

"Perempuan itu hatinya kayak kapas. Lo perhatiin dikit doi senang. Lo cuekin doi langsung sedih. Peka dikit kenapa sih." Terang Jingga.

"Terus apa hubungannya sama lo?" Tanya Langit bingung.

"Ya ada dong hubungannya."

"Apa?"

"Bikin hati dag dig dug ser. Paham?!!" Ucap Jingga dengan tegas dan beranjak masuk ke Cafe. Namun, Langit mencegahnya.

"Jangan gombalin gue terus juga." Ujar Langit.

"Itu kode. Bukan gombalan." Ucap Jingga tegas.

"Yaudah." Jawab Langit.

"Yaudah apaan deh?"

"Ayo, pacaran."

"Lo ngajak pacaran apa makan siomay? Gak ada romantis-romantisnya." Jawab Jingga.

"Gue kan emang gak romantis."

"Bangga banget lo gak romantis." Ujar Jingga dengan senyumannya.

"Yaudah, kita pacaran." Jawab Langit yang mengalihkan pembicaraan.

"Gak usah. Kayak biasa aja." Ujar Jingga.

"Kan katanya lo suka sama gue, sayang sama gue, yaudah kita pacaran." Jawab Langit dengan entengnya.

"Gue tau kalo kita pacaran, kita bakalan putus." Jawab Jingga yang membuat Langit tersentak.

"Kok lo gitu ngomongnya?" Tanya Langit yang terkejut dengan pernyataan Jingga.

"Kan beberapa bulan lagi kita pisah. Lo ke NY. Lo di benua Amerika, gue di benua Asia. Jauuh..." Ucap Jingga.

"Lo gak sanggup kalo LDR (Long Distance Relationship)?" Tanya Langit.

"Gue tanya sama lo? Lo sayang sama gu, Lang? Lebih dari teman?" Tanya Jingga kepada Langit namun Langit hanya diam tidak meresponnya.

"Gak usah sayang deh, suka. Lo suka sama gue? Sebagai seorang cewek. Yang bukan teman. Lebih dari itu rasa sukanya. Ada rasa suka ke gue?" Tanya Jingga cukup jelas.

"Gak ada kan?"

"Gak ada Lang... lo tau kenapa?"

"Karena gue dari awal emang gak pernah ada disini." Ucap Jingga sambil menunjuk dada bidang Langit.

"Dan selama ini, lo nyaman sama gue, hanya karena sekedar berteman. Karena mungkin kita nyambung." Jelas Jingga.

"Gue... gak bisa bersaing dengan masa lalu lo. Karena yang ada di sini lo. Masa lalu lo. Bukan gue." Ucap Jingga dengan menunjuk kembali dada bidang Langit dengan mata yang sudah menumpuk dengan bulir-bulir air matanya.

"Jangan pernah baik sama gue. Gue orangnya gampang tersentuh. Gue takut jatuh cinta lebih dalam sama lo." Jelas Jingga.

"Ngga..." Panggil Langit dengan tatapan sendunya.

"Udah. Gak perlu dibahas. Lupain ya. Anggap kita gak pernah bicara tentang ini." Ucap Jingga yang menghapus air matanya di pipi. Langit ingin menghapusnya tapi di tepis lembut oleh Jingga.

"Jangan ya... gak usah hapus air mata gue. Gue bisa sendiri. Gue gak mau bergantung sama lo." Ujar Jingga yang berusaha menetralisir tangisnya.

Entah mengapa, hati Langit sakit sekali melihat Jingga yang menangis terisak di hadapannya.

*****

"Thanks. Udah anterin pulang." Jawab Jingga dengan menepuk pundak Langit.

Jingga dan Langit berpamitan pulang kepada teman-temannya karena Jingga memang tidak enak badan hari itu. Demamnya semakin tinggi.

"Sweater lo gue cuci dulu. Ntar kalo udah wangi gue balikin." Ucap Jingga.

"Gak usah. Pake aja." Ujar Langit.

"Jangan dong... kan ini punya lo."

"Terserah lo aja."

"Ok. Gue masuk ya."

"Jingga" Panggil Langit.

"Iya. Gue akan bersikap biasa aja ke lo. Tenang, gue tetep Jingga yang lo kenal kok." Ujarnya dengan senyum manisnya.

"Udah. Gue masuk ya." Ujarnya.

"Lo ati-ati bawa motornya. Jangan ngebut-ngebut." Pesan Jingga.

"Iyaa.." Jawab Langit dengan senyum.

*****

Terpopuler

Comments

Vthree Keisha

Vthree Keisha

ini mah author nya yg jago gombal😊.tapi ngena,daleemm banget.. salut👍👍

2020-07-20

2

Fifi Dwi Purtranti

Fifi Dwi Purtranti

bikin gemes

2020-06-19

0

Rina Cyber

Rina Cyber

kata kata bijak mu Thor daaaaleeem banget, langsung menembus jantungku, saakit banget 😫😫😫😫

2020-04-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!